You are on page 1of 3

Amanat Galunggung

Pribumi atau inlander dalam bhs belanda adalah konsep politik kebudayaan dan
politik hukum ADU DOMBA yg sengaja diciptakan Belanda untuk
melanggengkan kekuasaannya. Secara cerdas dan jitu, para Pemuda membuat
antitesa Pribumi dengan konsep Bangsa Indonesia pada tanggal 28 Oktober
1928.

Kropak 632
https://mooibandoeng.com/201
6/01/26/kropak-632/

Hana nguni hana mangke


tan hana nguni tan hana mangke
aya ma beuheula aya tu ayeuna
hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna
hana tunggak hana watang
tan hana tunggak tan hana watang
hana ma tunggulna aya tu catangna.
Ada dahulu ada sekarang
bila tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang
karena ada masa silam maka ada masa kini
bila tidak ada masa silam tidak akan ada masa kini
ada tonggak tentu ada batang
bila tidak ada tonggak tidak akan ada batang
bila ada tunggulnya tentu ada catangnya.
Kropak 632 dari Kabuyutan Ciburuy.
______________________
Dua baris dari lembar kelima ini sudah lama juga dikutip jadi moto
kegiatan2 @KomunitasAleut selama ini: Hana nguni hana mangke,
tan hana nguni tan hana mangke.

Kropak 632 adalah sebuah naskah yang terdiri dari enam lembar lontar yang ditulis
dengan tinta hitam dengan perkiraan pembuatan pada abad ke-15, lebih tua dari
naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian (1518 M) atau Carita
Parahyangan (1580 M). Naskah ini ditemukan di Kampung Ciburuy yang terletak
di lereng Gunung Cikuray.
Adalah Karel Frederik Holle, pengusaha perkebunan teh Waspada, yang pertama
kali menyebutkan keberadaan naskah ini dalam Bijdragen tot de Geschiedenis der
Preanger-Regentschappen (1869). Di situ Holle menyebut tentang tiga buah naskah
Sunda kuno yang diserahkan oleh Raden Saleh ke Bataviaatsch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen tahun 1867.

Naskah ini dikumpulkan oleh Jan Laurens Andries Brandes dan dicatat oleh
Nicolaas Johannes Krom dalam Rapporten van de Oudheidkundige Dienst
(Laporan Kepurbakalaan Jawa Barat) pada tahun 1914. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh Karel Frederik Holle, kemudian dilanjutkan oleh Cornelis Marinus
Pleyte dan Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka (1917).
Penelitian awal tidak ada yang berhasil tuntas sehingga terbengkalai sampai
kemudian Atja dan Daleh Danasasmita melakukan penelitian ulang pada tahun
1987. Atja dan Saleh memberikan judul Amanat Galunggung untuk pembahasan
enam lembar naskah ini. Menurut Atja, inti naskah ini memang merupakan nasihat
Rakeyan Darmasiksa kepada puteranya, Sang Lumahing Taman. Menurutnya
nasihat itu berasal dari Penguasa Kerajaan Galunggung.

Lembar kelima kropak 632 ini menyuratkan nasihat yang belakangan ini sering
disebut sebagai kesadaran sejarah. Dua baris dari lembar kelima ini sudah lama
juga dikutip jadi moto kegiatan2 @KomunitasAleut selama ini: Hana nguni hana
mangke, tan hana nguni tan hana mangke.

*Salinan naskah di atas diambil dari Amanat Galunggung karya Atja dan Saleh
Danasasmita.

You might also like