You are on page 1of 25

ACARA II

LIPIDA DAN LIPASE

A. Tujuan
Tujuan Praktikum Acara II Lipida dan Lipase adalah:
1. Mengetahui pengaruh perlakuan suhu dingin terhadap kenampakkan
beberapa jenis minyak/lemak.
2. Mengetahui kualitas minyak dengan uji ketengikan menggunakan
metode Kreiss.
3. Mengetahui kualitas minyak dengan uji Angka Asam.
4. Mengetahui adanya aktivitas enzim Lipase dari Kacang Tanah.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Minyak makan adalah minyak yang dikonsumsi secara langsung.
Sebagai bahan baku utama minyak makan, minyak kelapa sawit
memiliki banyak keunggulan dibanding dengan bahan baku lainnya.
Keunggulan utama minyak kelapa sawit adalah kandungan
mikronutriennya yang tinggi terutama -karoten. Tingginya kandungan
-karoten menyebabkan minyak kelapa sawit berwarna merah sehingga
sering disebut minyak kelapa sawit merah atau disebut dengan red palm
oil (RPO) (Ayustaningwarno, 2012).
Minyak wijen atau disebut juga sesame oil (SO) merupakan
minyak yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Minyak
wijen juga mengandung sesamin yang merupakan salah satu lignin yang
paling banyak dikandung oleh biji wijen. Diet sesamin dapat
menurunkan absorbsi kolesterol limfatik dan peningkatan ekskresi
steroid netral. Adanya banyak asam lemak tidak jenuh dalam minyak
wijen mampu untuk menurunkan tingkat kolesterol serum oleh oksidasi
dari induksi di dalam mitokondria. Proses ini menghasilkan produk
sekunder dalam bentuk radikal bebas. Selanjutnya, -tokoferol
diketahui merupakan bahan yang mampu menghalangi aktivitas dari
radikal bebas. Kombinasi minyak wijen dengan -tokoferol mempunyai
pengaruh yang lebih besar dalam menurunkan kadar kolesterol serum
dibandingkan dengan minyak wijen sendiri (Fatmawati, 2006).
Biji wijen dan minyaknya telah lama dikategorikan sebagai
makanan kesehatan tradisional di India dan negara-negara Asia Timur
lainnya. Minyak wijen telah ditemukan mengandung jumlah yang
cukup dari lignan wijen: sesamin, episesamin, dan sesamolin. Minyak
wijen juga mengandung vitamin E (40 mg / 100 g minyak), 43 persen
asam lemak tak jenuh ganda, dan 40 asam lemak tak jenuh tunggal
persen. Lignan hadir dalam minyak wijen yang dianggap bertanggung
jawab untuk banyak kimia yang unik dan sifat fisiologis, termasuk
antioksidan dan sifat antihipertensi. Efek dari minyak wijen (kaya
lignan antioksidan, vitamin E, dan asam lemak tak jenuh) pada pasien
hipertensi pengobatan yang baik dengan hydrochlorothiazide atau
atenolol sebagai terapi antihipertensi (Sankar et.al., 2006).
Minyak zaitun murni mengandung asam lemak tak jenuh rantai
tunggal dalam jumlah besar, terutama dalam bentuk asam oleat yang
memiliki kemampuan ntuk mempu menaikkan kolesterol HDL dan
menurunkan kolesterol LDL. Asam oleat mempunyai resiko lebih
rendah teroksidasi daripada asam linoleat dan asam linolenat yang
termasuk asam lemah tak jenuh ganda. Minyak zaitun juga mengandung
polifenol yang efeknya baik bagi kesehatan jantung. Minyak zaitun
murni berasal dari zaitun yang pertama kali diproses mengandung
sejumlah polifenol dengan kadar tinggi bila dibandingkan dengan
minyak zaitun yang telah beberapa kali diproses (refined olive oil).
Polifenol berfungsi sebagai antioksidan yang dapat menjaga elastisitas
dinding pembuluh darah (Aditya, 2010).
Minyak jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng yang telah
digunakan berulang kali. Minyak goreng yang telah digunakan
berulang-ulang akan mengalami penurunan kualitas yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi gelap, aroma menjadi kurang enak,
kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksida yang tinggi. Selain itu
juga akan terjadi penurunan nilai gizi dari bahan yang digoreng. Hal ini
dikarenakan saat dipanaskan pada suhu tinggi disertai kontak dengan
udara akan menyebabkan minyak mengalami perubahan kimia seperti
proses hidrolisis, oksidasi, polimerisasi, dan reaksi pencoklatan. Proses
oksidasi dan polimerisasi dapat merusak sebagian vitamin dan asam
lemak esensial yang terdapat dalam minyak sehingga dapat
mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit,
seperti diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, dan kanker
(Rahayu dan Purnavita, 2014).
Lemak sapi merupakan lemak hewani. Kadar lemak pada lemak
sapi terhitung cukup rendah apabila dibandingkan dengan kadar lemak
pada hewan lain seperti pada ayam dan babi. Lemak sapi hanyak
memiliki kadar lemak sekitar 4,5%, jauh di bawah ayam sebesar 10,9%
dan babi 8,2%. Karena kadar lemaknya yang jauh lebih rendah,
menyebabkan lemak sapi memiliki titik leleh yang lebih tinggi
dibandingkan lemak ayam dan babi, yaitu sebesar 43,5oC. Perbedaan
titik leleh ini disebabkan oleh komposisi asam lemak yang berbeda dari
lemak sapi, ayam, dan babi. Banyaknya asam lemak jenuh dan asam
lemak berantai panjang akan memberikan kontribusi yang nyata bagi
peningkatan titik leleh lemak secara keseluruhan
(Hermanto dkk., 2007).
Lemak sapi merupakan salah satu jenis lemak yang terdapat
dalam jaringan lemak ternak yaitu sapi. Lemak jenis ini disebut dengan
gajih atau lard (Winarno, 2004). Minyak kelapa sawit mengandung
asam lemak jenuh dengan jumlah atom C6, C8, C12, C14, C16, dan C18,
dengan asam lemak tidak jenuhnya adalah C18:1 dan C18:2. Minyak zaitun
tersusun atas asam lemak jenuh dengan jumlah atom C16 dan C18 dengan
asam lemak tidak jenuhnya adalah C18:1 dan C18:2. Lemak sapi tersusun
atas asam lemak jenuh dengan jumlah atom C14, C16, dan C18, dengan
asam lemak tidak jenuhnya C16, C18:1, dan C18:2. Kemudian minyak
wijen tersusun atas asam lemak jenuh dengan jumlah atom C16 dan C18,
dengan asam lemak tidak jenuhnya adalah C18:1 dan C18:2
(Buckle et al., 2010).
Secara umum enzim merupakan biokatalisator dalam aplikasi
bioteknologi, contohnya adalah enzim lipase. Enzim lipase adalah
enzim yang umumnya digunakan sebagai katalisator dalam proses
hidrolisis asam lemak ester dalam cairan encer. Lipase, yang
mengkatalis hidrolisis di dalam air dapat dibalikkan dengan mudah di
dalam media non-air atau media dengan sangat sedikit kandungan air,
di dalam sintesis ester atau reaksi esterifikasi (Bastida et al., 2009).
Konsentrasi NaCl yang meningkat akan menurunkan aktivitas
lipase karena NaCl adalah inhibitor lipase (Liman et al., 2010). Adanya
garam mempengaruhi aktivitas enzim seperti garam NaCl sampai
konsentrasi 7,0 M mempengaruhi lipase yang menunjukkan aktivitas
yang maksimal dan setelah itu aktivitas akan menurun. Seiring dengan
bertambahnya suhu, aktivitas enzim terus meningkat hingga akhirnya
menurun pada suhu 50oC. Karena struktur protein menentukan aktivitas
enzim, maka jika struktur itu terganggu, aktivitas enzim akan berubah.
Proses denaturasi berlaku untuk protein-protein enzim, dan bahan yang
mendenaturasi adalah sama (Pratiwi, 2013).
Indikator PP berfungsi sebagai indikator asam-basa yang dapat
berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Dalam suatu titrasi,
jika asam maupun basanya merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik
ekivalen akan mempunyai pH 7. Tetapi bila asam maupun basanya
merupakan elektrolit lemah, garam yang terjadi akan mengalami
hidrolisis dan titik ekivalen larutan pHnya > 7 (bereaksi basa) atau
pHnya < 7 (bereaksi asam). Titik akhir titrasi asam basa dapat
ditentukan dengan indikator asam basa. Apabila pH yang terjadi pada
titik akhir titrasi kita bandingkan dengan pH titrasi asam basa pada
umumnya, akan terlihat bahwa pada titrasi NaOH oleh HCl
menggunakan indikator fenolftalein sangat tepat karena pada kondisi ini
merupakan daerah curam yang perubahan warnanya terjadi secara
mendadak (Harjanti, 2008).
2. Tinjauan Teori
Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan
bau dan avor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Lama
pemanasan minyak dapat mengakibatkan perubahan nilai angka
peroksidanya, sehingga akan mempengaruhi kualitas pada bahan yang
digoreng. Semakin lama pemanasan minyak, maka semakin besar
angka peroksidanya. Disamping itu ketersediaan oksigen dalam
kemasan ditengarai juga akan mempengaruhi terjadinya proses
ketengikan (Maharani dkk., 2012).
Ketengikan minyak dapat diuji salah satunya dengan uji Kreiss.
Prinsip kerjanya adalah reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida
dengan phloroglucinol, sehingga terbentuk warna merah jambu (pink).
Ephydrin-aldehida merupakan hasil dekomposisi peroksida. Peroksida
tersebut terbentuk karena oksidasi asam lemak tidak jenuh dalam
minyak (Ketaren, 1986). Penambahan phloroglucinol pada uji Kreiss
berfungsi agar bereaksi dengan lemak teroksidasi dalam larutan asam
dan berubah warna menjadi merah jambu (Baez et al., 2012).
Minyak dengan asam lemak yang banyak menganduk ikatan
rangkap dapat teroksidasi secara spontan oleh udara pada suhu ruang.
Oksidasi spontan ini secara langsung akan menurunkan tingkat
kejenuhan minyak, menyebabkan minyak menjadi tengik dan terasa
tidak enak. Proses terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat
apabila terdapat logam tertentu seperti tembaga, seng, timah dan timbal
dan apabila mendapat panas atau cahaya penerangan
(Edwar dkk., 2011).
Lemak dan minyak mempunyai struktur kimia umum yang sama.
Dalam penggunaan secara umum, kata lemak (fat) dipakai untuk
menyebut trigliserida yang padat pada suhu udara biasa, sedangkan kata
minyak (oil) dipakai untuk menyebut senyawa yang cair pada suhu
tersebut. Perbedaan antara lemak dan minyak disebabkan karena
terdapatnya asam-asam lemak yang berbeda. Lemak mengandung
sejumlah besar asam-asam lemak jenuh yang terdistribusi di antara
trigliserida-trigliserida sedangkan minyak mempunyai sejumlah besar
asam lemak tidak jenuh. Adanya asam-asam lemak tidak jenuh akan
menyebabkan lebih rendahnya titik lincir (slip point) yaitu suhu untuk
lemak atau minyak mulai mencair. Lemak yang diperoleh dari hewan
disebut lemak hewani, dan yang berasal dari tumbuhan disebut lemak
nabati (Gaman et al., 1981).
Penataan ulang lemak dapat mempengaruhi kinerja karbohidrat.
Hal ini berarti karbohidrat dapat menjadi tidak berfungsi. Karbohidrat
yang sering mengalami keadaan seperti ini adalah glukosa. Glukosa
yang tidak berfungsi adalah glukosa homoeostatis (Serino et al., 2011).
Angka asam atau disebut acid value adalah ukuran dari jumlah
asam lemak bebas. Dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak
atau campuran asam lemak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah
milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak
bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
Angka asam pada lemak dan minyak dapat diartikan sebagai
angka yang menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang
mempengaruhi kualitas dari lemak dan minyak itu sendiri.
Pembentukan asam lemak bebas diakibatkan oleh proses hidrolisis.
Pada proses penggorengan dihasilkan uap air yang dapat menyebabkan
terjadinya hidrolisis terhadap trigliserida, menghasilkan asam lemak
bebas, digliserida, monogliserida, dan gliserol yang diindikasikan dari
angka asam. Tingginya angka asam suatu minyak menunjukkan
buruknya kualitas dari minyak tersebut. Maka untuk melakukan
perbaikan diperlukan penurunan angka asam dengan mengurangi
kandungan asam lemak bebas (Mardina dkk., 2010).
Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas
unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) yang
mempunyai sifat dapat larut dalam zat-zat pelarut tertentu (zat pelarut
lemak), seperti petroleum benzene dan eter. Lemak yang mempunyai
titik lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang
mempunyai titik lebur rendah bersifat cair. Lemak yang padat pada suhu
kamar disebuh lemak atau gajih, sedangkan yang cair pada suhu kamar
disebut minyak (Sediaoetama, 2000).
Lemak dan asam lemaknya dapat ditemukan salah satunya pada
rerumputan dan tanaman hijau. Komposisi asam lemak dan kandungan
lemak pada tanaman yang demikian ditentukan oleh musim tumbuhnya.
Pada musim dingin, semi, panas, dan gugur akan berbeda-beda
(Mir, 2006).
Selama pemrosesan makanan dan bahan, kumpulan asam lemak
dapat teroksidasi. Kolesterol dapat teroksidasi dengan cara yang sama
seperti asam lemak. Akan tetapi lemak radikal terbentuk selama
pemrosesan dan bahan dari makanan akan mempercepat oksidasi
kolesterol dan membentuk produk oksidasi kolesterol (Du et al., 2001).
Asam lemak jenuh berbeda dengan asam lemak tidak jenuh.
Perbedaan tersebut salah satunya terletak pada ikatan rangkap dimana
asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap pada rantai karbonnya.
Sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap pada rantai
karbonnya (Tuminah, 2009). Pada asam lemak jenuh, ujung rantai
hidrokarbon berkonformasi tidak terbatas karena tiap ikatan tulang
karbonnya dapat dengan bebas berotasi, sedangkan asam lemak tidak
jenuh berotasi kaku karena adanya rantai ikatan rangkap. Pada asam
lemak jenuh terlihat bahwa senyawanya berbentuk rantai lurus yang
dapat mengisi ruangan yang sempit, sedangkan pada asam lemak jenuh
terlihat bahwa senyawa membengkok sehingga rantainya lebih pendek.
Jadi asam lemak jenuh cenderung berwujud padat jika dilihat secara
kasat mata, sedangkan asam lemak tidak jenuh cenderung berwujud cair
(Girindra, 1986).
C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas beker 500 ml
b. Tabung reaksi
c. Rak tabung reaksi
d. Pipet ukur
e. Timbangan
f. Erlenmeyer 250 ml
g. Pendingin Balik
h. Pipet tetes
i. Alat Sentrifugasi
j. Waterbath
k. Stopwatch
l. Buret Titrasi
2. Bahan
a. Minyak ikan
b. Minyak kelapa sawit
c. Minyak wijen
d. Minyak zaitun
e. Lemak sapi
f. Minyak jelantah
g. Minyak baru
h. Air dingin
i. HCl
j. Phloroglucinol 1%
k. Alkohol 96%
l. Indikator phenolfthalein
m.NaOH 0,1 N
n. Kacang tanah NaCl 0,1 M
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Suhu Dingin terhadap Kenampakan Beberapa Jenis
Minyak

Pengisian 8 tabung dengan 5 ml minyak kelapa sawit, lemak


sapi, minyak wijen, dan minyak zaitun.

Pengamatan warna, bau, dan kenampakan pada setiap sampel


minyak.

Peletakkan setiap tabung reaksi ke dalam gelas beaker 500 ml


yang berisi air dingin dengan suhu < 10oC.

Pengamatan perubahan warna, bau dan kenampakan pada


setiap sampel minyak.
b. Pengujian Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss Test
Penggojogan homogen 1 ml minyak baru, 1 ml minyak
jelantah, 1 ml minyak baru + 1 ml aquades, 1 ml minyak
jelantah + 1 ml aquades.

Penambahan 1 ml phloroglucinol 1% dan dibiarkan selama 10


menit.

Pensentrifusan 1,5 menit pada rotasi 2000 rpm.

Pengamatan lapisan warna pink yang terjadi bila minyak telah


tengik.

c. Pengujian Angka Asam Minyak

Penimbangan 5 gram minyak baru/bekas dan pemasukkan ke


dalam Erlenmeyer 250 ml.

Penambahan 50 ml alkohol 96% dan pendidihan selama 10


menit dengan pemanas yang dilengkapi dengan pendingin
balik.

Penambahan 5 tetes Phenolphtalein dan dititrasi dengan


larutan standar NaOH 0,1 N sampai tepat warna merah jambu.

Penghitungan angka asam yang didapat dan pembandingan


angka asam minyak baru dengan minyak jelantah.
d. Uji Aktivitas Lipase Kacang Tanah
i. Penyiapan Enzim Lipase

Penghancuran 10 gram kacang tanah dan penambahan 100 ml


NaCl 0,1 M.

Pembiaran selama 30 menit.

Penyaringan dan pendapatan filtrat (enzim kasar).

ii. Uji Aktivitas Enzim

Penambahan 8 ml substrat dalam Erlenmeyer 100 ml, dan


penyeimbangan suhunya dalam waterbath 30oC.

Penambahan 2 ml larutan enzim.

Penginkubasian pada suhu 30oC selama 10 menit.

Penambahan 40 ml alkohol.

Penambahan 5 tetes PP dan penitrasian dengan NaOH 0,01 N


hingga tepat merah jambu.

Pencatatan ml NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi.


D. Pembahasan
Tabel 2.1 Pengaruh Suhu Dingin terhadap Kenampakan Beberapa Jenis
Minyak
Suhu Ambien Suhu Dingin
Kel Sampel
Warna Bau Wujud Warna Bau Wujud
Minyak Cair
1 Kuning Tidak Kuning Tidak
kelapa Cair lebih
jernih berbau bening bau
sawit kental
2 Lemak Kuning
Amis Kental Krem Amis Padat
sapi keruh
Bau
3 Minyak Coklat Bau Coklat wijen
Kental Cair
wijen jernih wijen jernih berku-
rang
4 Minyak Coklat Coklat Lebih
Amis Cair Amis
zaitun tua tua kental
Lemak Kuning
5 Amis Kental Krem Amis Padat
sapi keruh
Minyak Cair
5 Kuning Tidak Kuning Tidak
kelapa Cair lebih
jernih berbau bening bau
sawit kental
Bau
6 Minyak Coklat Bau Coklat wijen
Kental Cair
wijen jernih wijen jernih berku-
rang
Minyak Cair
11 Kuning Tidak Kuning Tidak
kelapa Cair lebih
jernih berbau bening bau
sawit kental
Bau
13 Minyak Coklat Bau Coklat wijen
Kental Cair
wijen jernih wijen jernih berku-
rang
14 Minyak Coklat Coklat Lebih
Amis Cair Amis
zaitun tua tua kental
Minyak Kuning Tidak Cair Kurang Tidak Agak
15
zaitun jernih berbau jernih berbau kental
Minyak Coklat Bau Kental Coklat Bau Cair
wijen jernih wijen jernih wijen
16
berku-
rang
Minyak Kuning Tidak Cair Kuning Tidak Cair
17 kelapa jernih berbau bening bau lebih
sawit kental
Sumber: Laporan Sementara
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan digunakan 4 sampel
minyak, yaitu minyak kelapa sawit, minyak zaitun, lemak sapi, dan
minyak wijen. Menurut Buckle (2010), minyak kelapa sawit mengandung
asam lemak jenuh dengan jumlah atom C6, C8, C12, C14, C16, dan C18,
dengan asam lemak tidak jenuhnya adalah C18:1 dan C18:2. Minyak zaitun
tersusun atas asam lemak jenuh dengan jumlah atom C16 dan C18 dengan
asam lemak tidak jenuhnya adalah C18:1 dan C18:2. Lemak sapi tersusun
atas asam lemak jenuh dengan jumlah atom C14, C16, dan C18, dengan asam
lemak tidak jenuhnya C16, C18:1, dan C18:2. Kemudian minyak wijen
tersusun atas asam lemak jenuh dengan jumlah atom C16 dan C18, dengan
asam lemak tidak jenuhnya adalah C18:1 dan C18:2.
Dalam Winarno (2004), asam lemak dengan jumlah atom C genap
mempunyai nama umum sebagai berikut:
C4 : asam lemak butirat (asam butanoat)
C6 : asam lemak kaproat (asam heksanoat)
C8 : asam lemak kaprilat (asam oktanoat)
C10 : asam lemak kaprat (asam dekanoat)
C12 : asam lemak laurat (asam dodekanoat)
C14 : asam lemak miristat (asam tetradekanoat)
C16 : asam lemak palmitat ( asam heksadekanoat)
C18 : asam lemak stearat
C16 : asam palmitoleinat (asam 9-heksadekanoat)
C18:1 : asam oleat (asam 9-oktadekanoat)
C18:2 : asam linoleat (asam 9,12-oktadekadienoat)
C18:3 : asam linolenat (asam 9, 12, 15-oktadekatrienoat)
C18:4 : asam arakidonat (asam 5, 8, 11, 14-eiokosatetraenoat)
Dari uraian tersebut di atas, maka minyak kelapa sawit
mengandung asam lemak jenuh berupa asam lemak kaproat, kaprilat,
laurat, miristat, palmitat, dan stearat dengan asam lemak tidak jenuhnya
asam oleat dan linoleat. Minyak zaitun mengandung asam lemak jenuh
berupa asam lemak palmitat dan stearate dengan asam lemak tidak
jenuhnya asam oleat dan linoleat. Kemudian pada lemak sapi terkandung
asam lemak jenuh berupa asam lemak miristat, palmitat, dan stearat,
dengan asam lemak tidak jenuhnya asam palmitoleinat, oleat, dan linoleat.
Dan yang terakhir pada minyak wijen terkandung asam lemak yang sama
dengan minyak zaitun yaitu asam lemak jenuh berupa asam lemak
palmitat dan stearat, dengan asam lemak tidak jenuhnya asam oleat dan
linoleat.
Pada dasarnya ada dua tipe asam lemak, yaitu asam lemak jenuh
dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap pada atom karbon. Sedangkan asam lemak
tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai satu atau lebih ikatan
rangkap pada rantai atom karbon (Sartika, 2008). Asam lemak jenuh rantai
hidrokarbonnya dijenuhi dengan hidrogen sedangkan asam lemak tidak
jenuh rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen dan karena itu
mempunyai satu ikatan rangkap atau lebih (Gaman et al., 1981). Pada
asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam bentuk trans, dan pada asam
lemak tidak jenuh terdapat dalam bentuk cis walaupun ada beberapa asam
lemak tidak jenuh yang juga berbentuk trans (Winarno, 2004). Asam
lemak jenuh cenderung tidak peka terhadap oksidasi dan pembentukan
radikal bebas seperti halnya pada asam lemak tidak jenuh. Namun asam
lemak jenuh memiliki efek dominan meningkatkan kadar kolesterol total
dan kolesterol LDL (K-LDL). Kemudian pada asam lemak tidak jenuh
biasanya merupakan golongan ikatan rantai panjang, dan asam lemak
jenuh merupakan ikatan rantai pendek. Serta berhubungan dengan
kolesterol, asam lemak jenuh cenderung berpengaruh buruk sedangkan
asam lemak tidak jenuh cenderung berpengaruh baik (Sartika, 2008).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa
minyak kelapa sawit, minyak zaitun, dan minyak wijen memiliki
kandungan asam lemak yang tidak jenuh. Hal ini dibuktikan dengan
bentuknya yang cair pada suhu ruang dan hanya menjadi lebih kental pada
suhu dingin tetapi tidak menjadi padat. Sementara itu pada lemak sapi
terkandung asam lemak jenuh karena pada suhu ruang ia berbentuk cair
namun pada suhu dingin ia langsung memadat. Berdasarkan Tabel 2.1
urutan sampel dari tingkat kejenuhan terendah hingga tertinggi yaitu
minyak wijen, minyak zaitun, minyak kelapa sawit, dan lemak sapi. Hal
ini sudah sesuai dengan teori yang ada, dimana minyak-minyak nabati
seperti minyak wijen, zaitun, dan kelapa sawit akan berbentuk cair pada
suhu ruang, dan sebagian akan mengental pada suhu dingin karena sedikit
mengandung lemak jenuh (palmitat dan stearat). Dan untuk lemak sapi
menjadi padat pada suhu dingin karena banyak mengandung asam lemak
jenuh yang memiliki titik lebur tinggi sehingga dengan sedikit penurunan
suhu saja bentuknya akan cepat berubah menjadi padat (Ketaren, 1986).
Dalam praktikum ini fungsi dari penggunaan suhu dingin adalah
untuk mengetahui tingkat kejenuhan sampel. Karena titik cair
lemak/minyak akan semakin tinggi ketika kandungan asam lemak
penyusunnya semakin jenuh (Buckle, 2010).
Tabel 2.2 Uji Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss Test
Kelompo
Sampel Sebelum Sesudah
k
Kuning Kuning
Bening bening
1
Minyak baru Bening kuning
keruh Kuning keruh
Sangat Kuning
Kuning keruh
Kuning keruh
Putih
2 Minyak Jelantah
Kuning
Kuning bening
bening
Kuning Kuning
Minyak baru
Kuning keruh Putih
3 ditambah sedikit
Kuning bening Bening
aquades
Kuning kekuningan
Keruh
Kuning keruh
Minyak jelantah berbusa
4 ditambah sedikit Putih Keruh
aquades Kuning muda
Bening
bening
Kuning keruh Kuning keruh
5 Minyak jelantah Putih Kuning
Kuning bening bening
Kuning keruh Kuning keruh
Minyak jelantah
Putih Putih
6 ditambah sedikit
Kuning muda Kuning jernih
aquades
bening Pink
Kuning Kuning
Bening bening
11
Minyak baru Bening kuning
keruh Kuning keruh
Sangat kuning
Kuning
Kuning bening
Minyak baru bening
13 ditambah sedikit Kuning keruh Kuning keruh
aquades Putih telur
Kuning
Kuning keruh
Keruh
Kuning keruh
Minyak jelantah berbusa
14 ditambah sedikit Putih Keruh
aquades Kuning muda
Bening
bening
Kuning keruh Kuning
15 Minyak jelantah Putih Putih
Kuning bening Putih berbusa
Keruh
Kuning keruh
Minyak jelantah berbusa
16 ditambah sedikit Putih Keruh
aquades Kuning muda
Bening
bening
Kuning
Kuning bening
bening
17 Minyak baru Kuning berbusa
Putih tidak Kuning keruh
berbusa
Sumber: Laporan Sementara
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik yang disebut dengan proses ketengikan (rancidity). Banyak faktor
yang mempengaruhi terjadinya ketengikan. Faktor-faktor yang
mempercepat ketengikan tersebut yaitu adanya cahaya yang berlebih, suhu
tinggi, kelembaban udara, bakteri perusak, dan adanya logam-logam berat
seperti Cu, Fe, Co, Mn, serta adanya prooksidan (Winarno, 2004).
Untuk menguji suatu minyak tengik atau tidak dilakukan dengan
uji Kreiss. Prinsip dari uji ini yaitu adanya reaksi kondensasi antara
ephydrin-aldehida dengan phloroglucinol. Reaksi ini akan menimbulkan
adanya warna merah jambu (pink). Prosedur uji Kreiss dimulai dengan
penambahan asam klorida (HCl) ke dalam minyak dengan jumlah tertentu.
Selanjutnya dikocok dengan larutan encer phloroglucinol yang
mengandung eter. Bila larutan berubah warna menjadi merah jambu maka
menunjukkan minyak sudah mulai tengik. Bila warna merah jambu
semakin intensif, maka minyak semakin tengik. Fungsi ditambahkannya
phloroglucinol adalah agar phloroglucinol dapat bereaksi dengan furfural
membentuk membentuk kompleks berwarna merah jambu yang akan
menjadi dasar terhadap analisis ketengikan secara kualitatif
(Ketaren, 1986). Ketengikan lemak dan minyak merupakan kerusakan
minyak yang diakibatkan oleh reaksi oksidasi dari lemak dan minyak.
Ketengikan minyak dapat diindikasikan dengan bilangan peroksida
(Winarno, 2004). Kerusakan minyak yang utama disebabkan oleh adanya
peristiwa oksidasi. Hasil dari peristiwa oksidasi tersebut adalah
terbentuknya peroksida dan aldehid. Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan
pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan lebih besar dari 2
meq/kg maka akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan.
Minyak goreng yang demikian sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena
dapat menyebabkan kanker, menyepitnya pembuluh darah dan gatal pada
tenggorokan (Aisyah dkk, 2010).
Pada uji yang bertujuan untuk mengetahui ketengikan minyak ini,
digunakan 4 jenis sampel, yaitu minyak baru, minyak jelantah, minyak
baru + air, dan minyak jelantah + air. Pada sampel minyak baru, sebelum
disentrifus terdapat 4 lapisan minyak yaitu kuning bening, bening, kuning
keruh, dan sangat kuning serta 3 lapisan yaitu kuning keruh, kuning keruh
berbusa, dan kuning bening. Setelah disentrifus menjadi 2 lapisan, yaitu
kuning bening dan kuning keruh. Kemudian pada minyak jelantah
sebelum disentrifus terdapat 3 lapisan yaitu kuning keruh, putih, dan
kuning bening. Kemudian setelah disentrifus menjadi hanya 2 lapisan saja,
yaitu kuning keruh dan kuning bening. Namun pada kelompok 12,
terbentuk 3 lapisan yaitu pink, bening kekuningan dan putih dan 3 lapisan
yaitu kuning, putih, dan putih berbusa. Selanjutnya pada sampel minyak
baru yang ditambahkan air tidak terjadi perubahan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah disentrifus. Yang terakhir pada sampel minyak
jelantah yang ditambahkan air, terjadi ketengikan pada kelompok 6. Pada
sampel kelompok 6 terdapat 4 lapisan setelah disentrifus, yaitu kuning
keruh, putih, kuning jernih, dan pink. Adanya warna pink menunjukkan
bahwa sampel minyak telah tengik. Sehingga dari hasil percobaan, hanya
ada 2 kelompok yang minyaknya telah tengik yaitu sampel dari kelompok
12 dan kelompok 6. Hal ini telah sesuai teori, karena menurut teori sampel
minyak baru belum mengalami ketengikan. Sampel minyak baru belum
tengik karena belum terjadi persitiwa hidrolisis dan pemanasan dengan
suhu yang tinggi berulang kali (Aisyah dkk., 2010).
Tabel 2.3 Data Pengujian Angka Asam
Berat
Volume Angka
Kel. Sampel minyak
NaOH (ml) Asam
(gr)
Minyak baru 5 gr
1 dan 2 + 50 ml alkohol 5 0,2 0,16
netral + 5 tetes PP
Minyak lama 5 gr
3 dan 4 + 50 ml alkohol 5 2,9 2,32
netral + 5 tetes PP
Minyak baru 5 gr
5 dan 6 + 50 ml alkohol 5 0,2 0,16
netral + 5 tetes PP
Minyak baru 5 gr
11 dan 12 + 50 ml alkohol 5 0,4 0,32
netral + 5 tetes PP
Minyak lama 5 gr
13 dan 14 + 50 ml alkohol 5 6,6 5,28
netral + 5 tetes PP
Minyak baru 5 gr
15 dan 16 + 50 ml alkohol 5 0,5 0,40
netral + 5 tetes PP
Minyak baru 5 gr
+ 50 ml alkohol 5 2,0 1,60
17
netral + 5 tetes PP

Sumber: Laporan Sementara


Dalam praktikum pengujian angka asam minyak, digunakan dua
sampel minyak, yaitu minyak baru dan minyak lama (minyak jelantah).
Pengujian dimulai dengan penimbangan 5 gram minyak dan dimasukkan
ke dalam Erlenmeyer 250 ml. Kemudian ke dalam minyak tersebut
ditambahkan 50 ml alkohol 96% dan dididihkan selama 10 menit dengan
pemanas yang menggunakan pendingin balik. Setelah dipanaskan
ditambahkan 5 tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar
NaOH 0,1 N sampai larutan berubah warna menjadi merah jambu (pink).
Yang dimaksud dengan angka asam sendiri adalah ukuran dari
jumlah asam lemak bebas yang dihitung berdasarkan berat molekul dari
asam lemak atau campuran asam lemak. Angka asam dinyatakan sebagai
jumlah milligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Pengujian
angka asam dilakukan dengan cara titrasi. Adapun prinsip pengujiannya
adalah jumlah basa yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas
(Suastuti, 2009).
Dalam pengujian angka asam digunakan indikator PP
(Phenolpthalein). Indikator PP berfungsi sebagai indikator asam-basa.
Dimana prinsip kerjanya, ia akan berubah warna jika pH lingkungannya
berubah. Dalam suatu titrasi, indikator PP umum digunakan karena range
pHnya yang memungkinkan titrasi terjadi dengan baik dan pas
(Harjanti, 2008).
Dari praktikum yang telah dilakukan, angka asam tertinggi adalah
sebesar 5,28 untuk minyak lama dengan volume NaOH sebesar 6,6 ml dan
1,60 pada minyak baru dengan volume NaOH sebesar 2,0 ml. Hal ini
sudah sesuai dengan teori, yaitu bahwa angka asam minyak lama lebih
tinggi daripada minyak baru karena minyak lama sudah mengalami
peristiwa oksidasi dan pemanasan yang berulang kali (Aisyah dkk., 2010).
Tabel 2.4 Hasil Uji Aktivitas Enzim Lipase
Warna Vol
Aktivitas
Kel. Sampel NaOH
Sebelum Sesudah Lipase
(ml)
Susu 15,5 1,55 10-3
1&2 Putih Pink 1,50 10-4
Blanko 1,5
Susu 21,0 2,10 10-3
3&4 Putih Pink
Blanko 1,5 1,50 10-4
Susu 17,6 1,76 10-3
5&6 Putih Pink
Blanko 1,5 1,50 10-4
Susu 20,5 2,05 10-3
11 & 12 Putih Pink
Blanko 3,3 3,30 10-4
Susu 20,2 2,02 10-3
13 & 14 Putih Pink
Blanko 3,3 1,50 10-4
15, 16, Susu 19,5 1,95 10-3
17
Putih Pink 3,30 10-4
Blanko 3,3
Sumber: Laporan Sementara
Enzim lipase merupakan katalisator dalam proses hidrolisis asam
lemak ester dalam cairan encer (Bastida et al., 2009). Enzim lipase
berfungsi memecah ikatan ester pada lemak sehingga terjadi asam lemak
dan gliserol. Enzim lipase terdapat dalam sistem pencernaan tubuh yaitu
pada lambung (Poedjiadi, 2009).
Cara kerja enzim lipase sesungguhnya menyusun ikatan-ikatan
yang terbentuk selama reaksi berjalan. Mempunyai daya reaksi aktif yang
disebut ikatan sampingan enzim substrat yang usianya sangat pendek.
Dalam keadaan seperti ini, maka substratnya mempunyai daya reaksi yang
aktif. Dengan adanya perubahan (pergeseran) muatan saja sudah cukup
untuk menyebabkan reaksi. Setelah terjadi reaksi dan perubahan dalam
zat-zat, maka pusat aktivitas (ko-enzim) itu dilepas untuk mengulangi
proses reaksi tersebut sehingga terjadilah suatu proses berantai
(Kusnawidjaja, 1982).
Fungsi penggunaan NaCl pada uji aktivitas enzim lipase yaitu
adanya NaCl sebagai garam sangat mempengaruhi aktivitas enzim.
Misalnya dengan adanya garam NaCl sampai kosentrasi 7 mM, lipase
menunjukkan aktivitas yang maksimal dan setelah itu aktivitasnya
menurun (Pratiwi dkk, 2013). Manfaat penambahan alkohol sebelum
dilakukan titrasi adalah untuk menginaktivasi enzim. Dalam pengujian
angka asam digunakan indikator PP (Phenolpthalein). Indikator PP
berfungsi sebagai indikator asam-basa. Dimana prinsip kerjanya, ia akan
berubah warna jika pH lingkungannya berubah. Dalam suatu titrasi,
indikator PP umum digunakan karena range pHnya yang memungkinkan
titrasi terjadi dengan baik dan pas (Harjanti, 2008).
Berdasarkan hasil praktikum yang sudah ditulis pada Tabel 2.4,
dapat diketahui bahwa hasil aktivitas enzim tertinggi terdapat pada susu.
Hal ini dikarenakan susu telah diinkubasi pada suhu 30oC sedangkan
larutan blangko tidak ada karena tidak ada bahan yang harus dipecah.
Selain itu suhu optimum aktivitas lipase adalah pada suhu 30oC.
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Kimia Pangan Acara II dapat
disimpulkan:
1. Suhu dingin dapat menyebabkan minyak atau lemak yang banyak
mengandung lemak jenuh menjadi membeku.
2. Faktor-faktor yang mempercepat ketengikan yaitu danya cahaya yang
berlebih, suhu tinggi, kelembaban udara, bakteri perusak, dan adanya
logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, Mn, serta adanya prooksidan.
3. Angka asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang
dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran
asam lemak.
4. Aktivitas lipase paling tinggi terdapat pada sampel susu dengan nilai
AE sebesar 2,5625 10-3.
DAFTAR PUSTAKA

W., Mustika Aditya K. 2010. Pengaruh Minyak Zaitun Murni Ekstra (Extra
Virgin Olive Oil) terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Putih (Rattus
norvegicus) yang Dikondisikan Hiperkolesterolemia. Artikel Ilmiah
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga: Surabaya.
Aisyah, Siti., Eni Yulianti dan A. Ghanaim Fasya. 2010. Penurunan Angka
Peroksida dan Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching
Minyak Goreng Bekas oleh Karbon Aktif Polong BUah Kelor
(Moringa Oliefera.Lamk) dengan Aktivasi NaCl. Jurnal Achemy,
Vol.1, No.2. Halaman 93-100.
Ayustaningwarno, Fitriyono. 2012. Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak
Sawit Merah pada Industri Pangan. Vitasphere Vol 2. Halaman 1-11.
Baez, Radames., Guadalupe Rojas, Julieta Sandoval-Guillen, M. A. Angeles
Valdavia-Lopez. 2012. Effect of Storage Temperature on the
Chemical Stability of Enternal Formula. Advance Journal of Food
Science and Technology. Vol. 4. No. 5. Page 235-242.
Bastida, J., A. Bodalo, M. F. Maximo, M. C. Montiel, M. Gomez, S. Ortega.
2009. Screening and Selection of Lipases for the Enzymatic
Production of Polyglycerol Polyricinoleate. Biochemical Engineering
Journal. Vol. 46. Page 217-222.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan.
UI-Press: Jakarta.
Du, M., K. C. Nam, D. U. ahm. 2001. Cholesterol and Lipid Oxidation
Products in Cooked Meat as Affected by Raw-Meat Packaging and
Irradiation and by Cooked-Meat Packaging and Storage Time.
Journal of Food Science Vol 66. No. 9.
Edwar, Zulkarnain., Heldrian Suyuthie, Ety Yerizel, Delmi Sulastri. 2011.
Pengaruh Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam Lemak Minyak
Goreng Sawit dan Minyak Goreng Jagung. Artikel Penelitian Bagian
Biokimia dan Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas:
Padang.
Fatmawati, Nur Khoma. 2006. Efek Proteksi Kombinasi Minyak Wijen
dengan -Tocopherol terhadap Steatosis melalui Penghambatan
Stres Oksidatif pada Tikus Hiperkolesterolemia. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 1. No. 2. Halaman 60-67.
Gaman, P. M., Sherrington, K. B. 1981. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu
Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Girinda, Aisjah. 1986. Biokimia. Gramedia: Jakarta.
Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma
domestica val.) dan Pemakaiannya sebagai Indikator Analisis
Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses Vol. 2. No. 2.
Hermanto, Sandra., Anna Muawanah, Rizkina Harahap. 2007. Profil dan
Karakteristik Lemak Hewani (Ayam, Sapi, dan Babi) Hasil Analisa
FTIR dan GCMS. Jurnal Kimia.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press: Jakarta.
Kusnawidjaja, Kurnia. 1982. Biokima. Alumni: Bandung.
Liman, A. A., P. Egwin, M. A. Vunchi, C. Ayansi. 2010. Lipase Activity in
Fermented Oil Seeds of Africa Locust Bean (Parkia biglobosa),
Castor Seeds (Ricinu communis), and African Oil Bean (Pentaclethra
macrophylla). Nigerian Journal of Basic and Applied Science. Vol.
18. No. 1.
Maharani, Dewi M., Nursigit Bintoro, Budi Rahardjo. 2012. Kinetika
Perubahan Ketengikan (Rancidity) Kacang Goreng Selama Proses
Penyimpanan. Agritech Vol. 32. No. 1.
Mardina, P., Erlyta Faradina, Netty Setiawati. 2010. Penurunan Angka Asam
pada Minyak Jelantah. Jurnal Kimia Vol. 8. No. 2.
Mir, P. S., S. Bittman, D. Hunt, T. Entz, B. Yip. 2006. Lipid Content and
Fatty Acid Composition of Grasses Sampled on Different Dates
Through the Early Part of the Growing Season. Journal of Animal
Science Vol. 1. No. 1.
Pratiwi, Dian., Firman Sebayang., dan It Jamilah. 2013. Produksi dan
Karakterisasi Enzim Lipase dari Pseudomonas aeruginosa dengan
Menggunakan Induser Minyak Jagung serta Kofaktor Na+ dan Co2+.
Jurnal Saintia Kimia, Vol.1, No.2.
Sankar, D., M. Ramakrishna Rao., G. Sambandan and K. V. Pugalendi. 2006.
Effect Of Sesame Oil On Diureticsor -Blockers In The Modulation Of
Blood Pressure,Anthropometry,Lipid Profile,And Redox Status. Yale
Journal Of Biology And Medicine Vol. 79 Page 19-26.
Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh, dan
Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional Vol. 2. No. 4.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Dian Rakyat: Jakarta.
Serino, Matteo., Aurelie Waget, Nicolas Marsollier, Myriam Masseboeuf,
Gaelle Payros, Catherine Kabani, Jessica Denom, Amelie Lacombe,
Jean-Claude Thiers, Anne Negre-Salvayre, Serge Luquet, Remy
Burcelin, Celine Cruciani-Guglielmacci, Christophe Magnan. Lipid-
Induced Peroxidation in the Intestine is Involved in Glucose
Homeostasis Imbalance in Mice. Journal Plos One Vol. 6. No.6.
Suastuti, N. G. A. M. Dwi Adhi. 2009. Kadar Air dan Bilangan Asam dari
Minyak Kelapa yang Dibuat dengan Cara Tradisional dan
Fermentasi. Jurnal Kimia Vol. 3. No. 2.
Tuminah, Sulistyowati. 2009. Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak
Jenuh Trans terhadap Kesehatan. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Vol. 19.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

You might also like