Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Alifiana Jatingingrum G99142034
Chrystina Yurita P. G99142035
R. A. Sitha Anisa P. G99142039
Fitri Ika Suryani G99142040
Pembimbing :
dr. Yudhistya Ngudi Insan K., Sp.OG
3. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba (2009) meliputi :
a) Serviks inkopeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang
nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
b) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan
genetik)
c) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
Infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak
ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin
panjang fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia
kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
d) Multipara/grandemultipara
Pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses
embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis
dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda
tanda inpartu.
e) Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik
disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air
ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes
melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional akan
melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia
kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan
ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
f) Kelainan letak yaitu letak lintang.
g) Penduluran abdomen (perut gantung)
4. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Umur kehamilan < 34 minggu dipertahankan sampai air ketuban tidak ke luar lagi
Preterm Aterm
Infeksi: Infeksi:
1. Broad spectrum gram positif - 1. Broad spectrum gram positif
negatif 2. Metronidazole
2. Metronidazole Non Infeksi:
Non Infeksi: Penisilin atau ampisilin
Amoksisilin atau eritromisin untuk 7
hari
Aktif
Umur kehamilan > 34 minggu, bila dalam 6 jam tidak ada tanda persalinan
Gambar 2.1 Tata Laksana KPD Berdasarkan Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi
3) Indikasi Induksi pada KPD
Induksi dilakukan dengan pertimbangan waktu dan berat janin
dalam rahim disertai tanda infeksi intrauterin yaitu suhu meningkat
lebih dari 38oC (pengukuran per rektal), hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan air ketuban (Manuaba, 2009).
Penatalaksanaan KPD dahulu umumnya mencakup stimulasi
kontraksi jika persalinan belum dimulai setelah 6 hingga 12 jam.
Induksi segera dengan oksitosin dibuktikan merupakan penanganan
yang dianjurkan berdasarkan penurunan angka infeksi intra dan
postpartum. Persalinan dirangsang dengan oksitosin jika selaput
ketuban telah pecah pada kehamilan aterm sementara persalinan belum
dimulai secara spontan yaitu persalinan per vaginam tanpa tindakan
bedah kebidanan seperti forcep, ekstraktor vakum dan bukan dengan
tindakan seksio sesaria (Cunningham, 2009).
Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan induksi persalinan
maupun seksio sesaria. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan
menggunakan oksitosin maupun prostaglandin dengan memperhatikan
kematangan serviks. Pada induksi gagal atau indikasi pemberat lainnya
dapat langsung diputuskan dilakukan seksio sesaria (Prosedur tetap
RSUD Dr. Moewardi, 2010).
7. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Faktor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
B.
KPD Infected
Kejadian infeksi intrauterine meningkat sepuluh kali lipat pada ketuban
pecah dini dibandingkan dengan tanpa disertai KPD. Setelah membran telah
pecah selama lebih dari 24 jam, kejadian infeksi neonatal adalah sekitar 1%, dan
ketika ada tanda korioamnionitis, kejadian infeksi neonatal menjadi antara 3%
dan 5% (WHO, 2011).
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten. Adanya infeksi biasanya ditandai dengan demam dan
cairan ketuban yang keruh (ACOG, 2007).
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin:
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
BAB III
STATUS PASIEN
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB
terhadap pasien.
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Petoran, Jebres, Surakarta
Status Perkawinan : Menikah 1 kali selama 11 tahun
Paritas : G3P2A0
HPMT : 22 Maret 2016
HPL : 29 Desember 2016
UK : 29+6 minggu
Tanggal Masuk : 16 Oktober 2016
No. RM : 01-35-21-xx
Berat badan : 70 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan adanya rembes-rembes dari jalan lahir.
6. Riwayat Fertilitas
Baik
7. Riwayat Obstetri
I : Laki - laki, 10 tahun, BBL 3100 gr, spontan, bidan
II : Perempuan, 9 tahun, BBL 3100 gr, spontan, bidan
9. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Lama menstruasi : 5-7 hari
c. Siklus menstruasi : Teratur, 28 hari
d. Volume menstruasi : 2-3 kali ganti pembalut setiap hari
e. Nyeri menstruasi : disangkal
f. HPMT : 22 Maret 2016
g. HPL : 29 Desember 2016
h. Usia Kehamilan : 29+6 minggu
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah tanggal 16 Oktober 2016:
Hematologi rutin
a. Hemoglobin : 12,0 g /dL
b. Hematokrit : 36 %
c. Eritrosit : 4.29 x 106/L
d. Leukosit : 9.4 x 103/L
e. Trombosit : 218 x 103/L
f. Golongan Darah: AB
Kimia Klinik
a. GDS : 83 mg/dL
Hepatitis
a. HBsAg rapid : Non reaktif
Ultrasonografi (USG) tanggal 16 Oktober 2016
- Tampak janin tunggal, hidup, memanjang, intra uterin, presentasi
kepala, punggung kiri, DJJ (+)
- BPD : 7,4 cm AC: 23,7 cm FL : 5,6 cm EFBW : 1079 g
- Insersi plasenta di corpus uteri grade II
- Air kawah kesan berkurang
- Tidak terlihat kelainan kongenital mayor
- Kesan saat ini janin dalam keadaan baik dan air ketuban kesan kurang
D. Simpulan
Seorang G3P2A0, 29 tahun usia kehamilan 29+6 minggu dengan riwayat obstetri
dan fertilitas baik. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-),
teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puki, his (-), DJJ (+)
144x/menit regular. TFU 23 cm ~ TBJ 1705 gr. Pemeriksaan dalam didapatkan
vulva dan uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio livide oue
tertutup, tampak air kawah keluar dari oue STLD (-), nitrazin test (+). Hasil usg
mengesankan kesan janin dalam keadaan baik dan air ketuban kesan kurang
E. Diagnosis
Ketuban Pecah Dini 35 hari pada Multigravida Hamil Preterm Belum Dalam
Persalinan
F. Prognosis
Dubia
Seorang G3P2A0 usia 29 tahun usia kehamilan 29+6 minggu datang rujukan dari
bidan dengan keterangan partus prematurus imminens + KPD. Pasien merasa hamil 6
bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan,
lendir darah (+). BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat penyakit lain seperti
asma, alergi, dan penyakit jantung dan darah tinggi disangkal. Riwayat obstetri dan
fertilitas pasien baik.
Saat pertama kali air kawah dirasakan keluar pada tanggal 6 september 2016,
pasien kemudian dirawat inap di RSDM selama 5 hari atas indikasi ketuban pecah
dini dan diberikan penanganan konservatif pertahankan kehamilan. Ketuban pecah
dini (KPD) merupakan suatu keadaan dimana pecahnya selaput ketuban lebih atau
sama dengan 6 jam sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu, pada
kehamilan preterm maupun aterm. Penanganan konservatif pertahankan kehamilan
diberikan atas pertimbangan usia kehamilan pasien yang preterm (<37 minggu), tidak
ditemukannya tanda-tanda inpartu, tidak ditemukannya kegawatan pada janin dan
tanda-tanda infeksi seperti suhu tubuh ibu > 38,5 derajat, air ketuban keruh dan
berbau, leukosit >15000/mm3 dan janin takikardia. Penanganan konservatif
dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk pencegahan infeksi (ampisilin 4 x 500
mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg) dan
diberikan selama 7 hari. Pada kehamilan preterm (usia kehamilan 28-34 minggu)
perlu diberikan steroid untuk memacu kematangan paru janin. Steroid yang diberikan
dapat berupa Betamethasone IM 12 mg/24 jam diberikan sebanyak 2 kali atau
Betamethasone IM 6 mg/12 jam diberikan sebanyak 4 kali.
Pasien selanjutnya datang ke RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan air kawah
dirasakan keluar lagi dengan kuantitas yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, compos mentis dan tanda vital
masih dalam batas normal, pasien tidak mengalami demam (suhu tubuh 36,50C).
Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan palpasi abdomen teraba supel, nyeri tekan (-),
teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, his
(-) DJJ (+) 144 x/menit reguler, TFU : 23 cm, TBJ : 1705 gram. Pemeriksaan
Inspekulo vulva dan uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio livide
oue tertutup, tampak air kawah keluar dari oue STLD (-), nitrazin test (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan dalam batas normal : Hb
(12,0 g/dl), Anthal eritrosit (4,29 x106/uL), Anthal Leukosit (9,4 ribu/ul), Anthal
Trombosit (218 ribu/ul), Hematokrit (36%). Pemeriksaan USG didapatkan janin
tunggal, intrauterurine, presentasi kepala, DJJ (+), FB: BPD: 7,4, AC: 23,7, FL: 5,60,
EFBW: 1079 gram, air ketuban kesan kurang, dan tidak tampak jelas kelainan
kongenital mayor, kesan janin dalam keadaan sehat dengan air ketuban kesan kurang.
Dari hasil anamnesis (kenceng-kenceng belum teratur, air kawah keluar dan
belum keluar lendir darah) dan pemeriksaan fisik (vulva dan uretra tenang, dinding
vagina dalam batas normal, portio livide oue tertutup, tampak air kawah keluar dari
oue STLD (-), nitrazin test (+) dapat diketahui bahwa pasien belum masuk dalam
persalinan. Persalinan preterm (persalinan yang terjadi pada usia kehamilan <37
minggu) yang terjadi pada kasus ini kemungkinan merupakan komplikasi yang timbul
akibat ketuban pecah dini.
Penatalaksanaan pada kasus ini lebih disarankan untuk dilakukan terapi
konservatif kehamilan. Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7
hari. Jika belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Pemberian dexametason
untuk memicu pematangan paru janin dan mengatasi sindrom gangguan pernapasan
pada prematuritas.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, C.M. (2004), Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta.
ACOG Committee. Premature rupture of membranes. Clinical management
guidelines for obstetrician-gynecologists. 2007;109(4):1007-19.
Bryant A. 2013. Management of Premature Rupture of Membranes. The American
College of Obstetricians and Gynecologists.Practice bulletin no. 139:
Premature rupture of membranes.
http://www.jwatch.org/na32758/2013/11/14/management-premature-rupture-
membranes#sthash.NVlBDZcd.dpuf - diakses: 29 Juni 2016.
Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. 2008. Contemporary diagnosis and
management of preterm premature rupture of membranes. Reviews in
Obstetrics and Gynecology, 1(1), 1122.
Cousens S, Blencowe H, Gravett M, Lawn JE (2010). Antibiotics for pre-term pre-
labour rupture of membranes: Prevention of neonatal deaths due to
complications of pre-term birth and infection. Int. J. Epidemiol,39 (1): 134-
143.
Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005
.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2013). Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah 2012.
Jawa Tengah. http://www.dinkesjatengprov.go.id Diakses Juni 2016.
Dorland WAN (2007). Kamus kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC.
Entin, Suardi A, Haryani L (2013). Gambaran hasil luaran janin pada persalinan
dengan ketuban pecah dini di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung tahun 2009.
The journal of midwifery education.
Gahwagi MM, Busarira MO, Atia M. Premature Rupture of Membranes
Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015. 5, 494-504.
Jazayeri. 2015. Premature rupture of membrane.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
Jazayeri A, Talavera F, Smith CV. 2015. Premature Rupture of Membranes.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#a7 . diakses: 29
Juni 2016.
Kosim MS (2009). Infeksi neonatal akibat air ketuban keruh. Sari Pediatri, 11(3):
212-8.
Manuaba IBG (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana
untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.
Manuaba IBG (2007). Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.
Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah
Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2009. Pp 456-60.
Prosedur Tetap (2010). Ketuban pecah dini. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi.
Rahmawati EN (2011). Ilmu praktis kebidanan: Kelainan-kelainan dan penyakit
telur. Surabaya: Victory Inti Cipta.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G (2010). Ilmu kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sitompul AT (2010). Karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di
RSU dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini.
Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014. Hal.677-80.
Tavassoli F, Ghasemi M, Mohamadzade A, Sharifian J (2010). Survey of pregnancy
outcome in preterm premature rupture of membranes with amniotic fluid
index <5 and > 5. OMJ, 25: 118-123.
Varney H (2008). Buku ajar asuhan kebidanan volume 2. Jakarta: EGC.
WHO. 2011. Antibiotics for preterm rupture of membranes.
http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/prom/cd001058_coltartc_
com/en/. Diakses 14 Juli 2016
Yulaikhah L (2009). Kehamilan: Seri asuhan kebidanan. Jakarta: EGC.