Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Bahan pangan lokal tersebut bisa diman faatkan
sebagai pengganti tepung terigu. Komoditas pangan sumber karbohidrat
di negeri inisangat beragam, baik yang tergolong serealia seperti jagung,
sorgum, serta aneka umbi seperti ubi kayu , ubi jalar, talas,
gadung, iles-iles, kentang. Tepung dibuat dari jenis padi-padian dan
umbi-umbian yang melalui proses beberapa tahap sampai menjadi tepung
kering. Tepung bila dilihat dibawah mikroskop akan terlihat zat tepung
yang terdiri atas butir-butir granula. Tiap tepung mempunyai bentuk
granula yang berbeda. Tepung tidak larut dalam air sehingga tepung akan
mengendap didalam air dan bila dipanaskan sambil diaduk-aduk akan
mengembang dan mengental. Proses ini disebut gelantinisasi
Tepung yang dihasilkan dengan diberi perlakuan pendahuluan
perendaman dalam larutan natrium metabisulfit memiliki warna yang lebih
baik (cerah), hal ini disebabkan karena sulfit dapat menghambat reaksi
pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi
pembentukan senyawa 5 hidroksil metal furfural dari D-glukosa penyebab
warna coklat. Selain perendaman dalam natrium metabisulfit (Na2S2O5),
pemanasan pada suhu tertentu (blanching) dapat menjadi alternatif
perlakuan dalam upaya mengurangi penurunan gizi. Proses ini bertujuan
untuk mempertahankan warna, cita rasa dan vitamin A.Perendaman dalam
natrium metabisulfit mengakibatkan sel-sel jaringan pada bahan menjadi
berlubang sehingga mempercepat proses pengeringan, proses pengeringan
yang cepat tersebut menyebabkan air dalam bahan cepat teruapkan.
.
2. Tujuan
Tujuan praktikum Acara 1 Pengolahan Aneka Tepung Berbahan
Baku Komoditas Lokal adalah :
1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pembuatan tepung
dengan berbagai komoditi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses ekstraksi pati pada singkong, ubi
ungu, beras, dan jagung.
3. Mahasiswa dapat menghitung besarnya randemen pada pembuatan
tepung dan pengekstrakan pati untuk beberapa komoditi.
B. Tinjauan Pustaka
Tepung dibuat dari jenis padi-padian dan umbi-umbian yang melalui
proses beberapa tahap sampai menjadi tepung kering. Tepung bila dilihat
dibawah mikroskop akan terlihat zat tepung yang terdiri atas butir-butir
granula. Tiap tepung mempunyai bentuk granula yang berbeda. Tepung tidak
larut dalam air sehingga tepung akan mengendap didalam air dan bila
dipanaskan sambil diaduk-aduk akan mengembang dan mengental. Proses ini
disebut gelantinisasi (Tarwotjo, 2009).
Pembuatan tepung kasava dilakukan dengan cara menghancurkan
singkong segar dan mengeringkannya sehingga menghasilkan tepung.
Umumnya, tepung kasava mempunyai warna yang lebih putih dan bau yang
lebih harum khas ketela jika dibandingkan tepung gaplek. Tepung ketela
tidak sama juga dengan tepung tapioka. Tepung tapioka dibuat dengan cara
mengestrak ketela segar, mengeringkan, dan menghaluskannya hingga
menjadi tepung pati. Tepung tapioka merupakan bahan baku dalam pembuatan
kerupuk, lem dekstrin, gula cair, biskutit/kue kering, dan biji mutiara
(Soetanto, 2008).
Pada proses pembuatan tepung tapioka dapat dicapai randemen 25%,
artinya setiap 100 kg singkong dapat dihasilkan tepung tapioka sebanyak 25
kg. Beberapa hal yang mempengaruhi pencapaian randemen tersebut adalah
umur singkong kurang dari 9 bulan; mesin/alat parut kurang baik sehingga
hasil parutan kurang halus; proses pemerasan kurang sempurna sehingga tidak
seluruh bagian tepung terekstrasi; dalam proses pemisahan tepung tapioka
dengan airnya, banyak tepung yang terbuang; kualitas bahan baku singkong
kurang baik atau banyak bagian yang rusak dan terbuang dan terlalu lama
menunggu waktu pemarutan sehingga singkong yang sudah dikupas menadi
rusak dan berwarna kecoklatan dengan noda hijau, biru, dan hitam yang dapat
menyebabkan warna tepung tapioka tidak putih. Daya simpan produk tepung
tapioka dipengaruhi kadar air produk dan pengemasan. Pada umumnya,
tepung tapioka hanya dikemas dalam karung goni berlubang-lubang kecil
yang dapat ditembus dengan mudah oleh mikroba, air, debu, dan kotoran,
serta mudah terpengaruh oleh kelembapan udara sekitarnya (Suprapti, 2005).
Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu dari
tanaman pangan paling penting di daerah tropis. Produksi singkong konsumsi
telah diperkirakan 65% dari fermentasi singkong produk makanan (lafun,
fufu, tapioka, pupuru dan gari) sedangkan 25% adalah untuk keperluan
industri - sebagian besar sebagai pati dan 6% pakan ternak sedangkan 10%
hilang sebagai limbah. Fungsional dan sensorik sifat amala terbuat dari air ubi
tepung elubo bisa ditingkatkan jika bagian dari yam tepung elubo air diganti
dengan singkong tepung lafun sebagai warna putih lafun dapat mengurangi
warna coklat gelap tepung ubi air dan yang tempel. Demikian juga semakin
tinggi viskositas menyisipkan lafun juga bisa memperbaiki tekstur air yam
amala. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi kualitas atribut (pH, kadar HCN dan sifat fungsional) air tepung
ubi-ubi kayu elubo dan evaluasi sensorik dari amala, dengan demikian,
mengetahui yang terbaik tepung proporsi air yam untuk singkong yang akan
menguntungkan dibandingkan baik dengan ubi tepung elubo (Barbajide,
2012).
Pemotongan tpis
Tepung halus
b. Pengolahan pati singkong
Pemarutan singkong
Tepung halus
b. Pembuatan tepung beras/beras ketan
Tepung halus
c. Pembuatan tepung jagung
Tepung halus
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1 Hasil Rendemen Tepung Umbi- umbian
No Jenis kel Berat Berat Rendemen Rata-rata
Tepung awal (gr) akhir (gr) (%) rendemen
1. Ubi ungu 1 500 212,7 42,54 25,53
4 1000 268,6 26,86
5 1000 315,8 31,58
7 1000 253,6 25,36
9 1000 33,1 3,31
2 Pati 2 1000 77,7 7,77 7,954
singkong
3 1000 78598 7,8598
Pati
singkong 6 1000 69,380 6,93
8 1000 80,616 8,061
10 1000 91,579 9,15
3. Beras 2 1000 392,7 39,27 114,616
3 1000 4100 410
5 1000 382,7 38,27
10 1000 442,7 44,27
9 1000 482,7 48,27
4 Jagung 1 1000 632,7 63,27 56,108
4 1000 392,7 39,27
6 1000 560 56
8 1000 700 70
10 1000 520 52
Sumber : Laporan sementara
Menurut Tamam dkk (2010), salah satu upaya diversifikasi untuk
meningkatkan gizi dan perbaikan mutu sensoris produk ubi jalar dan talas
adalah mengolahnya menjadi tepung termodifikasi (modified flour). Tepung
termodifikasi adalah olahan-olahan umbi-umbian yang dilakukan dengan
memfermentasikan umbi dengan enzim amilase. Keuntungan tepung
termodifikasi ini adalah daya cerna tinggi, serat larut (soluble fiber) lebih
tinggi, senyawa oligosakarida lebih rendah, tidak mengandung gluten dan
karakteristiknya yang menyerupai tepung terigu sehingga bisa digunakan untuk
mensubstitusi tepung terigu dalam produk makanan. Bagi penderita autis yang
harus menghindari penggunaan terigu, cukup baik memanfaatkan tepung
termodifikasi ini karena tepung tersebut tidak mengandung gluten.
Menurut Hidayat dkk (2009), pengembangan teknologi pengolahan tepung ubi
kayu secara fermentasi antara lain, dalam bentuk tepung mocaf/mocal
(modified cassava flour). Tepung mocal diproses menggunakan prinsip
memodifikasi sel singkong secara fermentasi menggunakan bakteri asam laktat
(bal). Perbaikan karakteristik tepung terjadi akibat adanya proses liberasi pati
dan hidrolisis pati. Tepung mocal yang dihasilkan dapat digunakan untuk
membuat aneka produk pangan, antara lain kue lapis maupun produk bihun.
Pati merupakan komponen terbesar pada tepung ubi kayu sehingga upaya
perbaikan karakteristik tepung dapat dilakukan melalui perbaikan karakteristik
patinya.
Menurut Haryadi (2011), modifikasi pembuatan tepung kasava dapat
dilakukan secara fisik, biologis maupun kimiawi, ataupun gabungan dari
aspek-aspek tersebut. Perendaman merupakan perlakuan fisik untuk
mengawetkan sementara kasava kupas, tetapi sekaligus mengurangi kandungan
senyawa sianogenik yang bersifat racun. Perendaman yang lama berakibat
pelarutan senyawa pembawa sifat rasa dan bau khas kasava. Perendaman yang
lama juga dapat dianggap perlakuan biologis, karena beragam bakteri tumbuh
menghasilkan asam dan enzim yang melunakkan jaringan. Pelunakan jaringan
berakibat kasava mudah ditepungkan dengan hasil yang lebih lembut. Terdapat
tiga teknologi modifkasi tepung yaitu (a) Cara modifikasi fisik pada pembuatan
tepung kasava sudah dilakukan dengan tahap-tahap proses meliputi pengupasan
kasava, pencucian, perajangan/pencacahan/penyawutan, pengempaan untuk
mengurangi kadar air, pengeringan, penggilingan dan pengemasan. (b)
Modifikasi pembuatan tepung kasava secara biologis telah dikembangkan di
Indonesia. Tepung kasava bimo atau Biologically Modified Casava Flour
(BIMO-CF) dibuat melalui tahap-tahap persiapan bahan baku kasava,
pengupasan, penyawutan, fermentasi dengan menggunakan Starter BIMOCF,
pengempaan, pengeringan, penepungan dan pengemasan. Stater BIMO-CF
merupakan bibit berupa bubuk yang ditujukan untuk perbaikan mutu tepung
kasava yang dibuat dengan meliputi fermentasi. (c) Cara modifikasi tepung
secara kimiawi mungkin dapat dilakukan untuk mendapat sifat tepung kasava
yang lebih putih, dan dapat disubstitusikan pada produk bakeri yang
dikehendaki pengembangan besar.
Menurut Koswara (2009), tepung tapioka berbentuk butiran pati yang
banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Adapun urutan pengerjaan proses
pembuatannya adalah sebagai berikut: (1) Pengupasan dan pencucian.
Singkong terlebih dahulu dikupas kulitnya. Setelah singkong dikupas
kemudian dicuci untuk menghilangkan lendir di bawah kulit. (2) Pemarutan
Selesai pencucian, singkong dimasukkan dalam mesin pemarut untuk diparut
menjadi bubur. Mesin parut terus menerus dicuci dengan air. (3) Pemerasan
dan penyaringan Pemerasan dan penyaringan dilakukan dengan mesin
(saringan getar). (4) Pengendapan Pengendapan dimaksudkan untuk
memisahkan pati murni dari bagian lain seperti ampas dan unsur-unsur lainnya.
Pada pengendapan ini akan terdapat butiran pati termasuk protein, lemak, dan
komponen lain yang stabil dan kompleks. (5) Pengeringan Pengeringan disini
dimaksudkan untuk menguapkan kandungan air sehingga diperoleh tepung
tapioka yang kering. Untuk itu endapan pati harus segera dikeringkan.
Pengeringan bisa menggunakan sinar matahari, atau pengeringan buatan.
Pengeringan buatan yang sering digunakan adalah batch drier, oven drier,
cabinet drier, dan drum drier.
Menurut Prabasini dkk (2013), proses pengupasan berpotensi
mengubah warna daging singkong menjadi coklat atau kehitaman (reaksi
pencoklatan). Untuk menghindari reaksi pencoklatan, buah yang sudah dikupas
sesegera mungkin diberi perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan yang
diberikan dapat berupa perendaman dalam natrium metabisulfit (Na2S2O5).
Menurut Slamet (2010), tepung yang dihasilkan dengan diberi perlakuan
pendahuluan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit memiliki warna
yang lebih baik (cerah), hal ini disebabkan karena sulfit dapat menghambat
reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi
pembentukan senyawa 5 hidroksil metal furfural dari D-glukosa penyebab
warna coklat. Selain perendaman dalam natrium metabisulfit (Na2S2O5),
pemanasan pada suhu tertentu (blanching) dapat menjadi alternatif perlakuan
dalam upaya mengurangi penurunan gizi. Proses ini bertujuan untuk
mempertahankan warna, cita rasa dan vitamin A. Perendaman dalam larutan
natrium metabisulfit (Na2S2O5) dapat mencegah reaksi pencoklatan non
enzimatis karena gugus sulfit pada natrium metabisulfit berikatan dengan
gugus karbonil pada gula tepung singkong yang mencegah pembentukan
senyawa melanoidin penyebab warna coklat sehingga warna yang lebih baik
meliputi kecerahan dan tingkat kekuningann lebih tinggi.
Pada pembuatan tepung termodifikasi dilakukan perendaman dengan
larutan NaOH berfungsi mengikat kadar air dalam bahan, menimbulkan
suasana alkali pada perendaman beras sehingga bersifat higroskopis karena
terjadinya dispersi protein beras menjadi besar sehingga akan melonggarkan
ikatan antara pati dan protein yang menyebabkan meningkatkan kapasitas
mengikakat atau menyerap air. Sedangkan pada pada pembuatan tepung jagung
dilakukan perendaman menggunakan larutan NaOH 3% dapat meningkatkan
suhu, mengikat air dalam bahan dan waktu gelatinisasi maksimum
(Robert, 1992).
Menurut Liu et al (2009) dalam Wulandari dkk (2013), rendemen
adalah persentase bahan baku utama yang menjadi produk akhir. Persentase
rendemen gelatin dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
(%) = 100%
Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara berat akhir tepung
tapioka yang dihasilkan dengan berat awal dari singkong. Perhitungan
rendemen dilakukan untuk mengetahui persentase tepung pati singkong yang
dihasilkan, semakin besar persentase rendemen yang diperoleh maka
menunjukkan semakin efektif dan efisien perlakuan yang digunakan.
Dari hasil praktikum diperoleh hasil pada kelompok 1 dan 4 bahan yang
digunakan ubi ungu randemen yang dihasilkan 42,54% dan 26,86% dan rata-
rata rendemen sebesar 34,7, menurut Naibaho (2009) randemen ubi ungu
41,47% tidak sesuai dengan teori yang ada. kemudian pada kelompok 2 dan 3
bahan yang digunakan singkong randemen yang dihasilkan 7,77% dan
7,8598% dan rata-rata rendemen sebesar 7,815%. menurut Suprapti (2005)
proses pembuatan tepung tapioka dapat dicapai randemen 25%, artinya setiap
100 kg singkong dapat dihasilkan tepung tapioka sebanyak 25 kg hasil
praktikum menggunakan 1000 gram hasil yang didapatkan pada praktikum
sudah sesuai dengan teori. Pada kelompok 5 dan 6 bahan yang digunakan beras
randemen yang dihasilkan 39,27% dan 12,4% menurut Lumba (2012)
randemen tepung beras sebesar 53,52% tidak sesuai dengan teori yang ada.
Pada kelompok 7 dan 8 bahan yang digunakan jagung randemen yang
dihasilkan 632,7% dan 392,7 dan rata-rata rendemen sebesar 51,27 menurut
Merdianti (2008) randemen tepung jagung sebesar 24,80% sehingga dapat
diketahui hasil praktikum randemen tepung jagung tidak sesuai dengan teori,
karna rendemen yang didapatkan melebihi rendemen pada teori. Menurut
Suprapti (2005), beberapa hal yang mempengaruhi pencapaian randemen
tersebut adalah mesin/alat parut kurang baik sehingga hasil parutan kurang
halus; proses pemerasan kurang sempurna sehingga tidak seluruh bagian
tepung terekstrasi; dalam proses pemisahan tepung dengan airnya, banyak
tepung yang terbuang; kualitas bahan baku kurang baik atau banyak bagian
yang rusak dan terbuang dan terlalu lama menunggu waktu pemarutan.
Menurut Iriyanti (2012), ubi ungu mempunyai potensi sebagai bahan
baku tepung mengingat kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi. Tepung
umbi-umbian dapat digunakan sebagai bahan baku, baik dalam bentuk tepung
dan tepung campuran.. Selain itu dapat memperluas penggunaanya menjadi
berbagai bentuk olahan Ubi ungu banyak mengandung berbagai zat yang
berguna bagi kesehatan, dan sekarang ini tepung ubi jalar ungu juga bisa di
dapat dari produsen. Disamping itu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
kurang memanfaatkan tepung ubi ungu menjadi produk yang bernilai
ekonomis. Tepung ubi ungu dapat dimanfaatkan sebagai subtitutor tepung
terigu dalam pengolahan produk bakery.
E. Kesimpulan
Kesimpulan Dari Acara I Pengolahan Aneka Tepung Berbahan Baku
Komoditas Lokal adalah
1. Tepung termodifikasi adalah olahan-olahan umbi-umbian yang dilakukan
dengan memfermentasikan umbi dengan enzim amilase.
2. Larutan Na2S2O5 (Natrium metasulfat) agar memiliki warna yang baik,
karena sulfat dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim
fenolase dan dapet memblokir reaksi pembentukan senyawa hidroksil
metal furfural dari D-glukosa yang menyebabkan warna coklat.
3. Pada pembuatan tepung beras dilakukan perendaman dengan larutan
NaOH berfungsi mengikat kadar air dalam bahan, menimbulkan suasana
alkali pada perendaman beras sehingga bersifat higroskopis karena
terjadinya dispersi protein beras menjadi besar sehingga akan
melonggarkan ikatan antara pati dan protein yang menyebabkan
meningkatkan kapasitas mengikakat atau menyerap air
4. Endapan supernatan yang terbentuk terjadi dari hasil sentrifugasi yang
memiliki bobot jenis yang lebih rendah.
5. Beberapa hal yang mempengaruhi pencapaian randemen tersebut adalah
mesin/alat parut kurang baik, sehingga varietas bahan yang digunakan, dan
efektifitas proses pengolahan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
Disusun oleh:
Kelompok 2
1. Ammar F (H3113010)
2. Ani Ulfa (H3113014)
3. Atin Jili P (H3113022)
4. Fakhrudin (H3113040)
5. Muh Afif Z (H3113065)
6. Moch. Lutfi (H3113062)
7. Rastri F (H3113077)
8. Septi S (H3113084)
9. Utfa Syahrifatul I (H3113092)
FAKULTAS PERTANIAN
2015
LAMPIRAN PERHITUNGAN
KELOMPOK 2
Pati Singkong
Dik: berat awal: 1 kg= 1000 gram
Berat akhir = 77,7 gr
Dit: Rendemen.. ?
Jawab : Rendemen pati singkong = x 100%
77,7
= 1000 x 100%
=7,77 %
Beras
Dik: berat awal: 1 kg= 1000 gram
Berat akhir = 392,7 gr
Dit: Rendemen.. ?
Jawab : Rendemen pati singkong = x 100%
392,7
= x 100%
1000
= 39, 27 %