Professional Documents
Culture Documents
EKOLOGI TANAMAN
ACARA I
ALELOPATI PADA TANAMAN JAGUNG (Zea Mays)
ANGGA PERDANA
15/378168/PN/13974
ASISTEN :
DEVI ALVIOLINA
DEPARTEMEN AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ACARA 1
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Suatu tanaman yang tumbuh akan berinteraksi dengan faktor-faktor yang ada di tempat
tumbuhnya, baik faktor abiotik maupun biotik. Abiotik merupakan faktor tak hidup seperti suhu,
cahaya matahari, dan lain-lain, sedangkan biotk merupakan faktor hidup atau organisme lain yang
juga berada di tempat yang sama dengan tanaman tersebut. Apabila interaksi yang terjadi ini tidak
berjalan dengan baik maka akan dapat menimbulkan cekaman pada tanaman. Cekaman
merupakan suatu kondisi yang tidak sesuai bagi kelangsungan hidup tanaman sehingga
menyebabkan tanaman tidak berada pada kondisi yang optimum. Dalam menghadapi cekaman,
tanaman memiliki sistem pertahanan agar tanaman dapat nertahan atau survive. Sistem ketahanan
yang dimiliki pada masing-masing tanaman berbeda-beda tergantung jenis tanamannya.
Jagung merupakan bahan makanan pokok setelah beras, dan sekitar 90% dari produksi
jagung di Indonesia digunakan untuk konsumsi manusia. Selain itu juga dapat digunakan untuk
makanan ternak. Produksi jagung di Indonesia masih rendah yaitu 43,7% dari 70%, jika
dibandingkan dengan Negara lain yaitu 60-95%. Rendahnya hasil ini terutama disebabkan belum
menyebarnya varietas unggul serta bercocok tanam yang kurang baik (Rukmana, 1999).
Rendahnya hasil produksi jagung salah satunya disebabkan oleh gulma, hal ini dapat merugikan
para petani. Gulma dapat menimbulkan kerugian karena berkompetisi dengan tanaman pokok
dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, serta penerimaan cahaya matahari
untuk proses fotosintesis, menurunkan kualitas produksi pertanian, sebagai perantara atau sumber
hama dan penyakit, menganggu kesehatan manusia, dan menimbulkan kerugian dalam produksi
baik kualitas dan kuantitas. Menurut Sastroutomo (1990) gulma merupakan tumbuhan yang sering
kali tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki karena menimbulkan gangguan pada tanaman di
sekitar tempat tumbuh, sehingga merugikan manusia. Karena alasan di atas maka salah satu cara
penting untuk meningkatkan hasil panen adalah pengendalian gulma. Gulma memerlukan
persyaratan tumbuh, antara lain ruang tumbuh, cahaya, air, nutrisi, CO2 dan bahan lain. Gulma dan
tanaman budidaya yang tumbuh berdekatan akan saling mengadakan persaingan, salah satunya
dengan mengeluarkan senyawa kimia (alelopat) dan peristiwanya disebut alelopati (Moenandir,
1990).
Senyawa alelopati atau zat penghambat alelopati terhadap tanaman budidaya secara
komplek dan dapat meliputi interaksi dari berbagai macam zat-zat kimia diantaranya komponen
phenolik, flavonoid,terpenoid, alkholoid, steroid, carbohidrat, dan asam amino (Ferguson, 2003).
Alelopati adalah peristiwa dimana suatu tanaman mengeluarkan substansi yang bersifat toksik
yaang mempengaruhi organisme lain di sekitarnya. Alelopati menjadi sangat penting untuk
dipelajari karena pengaruhnya terhadap lingkungan. Terutama pada lingkungan pertanaman yang
mengharuskan produksi dari tanaman.Alelopati dalam penentuan pola pertanaman penting untuk
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pemilihan jenis tanaman, waktu tanam dan sistem
tanam. Untuk itu praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tanaman cengkeh,
kenikir, dan tomat terhadap pertumbuhan tanaman jagung.
Istilah alelopati (allelopathy) pertama kali dikemukakan oleh Hans Molisch tahun 1937.
Alelopati berasal dari kata allelon (saling) dan pathos (menderita). Menurut Molisch, alelopati
meliputi interaksi biokimiawi secara timbal balik, yaitu yang bersifat penghambatan maupun
perangsangan antara semua jenis tumbuhan termasuk mikroorganisme. Tahun 1974, Rice
memberikan batasan alelopati sebagai keadaan merugikan yang dialami tumbuhan akibat
tumbuhan lain, termasuk mikroorganisme, melalui produksi senyawa kimia yang dilepaskan ke
lingkungannya. Batasan ini kemudian terus diverifikasi dengan berbagai penelitian. Tahun 1984,
Rice melaporkan bahwa senyawa organik yang bersifat menghambat pada suatu tingkat
konsentrasi, ternyata dapat memberikan pengaruh rangsangan pada tingkat konsentrasi yang lain.
Sejak tahun tersebut, Rice dan sebagian besar ilmuwan yang menekuni alelopati merujuk terhadap
batasan yang dikemukakan oleh Molisch. Alelopati kemudian didefinisikan sebagai pengaruh
langsung ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya, termasuk
mikroorganisme, baik yang bersifat positif atau perangsangan, maupun negatif atau penghambatan
terhadap pertumbuhan, melalui pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya (Rice 1995; Inderjit &
Keating 1999; Singh et al. 2003; Junaedi et al. 2006).
Selain alelopati, terdapat pula hubungan antar tumbuhan yang disebut persaingan atau
kompetisi. Perbedaan alelopati dari kompetisi, yaitu pada alelopati terdapat senyawa kimia yang
dikeluarkan ke lingkungan, sedangkan pada kompetisi terjadi pengambilan dan pengurangan
beberapa faktor tumbuh (air, hara, cahaya) dari lingkungan. Fenomena alelopati dan kompetisi
pada kenyataannya dalam ekosistem sulit dipilahkan sehingga Muller pada 1969 memperkenalkan
istilah interferensi (interference) yang mencakup batasan keduanya (Rice 1995; Qasem & Foy
2001; Junaedi et al. 2006).
Alelopati adalah fenomena ekologis pada satu jenis tanaman (termasuk mikroorganisme)
yang berpengaruh negatif, baik langsung maupun tidak langsung terhadap jenis tanaman lain oleh
senyawa kimia yang dilepaskan ke lingkungannya (Rice, 1974 cit. Prawoto et al., 2006). Pelepasan
senyawa kimia tersebut umumnya melalui proses eksudasi akar, dekomposisi, pencucian dan
volatilisasi. Zat meracun tersebut adalah senyawa kimia bukan nutrisi yang dihasilkan oleh
organisme dan mempengaruhi pertumbuhan, kesehatan dan populasi jenis yang lain (Lovett, 1991
cit. Prawoto et al., 2006).
Praktikum Ekologi Tanaman tentang Pengaruh Alelopati Terhadap Pertumbuhan Tanaman
jagung (Zea mays) bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa alelopati terhadap
pertumbuhan kacang tanah. Selain itu juga bertujuan menentukan alelopati paling efektif
menghambat pertumbuhan tanaman kacang tanah.
BAHAN DAN METODE
Praktikum Ekologi Tanaman Acara 1 yang berjudul Alelopati Tanaman pada Tanaman
Jagung (Zea mays ) dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta pada tanggal 31 Agustus21 September 2017. Alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah petridish, mortir/ blender, timbangan, gelas ukur, kertas filter,
corong, erlenmeyer, dan TDS meter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kenikir (Tagetas
erecta), tomat (Solanum lycopersicum), cengkeh (Syzygium aromaticum), dan benih jagung (Zea
mays). Rancangan yang digunakan adalah CRD (Complete Randomized Design) dan dilanjutkan
DMRT 5 %.
Praktikum dimulai dengan pembuatan ekstrak tanaman yang mengandung alelopat, yaitu
kenikir, cengkeh dan tomat. Ekstrak dibuat dengan cara bagian tumbuhan tersebut dicuci terlebih
dahulu, kemudian dipotong kecil-kecil dan dikeringkan, setelah ditimbang seberat 20 g. Bahan
tersebut kemudian dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan dengan air hingga100 ml.
Hasil ekstrak tersebut kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dimasukan dalam wadah
tertutup. Kemudian, dilakukan uji penanaman benih jagung di petridish dengan 12 petridish untuk 3
perlakuan alelopat serta ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat. Masing-masing dengan
ulangan 5 kali. Kemudian, kertas saring dibasahi dan dijadikan alas pada petridish yang akan diisi
10 benih. Pemberian alelopat dilakukan tiap hari dengan dosis yang sama dan untuk kontrol
diberikan akuades. Pemberian alelopat di pertridish dengan menambahkan 3 tetes ekstrak alelopat.
Variabel yang diamati meliputi jumlah biji berkecambah, panjang batang (plumula), panjang akar
(radikula), Indeks vigor, gaya berkecambah, dan rasioakar/batang. Selanjutnya, dilakuakan uji
alelopat dengan penanaman dirumah kaca. Disiapkan 12 polibag untuk 3 perlakuan alelopat serta
ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat. Masing-masing dengan ulangan 5 kali. Polibag
diisi dengan tanah 4/5 bagian, bersihkan dari kotoran dan kerikil. Tiap polibag ditanamkan 4 benih
yang pada hari ke-7 akan dijarangkan menjadi 2 tanaman per polybag. Pengamatan dan
pemberian alelopat dilakukan 2 hari sekali hingga hari ke-21 setelah penjarangan, dengan dosis 3
kali penyemprotan dengan sprayer. Variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, berat
segar tanaman, berat kering tanaman, luas daun dan abnormalitas pertumbuhan tanaman seperti
klorosis atau gejala lainnya. Pada variabel tinggi tanaman diukur hingga daun jagung yang
terpanjang, serta untuk pengamatan jumlah daun dihitung daun yang membuka. Hasil data
kemudian dibuat grafik dan histogram pertumbuhan meliputi grafik tinggi tanaman vs hari
pengamatan (rumah kaca), Grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca), Histogram bobot
kering dan segar akar dan tajuk (rumah kaca), Diagram batang rasio akar/tajuk petridish, Histogram
Gaya Berkecambahn dan Indeks Vigor dan 5ariable dianalisis dengan menggunakan Analysis of
Variation (ANOVA) CRD dan dilanjutkan dengan menguji lanjut DMRT 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Table 1.1. DMRT Root Length and The Sum of Germinated Seed Maize in Petridish
Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa perlakuan pemberian senyawa alelopat
memberikan pengaruh nyata atau pengaruh yang signifikan antar perlakuan terhadap berbagai
parameter pengamatan pada tanaman jagung. Pada panjang akar perlakuan control berbeda nyata
terhadap perlakuan cengkeh dan tomat sednagkan tidak berbeda nyata terhadap kenikir. Pada
jumlah biji berkecambah, perlakuan alelopat cengkeh memiliki pengaruh yang beda nyata diantara
perlakuan yang lainnya. Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa panjang akar dan jumlah biji
berkecambah yang memiliki nilai paling rendah adalah pada pengaruh alelopat cengkeh yaitu
panjang akarnya 0.25 dan jumlah biji berkecambah hanya 1.8. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
alelopat cengkeh menghambat pertumbuhan jagung.
7.00
6.00
5.00
Stem Length (cm)
4.00 control
3.00 cloves
marygold
2.00
tomatoes
1.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7
Days
Dari grafik diatas, nilai panjang batang tertinggi terdapat pada perlakuan control yang
berupa air, karena air merupakan salah satu senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, air menyusun 80-90 % bagian tanaman. Sedangkan yang memiliki
panjang terendah terdapat pada perlakuan cengkeh. Menurut Ferguson and Rathinasabapathi
(2003), beberapa pengaruh alelokimia yang mengenai tanaman dapat mempengaruhi proses
pembelahan sel, perkecambahan polen, pengangkutan nutrisi, fotosintesis, dan mengganggu kerja
enzim yang bersifat spesifik. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa alelokimia yang dibeikan
pada ketiga tanaman percobaan, yaitu jagung, padi, dan kangkung telah menghambat proses-
proses fisiologis dalam tanaman tersebut sehingga pertumbuhannya terhambat.
4.000
3.500
3.000
Indeks Vigor (IV)
2.500
CONTROL
2.000
CLOVES
1.500
MARYGOLD
1.000
TOMATOES
0.500
0.000
1 2 3 4 5 6 7
Days
Kecepatan kecambah suatu benih dapat dinyatakan dengan indeks vigor yang
mengekspresikan jumlah benih yang berkecambah pada interval satu hari setelah dikecambahkan.
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang
sub optimal. Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih
yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi
dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan
merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik
dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal. Rendahnya vigor pada benih dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis
dan mikrobia (Sutopo, 1984). Dari grafik di atas menunjukkan bahwa perkecambahan yang paling
baik terjadi pada perlakuan kontrol yaitu dengan pemberian air tanpa pemberian senyawa alelopat.
Air merupakan faktor esensial dalam proses perkecambahan dan pada masa perkecambahan,
benih tidak dapat melakukan mekanisme maupun fotosintesis untuk menghindari efek negatif dari
pemberian senyawa alelopat sehingga pengaruh pemberian alelopat terlihat lebih nyata pada
pengamatan proses perkecambahan benih jagung. Pada cengkeh, tidak menunjukkan kenaikan
kontinyu pada indeks vigor sama sekali bahkan indeks vigor pada cengkeh menunjukan nilai
terendah jika dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini dikarenkan ekstrak cengkeh menghambat
penyerapan air oleh biji sehingga proses imbibisi terhambat.
100
90 76 76
80 68
70
60
GB
50
40
18
30
20
10
0
control cloves marygold tomatoes
Treatment
Pada pengamatan di laboraturium, didapatkan hasil yang signifikan respon benih jangung
terhadap alelopat dari cengkeh, kenikir, dan tomat. Dari table diatas dapat disimpulkan bahwa
benih jagung memberikan respon negatif terhadap ekstrak cengkeh. Ini terbukti karena jumlah
benih jagung yang tumbuh sangat sedikit bahkan ada benih yang mati pada perlakuan cengkeh,
GB cengkeh hanya sebesar 18%. Secara beururtan, respon benih jagung paling buruk yaitu
terhadap alelopat cengkeh, tomat, kenikir dan yang paling baik adalah control terlihat dari nilai GB
diatas.
4 2.8678257 a
2.9588183 a
3.5
3
2.5
Ratio root/shoot
2 1.352124 ab
1.5
0.3050191 b
1
0.5
0
-0.5 control cloves marygold tomatoes
-1
Treatment
Pada konsentrasi tertentu senyawa alelokimia dapat menghambat dan mengurangi hasil
pada proses-proses utama tumbuhan. Hambatan tersebut misalnya terjadi pada pembentukan
asam nukleat protein, dan ATP. Jumlah ATP yang berkurang dapat menekan hampir seluruh
proses metabolism sel, sehingga sintesis zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tumbuhanpun akan
berkurang (Rice, 1984 cit. Salisbury and Ross, 1992 cit. Senjaya dan Wahyu, 2007). Masuknya
senyawa alelopati bersama air kedalam biji akan menghambat induksi hormone pertumbuhan
seperti asam giberelin (GA) dan asam Indolasetat (IAA) (Yunliani, 2000 cit. Senjaya dan Wahyu,
2007). Dengan ditambahan sintesis giberelin maka tidak akan terjadi pemacuan enzim -amilase,
akibatnya proses hidrolisis pati menjadi glukosa di dalam endosperma atau koyiledon berkurang.
Pada gilirannya jumlah glukosa yang dapat dikirim ke titik-titik tumbuh lebih sedikit (Rice, 1984 cit.
Senjaya dan Wahyu, 2007). Mekanisme pengaruh alelopat (khususnya yang menghambat)
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sasaran melalui proses yang diawali di
membrane plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifaksi saluran membrane, atau
hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerpan dan konsentrasi
ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan
berikutnya mungkin terjadi dalam sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lainnya, serta
aktivitas beberapa fitohormon. Sebgaian maupun seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara
pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan
dan perkembangan.
Table 1.2 DMRT Jumlah Daun, Panjang Akar dan Luas Daun pada Jagung Rumah Kaca
30
CONTROL
25
CLOVES
20
MARYGOLD
15
10 TOMATOES
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Days
Pada grafik di atas dapat terlihat bahwa tinggi tanaman terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan tanaman. Grafik tanaman jagung dengan perlakuan ekstrak cengkeh, ekstrak kenikir,
ekstrak tomat dan kontrol terlihat hampir sama dan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
signifikan. Pemberian senyawa alelopat tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dapat
disebabkan oleh pemberian senyawa alelopat yang jumlahnya sedikit, pengaplikasian senyawa
alelopat hanya pada permukaan daun, dan kemungkinan tanaman saling terkena perlakuan pada
tanaman lain akibat terlalu rapatnya jarak antarpolibag tanaman, atau efek yang diberikan oleh
masing masing alelopat memberikan pengaruh yang sama terhadap pertanaman.
6
Fresh and Dried Weight of Shoot (gr)
4.8566 a
5
4.0052 a
3.799 a
4 3.267 a
3
BS Tajuk
2 BK Tajuk
0
CONTROL CLOVES MARYGOLD TOMATOES
Treatment
Gambar 1.6. Histogram Bobot Segar Dan Bobot Kering Tajuk Jagung Rumah Kaca
Pada histogram di atas dapat terlihat bahwa perlakuan pemberian senyawa alelopat tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan akumulasi bahan kering
tanaman yang ditunjukan dengan kesamaan notasi yaitu notasi a. Tidak adanya beda nyata pada
parameter ini dapat dipengaruhi oleh tidak adanya perbedaan nyata pada jumlah daun tinggi
tanaman yang merupakan komponen dari tajuk.
6
Fresh and Dried Weight of Root (gr)
5 4.282 a
4 2.947 ab
2.8325 ab
3
BS Akar
1.3528 b
2 BK Akar
1 0.4114 a 0.3238 a 0.39 a 0.3538 a
0
CONTROL CLOVES MARYGOLD TOMATOES
Treatment
Gambar1.7. Berat Segar Dan Berat Kering Akar Jagung Rumah Kaca
Pada parameter bobot segar dan bobot kering akar juga tidak menunjukkan adanya
perbedaan nyata antarperlakuan, kecuali pada bobot segar cengkeh yang berbeda nyata dengan
tomat. Bobot segar yang cukup jauh jaraknya dengan bobot kering yang dihasilkan
mengindikasikan bahwa tanaman tersebut lebih banyak menyerap dan menyimpan air
dibandingkan asimilat hasil fotosintesis. Hal ini dapat disebabkan karena adanya gangguan
fotosintesis akibat pengaruh pemberian senyawa alelopat dan merupakan salah satu mekanisme
tanaman untuk meminimalisir pengaruh negatif senyawa alelopat.
Berat kering tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi
matahari yang tersedia sepanjang masa pertanaman oleh tajuk tanaman (Kastono, et al., 2005).
Sehingga apabila tanaman berada dalam cekaman (termasuk karena adanya alelokimia), maka
tanaman akan sulit menyerap unsur hara dan menyebabkan pertumbuhannya terhambat sehingga
tajuk tanaman juga pertumbuhannya akan terhambat. Hal ini kemudian berpengaruh terhadap berat
kering tajuk tanaman yang akan menurun.
0.6
Ratio root per shoot
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
control cloves marygold tomatoes
Treatment
Dari hasil diatas, ratio akar/tajuk antar perlakukan tidak berbeda nyata yaitu notasi yang
sama antara ke empat perlakuan yaitu notasi a. hal ini dikarenkan tidak adanya pengaruh alelopat
pada tinggi tanaman dan panjang akar pada jagung, sehingga rasio/akar pun menunjukan hal yang
sama.
Cengkeh mempunyai pengaruh yang cukup besar karena senyawa alelopat khususnya dari
cengkeh akan mempengaruhi proses metabolism seperti mengubah permeabilitas membrane dan
penyerapan ion, menghambat transport electron dalam fotosintesis dan respirasi, mengubah
aktifitas enzim, menghambat pembelahan sel, perpanjangan dam pembesaran sel, menurunkan
kemampuan dalam menyerap air dan unsure hara terlarut (Imatomi, et al. 2013).
Penurunan permeablitisan sel akibat alelopati menjadikan sel tidak elastic sehingga
menghasilkan hambatan lalu lintas air dan hara terlarut melewati membrane sel.
Devlin dan Witham (1983) cit. Kristanto (2006) menyebutkan bahwa permiabilitas sel yang
menurun menyebabkan hambatan lewatnya air dan hara terlarut. Hambatan tersebut terjadi pada
saat proses penyerapan unsure hara yaitu masuknya air dan hara terlarut ke sel akar maupun
transportasi unsure hara dan hasil fotosintesis diantara sel-sel jaringan pengangkut dalam
tanaman.
Sastroutomo (1991) cit. Kristanto (2006) menyatakan bahwa alelopati menghambat
pembelahan sel yang selanjutnya menghambat pertumbuhan, baik memanjang ataupun
kesamping, menurunkan kandungan klorofil daun, menghambat transport electron, transfer energy
dan penerimaan electron sehingga menyebabkan hambatan reaksi-reaksi fotosintesis. Kemampuan
fotosintesis yang menurun akan diikuti penurunan laju pertumbuhan relative yang mencerminkan
laju akumulasi bahan kering tanaman sehingga akan terlihat pada penurunan produksi bahan
kering hijauan sehingga tanaman lebih pendek dan kerdil. Hambatan penyerapan air dan
keampuan akar tanaman yang tidak dapat berkembang menyebabkan hambatan proses
fotosintesis, karena air merupakan bahan baku fotosintesis.
KESIMPULAN
Dari keempat perlakuan, hanya zat alelopat pada cengkeh yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan jagung. dikarenkan ekstrak cengkeh menghambat proses
pertumbuhan dan perkecambahan pada kacang tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, M. 2011. Alelopati Pada Beberapa Tanaman Perkebunan dan teknik pengendalian serta pr
ospek pemanfaatannya. Review Penelitian Tanaman Industri Perspektif. 10: 45-51
Ferguson, J. (2003). Allelopathy: How Plants Suppress Other Plants. Journal Institute ofFood and
Agricultural Sciences HS944. University of Florida, Gainesville,32611.
Ferguson, J.J. and B. Rathinasabapathi. 2003. Allelopathy: how plant suppress other plants
<ftp://ftp.aphis.usda.gov >. Diakses pada 10 November 2017.
Imatomi, M., 1, P. Novaes, and S. C. J. Gualtieti. 2013. Interspecific variation in the allelopathic po
ential of the family Myrtaceae. Journal Acta Botanica Brasilica 27: 54 -61
Junaedi, A., M.A.Chozin, dan K.Kim. 2006. Perkembangan terkini kajian alelopati. Hayati Journal of
Biosciences, 13 (2) : 79-84.
Kristanto, A. 2006. Perubahan karakter tanaman jagung (Zea mays l.) akibat alelopati dan persaing
an teki (Cyperus rotundus l.). J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 : 189 - 194
Moenandir, Y. 1993. Persaingan Tanaman Budidaya Dengan Gulma. Jakarta: Rajawali Pres.
Prawoto, A., A.M.Nur, S.W.A.Soebagiyo, dan M.Zaubin. 2006. Uji alelopati beberapa spesies
tanaman penaung terhadap bibit kopi arabika (Coffea arabica L.). Pelita Perkebunan,
22 (1) : 1-12.
Senjaya, Y. A. dan W. Surakusumah. 2007. Potensi ekstrak daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et d
e Vriese) sebagai bioherbisida penghambat perkecambahan Echinochloa colonum L.
dan Amaranthus viridis. Jurnal Perennial 4:1-5
Willis, R.J. 1985. The historical bases of the concept of allelopathy. Journal of the History of Biology
18:71-102.
LAMPIRAN