Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Maltodextrin is a starch derivative product generated from partial hydrolysis by -amylase enzyme with a value
of Dekstrose Equivalent (DE) of less than 20. Maltodekstrin was mixed with water to form colloidal liquid when
heated and has the ability as a binder. This study aims to find out the comparison of HFR/DT (Hardness,
Friability, Disintegration Time) tablets acetosal use from 5-10 DE maltodextrin rice starch as a binder. Acetosal
tablet manufacturing is done by direct method. Concentration of maltodextrin used as a binder in each formula is
5%, 15%, 25% and 35%. The results of statistical tests showed F counted (120.33) is greater than the F table
(3.11) so it can be concluded that the real difference among the formulas. The results showed increased
concentrations of maltodekstrin DE 5-10 can increase the price of HFR/DT acetosal tablets. The HFR/DT
highest obtained the formula 4 is 0.4072
Microcristalline Celulosa (MCC) PH 102 (Asahi), larutan luff schoorl dan beberapa batu
aerosil, laktosa, talk, CaCl2, enzim -amilase didih. Dibuat pula perlakuan blanko, 25
(Novo enzim), HCl 0,1N, NaOH 0,1N, natrium ml larutan luff school dengan 25 ml aqua
asetat trihidrat, asam asetat glasial P, alkohol, dest. Erlemeyer dihubungkan dengan
dekstrosa standar, pereaksi Fehling, indikator biru pendingin balik lalu dididihkan, usahakan
metilen, larutan iodium, H2SO4 2N, ammonium 2 menit sudah mendidih. Pendidihan
karbonat P, Na2S2O3 0,1 N, etanol dan aquadest. larutan dipertahankan selama 10 menit.
Cepat-cepat didinginkan lalu ditambahkan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini 15 ml KI 20% dan H2SO4 26,5%.
terdiri dari Spectrophotometer (UV Shimadzu), Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N. Titik
spray dryer (Buchi B-290), mesin kempa tablet, akhir titrasi ditandai dengan perubahan
UV-Visible krussibel, hardnes tester (YD-3), warna dari biru menjadi putih susu.
friability tester (CS-2), disintegration tester (BJ-2),
dissolution tester (RC-6), tanur Fornace 47900, c. Penetapan Kadar Amilosa (Sumardji, et
timbangan analitik (adventurer ohaus), mixer, botol al, 1997)
timbang, pH meter desikator, oven (memmert),
ayakan mesh 60 dan alat-alat gelas. Ditimbang seksama 100,0 mg pati,
dimasukkan ke dalam gelas piala,
2. Isolasi Pati dan Pembuatan Maltodekstrin ditambahkan 1 ml etanol 95%, 9 ml
2.1. Isolasi pati (Schenck, et al, 1992). NaOH 1 N, diaduk, dipindahkan ke dalam
labu ukur 100 ml, ditambahkan aquadest
Beras yang akan diekstrak patinya dicuci ad garis tanda, dikocok ad homogen.
dengan air, kemudian dihaluskan. Air Dipipet sebanyak 5 ml larutan kerja,
ditambahkan sebanyak 9 kali berat bahan. dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
Peras dengan kain saring. Filtrat dibiarkan ditambahkan 1 ml asam asetat dan 2 ml
mengendap sampai supernatannya jernih. larutan iodin, ditambahkan aqua dest
Supernatannya dibuang. Endapannya dicuci sampai garis tanda, dikocok hingga
dengan cara menambahkan air sebanyak 9 kali homogen dan dibaca pada panjang
berat bahan dan diaduk. Supernatannya gelombang 625 nm.
dibiarkan sampai jernih kemudian dibuang dan
cuci lagi seperti di atas sampai 3 kali. Endapan 2.2. Pembuatan maltodekstrin (Griffin, et al,
pati yang diperoleh dikeringkan dalam oven 1989)
pada suhu 50C sampai kering, lalu digiling
dan diayak dengan pengayak mesh 60. Sejumlah 40% b/v pati beras disuspensikan ke
dalam aquadest yang mengandung 200 ppm
a. Pemeriksaan Pati (Depkes RI, 1995) CaCl2 yang telah dipanaskan pada suhu 70C,
Meliputi warna, bau dan rasa, pH, dan pHnya diatur 5 - 6, kemudian ke dalam
penetapan susut pengeringan dan sisa suspensi ditambahkan 0,1% v/b enzim -
pemijaran. amilase dan diaduk hingga homogen.
Campuran diinkubasi selama 40 menit pada
b. Penetapan Kadar Pati (Sumardji, et al, suhu 85 3C. Untuk orientasi, setelah 20
1997) menit pertama sampel diambil, direaksikan
Ditimbang sampel sebanyak 213,5 mg, dengan larutan iodium dan ditentukan nilai DE
ditambahkan aqua dest 25ml, diaduk nya. Hidrolisis dihentikan setelah nilai DE
selama 10 menit, suspensi disaring dengan yang diinginkan diperoleh, kemudian
kertas saring dan dicuci dengan 25 ml campuran didinginkan sampai suhu mencapai
aqua dest. Filtrat ini berupa karbohidrat 30oC. Untuk menghentikan aktivitas enzim
yang terlarut dan dibuang. Residu ditambahkan HCl 0,1 N sampai pH 3,7-3,9 dan
dipindahkan ke dalam erlemeyer dengan didiamkan selama lima menit. Selanjutnya
pencucian 50 ml aqua dest. Ditambahkan dinetralkan dengan NaOH 0,1 N sampai pH
20 ml HCl 25%, tutup dengan pendingin 6,7. Hasil yang diperoleh dikeringkan dengan
balik dan dipanaskan dengan penangas air metode spray dry, kemudian diayak dengan
mendidih selama 2,5 jam. Didinginkan ayakan mesh 60.
dan dinetralkan dengan NaOH 45%,
ditambahkan aqua dest hingga 100 ml. a. Penentuan nilai DE (Apriyanto, 1989)
Larutan dipipet 25 ml, ditambahkan aqua Maltodekstrin yang dihasilkan sebelum
dest ad 100 ml lalu dikocok ad homogen. dikeringkan ditimbang 25 g dan
Filtrat dipipet 25 ml, ditambahkan 25 ml dimasukkan ke dalam gelas piala
Syofyan, et al. J. Sains. Tek. Far.,
14(1)2009
Pada saat pati mencapai suhu gelatinasi terbentuk 3,7 3,9 selama 5 menit kemudian dinetralkan
massa dengan viskositas yang tinggi, namun sampai pH 6,7. Pada akhir proses hidrolisis
viskositas menurun dengan cepat setelah sebelum dikeringkan terlebih dahulu ditentukan
penambahan enzim -amilase. Hal ini dikarenakan nilai DE maltodekstrin. Penentuan nilai DE
telah terjadi hidrolisis pada rantai amilosa dan dilakukan untuk melihat jumlah gula pereduksi dari
amilopektin oleh enzim -amilase sehingga maltodekstrin yang dihasilkan. Dari penentuan
menyebabkan viskositas menurun. Cara kerja nilai DE diperoleh kadar gula pereduksi adalah
enzim -amilase pada molekul amilosa terjadi 8,6823 %. Ini berarti nilai DE maltodekstrin adalah
dalam 2 tahap. Pertama degradasi amilosa menjadi 8,6823, sesuai dengan nilai DE yang diinginkan
maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak yaitu DE 5-10. Perbedaan nilai DE dari
dan sangat cepat, serta diikuti dengan menurunnya maltodekstrin akan mempengaruhi sifat-sifat yang
viskositas dengan cepat pula. Tahap kedua, relatif dimilikinya antara lain kelarutannya dalam air,
sangat lambat, yaitu pembentukan glukosa dan higroskopisitas, dan kemanisannya.
maltosa. Kerja enzim -amilase pada molekul
amilopektin menghasilkan glukosa, maltosa dan Selanjutnya maltodekstrin dikeringkan dengan
berbagai -limit dekstrin yaitu oligosakarida yang metode spray dry karena dengan pengeringan biasa
terdiri dari 4 atau lebih gula yang semuanya memerlukan waktu lebih dari 3 minggu pada suhu
mengandung ikatan a-1,6 (Anwar, et al, 2004; Jufri, 60 C dan maltodekstrin yang dihasilkan berwarna
2004). agak kecoklatan. Hasil pemeriksaan maltodektrin
tertera dalam Tabel 3 dan memenuhi persyaratan
Setelah inkubasi selesai, maltodekstrin didinginkan yang ditetapkan oleh USP 27 (The USP
sampai suhu 30 C dengan es sesegera mungkin Convention, 2003). Perbandingan antara gambar
untuk mencegah hidrolisis lebih lanjut. Aktivitas pati beras dengan maltodekstrin dapat terlihat
enzim dihentikan dengan menurunkan pH hingga seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Foto pati beras (perbesaran 200 kali), kiri dan maltodekstrin (perbesaran 400 kali), kanan
Metode yang digunakan untuk pembuatan tablet cetak langsung, karena memiliki sifat alir dan sifat-
asetosal adalah metode cetak langsung. Metode ini sifat pencetakan langsung yang baik. MCC bersifat
dipilih untuk menghindari kontak asetosal dengan unik, karena pada proses penekanan bahan ini
air karena asetosal akan terurai menjadi asam asetat berfungsi sebagai pengikat, zat ini juga bertindak
dan asam salisilat apabila terjadi kontak dengan air, sebagai penghancur (Lachman, et al, 1994). Hasil
selain itu untuk menghindari bahan terlalu lama evaluasi massa cetak seperti terlihat pada Tabel 4
terpapar dengan udara karena sifat maltodekstrin memperlihatkan sifat alir yang baik terutama sudut
yang higroskopis. Sebagai bahan pengikat diamnya yang kecil dari 25 dan kompresibilitas
digunakan maltodekstrin, dengan pembanding diantara 5-15%. Sedangkan hasil evaluasi tablet
MCC PH 102. MCC merupakan bahan penolong dirangkum dalam Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.
yang disukai pada pembuatan tablet dengan metode
Waktu (menit)
Gambar 2. Kurva profil disolusi tablet asetosal
Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui banyaknya disintegrasi tablet makin lama. Pada formula 5
zat aktif yang terdisolusi dalam waktu tertentu. Dari memiliki waktu hancur yang lebih cepat
hasil uji disolusi (Gambar 2; Tabel 6) menunjukkan dibandingkan dengan tablet dengan kandungan
bahwa peningkatan konsentrasi maltodekstrin dapat maltodekstrin di atas 15%. Hal ini disebabkan
menurunkan kadar terdisolusi tablet asetosal. Hal karena adanya MCC PH 102 pada formula 5 yang
ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi juga memiliki sifat sebagai bahan penghancur.
maltodekstrin meningkatkan kekompakan tablet Hampir seluruh formula memenuhi syarat waktu
yang dihasilkan sehingga menghambat pelepasan hancur kecuali formula 4 yang melebihi 15 menit.
obat dari sediaan tablet. Nilai Q-30 yang
dipersyaratkan oleh Farmakope adalah 85%. Dari Sifat fisik farmasetik tablet yang baik dapat dilihat
Tabel 6 memperlihatkan formula 3 dan 4 tidak melalui nilai kekerasan tablet yang baik, keregasan
memenuhi syarat. Ini dimungkinkan karena tablet yang rendah dan waktu hancur yang cepat
peningkatan konsentrasi maltodekstrin ternyata sehingga tidak mengganggu pelepasan obat dari
memperlambat disolusinya. Sementara itu, dari bentuk sediaannya. Umumnya semakin besar
nilai efisiensi disolusi (ED-30) nya juga kekerasan tablet maka keregasannya semakin
memperlihatkan fenomena yang sama. Berdasarkan rendah dan waktu hancurnya meningkat (Alebiowu,
hasil ini, maltodekstrin dari pati beras memiliki et al, 2003). Parameter yang paling tepat untuk
potensi untuk digunakan sebagai bahan pengikat melihat keterkaitan antara 3 parameter tersebut
untuk sediaan tablet lepas lambat. adalah HFR/DT. Harga ini didapat dengan
membagi nilai kekerasan dengan keregasan dan
Kekerasan diukur untuk memberikan gambaran waktu hancur. Semakin besar harga HFR/DT
kekuatan tablet. Hasil uji kekerasan tablet semakin baik produk yang dihasilkan (Alebiowu, et
menunjukkan semakin tinggi konsentrasi al, 2003; Anwar, et al, 2004). Tabel 5 menunjukkan
maltodekstrin semakin besar nilai kekerasannya. peningkatan konsentrasi maltodekstrin dapat
Keregasan tablet juga merupakan parameter lain meningkatkan harga HFR/DT. Adanya perbedaan
dalam menyatakan kekuatan tablet, khususnya harga HFR/DT dipengaruhi oleh waktu hancur
ketahanan tablet terhadap abrasi permukaan yang tablet. Apabila suatu tablet yang memiliki
terjadi akibat goncangan dan gesekan selama kekerasan dan keregasan yang sama tetapi waktu
penanganan, pengepakan dan distribusi. Dari uji hancur yang berbeda maka tablet dengan waktu
keregasan tablet didapatkan hasil bahwa semua hancur yang tercepat yang memiliki kualitas fisik
formula memenuhi syarat keregasan tablet yaitu yang lebih baik. Meskipun formula 4 memiliki
kurang dari 1,0%. Peningkatan konsentrasi harga HFR/DT yang tinggi tetapi tidak bisa
maltodekstrin dapat menurunkan nilai keregasan dikatakan memiliki kualitas fisik yang baik karena
tablet. Hal ini disebabkan karena maltodekstrin waktu hancur formula 4 tidak memenuhi syarat.
dapat meningkatkan ikatan antar partikel. Hasil uji Perbedaan bahan pengikat yang digunakan juga
waktu hancur menunjukkan peningkatan dapat mempengaruhi harga HFR/DT karena akan
konsentrasi maltodekstrin dapat meningkatan waktu menghasilkan tablet dengan kekerasan, keregasan
hancur tablet. Hal ini disebabkan karena dan waktu hancur yang berbeda pula. Formula 5
peningkatan konsentrasi maltodekstin memiliki kualitas fisik terbaik berdasarkan nilai
meningkatkan kekompakkan massa tablet sehingga HFR/DT dari seluruh formula karena memiliki
Syofyan, et al. J. Sains. Tek. Far.,
14(1)2009
harga HFR/DT tertinggi yaitu 0,6067 dan waktu Apriyanto, A.1989. Analisis Pangan. IPB Press.
hancur yang memenuhi syarat. Penggunaan Bogor. Hal: 40-44.
maltodekstrin sebagai pengikat dari konsentrasi 5- Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics: The Science of
35% (F1 s.d. F4) menunjukkan fenomena bahwa Dossage Form Design. Churchill livingstone.
semakin tinggi nilai HFR/DT semakin rendah pula Edinburgh London, Melbourne and New york.
nilai disolusinya (ED-30 dan Q-30) seperti pada Hal : 612-613.
tabel 5 dan Tabel 6. Sedangkan pada F5 dan F6 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979.
dengan bahan pengikat kombinasi maltodekstrin Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen
dan MCC PH 101, malah memperlihatkan hal Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal :6-
sebaliknya, dimana HFR/DT meningkat 10.
memperlihatkan ED menurun dan Q-30 meningkat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.
Jadi, dapat disebutkan bahwa Nilai HFR/DT hanya Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen
memiliki kaitan secara langsung dengan disolusi Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal: 4-
untuk F1 s.d. F4. 5, 31, 32, 107-108, 488-489, 515, 519, 771,
925, 999, 1043, 1086.
Data ini dianalisis dengan statistika. Karena data Griffin, V.K. and Brooks JR. 1989. Production and
HFR/DT homogen dan terdistribusi normal, maka Size Distribution of Rice Maltodextrin
dapat dilanjutkan dengan perhitungan statistika Hydrolyzed from Milled Riced Flour Using
ANOVA satu arah. Dari hasil perhitungan diperoleh Heat Stabile -Amylase. Dalam : Journal Food
F hitung 120,233 lebih besar dari F tabel 3,11 Science 54. Hal : 190.
sehingga menunjukkan adanya perbedaan yang Jufri, M., Effionora A. dan Joshita D. 2004.
nyata antar formula. Ini berarti perbedaan Pembuatan Niosom Berbasis Maltodekstrin DE
konsentrasi maltodekstrin 5-35% memberikan 1-5 Dari Pati Singkong (Manihot utilissima).
perbedaan yang nyata terhadap nilai HFR/DT. Majalah Ilmu Kefarmasian. FMIPA UI.Depok.
Vol. I, No.1, April 2004, 10 20
Kesimpulan Knight, J.W. 1969. The Starch Industry. Pergamon
Press. Oxford. Hal: 8.
Penggunaan maltodekstrin yang diperoleh dari pati Lachman, L., Lieberman H.A. dan Kanig J.L. 1994.
beras dengan konsentrasi 5-35% sebagai bahan Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.
pengikat dapat meningkatkan harga HFR/DT tablet Terjemahan: Siti Suryatmi. Universitas
asetosal namun tidak efektif untuk diterapkan pada Indonesia Press. Jakarta. Hal: 645- 646, 651-
tablet konvensional karena memberikan disolusi 652, 654, 684-686, 692, 697-705, 712.
yang rendah. Schenck, Fred W. and Ronald E. Hebeda. 1992.
Starch Hydrolysis Products: Worldwide
Daftar Pustaka Publishers Inc. New York. Hal: 233, 249.
Sumardji, S., Bambang H., Suhardi. 1997. Prosedur
Alebiowu, G., and Oludele A. I. 2003. Effect of Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
starches on the mechanical properties of Liberty. Yogyakarta. Hal: 38-40.
paracetamol tablet formulations. II. Sorghum Swarbrick, J. and James C. Boylan. 1988.
and plantain starches as disintegrants. Dalam: Encyclopedia of Pharmaceutical Technology.
Acta Pharm 53. Hal : 4-7. Volume 1. Marcell Dekker, Inc. New York.
Anwar, E. 2002. Pemanfatan Maltodekstrin Dari Hal: 451.
Pati Singkong Sebagai Bahan Penyalut Lapis The United States Pharmacopheial Convention.
Tipis Tablet. Makara Sains, Vol. 6, No. 1. 2003. United States Pharmacopheia 27/ The
Anwar, E., Henry dan Mahdi Jufri. 2004a. Studi Nation Formulary 22., Inc. Rockville.
Kemampuan Niosom Yang Menggunakan Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.
Maltodekstrin Pati garut (Maranta Edisi V. Terjemahan: Soedaninoerrono. Gadjah
arundinaceae Linn) Sebagai Pembawa Mada University Press. Jakarta. Hal: 168, 170,
Klorfeniramin Maleat. Makara Sains, Vol. 8, 201-212, 215, 643-648, 680-696.
No. 2. Wide, A. and Paul J. Weller. 1994. Handbook of
Anwar, E., Joshita D., Arry Y. dan Anton B. 2004b. Pharmaceutical Exipients. Second Edition. The
Pemanfaatan Maltodekstrin Pati Terigu Pharmaceutical Press. London. Hal: 84, 252,
Sebagai Eksipien. Dalam Formula Sediaan 280, 289, 290, 424, 483, 519.
Tablet dan Niosom. Majalah Ilmu
Kefarmasian. FMIPA UI. Depok. Hal: 34-39.