Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease, (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun 2015
Data WHO dengan kenaikan dan tingkat persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011
sebanyak 36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit Cronic Kidney Disease
(CKD). (Data survey, 2011)
Indonesia termasuk tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari
Penetri (Persatuan Nefrologi Indonesia) sampai 2 Januari 2011 di perkirakan ada 70 ribu
penderita gagal ginjal di Indonesia yang membutuhkan cangkok ginjal.
Di Provinnsi Sulawesi Utara sendiri kenaikannya mencapai 32% dari tahun 2009 lalu akibat
banyaknya jumlah wisatawan baik dalam maupun luar negeri yang dating berwisata, wisatawan-
wasatawan tersebut banyak mengidap penyakit penyakit Cronic Kidney Disease (CKD) itu yang
menjadi salah satu faktor banyaknya penderita gagal ginjal akut di Kota Pariwisata itu (Manado
Kidney Care center, 2011).
Pelayanan asuhan keperawatan di tujukan untuk mempertahankan, meningkatkan kesehatan
dan menolong individu untuk mengatasi secara tepat masalah kesehatan sehari-hari, penyakit,
kecelakaan, atau ketidak mampuan bahkan kematian (Depkes 2004).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Cronic Kidney
Disease (CKD).
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu meningkatkan pengertian mengenai masalah yang berhubungan dengan
Cronic Kidney Disease (CKD).
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan Cronic Kidney Disease
(CKD).
c. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada klien dengan Cronic Kidney Disease
(CKD).
d. Mahasiswa mampu melakukan rencana tindakan pada klien dengan Cronic Kidney Disease
(CKD).
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan Cronic Kidney Disease
(CKD).
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada klien dengan Cronic
Kidney Disease (CKD).
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan
penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang
ada, baik di buku, jurnal maupun di internet.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : pengertian, anatomi fisiologis, klasifikasi, etiologi, patofisiologi dan
pathway, manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi dan pemeriksaan penunjang.
BAB III : Laporan kasus terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
BAB IV : Penutup terdiri dari : kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan
irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain
dalam darah)
Cronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis
terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap
dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit
ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi
ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat.
B. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal.
Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi : pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna
nefrosklerosis maligna
stenosis arteri renalis
4. Gangguan jaringan penyambung : SLE
Poli arteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubuler ginjal
6. Penyakit metabolic : DM,Gout
7. Nefropati obstruktif : Penyalahgunaan analgetik
8. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgetik
Nefropati timbal
C. Patofisiologi
Meskipun gejala yang dialami anak bervariasi berdasarkan proses penyakit yang berbeda
beda, penyakit paling umum yang berhubungan dengan GGK adalah sebagai berikut :
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Kelebihan cairan : edema, oliguri, hipertensi, gagal jantung kongestif
b. Penipisan volume vaskuler : poliuria, penurunan asupan cairan, dehidrasi
2. Ketidakseimbangan elektrolit
a. Hiperkalemia : gangguan irama jantung, disfungsi miokardial
b. Hipernatremia : haus, stupor, takikardia, membran kering, peningkatan refleks tendon profunda,
penurunan tingkat kesadaran
c. Hipokalemia dan hiperfosfatemia : iritabilitas, depresi, kram otot, parastesia, psikosis, tetani
d. Hipokalemia : penurunan reflek tendon profunda, hipotonia, perubahan EKG
3. Ensefalopati dan neuropati uremik
a. Gatal gatal
b. Kram dan kelemahan otot
c. Bicara tidak jelas
d. Parastesia telapak tangan dan telapak kaki
e. Konsentrasi buruk
f. Mengantuk
g. Tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial
h. Koma
i. Kejang
4. Asidosis : takipnea
5. Anemia dan disfungsi sel darah
a. Pucat
b. Kelemahan
c. Perdarahan ( stomatitis, feses berdarah )
6. Disfungsi pertumbuhan
a. Pertumbuhan tulang yang abnormal
b. Perkembangan seksual yang terhambat
c. Malnutrisi dan pelisutan otot
d. Selera makan buruk
e. Nyeri tulang
f. Ketidakteraturan menstruasi.
E. Pathway
F. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
Penatalaksanaan
1. Dialisis
2. Obat-obatan : anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemide
3. Diit rendah uremi.
(Smeltzer. C, Suzanne, 2002)
Pemeriksaan penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
-ureum kreatinin
-asam urat serum
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
-analisis urin rutin
-mikrobiologi urin
-kimia darah
-elektrolit
-imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
-progresifitas penurunan fungsi ginjal
- ureum kreatinin, klearens kreatinin test
H. Diagnosa yang sering muncul
a. Kelebihan volume cairan
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan
c. Perubahan pola eliminasi urin
d. Penurunan curah jantung
e. Pola nafas tidak efektif
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
g. Resiko tinggi infeksi
h. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
i. Resiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif
j. Resiko tinggi perubahan proses keluarga
BAB III
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : Tn. U
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : labun 01/01 Ngombol Purworejo
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : PNS
Sumber informasi : Klien dan keluarga
Tgl pengkajian : 23 Maret 2013
1. Keluhan utama
Klien mengeluhkan lemas, sesak, dan batuk.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk rumah sakit melalui IGD pada tanggal 22 maret 2013 dengan keluhan sesak, mual,
badan terasa lemah, terdapat edema pada ekstremitas bawah. Tanda-tanda vital ketika masuk
rumah sakit yaitu tekanan darah : 170/100, Nadi : 88x/i, RR : 28 x/i, S : 36,7 C.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengatakan klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya dengan keluhan sakit
hipertensi. Keluarga klien mengatakan klien memiliki riwayat penyakit Diabetes militus,
hipertensi dan asma.
4. Diagnosa medis
Gagal ginjal stadium V
III. Pengkajian
1. Persepsi dan pemeliharan kesehatan
Menurut penuturan keluarga, Pasien memandang kesehatan sanggat penting untuk dijaga. Jika
klien merasakan sakit, demam, atau sekedar flu biasanya klien memeriksakan diri ke Puskesmas
atau ke pelayanan kesehatan terdekat
2. Pola nutrisi
Program di RS: Tinggi protein
Intake makanan: klien makan 3x sehari.
Intake Cairan: Klien minum 4 gelas/hari, air putih dan teh.
Balance cairan :
- Input cairan :
Makan+minum :1500 cc
Air
metabolisme :275 cc (5cc/kg bb/hari) +
1775 cc
-output cairan :
Urine : 300 cc/ hari/24jam
Fases
: 100 cc +
: 400 cc
-IWL = 15xBB = 15x63kg = 39,37 cc/jam/
24 jam 24 jam
Balance cairan :
Input output-IWL : 1775 cc 400 cc 39,37
:+1335,63 cc
4. Pola eliminasi:
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari. Dan Saat
sakit klien belum pernah BAB, terpasang cateter dengan urin keluar 300 cc per 12 jam.
5. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3
Makan / minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah / berjalan
Ambulasi / ROM
Keterangan:
0 : mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain 3: tergantung total
6. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien mulai tidur malam sekitar jam 22.00
kemudian subuh jam 04.30 bangun untuk melaksanakan solat subuh. Saat ini klien hanya
terbaring ditempat tidur, klien mengatakan badannya lemah.
7. Pola perceptual
Klien mengatakan nafasnya sesak, batuk tetapi tidak berdahak, badan terasa lemah, klien
mengatakan sesak nafas jika O2 dilepas, klien hanya mampu berbaring ditempat tidur, semua
kegiatan dilakukan di tempat tidur, termasuk toileting. Mata sedikit kurang jelas, lapang pandang
normal, pupil reaktif terhadap cahaya, Pendengaran tidak ada masalah, Klien masih bisa
merasakan rasa asin, manis, pahit, asem. Pengecapan klien masih normal, nyeri dirasakan
ketika ditusuk jarum pemasangan ases. Nyeri dirasakan selama 5 menit setelah dilakukan
pemasangan asses, nyeri terasa pada tangan kanan dan pangkal paha.
8. Pola persepsi diri
Klien mengatakan dirinya sangat ingin cepat sembuh, kembali kerumah dengan keadaan sehat,
dan ingin kembali melakukan aktifitas seperti biasa seperti sebelum masuk rumah sakit. Klien
berorientasi dan berhubungan baik dengan keluarga, petugas kesehatan dan pengunjung. Klien
tidak menunjukkan adanya menarik diri atau minder.
9. Pola seksulitas dan reproduksi
Klien sudah menikah dan mempunyai 3 anak dan saat ini istri klien sudah menopouse.
10. Pola peran dan hubungan
Saat ini klien tinggal bersama istri, klien mengatakan selama ini tidak ada masalah dalam
keluarga baik kepada istri maupun mertuanya. Klien juga mengatakan selama ini berhubungan
baik dengan semua anggota keluarga dan tetangga. Saat klien dirawatpun keluarga terutama istri
dan anaknya senantiasa mendampingi beliau.
11. Pola managemen koping stress
Dari penuturan keluarga pasien dalam memanagement stress keluarga membiasakan berekreasi
bersama atau hanya sekedar menonton TV.
12. Sistem nilai dan keyakinan
Klien dan keluarga beragama islam. Klien melakukan berbagai ikhtiar untuk keadaan nya
sekarang.
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah
Tanggal 24 Maret 2012
Parameter Nilai normal
HB 8,5 mg/dl 12-16 NORMAL
UREA 197 mg/dl 10-50 HIGH
CREATININ 8,46 mg/dl 0,5-1,2 HIGH
K 4,8 mmol/dl 3,4-5,4 NORMAL
NA 149 mmol/dl 135-155 NORMAL
Cl 97 mmol/dl 95-108 NORMAL
URIC ACID 7,8 mg/dl 3,4-7 HIGH
IV. ANALISA DATA
DATA PROBLEM ETIOLOGI
DO : Pola nafas tidak Depresi pusat
klien tampak bernafas mengunakan efektif pernafasan
Terpasang nasal kanul 3L/mnt
Kesadarannya compos mentis, GCS 14.
Klien merasakan badannya lemes
TD pre HD : 159/ 83mmHg
TD post HD: 150/79mmHg
RR: 26x/menit
HR: 78x/menit
S:36C
DS :
Klien mengatakan nafas terasa sesak.
klien mengatakan sesak nafas jika O2
dilepas.
klien mengatakan batuk tetapi tidak ada
dahak
DS : Kelebihan Mekanisme
Klien mengatakan BB terakhir adalah volume cairan pengaturan melemah
63 kg
DO :
Ke dua kaki terlihat edema
BAK kurang lebih 300 cc
Capillary raffyl kurang lebih 4 detik
Balance cairan +1335,63 cc
DS : Gangguan pefusi penurunan suplai
Klien mengatakan lemes jaringan renal oksigen di ginjal
DO :
Kesadarannya compos mentis, GCS 14.
Klien merasakan badannya lemes
TD pre HD : 159/ 83mmHg
TD post HD: 150/79mmHg
RR: 26x/menit
HR: 78x/menit
S:36C
Urea 197 mg/dl
Creatinin 8,46 mg/dl
Kedua kaki edema
DO : Intoleransi Kelemahan
menyeluruh
klien hanya tiduran aktivitas
klien tampak terbaring lemah
Terpasang nasal kanul 3L/mnt
konjungtiva anemis
aktivitas dibantu keluarga
Kesadarannya compos mentis, GCS 14.
Klien merasakan badannya lemes
TD pre HD : 159/ 83mmHg
TD post HD: 150/79mmHg
RR: 26x/menit
HR: 78x/menit
S:36C
DS:
klien mengatakan mengatakan
badannya lemas.
klien mengatakan sesak nafas jika O2
dilepas.
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasar analisa data dapat di simpulkan dianosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan melemah
3. Gangguan pefusi jaringan renal berhubungan dengan penurunan suplai oksigen di ginjal
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dari kebutuhan oksigen
VI. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO HARI/ DX. NOC NIC
TANG KEPERAWATAN
GAL
1 Sabtu, Pola Nafas tidak Setelah dilakukan Posisikan pasien
23 efektif berhubungan tindakan keperawatan untuk memaksimalkan
maret dengan depresi pusat selama 3x24 jam ventilasi
2013 pernafasan pasien menunjukkan Pasang mayo bila
keefektifan pola nafas, perlu
dibuktikan dengan Lakukan fisioterapi
kriteria hasil: dada jika perlu
Mendemonstrasikan Keluarkan sekret
batuk efektif dan suara dengan batuk atau
nafas yang bersih, suction
tidak ada sianosis dan Auskultasi suara
dyspneu (mampu nafas, catat adanya
mengeluarkan sputum, suara tambahan
mampu bernafas dg Berikan
mudah, tidakada bronkodilator
pursed lips) Berikan pelembab
Menunjukkan jalan udara Kassa basah
nafas yang paten NaCl Lembab
(klien tidak merasa
Atur intake untuk
tercekik, irama nafas,
cairan
frekuensi pernafasan
mengoptimalkan
dalam rentang normal,
keseimbangan.
tidak ada suara nafas
Monitor respirasi dan
abnormal)
status O2
Tanda Tanda vital
Bersihkan mulut,
dalam rentang normal
hidung dan secret
(tekanan darah, nadi,
trakea
pernafasan)
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Monitor vital sign
Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
Ajarkan bagaimana
batuk efektif
Monitor pola nafas
2 Sabtu Kelebihan Volume Setelah dilakukan Pertahankan catatan
23
Cairan berhubungan tindakan keperawatan intake dan output
maret
2013 dengan Mekanisme selama . Kelebihan yang akurat
pengaturan melema volume cairan teratasi Pasang urin kateter
h dengan kriteria: jika diperlukan
Terbebas dari edema, Monitor hasil lab
efusi, anaskara yang sesuai dengan
Bunyi nafas bersih, retensi cairan (BUN ,
tidak ada Hmt , osmolalitas
dyspneu/ortopneu urin )
Terbebas dari distensi Monitor vital sign
vena jugularis, Monitor indikasi
Memelihara tekanan retensi / kelebihan
vena sentral, tekanan cairan (cracles, CVP ,
kapiler paru, output edema, distensi vena
jantung dan vital sign leher, asites)
DBN Kaji lokasi dan luas
Terbebas dari edema
kelelahan, kecemasan
Monitor masukan
atau bingung
makanan / cairan
Monitor status nutrisi
Berikan diuretik
sesuai interuksi
Kolaborasi pemberian
obat
Monitor berat badan
Monitor elektrolit
Monitor tanda dan
gejala dari odema
Perfusi jaringan Setelah dilakukan Observasi status
renal tidak efektif asuhan selama 3x24 hidrasi (kelembaban
berhubungan jam ketidakefektifan membran mukosa, TD
dengan gangguan perfusi jaringan renal ortostatik, dan
transport O2 teratasi dengan keadekuatan dinding
kriteria hasil: nadi)
Tekanan systole dan Monitor HMT, Ureum,
diastole dalam batas albumin, total protein,
normal serum osmolalitas dan
Tidak ada gangguan urin
mental, orientasi Observasi tanda-tanda
kognitif dan kekuatan cairan berlebih/
otot retensi (CVP
Na, K, Cl, Ca, Mg, menigkat, oedem,
BUN, Creat dan distensi vena leher
Biknat dalam batas dan asites)
normal Pertahankan intake dan
Tidak ada distensi vena output secara akurat
leher Monitor TTV
Tidak ada bunyi paru Pasien Hemodialisis:
tambahan Observasi terhadap
Intake output seimbang dehidrasi, kram otot
Tidak ada oedem dan aktivitas kejang
perifer dan asites Observasi reaksi
Tdak ada rasa haus tranfusi
yang abnormal Monitor TD
Membran mukosa Monitor BUN, Creat,
lembab HMT dan elektrolit
Hematokrit dbn Timbang BB sebelum
Warna dan bau urin dan sesudah prosedur
dalam batas normal.
Kaji status mental
Monitor CT
Pasien Peritoneal
Dialisis:
Kaji temperatur, TD,
denyut perifer, RR
dan BB
Kaji BUN, Creat pH,
HMT, elektrolit
selama prosedur
Monitor adanya
respiratory distress
Monitor banyaknya
dan penampakan
cairan
Monitor tanda-tanda
infeksi
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Observasi adanya
Berhubungan tindakan keperawatan pembatasan klien
dengan
selama 3x24 jam dalam melakukan
ketidakseimbangan
antara suplai dari
kebutuhan oksigen pasien bertoleransi aktivitas
terhadap aktivitas Kaji adanya faktor
dengan Kriteria yang menyebabkan
Hasil : kelelahan
Berpartisipasi dalam Monitor nutrisi dan
aktivitas fisik tanpa sumber energi yang
disertai peningkatan adekuat
tekanan darah, nadi Monitor pasien akan
dan RR adanya kelelahan fisik
Mampu melakukan dan emosi secara
aktivitas sehari hari berlebihan
(ADLs) secara Monitor respon
mandiri kardivaskuler terhada
Keseimbangan p aktivitas (takikardi,
aktivitas dan istirahat disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan
progran terapi yang
tepat.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual.
VII. IMPLEMENTASI
NO DX. TANGGAL J IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWA A
TAN M
1 Kelebihan 27 maret Mempertahankan S:
Volume 2013 cintake dan output Klien mengataka
Cairan yang akurat n BB terakhir
berhubungan Input : 1775cc adalah 63 kg
dengan Output : 400cc O:
mekanisme Memonitor vital sign Kedua kaki
pengaturan m dan keadaan umum terlihat edema
elemah Kesadarannya BAK kurang
compos mentis, GCS lebih 300 cc
14. Klien merasakan Capillary raffyl
badannya lemes kurang lebih 4
TD pre HD : 159/ detik
83mmHg Balance cairan
TD post HD: +1335,63 cc
150/79mmHg A:
RR: 26x/menit Masalah teratasi
HR: 78x/menit sebagian
S:36C P:
BB pre HD : 63 kg Lanjutkan
Memonitor indikasi intervensi
retensi / kelebihan
cairan yang ditandai
dengan adanya edema
pada ekstremitas
Mengkaji lokasi dan
luas edema
Monitor masukan
makanan / cairan
Makan+minum :1500
cc
Air metabolisme : 275
cc (5cc/kg
bb/hari)
Memonitor berat
badan : BB pre HD :
63 kg
Memberikan posisi
kaki agak tinggi
Pola Nafas 23 maret Memposisikan pasien S:
tidak efektif 2013 Klien mengatakan
untuk memaksimalkan
berhubungan ventilasi yaitu posisi lemes
dengan semifowler dan O :
depresi pusat memberikan O 3 lpm Kesadarannya
pernafasan Auskultasi suara compos mentis,
nafas, catat adanya GCS 14.
suara tambahan Klien
Mengatur intake merasakan badan
cairan nya lemes
mengoptimalkan TD pre HD : 159/
keseimbangan. 83mmHg
Makan+minum :1500 TD post HD:
cc 150/79mmHg
150/79mmHg 78x/menit
Dialisis: P:
ASKEP CKD
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh
dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif
air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume
yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang
masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama
penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah
menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat
utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih
parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti
yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi
seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang
dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan
terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis
atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa
komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika
dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis
dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena
berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
1.3.1.1 Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik.
1.3.2 Khusus
1.3.2.1 Mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem perkemihan.
1.3.2.2 Mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.3 Mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.4 Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.5 Mengetahui manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.6 Mengetahui pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.7 Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.8 Mengetahui komplikasi dari gagal ginjal kronik.
1.3.2.9 Mengetahui cara mencegah gagal ginjal kronik.
1.3.2.10 Mengetahui legal etis.
1.3.2.11 Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan
asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut.
Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak sesuai dengan asuhan
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :
1. GINJAL
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium
pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan,
ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal 200 gram. Dan pada
umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap tiap nefron terdiri
atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh pembuluh darah
yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat
kapsul Bowman, serta tubulus tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal,
tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral
(langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari
disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah
celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari
korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok belok,
kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle
atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal,
kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
a. Bagian Bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian,
yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
a) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut
nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler kapiler darah yang
tersusun bergumpal gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman.
Zat zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat zat
tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di
dalam sumsum ginjal.
b) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan
dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian
dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara
8 hingga 18 buah tampak bergaris garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan
duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal.
Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman.
Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan
malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
c) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang
masing masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila
renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks
minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung
kemih (vesikula urinaria).
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya amonia.
2. Mengekskresikan zat zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya
(misalnya obat obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal
Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang
berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri
akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk
gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai
bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai
bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah
yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan
senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan
hormn kortison.
2. URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya 25 30 cm dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri
dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf
sensorik.
3. VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh
otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri
dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis
dan prostate.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar),
tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
4. URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok kelok melalui tengah tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya 20 cm. Uretra
pada laki laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas,
panjangnya 3 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan
uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
2.2 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronis
atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia ( Smaltzer, 2001).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan inrevesibel.
(Arif Mansjoer, 2001).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk memepertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang berada dalam darah). (Nursalam,
2008).
2.3 Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat
menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat beberapa penyebab
gagal ginjal kronik.
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan perubahan stuktur pada
arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh
darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia renal. Ginjal
mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang lubang dan berglanula. Secara histology
lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol
eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi
tubulus, sehingga seluruh nefron rusak (price, 2005:933).
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan karena
adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan diglomerulus menyebabkan
pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor
melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:
a) Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. (Price, 2005. 924)
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu sendiri dapat
bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui infeksi hematogen. Pielonefritis
kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang
mengidap batu, obstruksi lain, atau repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30% hingga 40%
dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati
diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price,
2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi
menjadi lima fase atau stadium:
a) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi ginjal,
pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar
gula dalam darah yang tinggi, glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin,
angiotensin II danprostaglandin.
b) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane basalis kapiler
glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan matriks mesangial.
c) Stadium 3 (Nefropati insipient)
d) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
e) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
2.4 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal, sehingga
mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron mengalami kerusakan
bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil metabolisme protein akan berkumpul
didalam tubuh, penurunan fungsi ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal
yang dimulai dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak mampuan
ginjal sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat
melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar nitrogen ureum,
kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan
organ organ tubuh lain.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu dinamakan
penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN dalam keadaan normal dan
penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi
telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal
gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam
hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine normal sekitar
1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10% dari keadaan
normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya ologuri (pengeluaran
urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk
akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
2.5 WOC
Terlampir
2.8 Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan
keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan
urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai
dengan penjumlahan tersebut.
b. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup memberikan
komplemen vitamin yang diperlukan.
c. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau kalsium
karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
d. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume intravaskuler.
e. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan
penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk
mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
f. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan
kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral
maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium kadang kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
g. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan).
Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
h. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara
lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500
mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan
protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens
ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3
0,5 mg/kg/hari.
2.9 Komplikasi
1. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di dalam darah
dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan serius.
2. Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
6. Dehidrasi
7. Kulit : gatal gatal
8. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas menyerupai urin
9. Endokrin
- Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma
- Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
- Anak anak: retardasi pertumbuhan
- Dewasa : kehilangan massa otot
10. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis (tremor,
ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot bkejang)
2.10 Pencegahan
Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan mengurangi resiko gagal
ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut ini :
1. Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak berlebihan. Namun alangkah lebih
baik jika anda menghindari minuman tersebut
2. Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk penggunaan yang tertera
pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat
merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter
tentang obat apa yang sesuai.
3. Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
4. Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok
5. Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui kemungkinan
peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa yang
digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak
dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya pernafasan
kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi,
dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin-
angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan
dan hipertensi.
3. Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses berfikir
dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet
syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
5. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut ammonia,
peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi,
keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
C. Diagnosa Keperawatan
D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan atrium kiri.
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak terjadi gangguan
pertukaran gas.
Kriteria hasil :
- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal :
PH = 7,35 -7,45
PO2 = 80-100 mmHg
Saturasi O2 = > 95 %
PCO2 = 35-45 mmHg
HCO3 = 22-26mEq/L
BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan1. Takipneu adalah mekanisme
respirasi atau perubahan pola nafas. kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
wheezing. karena peningkatan cairan di permukaan
jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran
alveoli kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya
mukus pada jalan nafas
3. Kaji adanya cyanosis.
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
4. Observasi adanya somnolen, confusion,
adalah vasokontriksi.
apatis, dan ketidakmampuan beristirahat 4. Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman 5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi
penggunaan oksigen.
Kolaboratif :
6. Berikan humidifier oksigen dengan
masker CPAP jika ada indikasi. 6. Memaksimalkan pertukaran oksigen
7. Berikan pencegahan IPPB secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
8. Review X-ray dada. 7. Peningkatan ekspansi paru
meningkatkan oksigenasi
9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti8. Memperlihatkan kongesti paru yang
steroids, antibiotik, bronchodilator dan progresif
ekspektorant. 9. Untuk mencegah gngguan pola napas
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan masukan
nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
- Porsi makan dihabiskan
- BB meningkat
Intervensi Rasional
Mandiri :
a. Berikan makanan dalam porsi kecil tapia. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
b. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggib. Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
kalori tinggi protein
HE :
d. Anjurkan kepada orang tua klien/keluargad. Dapat meningkatkan asam lambung yang
untuk menghindari makanan yang dapat memicu mual dan muntah dan
Kolaborasi :
mual/muntah
Observasi :
f. Kaji kemampuan makan klien
f. Untuk mengetahui perubahan nutrisi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
- Penyebab : Infeksi misalnya pielonefritis kronik, Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis,
Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan penambung, Gangguan kongenital dan herediter,
Penyakit metabolic dan Nefropati toksik.
- Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema anasarka, malaise, nafas terasa sesak, gatal-gatal,
keluar darah dari hidung, turgor kulit kering, rambut kusam dan kemerahan dan tremor.
- Komplikasi : Hiperkalemia dan Asidosis metabolic.
- Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akan tetapi mempunyai
beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping obat-obatan imunosupresi
dan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi. Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan
rehabilitas paling baik dibandingkan dialysis.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat
menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada
pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan mampu memberikan asuhan keperawatan
yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-gagal-
ginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.05 WIB
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-gagal-ginjal-
kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.02 WIB
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-gagal_31.html .
Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.11 WIB
Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tollen, Zainal. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://zallien.blogspot.com/2013/06/asykep-gagal-
ginjal.html . Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.17 WIB
Yusuf, David. 2011. Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD). http://askep-
topbgt.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal
4 Oktober 2013 pada pukul 12.09 WIB
Pada dasarnya pengelolaan CKD tidak jauh beda dengan chronic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara
dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/merasa masih dalam stage
stage awal yaitu 1 dan 2. Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(chronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3
atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.Gagal ginjal kronis adalah suatu
sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung
progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min.
(Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
B. ETIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan
memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai
dari nefronnefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik
setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
LFG :
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih
normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatini serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85. (Corwin, 1994)
PATHWAYS :
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler
2. Dermatologi
3. Pulmoner
4. Gastrointestinal
5. Neurologi
6. Muskuloskeletal
1. Pemeriksaan Laboratorium
o Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi
(Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
o Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen
F. PENATALAKSANAAN
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
CKD adalah:
C. INTERVENSI
Kriteria hasil :mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi jantung dan paru, R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2. Kaji adanya hipertensi. R:Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-
renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10). R: HT dan
GGK dapat menyebabkan nyeri
4. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas. R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga
anemia
2. Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Intervensi:
1. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran,
turgor kulit tanda-tanda vital
2. Batasi masukan cairan, R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan, R: Pemahaman meningkatkan
kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
4. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan
haluaran, R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.Resiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles, R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
2. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam, R: Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran O2
3. Atur posisi senyaman mungkin, R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4. Batasi untuk beraktivitas, R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia
Kriteria hasil :
Intervensi:
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan,
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan
dekubitus / infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, R: Mendeteksi adanya
dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
3. Inspeksi area tergantung terhadap udem, R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
4. Ubah posisi sesering mungkin, R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
5. Berikan perawatan kulit, R: Mengurangipengeringan , robekan kulit
6. Pertahankan linen kering, R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
7. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada
area pruritis, R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
8. Anjurkan memakai pakaian katun longgar, R: Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
7. Kurang pengetahuan tentangkondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d salah
interpretasi informasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
2. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
3. Doenges E, Marilynn, dkk. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
4. Long, B C. (2001). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
5. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2002). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
6. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1999)
7. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
8. Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
Sudah lengkap rasanya saya memberikan contoh laporan pendahulan CKD, semoga bisa menjadi
refrensi bagi anda semuanya, sekiranya materi masih kurang bisa di tambah dan dimodifikasi
sendiri, untuk mempermudah anda semuanya silahkan anda bisa mendownloadnya melalui link
dibawah ini;