You are on page 1of 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Awal gerak butiran sedimen dasar merupakan awal terjadinya angkutan sedimen di
suatu sungai atau saluran terbuka, dan oleh karenanya merupakan hal penting dalam
perhitungan angkutan sedimen. Awal gerak butiran dasar merupakan kondisi batas antara
aliran tanpa angkutan sedimen dasar dan aliran dengan angkutan sedimen dasar.

Sedimen secara alami diuraikan oleh proses pelapukan dan erosi dan kemudian
diangkut oleh tindakan cairan seperti angin, air, atau es, dan/atau oleh gaya gravitasi yang
bekerja pada partikel itu sendiri.

Batuan sediment adalah batuan yang terbentuk dari akumulsi material hasil
rombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktifitas kimia maupun organisme
yang diendapkan pada cekungan sedimentasi yang kemudian mengalami pembatuan.
Dalam batuan sediment dapat dijumpai fragmen batuan maupun mineral. Mineral-mineral
yang umumnya ditemukan dalam batuan sediment antara lain: kuarsa, feldspar, kalsit,
dolomite, mika, dan mineral lempung. Batuan sediment terjadi dari pembatuan atau
litifikasi hancuran batuan lain atau litifikasi hasil reaksi kimia atau biokimia. Sedangkan
litifikasi sendiri berarti proses terubahnya materi pembentuk batuan yang lepas-lepas
(unconsolidated rock-forming materials) menjadi batuan yang kompak keras
(consolidated/coherent rocks). Litifikasi tersebut dapat terjadi melalui proses penyemenan
(cementation), pemadatan (compaction), keluarnya air dari pori-pori karena pemadatan
atau penguapan (desiccation), pengkristalan (crystallization).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas,maka yg akan dibahas adalah :


Bagaimana proses permulaan gerak dari Butiran Sedimen ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERMULAAN GERAK BUTIRAN

a) Gerak Awal Butiran

Awal gerak butir sedimen sangat penting dalam kaitannya dengan studi tentang
transpor sedimen, degradasi dasar sungai, desain saluran stabil, dsb. Dalam desain saluran
stabil, salah satu metode adalah kemiringan dan dimensi saluran dibuat sedemikian hingga
aliran tidak menimbulkan erosi di dasar dan tebing saluran.

Karena pergerakan butir sedimen sangat tidak teratur, maka sangat sulit untuk
mendefinisikan dengan pasti sifat atau kondisi aliran yang menyebabkan butir sedimen
mulai bergerak kondisi kritis (awal gerak butir sedimen). Beberapa pendekatan
dalam mendefinisikan awal gerak butir sedimen (dikaitkan dengan kondisi aliran):

1. sudah ada satu butir sedimen yang bergerak


2. sejumlah butir sedimen sudah bergerak
3. butir material dasar secara umum sudah bergerak
4. terjadi pergerakan butir sedimen dan awal gerak sedimen adalah situasi saat jumlah
transpor sedimen sama dengan nol.

Gaya-gaya hidrodinamik yang timbul sebagai akibat adanya aliran, bekerja pada
material sedimen dasar yang cenderung menyebabkan butiran sedimen tersebut bergerak.
Kondisi dimana gaya-gaya hidrodinamika yang bekerja menyababkan suatu butiran mulai
bergerak disebut kondisi kritis atau gerak awal butiran sedimen. Hasil dari penelitian
tentang gerak awal suatu butiran sedimen menunjukkan sangat subjektif sekali karena sifat
fisik dari material sedimen tidak sama. Seperti material yang mempunyai kandungan fraksi
lanau atau lempung yang cenderung mempunyai sifat kohesif, gaya-gaya yang melawan
gaya hidrodinamik lebih disebabkan oleh sufat kohesifitasnya. Berbeda dengan material
yang sifat kohesifnya kecil seperti pasir atau batuan, gaya perlawanan terhadap gaya
hidrodinamik lebih disebabkan oleh gaya berat butiran itu sendiri.

Gerak awal butiran dasar dapat dijelaskan dengan cara seperti (Graf, 1984):

2
1. Dengan menggunakan persamaan kecepatan kritis yakni dengan
mempertimbangkan pengaruh aliran terhadap butiran.
2. Dengan kondisi tegangan gesek kritis yakni dengan mempertimbangkan hambatan
gesek dari aliran butiran.
3. Kriteria gaya angkat yakni dengan mempertimbangkan perbedaan tegangan yang
menyebabkan terjadinya gradien kecepatan.

b) Klasifikasi Ukuran Butiran

Sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir dan / atau komposisi.


Ukuran sedimen diukur pada log basis 2 skala, yang disebut Phi skala, yang
mengklasifikasikan partikel berdasarkan ukuran dari koloid ke batu.

Pembagian berdasarkan ukuran butir digunakan sebagai awal untuk


mengklasifikasikan dan menamakan sedimen dan batuan sedimen klastik terrigenous ;
kerikil dan konglomerat tersusun oleh klastik berdiameter lebih dari 2 mm, butir berukuran
pasir antara 2 mm sampai 1/16 mm (63 m) ; lumpur (termasuk lempung dan lanau) terdiri
dari partikel berdiameter kurang dari 63 m. Ada beberapa jenis skema dan pembagian
kategori, tetapi sedimentologist cenderung menggunakan Skala Wentworth (Gambar 2.2)
untuk menentukan dan menamakan endapan klastik terrigenous. Dikenal umum dengan
nama Skala Wentworth, skema ini digunakan untuk klasifikasi materi partikel aggregate (
Udden 1914, Wentworth 1922). Pembagian skala dibuat berdasarkan faktor 2 ; contoh
butiran pasir sedang berdiameter 0,25 mm 0,5 mm, pasir sangat kasar 1 mm 2 mm, dan
seterusnya. Skala ini dipilih karena pembagian menampilkan pencerminan distribusi alami
partikel sedimen ; sederhananya, blok besar hancur menjadi dua bagian, dan seterusnya.

3
Empat pembagian dasar yang dikenalkan :

1. lempung (< 4 m)

2. lanau (4 m 63 m)

3. pasir (63 m 2 mm)

4. kerikil / aggregate (> 2 mm)

Skala phi adalah angka perwakilan pada skala Wentworth. Huruf Yunani (phi) sering
digunakan sebagai satuan skala ini. Dengan menggunakan logaritma 2, ukuran butir dapat
ditunjukkan pada skala phi sebagai berikut :

= log 2 (diameter butir dalam mm)

Tanda negatif digunakan karena biasa digunakan untuk mewakili ukuran butir pada grafik,
bahwa ukuran butir semakin menurun dari kanan ke kiri. Dengan menggunakan rumus ini,
butir yang berdiameter 1 mm adalah 0; 2mm adalah -1, 4 mm adalah -2, dan

4
seterusnya; ukuran butir yang semakin menurun, 0,5 mm adalah +1, 0,25 mm adalah 2,
dan seterusnya.

5
c) Persamaan Kecepatan Kritis

Gaya-gaya yang bekerja pada suatu butiran dasar terdiri dari gaya hambat, FD, gaya
angkat, FL, dan gaya berat, W.

Hjulstrom (1953) dalam Graf (1984) mengadakan penelitian dan membuat laporan
tentang garis batas erosi, transportasi dan deposisi. Dalam analisis data yang lebih luas,
untuk pergerakan material dasar lepas dengan ukuran seragam, Hjulstrom menggunakan
kecepatan rerata sebagai pengganti kecepatan dasar. Dengan alasan ini, dianggap bahwa
kecepatan rerata 40% lebih besar dari kecepatan dasar untuk aliran yang kedalamannya
melebihi 1,00 m.

d) Kriteria Tegangan Geser Kritis

Akibat adanya aliran air, timbul gaya-gaya aliran yang bekerja pada butir sedimen.

Gaya-gaya tersebut mempunyai kecenderungan untuk menggerakkan/menyeret


butir sedimen.
Pada butir sedimen kasar (pasir dan batuan), gaya untuk melawan gaya-gaya aliran
tsb merupakan fungsi berat butir sedimen.
Pada butir sedimen halus yang mengandung fraksi lanau (silt) atau lempung (clay)
yang cenderung bersifat kohesif, gaya untuk melawan gaya-gaya aliran lebih
disebabkan oleh haya kohesi daripada berat butir sedimen.
Kohesi butir sedimen halus merupakan fenomena yang kompleks; pengaruh kohesi
bervariasi dan bergantung kandungan mineral.

Pada waktu gaya-gaya aliran (gaya hidrodinamik) yang bekerja pada butir sedimen
mencapai suatu nilai tertentu, yaitu apabila gaya sedikit ditambah maka akan
menyebabkan butir sedimen bergerak, maka kondisi ini dinamakan sebagai kondisi kritis.

Parameter aliran pada kondisi kritis (tegangan geser dasar, o, dan kecepatan aliran, U,
mencapai nilai kritis awal gerak sedimen).

Bila gaya-gaya aliran berada di bawah nilai kritisnya, maka butir sedimen tidak
bergerak; dasar saluran dikatakan sebagai rigid bed.

6
Bila gaya aliran melebihi nilai kritisnya, butir sedimen bergerak; dasar saluran
dikatakan sebagai dsaar bergerak (movable bed, erodible bed).

Gaya-gaya yang bekerja pada aliran permanen seragam dapat dikategorikan


sebagai gaya pendorong berupa gaya tekan hidrostatis yang saling meniadakan, gaya tekan
atmosfir, gaya berat, dan gaya penghambat yang merupakan gaya perlawanan terhadap
gaya pendorong. Gaya hambat biasa disebut dengan gaya gesek dasar. Berdasarkan prinsip
kesetimbangan gaya atau hukum Newton tentang gerak, maka penurunan kedua jenis gaya
diatas pada saluran lebar menhasilkan gaya gesek dasar (o) yang dinyatakan sebagai:

o = g h Sf

dimana:

= rapat massa air,

Sf = gradien hidraulis,

h = kedalaman aliran.

Aplikasi dari persamaan tegangan gesek ke persamaan koefisien sedimen didapat


persamaan tegangan gesek dasar kritis sebagai berikut:

A = (o)cr / (s ) d

Shields (1936) memasukkan kecepatan gesek dasar, U* = (o / )1/2, yang digunakan dalam
pengembangan persamaan angkutan sedimen dengan menggunakan butiran sedimen
seragam pada dasar rata, sehingga koefisien sedimen A menjadi:

(o)cr / (s)d = fct (dU*/v) atau (o)cr / (s)d = fct (Re)

Kurva hubungan tegangan gesek kritis dengan bilangan Reynolds tersebut, oleh shields
(1936) dinyatakan dengan hukum distribusi logaritmik.

Pada sub-lapis laminer, , bilangan Reynolds dinyatakan sebagai:

(dU*/v) = 11,6 (d / )

7
Rumus yang bisa digunakan untuk menentukan permulaan gerak butiran ini, diantaranya
memanfaatkan grafik shield, seperti berikut.

Sumbu X dari grafik tersebut menunjukkan Boundary Reynold Number (Re*), dengan
= kecepatan kritik, d = diameter butiran, dan v = viskositas kinematik fluida.
Sumbu Y dari grafik tersebut merupakan tegangan tak berdimensi (dimensionless stress),
dengan c = tegangan kritis, w = rapat massa air, dan s = rapat massa butiran

Pada Aliran Seragam, tegangan gesek dasar (o) dapat didefinisikan dengan
persamaan sebagai berikut (Yang, 1996):

o = . g. D. So = .u*2

Permulaan Gerak Butiran biasanya dicari dengan pendekatan ekstrapolasi critical


tractive force. Dengan melakukan regresi linear (least square fitting method) dari data o,
vs. qb' (berat kering sedimen/satuan waktu = qb/dt), didapat nilai oc. Dari oc inilah dapat
dihitung nilai kedalaman (hcr) dengan berdasarkan persamaan:

8
ocr = . D . S = . g. hcr. So

dengan:

ocr = tegangan geser kritik (N/m2)

= berat jenis air (N/m3)

D = kedalaman aliran (m)

So = kemiringan dasar

hcr = kedalaman aliran saat kritis pergerakan sedimen (m)

g = percepatan grafitasi (m/dt2)

u* = kecepatan gesek (m/dt)

= rapat massa air (kg/m2)

Dari contoh tersebut diperoleh ocr = 0,9835. Maka diperoleh kedalaman aliran saat awal
gerakan butiran sedimen dasar (hcr) yaitu 14,3 cm.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sbb. :

A. Beberapa pendekatan dalam mendefinisikan awal gerak butir sedimen (dikaitkan


dengan kondisi aliran):
1) sudah ada satu butir sedimen yang bergerak
2) sejumlah butir sedimen sudah bergerak
3) butir material dasar secara umum sudah bergerak
4) terjadi pergerakan butir sedimen dan awal gerak sedimen adalah situasi saat
jumlah transpor sedimen sama dengan nol.
B. Gerak awal butiran dasar dapat dijelaskan dengan cara seperti (Graf, 1984):
1) Dengan menggunakan persamaan kecepatan kritis yakni dengan
mempertimbangkan pengaruh aliran terhadap butiran.
2) Dengan kondisi tegangan gesek kritis yakni dengan mempertimbangkan
hambatan gesek dari aliran butiran.
3) Kriteria gaya angkat yakni dengan mempertimbangkan perbedaan tegangan
yang menyebabkan terjadinya gradien kecepatan.
C. Sedimen dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir dan / atau komposisi.
Ukuran sedimen diukur pada log basis 2 skala, yang disebut Phi skala, yang
mengklasifikasikan partikel berdasarkan ukuran dari koloid ke batu.
D. Gaya-gaya yang bekerja pada suatu butiran dasar terdiri dari gaya hambat, FD, gaya
angkat, FL, dan gaya berat, W.
E. Parameter aliran pada kondisi kritis (tegangan geser dasar, o, dan kecepatan aliran,
U, mencapai nilai kritis awal gerak sedimen).
1) Bila gaya-gaya aliran berada di bawah nilai kritisnya, maka butir sedimen
tidak bergerak; dasar saluran dikatakan sebagai rigid bed.
2) Bila gaya aliran melebihi nilai kritisnya, butir sedimen bergerak; dasar
saluran dikatakan sebagai dsaar bergerak (movable bed, erodible bed).

10

You might also like