You are on page 1of 26

RESPONSI

KETUBAN PECAH DINI (KPD) 35 HARI PADA MULTIGRAVIDA HAMIL


PRETERM BELUM DALAM PERSALINAN

Oleh :
Alifiana Jatingingrum G99142034
Chrystina Yurita P. G99142035
R. A. Sitha Anisa P. G99142039
Fitri Ika Suryani G99142040

Pembimbing :
dr. Yudhistya Ngudi Insan K., Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap tahun hampir 4 juta bayi baru lahir meninggal (Cousens et al., 2010).
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari yang
diharapkan, ditinjau dari masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)/ Maternal
Mortality Rate (MMR) dan Angka Kematian Bayi (AKB)/ Infant Mortality Rate
(IMR). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2013 AKI tercatat mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini menjadi
perhatian khusus upaya pencapaian target MDGs untuk AKI tahun 2015 yaitu
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan untuk data Angka kematian
bayi (AKB) di Indonesia sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup dari angka target
MDGs yaitu AKB tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian
neonatal menyumbang lebih dari setengahnya kematian bayi (59,4%). Angka
kematian neonatal sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI BKKBN, 2013).
Angka kematian bayi terendah adalah Kota Surakarta sebesar 5,33/1.000
kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2013). Menurut RISKESDAS
2007, penyebab kematian neonatal 0-6 hari adalah gangguan pernafasan (37%),
prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus (6%),
postmatur (3%) dan kelainan kongenital (1%).
Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) mendekati 10% dari semua persalinan
yang menjadi salah satu komplikasi kehamilan paling sering. KPD disebabkan
oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan
intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran
disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.
Selama laten, perjalanan patogen mikroorganisme dari daerah genital yang lebih
rendah bisa membuat komplikasi seperti infeksi intrauterin (Tavassoli et al,
2010). Tingkat infeksi pada 24 jam pertama untuk kehamilan 37 42 minggu
kehamilan bervariasi 1,6% - 29% (Entin et al., 2013). Insiden KPD adalah 2,7%
sampai 17%, bergantung pada lama fase laten yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis KPD. Angka kejadian kasus KPD lebih dari 12 jam
ternyata berkaitan dengan komplikasi obstetrik lain, antara lain kehamilan multi
janin, presentasi bokong, korioamnionitis, serviks inkompeten, polihidramnion,
malpresentasi janin, adanya infeksi pada serviks atau vagina (Varney, 2008).
Sekitar 8-10% wanita hamil akan mengalami KPD pada kehamilan aterm,
sedangkan 1% terjadi pada kehamilan preterm (Saifuddin et al, 2010).
Pada KPD lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada
beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan
plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir meninggal, persalinan kurang
bulan, atau sepsis neonatal. Bila ketuban pecah dini lebih dari 24 jam, kejadian
sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian
sepsis akan meningkat menjadi empat kalinya (Sitompul, 2010; Kosim, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ketuban Pecah Dini


1. Definisi
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis premature rupture of the
membrane PROM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi
proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu
hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian
tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan
klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu untuk melakukan pengamatan
adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature
rupture of the membrane - preterm amniorrhexis (Gahwagi, 2015).
Menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum
terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi
rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan
penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.
Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih
dari 37 minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak.
Ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri (Manuaba, 2009).
Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut kejadian
ketuban pecah dini atau periode laten (Yulaikhah, 2009).
2. Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan. Risiko
infeksi intrauteri yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan
pelahiran semakin lama. KPD Preterm terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh
kehamilan dan berkaitan dengan 30-40% kelahiran prematur. Hal ini
kemudian menjadi penyebab utama yang teridentifikasi dari kelahiran
prematur dan komplikasinya, termasuk sindroma distress pernapasan, infeksi
neonatus, dan perdarahan intraventrikular. Setelah ketuban pecah dini aterm,
90% kasus memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam.
(Jazayeri, 2015).

3. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba (2009) meliputi :
a) Serviks inkopeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada
otot-otot leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan
janin yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang
nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau
merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.
b) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan
genetik)
c) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban
Infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak
ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi disebut fase laten. Makin
panjang fase laten makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda usia
kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
d) Multipara/grandemultipara
Pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses
embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis
dan yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda
tanda inpartu.
e) Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik
disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air
ketuban melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus
anensefalus, atresia esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes
melitus gestasional. Ibu dengan diabetes melitus gestasional akan
melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia
kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih. Kehamilan
ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
f) Kelainan letak yaitu letak lintang.
g) Penduluran abdomen (perut gantung)

4. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena
pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :


1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
i. Devaskularisasi
ii. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
iii. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin
berkurang
iv. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya
infeksi yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala
cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.
Penderita merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak
dari jalan lahir.
b. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila
ketuban baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini
akan makin jelas.
c. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena
pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko
infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan
PH nya, yang dinilai adalah:
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau
dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret
vagina ibu memiliki PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi
perubahan warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu
jika tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
d. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil
dari forniks posterior. Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek
dan dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning menandakan cairan
amnion
e. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan
stretococcus group B (Gahwangi, 2015).
6. Penatalaksanaan
Menurut Bryant (2013) penatalaksanaan ketuban pecah dini sesuai
dengan umur kehamilannya, yaitu:
1. Usia Kehamilan 37 minggu dan Usia Kehamilan 34 36 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan terutama jika usia
kehamilan sudah aterm. Bila Bishop skor < 5, lakukan pematangan
pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil dapat dilakukan seksio
sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan Bila tanda
tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi sebelum dilakukan terminasi
persalinan.
2. Usia Kehamilan 24 -33 minggu
Lebih disarankan untuk dilakukan terapi konservatif kehamilan.
Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari. Jika
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Pemberian
dexametason untuk memicu pematangan paru janin dan mengatasi
sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.
3. Usia kehamilan < 24 minggu
Risiko kematianan perinatal bisa mencapai 60 % pada usia ini. Terapi
konservatif dapat diberikan dengan pemberian antibiotic, kortikosteroid
dan tokolitik dengan opsi terminasi kehamilan jika ada tanda infeksi.

Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) di antaranya


pemberian antibiotik dan pencegahan infeksi dengan tidak melakukan
pemeriksaan dalam. Tindakan aktif (terminasi/ mengakhiri kehamilan) yaitu
dengan seksio sesaria ataupun partus per vaginam. Dalam penetapan langkah
pelaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah
aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan umur kehamilan, kondisi ibu dan
janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan,
fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologik ibu dan
kemampuan finansial keluarga (Rahmawati, 2011).
1) Konservatif
a) Rawat di rumah sakit
b) Antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin, atau metronidazol 2 x
500 mg selama 7 hari)
c) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
ke luar, atau sampai air ketuban tidak lagi ke luar
d) Jika umur kehamilan 34 minggu dipertimbangkan terminasi
e) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin
f) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24
jam
g) Jika umur kehamilan 34-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterin)
2) Aktif
Kehamilan 37 minggu dilakukan induksi dengan oksitosin, tetapi jika
gagal maka dilakukan seksio sesaria. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan
antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Bila bishop score < 5,
lakukan pematangan serviks kemudian induksi, tetapi jika gagal, akhiri
persalinan dengan seksio sesaria. Bila bishop score > 5, lakukan induksi
persalinan (Saifuddin, 2010).
Tabel 2.2 Bishop Score
Skor 0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran 0-30 % 0-50% 60-70% 80%
Station -3 -2 -1 +1, +2
Konsistensi Keras Sedang Lunak Amat lunak
Posisi Posterior Tengah Anterior Anterior
ostium
(Achadiat, 2004)
Konservatif

Umur kehamilan < 34 minggu dipertahankan sampai air ketuban tidak ke luar lagi

Umur kehamilan > 34 minggu dipertimbangkan terminasi kehamilan

Umur kehamilan > 28 minggu diberikan steroid selama 7 hari untuk


kematangan paru janin

Pemberian antibiotik bila KPD > 6 jam

Preterm Aterm
Infeksi: Infeksi:
1. Broad spectrum gram positif - 1. Broad spectrum gram positif
negatif 2. Metronidazole
2. Metronidazole Non Infeksi:
Non Infeksi: Penisilin atau ampisilin
Amoksisilin atau eritromisin untuk 7
hari

Aktif

Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) atau letak lintang dilakukan seksio


sesaria

Terjadi infeksi intrauterin diberikan antibiotik kombinasi, terminasi:


Bishop score < 6 dilakukan seksio sesaria
Bishop score 6 dilakukan induksi persalinan per vaginam

Umur kehamilan > 34 minggu, bila dalam 6 jam tidak ada tanda persalinan

Gambar 2.1 Tata Laksana KPD Berdasarkan Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi
3) Indikasi Induksi pada KPD
Induksi dilakukan dengan pertimbangan waktu dan berat janin
dalam rahim disertai tanda infeksi intrauterin yaitu suhu meningkat
lebih dari 38oC (pengukuran per rektal), hasil pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan air ketuban (Manuaba, 2009).
Penatalaksanaan KPD dahulu umumnya mencakup stimulasi
kontraksi jika persalinan belum dimulai setelah 6 hingga 12 jam.
Induksi segera dengan oksitosin dibuktikan merupakan penanganan
yang dianjurkan berdasarkan penurunan angka infeksi intra dan
postpartum. Persalinan dirangsang dengan oksitosin jika selaput
ketuban telah pecah pada kehamilan aterm sementara persalinan belum
dimulai secara spontan yaitu persalinan per vaginam tanpa tindakan
bedah kebidanan seperti forcep, ekstraktor vakum dan bukan dengan
tindakan seksio sesaria (Cunningham, 2009).
Terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan induksi persalinan
maupun seksio sesaria. Induksi persalinan dapat dilakukan dengan
menggunakan oksitosin maupun prostaglandin dengan memperhatikan
kematangan serviks. Pada induksi gagal atau indikasi pemberat lainnya
dapat langsung diputuskan dilakukan seksio sesaria (Prosedur tetap
RSUD Dr. Moewardi, 2010).
7. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Faktor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

B.
KPD Infected
Kejadian infeksi intrauterine meningkat sepuluh kali lipat pada ketuban
pecah dini dibandingkan dengan tanpa disertai KPD. Setelah membran telah
pecah selama lebih dari 24 jam, kejadian infeksi neonatal adalah sekitar 1%, dan
ketika ada tanda korioamnionitis, kejadian infeksi neonatal menjadi antara 3%
dan 5% (WHO, 2011).
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten. Adanya infeksi biasanya ditandai dengan demam dan
cairan ketuban yang keruh (ACOG, 2007).
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin:
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
BAB III
STATUS PASIEN

A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB
terhadap pasien.
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Petoran, Jebres, Surakarta
Status Perkawinan : Menikah 1 kali selama 11 tahun
Paritas : G3P2A0
HPMT : 22 Maret 2016
HPL : 29 Desember 2016
UK : 29+6 minggu
Tanggal Masuk : 16 Oktober 2016
No. RM : 01-35-21-xx
Berat badan : 70 Kg
Tinggi Badan : 155 cm

2. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan adanya rembes-rembes dari jalan lahir.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang G3P2A0 29 tahun usia kehamilan 29+6 minggu datang rujukan
dari bidan dengan keterangan partus prematurus imminens dan KPD 35 hari.
Pasien merasa air kawah rembes-rembes sejak sekitar 1 bulan SMRS. Pasien
merasa hamil 6 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng
teratur belum dirasakan, lendir darah (+).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat penyakit jantung : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
f. Riwayat mondok : 6 September 2016, Pasien
dirawat di RSDM dengan
diagnosis KPD 12 jam pada
Multigravida hamil imatur BDP,
Diberikan tatalaksana berupa :
- Konservatif pertahankan
kehamilan
- Injeksi Vicilin 1 gram / 12
jam
- Inj Deksametason 1 ampul/
12 jam
- Bed rest total
- Asam Folat 1 x 1 tab

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat penyakit Jantung : disangkal
c. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
d. Riwayat asma : disangkal
e. Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

6. Riwayat Fertilitas
Baik

7. Riwayat Obstetri
I : Laki - laki, 10 tahun, BBL 3100 gr, spontan, bidan
II : Perempuan, 9 tahun, BBL 3100 gr, spontan, bidan

8. Riwayat Ante Natal Care (ANC)


Pasien tidak rutin melakukan ANC

9. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Lama menstruasi : 5-7 hari
c. Siklus menstruasi : Teratur, 28 hari
d. Volume menstruasi : 2-3 kali ganti pembalut setiap hari
e. Nyeri menstruasi : disangkal
f. HPMT : 22 Maret 2016
g. HPL : 29 Desember 2016
h. Usia Kehamilan : 29+6 minggu

10. Riwayat Perkawinan


Pasien menikah 1 kali, selama 11 tahun

11. Riwayat Keluarga Berencana (KB)


Pasien tidak menggunakan kontrasepsi
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sedang, compos mentis, gizi kesan cukup
b. Tanda Vital :
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,5o C
c. Kepala : Mesocephal
d. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT : Discharge (-/-)
f. Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorax : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae
hiperpigmentasi (+)
1) Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
2) Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)
h. Abdomen :
- Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi dinding dada,
striae gravidarum (+)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal
intrauterine, memanjang, puki, preskep, kepala
belum masuk panggul, his (-), DJJ (+)
144menit, TFU 23 cm ~ TBJ 1.705 gr.
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : DJJ (+), bising usus (+)
i. Genital :
- VT : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, porsio
mencucu dibelakang, - cm, KK (-), AK (+), penunjuk
belum dapat dinilai, lendir darah (-), nitrazin test (+).
j. Ekstremitas : Edema Akral dingin
- - - -
- - - -

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah tanggal 16 Oktober 2016:
Hematologi rutin
a. Hemoglobin : 12,0 g /dL
b. Hematokrit : 36 %
c. Eritrosit : 4.29 x 106/L
d. Leukosit : 9.4 x 103/L
e. Trombosit : 218 x 103/L
f. Golongan Darah: AB
Kimia Klinik
a. GDS : 83 mg/dL
Hepatitis
a. HBsAg rapid : Non reaktif
Ultrasonografi (USG) tanggal 16 Oktober 2016
- Tampak janin tunggal, hidup, memanjang, intra uterin, presentasi
kepala, punggung kiri, DJJ (+)
- BPD : 7,4 cm AC: 23,7 cm FL : 5,6 cm EFBW : 1079 g
- Insersi plasenta di corpus uteri grade II
- Air kawah kesan berkurang
- Tidak terlihat kelainan kongenital mayor
- Kesan saat ini janin dalam keadaan baik dan air ketuban kesan kurang

D. Simpulan
Seorang G3P2A0, 29 tahun usia kehamilan 29+6 minggu dengan riwayat obstetri
dan fertilitas baik. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-),
teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puki, his (-), DJJ (+)
144x/menit regular. TFU 23 cm ~ TBJ 1705 gr. Pemeriksaan dalam didapatkan
vulva dan uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio livide oue
tertutup, tampak air kawah keluar dari oue STLD (-), nitrazin test (+). Hasil usg
mengesankan kesan janin dalam keadaan baik dan air ketuban kesan kurang

E. Diagnosis
Ketuban Pecah Dini 35 hari pada Multigravida Hamil Preterm Belum Dalam
Persalinan

F. Prognosis
Dubia

G. Terapi dan Planning


1. Mondok Bangsal Bed rest total
2. Konservatif Pertahankan Kehamilan
3. Injeksi Vicilin 1 gram/8 jam
4. Injeksi Dexamethason / 12 jam
5. Sulfas Ferrosus 1 x 600 mg
6. Asam Folat 1 x1
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang G3P2A0 usia 29 tahun usia kehamilan 29+6 minggu datang rujukan dari
bidan dengan keterangan partus prematurus imminens + KPD. Pasien merasa hamil 6
bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan,
lendir darah (+). BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat penyakit lain seperti
asma, alergi, dan penyakit jantung dan darah tinggi disangkal. Riwayat obstetri dan
fertilitas pasien baik.
Saat pertama kali air kawah dirasakan keluar pada tanggal 6 september 2016,
pasien kemudian dirawat inap di RSDM selama 5 hari atas indikasi ketuban pecah
dini dan diberikan penanganan konservatif pertahankan kehamilan. Ketuban pecah
dini (KPD) merupakan suatu keadaan dimana pecahnya selaput ketuban lebih atau
sama dengan 6 jam sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu, pada
kehamilan preterm maupun aterm. Penanganan konservatif pertahankan kehamilan
diberikan atas pertimbangan usia kehamilan pasien yang preterm (<37 minggu), tidak
ditemukannya tanda-tanda inpartu, tidak ditemukannya kegawatan pada janin dan
tanda-tanda infeksi seperti suhu tubuh ibu > 38,5 derajat, air ketuban keruh dan
berbau, leukosit >15000/mm3 dan janin takikardia. Penanganan konservatif
dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk pencegahan infeksi (ampisilin 4 x 500
mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg) dan
diberikan selama 7 hari. Pada kehamilan preterm (usia kehamilan 28-34 minggu)
perlu diberikan steroid untuk memacu kematangan paru janin. Steroid yang diberikan
dapat berupa Betamethasone IM 12 mg/24 jam diberikan sebanyak 2 kali atau
Betamethasone IM 6 mg/12 jam diberikan sebanyak 4 kali.
Pasien selanjutnya datang ke RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan air kawah
dirasakan keluar lagi dengan kuantitas yang lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, compos mentis dan tanda vital
masih dalam batas normal, pasien tidak mengalami demam (suhu tubuh 36,50C).
Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan palpasi abdomen teraba supel, nyeri tekan (-),
teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, his
(-) DJJ (+) 144 x/menit reguler, TFU : 23 cm, TBJ : 1705 gram. Pemeriksaan
Inspekulo vulva dan uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio livide
oue tertutup, tampak air kawah keluar dari oue STLD (-), nitrazin test (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan dalam batas normal : Hb
(12,0 g/dl), Anthal eritrosit (4,29 x106/uL), Anthal Leukosit (9,4 ribu/ul), Anthal
Trombosit (218 ribu/ul), Hematokrit (36%). Pemeriksaan USG didapatkan janin
tunggal, intrauterurine, presentasi kepala, DJJ (+), FB: BPD: 7,4, AC: 23,7, FL: 5,60,
EFBW: 1079 gram, air ketuban kesan kurang, dan tidak tampak jelas kelainan
kongenital mayor, kesan janin dalam keadaan sehat dengan air ketuban kesan kurang.
Dari hasil anamnesis (kenceng-kenceng belum teratur, air kawah keluar dan
belum keluar lendir darah) dan pemeriksaan fisik (vulva dan uretra tenang, dinding
vagina dalam batas normal, portio livide oue tertutup, tampak air kawah keluar dari
oue STLD (-), nitrazin test (+) dapat diketahui bahwa pasien belum masuk dalam
persalinan. Persalinan preterm (persalinan yang terjadi pada usia kehamilan <37
minggu) yang terjadi pada kasus ini kemungkinan merupakan komplikasi yang timbul
akibat ketuban pecah dini.
Penatalaksanaan pada kasus ini lebih disarankan untuk dilakukan terapi
konservatif kehamilan. Antibiotik dapat diberikan ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7
hari. Jika belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Pemberian dexametason
untuk memicu pematangan paru janin dan mengatasi sindrom gangguan pernapasan
pada prematuritas.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, C.M. (2004), Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta.
ACOG Committee. Premature rupture of membranes. Clinical management
guidelines for obstetrician-gynecologists. 2007;109(4):1007-19.
Bryant A. 2013. Management of Premature Rupture of Membranes. The American
College of Obstetricians and Gynecologists.Practice bulletin no. 139:
Premature rupture of membranes.
http://www.jwatch.org/na32758/2013/11/14/management-premature-rupture-
membranes#sthash.NVlBDZcd.dpuf - diakses: 29 Juni 2016.
Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. 2008. Contemporary diagnosis and
management of preterm premature rupture of membranes. Reviews in
Obstetrics and Gynecology, 1(1), 1122.
Cousens S, Blencowe H, Gravett M, Lawn JE (2010). Antibiotics for pre-term pre-
labour rupture of membranes: Prevention of neonatal deaths due to
complications of pre-term birth and infection. Int. J. Epidemiol,39 (1): 134-
143.
Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005
.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2013). Profil kesehatan provinsi Jawa Tengah 2012.
Jawa Tengah. http://www.dinkesjatengprov.go.id Diakses Juni 2016.
Dorland WAN (2007). Kamus kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: EGC.
Entin, Suardi A, Haryani L (2013). Gambaran hasil luaran janin pada persalinan
dengan ketuban pecah dini di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung tahun 2009.
The journal of midwifery education.
Gahwagi MM, Busarira MO, Atia M. Premature Rupture of Membranes
Characteristics, Determinants, and Outcomes of in Benghazi, Libya. Open
Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015. 5, 494-504.
Jazayeri. 2015. Premature rupture of membrane.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
Jazayeri A, Talavera F, Smith CV. 2015. Premature Rupture of Membranes.
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#a7 . diakses: 29
Juni 2016.
Kosim MS (2009). Infeksi neonatal akibat air ketuban keruh. Sari Pediatri, 11(3):
212-8.
Manuaba IBG (1998). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana
untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.
Manuaba IBG (2007). Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.
Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah
Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2009. Pp 456-60.
Prosedur Tetap (2010). Ketuban pecah dini. Surakarta: RSUD Dr. Moewardi.
Rahmawati EN (2011). Ilmu praktis kebidanan: Kelainan-kelainan dan penyakit
telur. Surabaya: Victory Inti Cipta.
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro G (2010). Ilmu kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sitompul AT (2010). Karakteristik penderita sepsis neonatorum yang dirawat inap di
RSU dr. Pirngadi Medan tahun 2005-2009. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini.
Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014. Hal.677-80.
Tavassoli F, Ghasemi M, Mohamadzade A, Sharifian J (2010). Survey of pregnancy
outcome in preterm premature rupture of membranes with amniotic fluid
index <5 and > 5. OMJ, 25: 118-123.
Varney H (2008). Buku ajar asuhan kebidanan volume 2. Jakarta: EGC.
WHO. 2011. Antibiotics for preterm rupture of membranes.
http://apps.who.int/rhl/pregnancy_childbirth/complications/prom/cd001058_coltartc_
com/en/. Diakses 14 Juli 2016
Yulaikhah L (2009). Kehamilan: Seri asuhan kebidanan. Jakarta: EGC.

You might also like