You are on page 1of 28

ACARA IV

PEMURNIAN MINYAK

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum acara IV Pemurnian Minyak ini adalah
melakukan pemurnian minyak dengan cara netralisasi dan bleaching serta
mengetahui rendemenya.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Pemurnian merupakan proses penghilangan bahan-bahan yang
tidak diinginkan dari minyak nilam hasil penyulingan. Proses ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas minyak agar mempunyai nilai jual yang lebih
tinggi. Metode pemurnian yang dikenal adalah pemurnian secara kimia
dan fisik. Pemurnian secara kimia dapat dilakukan dengan menambahkan
adsorben atau senyawa komplek tertentu. Peralatan yang digunakan dalam
pemurnian ini cukup sederhana. Pemurnian secara kimia mempunyai
kelebihan karena dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang
mudah didapat di pasaran dengan harga yang terjangkau oleh penyuling
yaitu asam sitrat, bentonit dan natrium sitrat. Namun kekuranganya adalah
hasil yang didapat tidak sejernih pemurnian secara fisik. Pada proses
secara fisik yaitu metode redestilasi adalah menyuling ulang minyak
dengan menambahkan air pada perbandingan air dan minyak 5:1 dalam
labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Pemurnian secara fisik
mempunyai kekurangan yaitu memerlukan peralatan penunjang yang
cukup spesifik, akan tetapi kelebihanya yaitu minyak yang dihasilkan lebih
baik karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih
tinggi (Nurjanah, dkk., 2016).
Secara garis besar, ada tiga tahap pemurnian minyak yaitu
degumming, netralizing, dan refining bleachin. Proses pemisahan gum
(degumming) merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang
terdiri dari fosfolida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin, tanpa
mengurangi jumlah asam fosfat ke dalam minyak. Netralisasi adalah
proses pemisahan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan pereaksi basa atau pereaksi lainya
sehingga membentuk sabun. Proses pemucatan dapat dilakukan dengan
mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap
(fuller earth), lempung aktif (activated clay), dan arang aktif, atau dapat
juga menggunakan bahan kimia (Arita, dkk., 2009).
Prinsip proses netralisasi adalah memisahkan asam lemak bebas
dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Larutan basa yang digunakan adalah NaOH
(kaustik soda), prinsipnya yaitu sabun yang terbentuk dapat membantu
pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara
membentuk emulsi. Campuran minyak dan larutan NaOH tersebut
membentuk suatu butiran-butiran kecil. Butiran-butiran tersebut
merupakan sabun, dan sabun ini terlihat jelas pada saat penyaringan. Pada
proses pendinginan minyak dan sabun terlihat jelas memisah, sabun yang
terbentuk menggumpal dan mengendap di bagian bawah minyak, setelah
didinginkan kemudian dilakukan penyaringan (Yulianti, dkk., 2013)
Macam macam adsorben yang biasa digunakan yaitu arang aktif,
bleaching earth, dan batu apung. Kelebihan dari penggunaan arang aktif
yaitu harganya lebih murah. Sedangkan kekuranganya yaitu hasil minyak
yang dihasilkan tidak terlalu jernih dan membutuhkan jumlah yang
banyak. Kelebihan penggunaan bleaching earth yaitu hasil minyak yang
dihasilkan lebih jernih, jumlah yang dibutuhkan sedikit. Namun
kekuranganya adalah harganya lebih mahal. Penggunaan batu apung juga
mempunyai kelebihan yaitu harganya terjangkau, namun hasilnya tidak
jernih dan membutuhkan jumlah yang banyak (Haryono, 2012).
Pemucatan minyak nabati melibatkan penghapusan berbagai
kotoran, yang meliputi fosfatida, asam lemak, gusi, jejak logam, dll,
diikuti oleh penghilangan warna. Kapasitas pemucatan bentonit sangat
meningkat dengan perlakuan aktivasi. Sementara beberapa dari tanah liat
ini secara alami mengalami pemucatan, beberapa harus diperlakukan
dengan asam mineral. Bentonit terdiri didominasi smektit, 2:1 mineral
lempung yang mengandung lembar oktahedral antara dua lembar
tetrahedral (Foletto et al., 2011).
Selama proses pemucatan, perwarnaan peroksida, dan kotoran
lainnya dikeluarkan dari bahan baku minyak dan produk cukup warna
dalam peningkatan dan penampilan serta peningkatan stabilitas diproduksi
bleaching earth, biasanya dari tanah liat alami atau tanah liat kimia yang
diaktifkan dengan asam mineral dan sehingga memiliki luas permukaan
dan keasaman yang meningkat, secara komersial digunakan sebagai
bubuk adsorben. Meskipun penggunaan lempung asam-aktif sebagai
katalis dan adsorben dapat digunakan, aplikasi untuk kapas pemutihan
minyak dibatasi oleh kurangnya stabilitas termal (Falaras et a.l, 2000).
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan
basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk soap-stock. Untuk
menetralkan munyak digunakan zat penetral alkali, seperti kausatik soda,
NaOH atau KOH. Ada dua cara netralisasi, yaitu cara kering dan cara
basah. Cara kering dilakuakan menggunakan alkali kuat dengan suhu
relatif rendah dan pengadukan cepat. Cara netralisasi basah dengan
menggunakan alkali encer dan dilakukan pada suhu yang agak tinggi (60-
650C), bahkan bisa mencapai 980C (Syah, 2005).
Proses pemucatan minyak sawit dilakukan dengan penambahan
bleaching earth untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan
(semua pigmen, trace metal, dan produk-produk oksidasi) dari minyak
kelapa sawit. Proses ini meningkatkan rasa awal, aroma akhir stabilitas
oksidatif produk. Proses pemucatan ini juga membantu mengatasi masalah
pada proses pengolahan selanjutnya dengan menyerap sabun, ion logam
penyebab oksidasi, menguraikan peroksida, mengurangi warna, dan
menyerap senyawa minor (Pahan, 2007).
Penghapusan pigmen proses adsorpsi (bleaching) adalah salah satu
langkah-langkah yang paling penting dalam penyulingan minyak nabati
dan proses ini akan menghapus karoten, klorofil dan pigmen lain sebagai
kotoran. Proses ini membuat minyak lebih menarik dan nyaman untuk
digunakan. Lempung aktif telah banyak digunakan sebagai adsorben.
Dalam beberapa tahun terakhir, tanah liat telah ditemukan efisien dalam
adsorpsi (bleaching) dari kelapa sawit (Nwabanne and Ekwu, 2013).
Waktu pemucatan optimal tergantung pada suhu dan kualitas
pucatan tanah liat. Penghilangan warna meningkat dengan waktu dan
suhu, meskipun kontak minyak dan tanah liat dapat menyebabkan warna
kembali dan suhu juga meningkat. Pemutihan untuk waktu yang lama
waktu pada suhu tinggi kerusakan oksidatif yang stabilitas minyak nabati.
Waktu pemutihan untuk sebagian besar jenis minyak berada di kisaran 20
30menit pada 90-100C (Skevin, 2012).
Netralisasi dan asam esterifikasi adalah salah satu metode pra-
treatment untuk menurunkan FFA untuk alkali transesterifikasi. Netralisasi
minyak nabati (penyulingan kaustik) adalah metode yang paling umum
digunakan untuk menurunkan FFA dalam minyak. Sebuah alkali
ditambahkan ke minyak dengan akan mempercepat FFA sebagai stok
sabun;kemudian yang terakhir dihapus oleh pemisahan mekanis dari
minyak netral. Namun, untuk minyak yang lebih dari 5% dari FFA,
netralisasi menyebabkan kerugian tinggi minyak netral karena saponifikasi
dan emulsifikasi. Esterifikasi asam sebagai pengobatan pra sebelum
transesterifikasi alkali dianggap rute terbaik yang mengubah FFA menjadi
ester dan karena itu mengurangi kerugian yang bisa dihasilkan dari
penyulingan kaustik (Kombe, 2003).
Dalam pemurnian minyak secara fisik, kandungan FFA asam
lemak distilat selalu lebih rendah dari FFA asam lemak rantai panjang
yang yang diperoleh secara fisik. Dengan demikian, kehilangan minyak
netral yang dihitung dari minyak sulingan jauh lebih tinggi. Penyulingan
mono-volatile dan digliserida dianggap sebagai penyebab utama
kehilangan minyak netral selama proses pemurnian minyak kelapa secara
fisik (Petrauskaite, 2000).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Corong pemisah
b. Erlenmeyer
c. Gelas beaker
d. Gelas ukur
e. Hot plate
f. Kertas saring
g. Statif
h. Termometer
i. Timbangan
2. Bahan
a. Arang aktif 0,1 %
b. Lemak ayam
c. Lemak sapi
d. Minyak kelapa basah
e. Minyak kelapa kering
f. NaOH 0,1 N
3. Cara Kerja
a. Netralisasi

Minyak kasar

Penimbangan

Pemanasan sampai suhu 60-650C

NaOH 0,1 N
Penambahan
sesuai FFA

Pengadukan selama 10 menit

Pemanasan sampai suhu 700C,


pengadukan dihentikan

Pendiaman sampai terbentuk sabun

Pemisahan dengan corong pemisah

Penimbangan

Gambar 4.1 Cara Kerja Proses Netralisasi


b. Bleaching

Minyak hasil netralisasi

Pemasukan dalam erlenmeyer

Pemanasan hingga 700C-800C

Arang aktif 0,1%


Penambahan
berat minyak

Pemanasan pada suhu 1000C-1600C selama


15-30 menitt

Penyaringan

Penimbangan

Gambar 4.2 Cara Kerja Proses Bleaching


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemurnian minyak merupakan proses penghilangan rasa serta bau
yang tidak enak, warna yang tidak menarik, dan untuk memperpanjang
umur simpan. Tujuan utama dari proses pemurnian minyak atau lemak
adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang
tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum
dikonsumsi. Selain itu juga digunakan sebagai bahan mentah dalam
industri (Sutarmi, 2003).
Pemurnian merupakan proses penghilangan bahan-bahan yang
tidak diinginkan dari minyak nilam hasil penyulingan. Proses ini bertujuan
untuk meningkatkan kualitas minyak agar mempunyai nilai jual yang lebih
tinggi. Metode pemurnian yang dikenal adalah pemurnian secara kimia
dan fisik. Pemurnian secara kimia dapat dilakukan dengan menambahkan
adsorben atau senyawa komplek tertentu. Peralatan yang digunakan dalam
pemurnian ini cukup sederhana. Pemurnian secara kimia mempunyai
kelebihan karena dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang
mudah didapat di pasaran dengan harga yang terjangkau oleh penyuling
yaitu asam sitrat, bentonit dan natrium sitrat. Namun kekuranganya adalah
hasil yang didapat tidak sejernih pemurnian secara fisik. Pada proses
secara fisik yaitu metode redestilasi adalah menyuling ulang minyak
dengan menambahkan air pada perbandingan air dan minyak 5:1 dalam
labu destilasi, kemudian campuran didestilasi. Pemurnian secara fisik
mempunyai kekurangan yaitu memerlukan peralatan penunjang yang
cukup spesifik, akan tetapi kelebihanya yaitu minyak yang dihasilkan lebih
baik karena warnanya lebih jernih dan komponen utamanya menjadi lebih
tinggi (Nurjanah, dkk., 2016).
Secara garis besar, ada tiga tahap pemurnian minyak yaitu
degumming, netralizing, dan refining bleaching. Proses pemisahan gum
(degumming) merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir yang
terdiri dari fosfolida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin, tanpa
mengurangi jumlah asam fosfat ke dalam minyak. Netralisasi adalah
proses pemisahan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan pereaksi basa atau pereaksi lainya
sehingga membentuk sabun. Proses pemucatan dapat dilakukan dengan
mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap
(fuller earth), lempung aktif (activated clay), dan arang aktif, atau dapat
juga menggunakan bahan kimia (Arita, dkk., 2009).

Tabel 4.1 Data Proses Netralisasi

Berat
Berat Rendemen
Kelompok Bahan ml NaOH Akhir
Awal (gr) (%)
(gr)
Kelapa
1&5 38 200 32,62 16,310
basah
Kelapa
2&5 28 200 21,88 10,940
kering
Lemak
3&6 32 200 21,45 10,725
ayam
Lemak
4&6 52 200 14,43 7,215
sapi
Kelapa
7 & 11 19 100,56 15,24 15,155
basah
Kelapa
8 & 11 14 100,20 0,296 0,295
kering
Lemak
9 & 12 16 100,17 8,440 8,425
ayam
Lemak
10 & 12 26 100,43 0,375 0,373
sapi
Sumber: Laporan Sementara
Prinsip proses netralisasi adalah memisahkan asam lemak bebas
dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Larutan basa yang digunakan adalah NaOH
(kaustik soda), prinsipnya yaitu sabun yang terbentuk dapat membantu
pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara
membentuk emulsi. Campuran minyak dan larutan NaOH tersebut
membentuk suatu butiran-butiran kecil. Butiran-butiran tersebut
merupakan sabun, dan sabun ini terlihat jelas pada saat penyaringan. Pada
proses pendinginan minyak dan sabun terlihat jelas memisah, sabun yang
terbentuk menggumpal dan mengendap di bagian bawah minyak, setelah
didinginkan kemudian dilakukan penyaringan (Yulianti, dkk., 2013).
Menurut Syah (1997), netralisasi adalah suatu proses untuk
memisahkan asam lemak bebas dari minyak, dengan cara mereaksikan
asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk
soap-stock. Untuk menetralkan minyak digunakan zat penetral alkali,
seperti kaustik soda, NaOH atau KOH. Macam-macam netralisasi yang
sering digunakan yaitu netralisasi dengan kaustik soda (NaOH), netralisasi
dengan natrium karbonat (Na2CO3), netralisasi minyak dalam bentuk
miscella, netralisasi dengan etanol amin dan amonia, dan pemisahan
asam (de-acidification) dengan cara penyulingan (Ketaren, 2008).
Netralisasi dilakukan dengan cara menambahakan minyak kasar
yang telah dipanaskan dengan NaOH. Dimana penambahan NaOH akan
menyabunkan trigliserida dan mereduksi minyak netral yang dihasilkan.
Selain itu suhu yang tepat dan waktu kontak yang cukup juga merupakan
hal yang penting, sebab berpengaruh pada kekompakan dan kecepatan
pengendapan sabun yang terbentuk dalam minyak serta total karotenoid
dalam minyak yang sifatnya tidak stabil terhadap proses pemanasan.
Proses netralisasi atau pemurnian diperlukan untuk menghilangkan rasa
serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik sehingga
memperpanjang masa simpan minyak. Pada pengolahan minyak
pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak tersebut
dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki
(Foletto et al., 2011).
Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam
skala industri karena kerjanya lebih efisien dan ongkos lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu netralisasi dapat
membantu dalam menghilangkan zat warna dan kotoran yang berupa
getah dan lender dalam minyak dan lemak. Pemakaian larutan kaustik
soda (NaOH) dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi
sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan
menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih
konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam
lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida
dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga
dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu
minyak yang lebih baik (Kurniati dan Susanto, 2015).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan
sampel minyak kelapa basah, minyak kelapa kering, lemak ayam, dan
lemak sapi masing masing seberat 200 gram pada shift pertama diperoleh
hasil sebagai berikut. Pada sampel minyak kelapa basah membutuhkan 38
ml NaOH dan rendemen yang dihasilkan sebesar 16,310 %. Pada sampel
minyak kelapa basah membutuhkan 28 ml NaOH dan rendemen yang
dihasilkan adalah sebesar 10,940%. Pada sampel lemak ayam
membutuhkan 32 ml NaOH dan rendemen yang dihasilkan sebesar
10,725%. Sedangkan pada sampel lemak sapi membutuhkan 52 ml NaOH
dan rendemen sebesar 7,215%.
Pada shift kedua berat sampel yang digunakan yaitu sebesar 100
gram. Pada sampel minyak kelapa basah membutuhkan 19 ml NaOH dan
menghasilkan rendemen sebesar 15,155%. Pada sampel minyak kelapa
kering membutuhkan 14 ml NaOH dan menghasilkan rendemen sebesar
0,295%. Pada sampel lemak ayam membutuhkan 16 ml NaOH dan
menghasilkan rendemen sebesar 8,425%. Sedangkan pada sampel lemak
sapi membutuhkan 26 ml NaOH dan menghasilkan rendemen sebesar
0,373%. Banyaknya NaOH yang dibutuhkan menunjukan banyaknya asam
lemak bebas yang diikat oleh NaOH karena fungsi NaOH disini adaah
untuk mengikat asam lemak bebas pada minyak (Arita dkk., 2009).
Tabel 4.2. Data Proses Bleaching
Berat Awal Berat Akhir Rendemen
Kelompok Bahan
(gr) (gr) (%)
1&5 Kelapa basah 32,62 7,30 22,379
2&5 Kelapa kering 21,88 - -
3&6 Lemak ayam 21,45 - -
4&6 Lemak sapi 14,43 - -
7 & 11 Kelapa basah 15,24 7,43 48,75
8 & 11 Kelapa kering 0,296 - -
9 & 12 Lemak ayam 8,440 2,44 28,91
10 & 12 Lemak sapi 0,375 - -
Sumber: Laporan Sementara
Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian minyak
untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.
Pemucatan dapat dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah
kecil absorben. Adsorben yang dimaksud yaitu seperti tanah serap (fuller
earth), lempung aktif (activated clay), dan arang aktif (Kusmiati, 1996).
Pemucatan dilakukan pada minyak yang sudah dinetralisasi dengan
menggunakan arang aktif. Rendemen hanya dihasilkan pada sampel minyak
kelapa basah shift 1 dan 2 serta pada sampel lemak ayam. Masing-masing
rendemen yang dihasilkan yaitu sebesar 22,379%, 48,75%, dan 28,91%.
Rendahnya rendemen ini dikarenakan adsorben yang digunakan terlalu
sedikit. Karena menurut Haryono (2012), kelebihan dari penggunaan arang
aktif yaitu harganya lebih murah. Sedangkan kekuranganya yaitu hasil
minyak yang dihasilkan tidak terlalu jernih dan membutuhkan jumlah yang
banyak.
Macam macam adsorben yang biasa digunakan yaitu arang aktif,
bleaching earth, dan batu apung. Kelebihan dari penggunaan arang aktif
yaitu harganya lebih murah. Sedangkan kekuranganya yaitu hasil minyak
yang dihasilkan tidak terlalu jernih dan membutuhkan jumlah yang banyak.
Kelebihan penggunaan bleaching earth yaitu hasil minyak yang dihasilkan
lebih jernih, jumlah yang dibutuhkan sedikit. Namun kekuranganya adalah
harganya lebih mahal. Penggunaan batu apung juga mempunyai kelebihan
yaitu harganya terjangkau, namun hasilnya tidak jernih dan membutuhkan
jumlah yang banyak (Haryono dan Wahyuni, 2012).
Menurut Kurniati (2015), faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dalam proses netralisasi adalah ketelitian dan ketepatan penambahan
larutan kaustik soda (NaOH). Berdasarkan praktikum diperoleh rendemen
yang berbeda-beda pada masing-masing sampel, karena ada faktor yang
mempengaruhi hasil rendemen proses netralisasi yaitu konsentrasi larutan
kaustik soda. Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi yang
terlalu tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga
mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang
terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda
yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dala minyak. Dengan
demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam mnyak
dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang
lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik (Kurniati, 2015).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas
dari minyak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
atau pereaksi lainnya sehingga membentuk soap-stock.
2. Rendemen netralisasi kelapa basah, kelapa kering, lemak ayam, dan
lemak sapi berturut-turut sebesar 15,155%, 0,295%, 8,426%, dan
0,373%
3. Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian minyak
untuk menghasilkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.
4. Rendemen pemucatan kelapa basah, kelapa kering, lemak ayam, dan
lemak sapi berturut-turut sebesar 48,753%, 0%, 28,910%, dan 0%.
DAFTAR PUSTAKA
Arita, Susila, Siti astria Anindya, dan Hiranda Wildayani. 2009. Pengaruh
Penambahan Asam pada Proses Pemurnian Minyak Jarak
Pagar Kasar. Juruan Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Sriwijaya.
Falaras, Polycarpos., Lezou Fani., Seiragakis, Georgios., Petrakis
Dimitros. 2000. Bleaching Properties Of Alumina-Pillared
Acid-Ativated Montmorillonite. Clays and Clay Minerals, Vol.
48, No. 5, pp: 549-556. 2000.
Foletto, E. L., Colazzo, G. C., Volzone, C., Porto, L. M. 2011. Sunflower
Oil Bleaching By Adsorption Onto Acid-Activated Bentonite.
Brazilian Journal of Chemical Engineering Vol. 28, No. 01, Pp.
169-174, January-March, 2011.
Haryono, Muhammad Ali, dan Wahyuni. 2012. Proses Pemucatan Minyak
Sawit Mentah dengan Arang Aktif. FMIPA. Universitas
Padjajaran.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press. Jakarta.
Kurniati, Yeni dan Wahono Hadi Susanto. 2015. Pengaruh Basa Naoh
dan Kandungan ALB CPO terhadap Kualitas Minyak Kelapa
Sawit Pasca Netralisasi. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. Vol.
03, No. 01.
Kusmiati. 1996. Jarak pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar
Swadaya. Bogor.
Nurjanah, Sarifah, Sudaryanto Zain, S. Rosalinda, dan Ilham Fajri. 2016.
Kajian Pengaruh Dua Metode Pemurnian terhadap Kejernihan
dan Kadar Patchouli Alcohol Minyak Nilam (Patchouly Oil)
Asal Sumedang. Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem.
FTIP. Universitas Padjajaran. Bandung.
Nwabanne, J. T and Ekwu, F. C. 2013. Decolourization Of Palm Oil By
Nigerian Local Clay: A Study Of Adsorption Isotherms And
Bleaching Kinetics. International Journal Of Multidiciplinary
Science And Engineering, Vol. 4, No. 1, January 2013, pp: 20-
25.
Pahan, Iyung. 2007. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu
Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutarmi dan Hartin Rozaline. 2003. Taklukan Penyakit dengan VCO
Virgin Coconut Oil. Penebar Swadaya. Bogor.
Syah, Andi Nur Alam. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka
Penyakit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Yulianti, Eny, Nova Dwi Prasetyo, Romaidi, dan A. Ghanaim Fasya.
2013. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Proses Netralisasi
Minyak Ikan Hasil Samping Industri Pengalengan Ikan
terhadap Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) dan Komposisi
Asam-asam Lemak Tak Jenuh. Jurusan Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam negeri Maulana Malik
Ibrahim. Malang.
Petrauskaite, V. 2000. Physical Refining of Coconut Oil: Effect of Crude
Oil Quality and Deodorization Conditions on Neutral Oil Loss.
JAOCS, Vol. 77, No. 6. Hal: 1.
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Randemen minyak kelapa basah pada Proses Netralisasi

% = 100%

15,24
= 100%
100,56
= 15,155%
2. Randemen minyak kelapa kering pada Proses Netralisasi

% = 100%

0,296
= 100%
100,20
= 0,295%

3. Rendemen lemak ayam pada proses netralisasi


8,440
= 100%
100,17

= 8,425%
4. Rendemen lemak sapi pada proses netralisasi
0,375
= 100%
100,43
= 0,373%
5. Randemen Minyak kelapa basah pada Proses Bleaching

% = 100%

7,43
= 100%
15,24
= 28,910%
6. Rendemen lemak ayam pada proses bleaching
0,296
=100,20 100%

=28,910%
B. Dokumentasi

Gambar 4.3 Sampel Minyak Kelapa basah Gambar 4.4 Pemanasan


Minyak dengan hot plate

Gambar 4.5 Penimbangan Gambar4.6Penimbangan


Erlenmeyer Kosong Erlenmeyer Berisi Minyak Kasar

Gambar 4.7 Pemucatan

You might also like