You are on page 1of 18

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERKEBUNAN

ACARA III
PASCA PANEN KAKAO

Disusun Oleh :

Kelompok 06

1. Melia Pratiwi (H3115045)


2. Ocviyanti Hendra R (H3115053)
3. Rizka Rahmah (H3115061)
4. Wike Widyowati (H3115071)

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017
ACARA III
PASCA PANEN KAKAO

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara III Pasca Panen Kakao adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui cara pasca panen buah kakao
2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip pengolahan kakao dan produk hasil
olahan kakao
3. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh saat
fermentasi biji kakao
B. Tinjauan Pustaka
Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan bijinya yang berasal dari tanaman Theobroma cacao. Kakao
merupakan tanaman tahunan yang mulai berbunga dan berbuah umur 3-4 tahun
setelah ditanam. Apabila pengelolaan tanaman kakao dilakukan secara tepat,
maka masa produksinya dapat bertahan lebih dari 25 tahun, selain itu untuk
keberhasilan budidaya kakao perlu memperhatikan kesesuaian lahan dan faktor
bahan tanam. Penggunaan bahan tanam kakao yang tidak unggul
mengakibatkan pencapaian produktivitas dan mutu biji kakao yang rendah,
oleh karena itu sebaiknya digunakan bahan tanam yang unggul dan bermutu
tinggi (Karmawati dan Mahmud, 2010).
Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman
tahunan ini dapat mulai berproduksi pada umur 3-4 tahun. Tanaman kakao
menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses menjadi bubuk coklat. Kakao
merupakan tanaman perkebunan di lahan kering dan jika diusahakan secara
baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis. Sebagai
tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka biji kakao dapat dipergunakan untuk
bahan pembuat minuman, campuran gula-gula dan beberapa jenis makanan
lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat dibuat
mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan (Susanto, 1994).
Biji kakao (Theobroma cacao) mengandung senyawa flavonoid seperti
katekin, prosianidin, dan antosianidin yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan. Biji kakao memiliki kandungan fenolik yang tinggi yaitu antara
12- 18% pada biji yang tidak difermentasi. Sedangkan, kandungan polifenol
dalam chocolate sebagai produk kakao yang paling banyak dikonsumsi, secara
signifikan jumlahnya lebih rendah yaitu 1,7-8,4 mg/g pada dark chocolate dan
lebih rendah lagi pada susu coklat sekitar 0,7-5 mg/g. Enam puluh persen dari
total fenolik pada biji kakao mentah adalah monomer flavanol (epikatekhin dan
katekhin) dan oligomer procyanidin (dimer hingga decamer). Komponen
senyawa ini dilaporkan menjadi kandidat yang berpotensi sebagai perlawanan
terhadap radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Produk kakao pada
umumnya yang beredar seperti dark chocolate, milk chocolate berasal dari biji
kakao yang telah difermentasi (Purwaningsih dan Megaputera, 2010).
Jenis tanaman kakao yaitu Criollo merupakan jenis kakao yang dapat
menghasilkan biji coklat yang mutunya sangat baik, buahnya berwarna merah
dan hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak, biji buahnya
berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih
pada waktu basah. Sedangkan jenis forastero dapat menghasilkan biji kakao
yang mutunya sedang atau bulk cacao, buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal,
biji buahnya tipis dan gepeng dan kotiledonnya berwarna ungu pada waktu
basah. Trinitario merupakan hasil persilangan antara Criollo dan forastero. Dan
hasil persilangan ini terdapat jenis-jenis baru yang mutunya baik, buah dan
bijinya besar. Walaupun ciri-ciri bijinya seperti Criollo namun merupakan hasil
persilangan (Ruzaidi dan Muskinah, 2008).
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan
tanaman. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan tropis. Dengan
demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari menjadi bagian dari
faktor iklim yang menentukan. Begitu pula dengan faktor fisik dan kimia tanah
yang erat kaitannya dengan daya tembus dan kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam pada daerah-daerah yang
berada pada 10o LU-10o LS. Namun demikian, penyebaran kakao umumnya
berada di antara 7o LU-18o LS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah
hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih
toleran pada daerah 20o LU-20o LS (Chinenye dan Olukunle, 2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menentukan kakao yang
akan direhabilitasi adalah mencari tanaman yang kurang produktif (umur diatas
20 tahun) dan secara teknis dapat dilakukan sambung samping, produktivitas
rendah namun masih mungkin untuk ditingkatkan, tidak terserang organisme
pengganggu tanaman (OPT) utama seperti hama penggerek buah kakao,
Helopeltis sp, busuk buah (Phythopthora palmivora), dan penyakit vascular
streak dieback (VSD), serta batang bawah harus dalam kondisi sehat dan
tumbuh aktif. Upaya untuk pengaktifan pertumbuhan batang bawah ini dapat
dilakukan lewat pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, dan kalau perlu
dengan pengairan (Suzannah et al, 2009).
Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah dan
menfermentasikan kakao. Tujuan fermentasi adalah untuk melepaskan zat
lendir yang ada pada permukaan kulit biji kakao. Setelah lendir tersebut hilang,
diharapkan hasil akhir biji kakao yang bermutu serta beraroma baik. Kemudian
kakao direndam dan dicuci. Langkah ini dilakukan untuk menghentikan
tahapan sebelumnya yakni fermentasi. Selain itu, perendaman dan pencucian
akan memperbaiki tampilan biji kakao itu sendiri. Kemudian dilakukan
pengeringan. Langkah ini dilakukan dengan cara menjemur atau juga dengan
memakai bantuan mesin. Proses selanjutnya adalah sortasi bebijian kakao.
Tujuannya untuk memisahkan biji baik dan biji yang dianggap cacat, pecah
atau juga untuk membuang kotoran yang ikut pada biji kakao (Pudji, 2011).
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa,
mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan
aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan
mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi
tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu
biji sangat rendah (Plange dan Akowuah, 2012).
Pengaruh tingkat lamanya fermentasi menunjukkan perbedaan yang
begitu nyata terhadap kandungan biji kakao kering. Semakin lama waktu
fermentasi kandungan lemak semakin tinggi, sehingga kandungan lemak
tertinggi diperoleh pada biji kakao yang difermentasikan secara sempurna. Hal
tersebut karena pada proses fermentasi terjadi penurunan kandungan bahan
bukan lemak seperti protein, polifenol dan karbohidrat yang terurai sehingga
secara relatif kadar lemak akan meningkat. Selama proses fermentasi terjadi
pembentukan senyawa aldehid, keton, alkohol, ester yang bersifat mudah
menguap (Towaha dkk, 2012).
Fermentasi dilakukan dengan bantuan mikroba alami yang ada dalam
biji kakao untuk menumbuhkan senyawa pembentuk citarasa, warna dan aroma
khas cokelat, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi dan
biologi di dalam biji kakao. Fermentasi ini bertujuan untuk memudahkan
melepas lendir dari permukaan kulit biji sehingga dapat menghasilkan biji
dengan mutu dan aroma dan cita rasa yang baik, selain itu juga membuat biji
jadi tahan hama dan jamur. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah
selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan
biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu tinggi dan layak
dikonsumsi. Di dalam biji kakao akan terjadi penguraian senyawn polifenol,
protein den gula oleh enzim. Penguraian senyawa-senyawa tersebut akan
menghasilkan perbaikan aroma, perbaikan rasa dan perubahan warna. Berat biji
untuk proses fermentasi sebaiknya tidak kurang dari 40 kg. Hal ini terkait
dengan kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup agar proses
fermentasi berjalan dengan baik. Panas merupakan hasil oksidasi senyawa gula
di dalam pulpa. Lamanya proses fermentasi bervareasi antara 5 samapi 7 hari,
selama fermentasi biji kakao sesekali dibalik dengan cara dipindahkan ke peti
kedua sambil diaduk. Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan hasil
fermentasi yang merata dan baik (Safitri, 2015).
Rendemen adalah perbandingan berat kakao kering dengan kakao basah
dikalikan dengan 100%. Penentuan rendeman biji kakao dilakukan untuk
mengetahui persentase biji setelah dikeringkan. Dari 100 kg kakao basah jika
diolah dengan fermentasi akan menghasilkan biji kakao fermentasi sebesar
33,69 kg. Maka rendemen kakao basah adalah sebesar 33,69 %. Sedangkan
dari 100 kg kakao kering jika diolah akan menghasilkan biji kakao fermentasi
sebesar 34 kg. Maka rendemen kakao basah adalah sebesar 34 %. Rendemen
biji kakao pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor pengeringan dan kadar air.
Kadar air biji kakao yang dikehendaki adalah antara 6-7%. Sedangkan
karakteristik fisik biji kakao pasca panen seperti kadar air dan kadar kulit
berpengaruh pada rendemen lemak biji kakao (Davit dan Yudari, 2013).
Keuntungan-keuntungan biji kakao adalah mengandung sejumlah besar
phytochemicals yang merupakan komponen psikologi aktif yang dapat
ditemukan pada tanam-tanaman, seperti anggur, apel, teh, buah-buahan,
sayuran dan lain-lain. Kelompok tersebut disebut flavonoids. Ada hal lain yang
membuktikan bahwa flavonoids kakao dapat memberikan keuntungan dalam
bidang kesehatan. Disebut sebagai anti-oksidan yang kuat dan dipercaya dapat
membantu daya tahan sel-sel tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan oleh
radikal bebas, yang terbentuk oleh serangkaian proses termasuk saat tubuh
memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi. Hasil laboratorium dan
penelitian telah mengindikasikan bahwa flavonoids kakao dapat mencegah
oksidasi kolesterol-LDL yang dapat menyebabkan penyakit jantung. Timbul
juga fakta bahwa kakao dan cokelat dapat mengurangi resiko beberapa jenis
kanker. Keuntungan tersebut berasal dari phytochemicals yang terkandung
dalam kakao, selain flavonoids (Kresnowati dan Affifah, 2013).
C. Pembahasan
Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma,
suku Starculiaceae yang diusahakan secara komersial. Sistematika tanaman
yakni sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angisopermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan
pohon-pohon tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama,
serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman
kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika
dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 3
meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 7 meter. Tinggi tanaman
tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan dan faktor-faktor
tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya
mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke
atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon),
sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan
plagiotrop (cabang kipas atau fan) (Lukito, 2010).
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman yang habitat
alaminya di daerah tropis dan lembab. Di sebagian besar negara tropis,
produk pertanian seperti kakao dipanen sepanjang tahun dan bijinya harus
dikeringkan segera setelah fermentasi untuk mengurangi kerugian dan
mencegah pembusukan. Akhir produk dari biji kakao terutama cokelat dan
minuman yang dianggap makanan dasar di banyak negara di dunia, namun
kualitas produk akhir bergantung pada bagaimana biji itu diproses. Dalam
urutan pengolahannya, fermentasi dan pengeringan merupakan langkah-
langkah penting dalam pengolahan buah kakao. Pengeringan dapat dicapai
secara alami dengan menggunakan cahaya matahari atau pemanasan artifisial
dengan menggunakan pengering biji kakao (Chinenye, 2010).
Gambar 3.1 Buah Kakao

Tanaman kakao memiliki akar tunggang yang disertai dengan akar


serabut, berkembangdi sekitar permukaan tanah (dangkal, hanya kurang lebih
sampai 30 cm). Batang tanaman kakao tumbuh tegak, tinggi bisa mencapai 3
meter, terdapat jorket yang merupakan tempat percabangna ortotrop ke
pagiotrop dengan sifat percabangan yang demorfisme, pada batang pokok
terdapat tunas air atau wiwilan yang merupakan bukan organ produktif
sehingga perlu dilakukan pemangkasan. Daun tanaman kakao berbentuk bulat
telur dengan ujung yang meruncing, berukuan cukup besar dan lebar, saat
muda nerwarna merah mengkilat, daun kakao juga bersifat demorfisme, dan
helaian susunan tulang daunnya menyirip simetris. Bunga tanaman kakao
tumbuh dan berkembang dari bantlan pada batang dan cabang sehingga
sifatnya disebut kauliflori, berwarna putih sedikit ungu kemerahan, berukuran
kecil, merupakan organ generatif untuk pembentukan buah. Sedangkan buah
kakao sendiri berbentuk buat memancang dan meruncing, berwarna hijau saat
masih sangat muda, kemudian berwarna merah kecoklatan, dan akan
berwarna kuning ketika masak. Tanaman kakao terdiri dari 2 (dua) tipe yang
dibedakan berdasarkan warna bijinya, warna putih termasuk ke dalam grup
Criollo, sedangkan biji tanaman ungu termasuk grup Forastero. Walaupun
spesies tanaman yang ada cukup banyak, pada umumnya kakao dibagi 2 (dua)
tipe antara lain:
a. Criello : 1. Criello Amerika Tengah
2. Criello Amerika Selatan
b. Forastero : 1. Forastero Amazone
2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)
(Nasution, 1976).

Gambar 3.2 Jenis-Jenis Kakao

Buah yang siap dipanen atau dipetik adalah buah-buahan yang masak
optimal. Kriteria buah masak umumnya berdasarkan warna luarnya. Warna
ini dipengaruhi oleh jenis atau varietas tanaman kakao. Buah yang semula
berwarna merah jika masak akan berwarna jingga dan buah yang semula hijau
jika masak akan berwarna kuning (Heddy, 1990). Buah kakao yang telah
masak ditandai oleh perubahan warna dari hijau menjadi kekuningan dan dari
merah menjadi jingga terutama pada alur-alur buahnya (Roesmanto, 1991).
Selanjutnya Widyotomo (2004) menambahkan bahwa buah kakao sebaiknya
dipetik tepat matang. Kulit buah kakao matang 8 mempunyai warna kulit
kuning atau jingga yang saat masih muda berwarna hijau atau merah. Buah
matang mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan
senyawa penyusun lemak di dalam biji, sedangkan buah yang lewat masak
akan menyebabkan biji berkecambah di dalam buah dan terserang hama.
Pemetikan buah dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah.
Tangkai buah disisakan kurang dari 0.5 cm untuk menghindari kerusakan
pada bantalan buah (Rasnasari, 1994). Pemetikan buah menggunakan pisau
berbentuk seperti huruf L yang disematkan pada galah panjang. Pemetikan
buah yang sulit dengan menancapkan ujung pisau kait yang runcing pada
buah kemudian diputar atau pemanen memanjat pohon. Hal ini dapat
meningkatkan kerusakan bantalan buah (Hayati, 2001).
Tahap setelah pemanenan yaitu tahap pasca panen yang merupakan
proses pengolahan buah kakao menjadi bjij kakao kering. Komponen
teknologi pasca panen yang berpengaruh terhadap kualitas biji kakao antara
lain fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi, grading dan pengepakan.
Fermentasi Tahap pasca panen yang paling penting menentukan mutu biji
kakao yaitu fermentasi. Fermentasi menjadi proses mutlak yang harus
dilakukan agar biji kakao kering mempunyai calon aroma dan citarasa. Biji
kakao kering yang tanpa mengalami proses fermentasi terlebih dahulu tidak
mempunyai citarasa khas cokelat (Yusianto, 1994). Menurut Yusianto (1995)
biji kakao yang tidak difermentasi kurang menghasilkan citarasa cokelat dan
mempunyai cacat citarasa bitter, astringent, dan nutty yang tinggi. Pada cara
konvensional, proses fermetasi dilakukan di dalam peti dalam (tinggi 90 cm)
terbuat dari papan kayu. Fermentasi dilakukan selama lima hari dengan
pembalikkan, untuk keseragaman reaksi dilakukan setiap 24 jam sehingga
metode ini memerlukan 5 buah peti. Sedangkan metode Sime-Cadbury hanya
membutuhkan dua peti fermentasi tipe dangkal (tinggi 40 cm) karena
pembalikkan hanya dilakukan satu kali (Mulato, 2002).
Pembelahan buah kakao dapat dilakukan dengan memanfaatkan
tenaga tangan maupun dengan mesin. Pembelahan menggunakan tenaga
tangan dapat menggunakan pemukul kayu atau pemukul berpisau.
Keuntungan pembelahan menggunakan tangan adalah alat pembelah yang
digunakan mudah dibawa serta lebih murah. Sedangkan kekuranganya
beresiko merusak biji (Wahyudi, 2008). Keuntungan pembelahan
menggunakan mesin yaitu kecepatan kerja terjamin, kebersihan biji terjamin,
konsumsi energi rendah, dan mudah diadopsi oleh perkebunan besar maupun
perkebunan rakyat (Pudjogunarto, 2011). Sedangkan kekurangannya yaitu
mesin yang berkapasitas besar akan sulit untuk dibawa, maka buah kakao
harus dibawa ke pabrik (Wahyudi, 2008).
Penjemuran Pengeringan kakao merupakan salah satu proses penting
pembentuk cita rasa cokelat selain fermentasi. Pengeringan biji kakao yang
dilakukan dengan baik akan menghasilkan biji kakao dengan warna cokelat
khas pada keping biji, memiliki citarasa yang khas, beraroma kuat dengan
rasa pahit dan sepat yang rendah (Jinap dan Thien dalam Misnawi, 2005).
Menurut Yusianto (2008) proses fermentasi adalah kelanjutan dari tahap
oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi rasa kelat
dan pahit. Penjemuran merupakan pengeringan dengan sinar matahari.
Penjemuran memerlukan tempat yang rata, bersih, permukaannya kering dan
terbuka terhadap sinar matahari. Cara yang baik untuk pengeringan dengan
sinar matahari adalah Penggudangan Sortasi Penjemuran Pengeringan
Fermentasi Sortasi Buah Penyimpanan buah Pengupasan buah manual Panen
Buah Masak Grading 10 menggunakan rak-rak pengering (anjang anyaman
bambu) yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari bangsal tempat
penyimpanan secara mudah. Dapat juga dibuat lantai jemur yang dapat
dibuka dan ditutup dengan mudah. Pengeringan Penjemuran dan pengeringan
mempunyai maksud yang sama yaitu mengurangi kadar air dari dalam bahan,
tetapi dalam hal ini dibedakan caranya. Penjemuran dilakukan dibawah
matahari, sedang pengeringan dilakukan pada alat pengering buatan.
Berenergi surya atau lainnya (Amin, 2005). Sortasi Kriteria yang dipakai
dalam sortasi adalah warna, ukuran, kesehatan dan bentuk. Warna biji
dibedakan atas cokelat, ungu dan hitam. Ukuran dibedakan atas, besar,
sedang dan kecil. Biji yang tidak sehat dan cacat dipisahkan dari yang sehat.
Bentuk biji terbagi atas bulat, lonjong, dan gepeng. Sortasi bertujuan untuk
memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji
berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji (Yusianto, 2008). Grading Biji
kakao dipisahkan dalam 5 kelas mutu, yaitu AA, A, B, C dan SS (Sub
standar). Dalam syarat mutu karakteristik yang dinilai adalah kadar air biji,
biji berbau, biji berserangga, kadar biji pecah, dan kadar benda-benda asing.
Pada permulaan proses fermentasi tumpukan biji mengandung kadar
gula yang tinggi, pH dan oksigen rendah sehingga merupakan media yang
cocok bagi pertumbuhan ragi. Beberapa mikroorganisme berperan aktif
selama proses fermentasi, terutama proses pemecahan gula menjadi alkohol
dan perubahan alkohol menjadi asam asetat. Selama tahap awal fermentasi
kakao, aktivitas ragi sangat kuat dan lebih dari 90 % total mikroorganisme
yang terdapat pada tahap ini adalah ragi. Pada hari pertama proses fermentasi
ragi memegang peranan pada proses pemecahan gula menjadi alkohol. Jenis
ragi yang umum terdapat pada tumpukan biji kakao selama fermentasi adalah
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces theobromae, Saccharomyces
ellipsoides, Saccharomyces apiculatus dan Saccharomyces apimulus
(Nasution, 1985). Selanjutnya pada hari kedua proses fermentasi terjadi
pemecahan alkohol menjadi asam asetat yang dipengaruhi oleh aktivitas
bakteri asam asetat. Jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada
fermentasi biji kakao bervariasi, tergantung pada waktu fermentasi. Bakteri
pemecah alkohol menjadi asam asetat pada hari-hari selanjutnya pada proses
fermentasi ini adalah Acetobacter xylinum, Acetobacter ascendens,
Bacterium xylinum dan Bacterium orleanse. Pembentukan asam asetat
merupakan faktor yang sangat penting dari proses kematian biji kakao, asam
asetat terbentuk sebesar 0,7 % sampai 1,2 % setelah waktu fermentasi 37 jam
dan biji telah mati (Rohan, 1963). Bakteri asam asetat lebih banyak dan lebih
cepat tumbuh pada bagian atas tumpukan biji kakao selama proses fermentasi.
Hal ini disebabkan oleh karena pada proses permulaan fermentasi aliran udara
lebih cepat di bagian atas, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri asam
laktat dan perubahan pH lebih cepat pada bagian ini (Nasution, 1976).
Fermentasi yang sempurna menentukan cita rasa biji kakao dan produk
olahannya, termasuk juga karena buah yang masak dan sehat serta
pengeringan yang baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah
fermentasi selama 5 hari sesuai dengan penelitian Sime - Cadbury. Jika
fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, selain citarasa khas
cokelat tidak terbentuk, juga sering kali dihasilkan cita rasa ikutan yang tidak
dikehendaki, seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan rasa tanah. beberapa
tanda yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa fermentasi telah selesai
dilakukan antara lain yaitu biji tampak agak kering (lembab), berwarna
cokelat, dan berbau asam cuka, kemudian lendir mudah dilepas dan apabila
dipotong melintang, penampakan biji tampak seperti cincin berwarna cokelat
(pada kakao mulia) (Atmawinata, 1998).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi antara lain
kemasakan buah kakao, serangan penyakit buah kakao, tipe kakao, rasio pulp
atau biji, perbedaan iklim dan musim, penundaan pemecahan buah, jumlah
biji kakao, dan metode fermentasi. Perubahan-perubahan yang terjadi selama
proses fermentasi dapat berupa perubahan fisik, kimia, dan biologisnya.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada pulp, kulit biji, dan kotiledon
(bagian dalam biji) (Arnawa, 2013).
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk
olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan
(perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m.
Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari
5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk
memperbanyak cabang produktif. Cocoa adalah biji kering penuh lemak yang
berasal dari pohon kakao, yang digunakan sebagai bahan baku pembuat
coklat. "Cocoa" kadang mengarah pada minuman yang terkenal sebagai hot
chocolate daripada cocoa powder atau bubuk cocoa, serbuk kering yang
berasal dari biji cocoa yang digiling dan dihilangkan lemaknya agar tidak
hitam, bubuk cocoa pahit; atau campuran antara bubuk cocoa dan lemak
cocoa. Cokelat adalah sebutan untuk makanan yang diolah dari biji kakao.
Cokelat umumnya diberikan sebagai hadiah atau bingkisan di hari raya.
Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat sering digunakan sebagai
ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian. Bahkan sebagai pernyataan
cinta. Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di dunia,
selain sebagai cokelat batangan yang paling umum dikonsumsi, cokelat juga
menjadi bahan minuman hangat dan dingin.
Tanaman kakao menghasilkan biji yang selanjutnya bisa diproses
menjadi bubuk coklat. Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering,
dan jika di usahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan
secara ekonomis. Sebagai salah satu tanaman yang dimanfaatkan bijinya, maka
biji kakao dapat dipergunakan untuk bahan pembuat minuman, campuran gula-
gula dan beberapa jenis makanan lainnya bahkan karena kandungan lemaknya
tinggi biji kakao dapat dibuat mentega kakao, sabun, parfum dan obat-obatan
(Susanto, 1994). Menurut Wahyudi (2008), jenis hasil olahan akhir bubuk
kakao diantaranya adalah bubuk kakao minuman (drinking cocoa), bubuk
kakao biasa digunakan untuk bahan tambahan minum susu dan untuk
pembuatan kue. Kemudian ada pula produk bubuk kakao instan (cocoa
instant), yang menggunakan bahan tambahan pengemulsi, terutama lecitin
antara 1,5-3,0%, sehingga mudah terdispersi di dalam air. Bubuk instant dapat
digunakan sebagai pemberi aroma susu dan kue. Cokelat minuman (drinking
chocolate), yang dibuat dengan cara mendispersikan bubuk kakao ke dalam
sirup gula. Campuran diaduk hingga rata dan dikeringkan dengan spray dryer.
Selain jenis olahan berupa minuman, hasil olahan biji kakao juga dapat
digunakan untuk membuat makanan cokelat. Jenis makanan cokelat yang
paling banyak adalah berupa permen atau manisan cokelat dengan atau tanpa
susu. Jenis-jenis makanan cokelat yang ada di pasaran sangat beragam, tetapi
yang paling terkenal adalah jenis cokelat susu (milk chocolate) dan cokelat
gelap (dark chocolate), dengan atau tanpa tambahan kacang (seperti katang
mete, kacang hazel, dan kacang tanah), atau biskuit.
D. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Acara III Pasca Panen Kakao adalah :
1. Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan
bijinya yang berasal dari tanaman Theobroma cacao.
2. Prinsip pengolahan kakao yaitu dengan memecah buah, menfermentasikan
kakao, pencucian, pengeringan, kemudian dilakukan sortasi untuk
memisahkan mutu biji kakao kering, biji pipih, pecahan kulit, biji
berkecambah, dan benda asing lainnya.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi antara lain kemasakan
buah kakao, serangan penyakit buah kakao, tipe kakao, rasio pulp atau biji,
perbedaan iklim dan musim, penundaan pemecahan buah, jumlah biji kakao,
dan metode fermentasi
DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao Untuk Masyarakat Perkakaoan


Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Press. Jakarta.
Atmawinata, O., Sri Mulato, S. Widyotomo, dan Yusianto. 1998. Teknik Pra
Pengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis untuk Mempersingkat
Waktu Fermentasi dan Menurunkan Keasaman Biji. Jurnal Penelitian
Kopi dan Kakao, Volume 14, Nomor 1.
Chinenye, Ndukwu dan Olukunle. 2010. Cocoa Bean Drying Kinetics. Journal of
Agricultural Research Vol. 7, No. 4, Hal. 53-59.
Davit, John dan Dewa Ayu Sri Yudari. 2013. Pengaruh Cara Pengolahan Kakao
Fermentasi dan Non Fermentasi terhadap Kualitas pada Unit Usaha
Produktif Tunjung Sari Kabupaten Tabanan. Jurnal Agribisnis dan
Agrowisata Vol. 2, No.4, Hal. 191-203.
Hayati, A. 2001. Pengelolaan Pemanenan Kakao (Theobroma cacao L.) di Kebun
Batulawang PT Perkebunan Nusantara VIII, Jawa Barat. Skripsi.
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Heddy, S. 1990. Budidaya Tanaman Cokelat. Angkasa Bandung. Bandung.

Karmawati, Elna dan Zainal Mahmud. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao.
Nitro Profesional: Jakarta.
Kresnowati, Penia dan Mirra Affifah. 2013. Improvement of Cocoa Beans
Fermentation by LAB Starter Addition. Journal of Medical and
Bioengineering Vol. 2, No. 4, Hal. 173-189.
Mulato, S. 2002. Perkembangan Teknologi Pengolahan Kakao di Indonesia.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.
Plange, Bart dan Akowuah. 2012. Compressive Properties of Cocoa Beans
Considering the Effect of Moisture Content Variations. Journal of
Engineering Vol. 2, No. 5, Hal.201-208.
Pudji, Rahardjo. 2011. Menghasilkan Benih dan Bibit Kakao Unggul. Niaga
Swadaya: Jakarta.
Pudjogunarto, Wartoyo Suwadi. 2011. Agronomi Tanaman Kakao. UNS Press.
Surakarta.
Purwaningsih, Dewi dan Ireno Megaputera. 2010. Formulasi Sediaan Ekstrak
Etanol Biji Kakao sebagai Kandidat Natural Antioksidan Melalui
Teknologi Mikroenkapsulasi. Jurnal Farmasi Vol. 1, No. 1, Hal. 30-35.
Rasnasari. 1994. Pengelolaan Kakao (Theobroma cacao L.) di Perkebunan
Rajamandala PTP XII, Jawa Barat dengan Aspek Khusus Panen dan
Pengelolaan Hasil. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Roesmanto, J. 1991. Kakao Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta.
Ruzaidi, A., Abbe Maleiki dan Muskinah. 2008. Hyplogycaemic Properties of
Malaysian Cocoa Polyphenols Rich Extract. Journal of Food Research.
Safitiri, Suci. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao di Lahan
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Jurnal Nasional Ecopedon
Vol. 1, No. 1, Hal. 97-113.
Susanto, F. X. 1994. Budidaya dan Pengolahan Hasil Tanaman Kakao. Kanisius:
Yogyakarta.
Suzannah, Law, Misnawi dan Cloke. 2009. Polyphenols in Cocoa. Journal of
Food and Agroindustry Vol. 2, No. 4, Hal. 44-49.
Towaha, Juniaty, Dian Adi Anggraini dan Rubiyo. 2012. Keragaman Mutu Biji
Kakao dan Produk Turunannya pada Berbagai Tingkat Fermentasi.
Jurnal Pelita PerkebunanVol. 28, No. 3, Hal. 133-140.
Wahyudi, T., T. R. Panggabean, dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao
Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Widyotomo, S., Sri, M., dan Edy, S. 2004. Pemecahan buah dan pemisahan biji
kakao secara manual. Warta PPKKI 20(3): 138-143.
Yusianto, Budi, S., dan Wahyudi, T. 1995. Analisis mutu kakao lindak
(Theobroma cacao L.) pada beberapa perlakuan fermentasi. Pelita
Perkebunan 11(1): 45-55.
Yusianto, Wahyudi, dan Sulistyowati. 2008. Pasca panen kakao 201-136. Dalam
Yusianto, Panggabean, dan Pujiyanto (Eds). Kakao Manajemen
Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. 2008. Jakarta.
Yusianto. 1994. Fermentasi secara sederhana untuk perkebunan rakyat. Warta
PPKKI 18: 11-17.

You might also like