You are on page 1of 17

ACARA III

EMULSI

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara III Emulsi adalah :
1. Mementukan tipe emulsi suatu bahan menggunakan sampel susu UHT,
susu murni, margarine, dan santan.
2. Mempelajari pengaruh pemanasan dan penambahan santan terhadap
kestabilan emulsi susu dan santan.
B. Tinjauan Pustaka
Untuk menjaga agar agar emulsi itu mantap atau stabil, perlu
ditambahkan zat ketiga yang disebut emulgator atau zat pengemulsi
(emulsifying agent). Syarat emulgator adalah molekul-molekulnya
mempunyai afinitas terhadap kedua cairan yang membentuk emulsi. Daya
afinitasnya harus parsial atau tidak sama terhadap kedua cairan tersebut.
Salah satu ujung emulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan ujung
yang lain hanya membentuk lapisa tipis (selapis molekul) disekeliling atau
diatas permukaan cairan yang lain (Sumardjo, 2009).
Zat pengemulsi dapat dipilah-pilah sesuai fungsi, sumber, jenis/kimia,
sifat ionisasi, serta kelarutannya, karena luas dan berakenanya variasi
pengemulsi dengan berbagai sifatnya. Jadi tidak ada satu sistem
pengelompokkan yang berlaku sempurna menyeluruh. Istilah pengemulsi
bagi pangan sebenarnya bukan sekadar emulsi. Sifat dan pengaruhnya
tidak hanya mengemulsikan, tetapi lebih luas daripada itu. Pengaruhnya
pada sistem pangan beraneka. Bahan-bahan itu, sesuai produk pangan
terdapat dan terpakainya, memiliki spektrum luas ciri-ciri khasnya.
Sebagaimana dikemukakan, pengemulsi dapat dikelompokkan pula sesuai
sumber dan jenis kimianya. Zat pengemulsi alamiah, misalnya lesitin,
fosfolipida (dalam kacang dan telur), lanolin, dan sebagainya. Pengemulsi
sintetis diturunkan dari poliol dan asam lemak atau lemak. Poliol yang
sering dimanfaatkan misalnya gliserin, propilen glikol, juga sorbitol. Asam
lemak tersebut bisa berasal dari sumber nabati atau hewani
(Hartomo dan Widiatmoko, 1993).
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan
yang pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk
membuat kedua cairan tersebut dapat bercampur diperlukan zat
pengemulsi (emulsifying agent) sehingga sediaan emulsi dapat stabil.
Beberapa zat pengemulsi diantaranya gom arab, tragakan, gelatin, pektin,
lecithin, stearil alkohol, bentonit, dan zat pembasah atau surfaktan.
Berdasarkan strukturnya zat pengemulsi bersifat amfifilik karena memiliki
molekul-molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik (oleofilik) dan
hidrofilik (oleofobik) (Wathoni dkk, 2007).
Untuk menghasilkan minyak dari emulsi santan yang merupakan
emulsi minyak di dalam air. Harus terlebih dahulu memberikan perlakuan
terhadap emulsi santan. Perlakuan yang diberikan pada emulsi santan
dengan cara memanaskan emulsi tersebut dan penambahan air jeruk nipis.
Hal ini dilakukan untuk memisahkan minyak di dalam emulsi minyak di
dalam air tersebut. Minyak akan didapatkan apabila emulsi minyak di
dalam air telah terpisah menjadi beberapa fase yaitu fase terdispersi,
medium pendispersi dan emulsifier. Apabila telah terpisah, ketiga bagian
tersebut maka akan didapatkan minyak. Di dalam santan zat emulsifiernya
adalah protein. Protein telah mengalami denaturasi dengan pemanasan
pada temperature kamar sehingga santan dapat dipisahkan menjadi fase
terdispersi, pendispersi dan emulsifier (Fachry dkk, 2007).
Tipe emulsi dilakukan untuk membuktikan bahwa krim yang dibuat
merupakan krim dengan tipe emulsi w/o. Uji dilakukan dengan metode
pengenceran. Metode ini didasarkan pada kelarutan emulsi dalam cairan
yang menyususn fase kontinyu. Emulsi tipe w/o akan terencerkan oleh
minyak. Hasil determinasi tipe emulsi menunjukkan semua krim
terencerkan dalam minyak. Hal ini membuktikan bahwa krim ekstrak
mahkota dewa merupakan krim tipe w/o (Shovyana, 2013).
Emulsi adalah dispersi dari satu cairan lain atau cairan yang
bercampur. Dalam industri perminyakan, emulsi air garam/minyak mentah
berpotensi dapat membentuk selama produksi minyak mentah. Biasanya,
air garam/emulsi minyak mentah tidak disukai selama produksi minyak
mentah karena masalah pengolahan. Namun, air garam / emulsi minyak
mentah dapat bermanfaat dalam beberapa kasus, seperti dalam pencegahan
penyumbatan hidrat metana. Secara khusus, distribusi ukuran air garam /
emulsi minyak mentah dapat digunakan untuk memahami dan mengukur
pembentukan emulsi dan mekanisme stabilitas. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang distribusi ukuran penurunan dari bantuan emulsi
dalam memanipulasi emulsi ke kondisi yang diinginkan. Teknik yang
digunakan untuk mengukur distribusi ukuran air garam / emulsi minyak
mentah menggunakan proton resonansi magnetik nuklir (NMR), namun,
teknik ini juga bisa digunakan untuk menyelidiki emulsi dalam industri
makanan dan farmasi (Aichele et al., 2007).
Transportasi emulsi media berpori dapat secara luas diklasifikasikan
menurut stabilitas emulsi dan ukuran fase terdispersi relatif terhadap
ukuran pori medium. Pertama teksturnya encer, emulsi relatif tidak stabil
dengan rata-rata drop-ukuran yang sangat kecil untuk ukuran pori-rasio.
Kedua emulsi yang relatif stabil dengan rata-rata rasio dropsize pori-
ukuran pada urutan kesatuan. Ketiga melibatkan emulsi stabil dengan
drop-ukuran yang relatif kecil untuk rata rasio pori-ukuran (Cortis, 2007).
Emulsi adalah sistem heterogen yang terdiri dari satu cairan yang
bercampur tersebar di lain, dalam bentuk yang mungkin memiliki
ketidakstabilan termodinamika. Hal ini digunakan dalam spektrum yang
luas dari aplikasi industri termasuk farmasi, makanan, kosmetik dan
tekstil. Karena ukuran tetesan kecil dari fase terdispersi, total luas
antarmuka dalam emulsi sangat besar. Sejak penciptaan wilayah
antarmuka menimbulkan energi bebas positif, emulsi biasanya tidak.
Namun demikian, mungkin untuk membuat emulsi dengan kestabilan yang
sangat panjang dengan menggunakan emulsifier. Pengemulsi menumpuk
di air minyak dan menciptakan penghalang energi terhadap flokulasi dan
perpaduan dari tetesan. Pengemulsi dapat berbentuk ionik, non-ionik atau
zwiterionik surfaktan, dan protein atau polimer amphiphilic
(Somasundaran, 2007).
Sebuah metode baru untuk mempelajari stabilitas emulsi untuk
flokulasi telah dikembangkan. Kestabilan emulsi ditentukan dengan
mengukur kekeruhan sebagai fungsi waktu. Metode ini dapat diterapkan
untuk berbagai emulsi minyak in water (o/w) dengan mengukur perubahan
dalam kekeruhan emulsi, yang sangat mudah dan murah. Kekeruhan
emulsi adalah fungsi dari ukuran partikel dan konsentrasi. Oleh karena itu,
perubahan kekeruhan menunjukkan perubahan ukuran partikel dan
konsentrasi. Dalam emulsi yang tidak stabil, konsentrasi partikel dan
perubahan ukuran dengan waktu karena koagulasi dan perpaduan partikel
(Reddy, 1980).
Ada dua macam emulsi yang terbentuk antara minya dengan air, yaitu
emulsi minyak dalam air dan den emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak
dalam air terjadi jika droplet-droplet minyak terdispersi didalam air dan
distabilkan dengan interaksi kimia dimana air menutupi permukaan
droplet-droplet tersebut. Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-
droplet air ditutupi oleh lapisan minyak, dan emulsi ini distabilkan oleh
interaksi di antara droplet-droplet air yang tertutup (Fardiaz, 1992).
C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung kuvet
b. Tabung reaksi
c. Hot plate
d. Gelas ukur 100 ml
e. Gelas ukur 25 ml
f. Gelas preparat dan penutup
g. Mikroskop
h. Centrifuge
i. Pipet tetes
j. Petridish
k. Waterbath
2. Bahan
a. Methylen blue
b. Susu UHT
c. Susu murni
d. Santan
e. Margarin
3. Cara Kerja (Flowchart)
a. Penentuan Tipe Emulsi

Margarin, Susu UHT,


santan

Penetesan pada gelas preparat

Methylen Pemberian satu tetes diatas olesan


blue bahan

Penutupan dengan gelas penutup dan


pengamatan tipe emulsinya

Gambar 3.1 Diagram alir penentuan tipe emulsi

b. Penentuan Kestabilan Emulsi

Bahan

Pemasukan ke dalam tabung reaksi

Dipanaskan Tanpa dipanaskan

Pendiamanselama 60 menit

Pengamatan pemisahan yang terjadi setiap 15 menit

Pengamatan pemisahan yang terjadi setiap 15 menit

Gambar 3.2 Penentuan kestabilan emulsi


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 3.1 Penentuan Tipe Emulsi
Tipe
Kel Sampel Gambar Keterangan
Emulsi
- Fase
Pendispersi :
air
- Fase
Minyak Terdispersi :
dalam Minyak
7 Susu UHT - Warna
air
(o/w) Pendispersi :
biru
Warna
Terdispersi :
Perbesaran 10 x 40 putih

- Fase
Pendispersi :
Air
- Fase
Terdispersi :
Minyak Minyak
dalam - Warna
8 Susu UHT
air Pendispersi :
(o/w) Biru
- Warna
Terdispersi :
putih
Perbesaran 10 x 40

- Fase
Pendispersi :
Air
- Fase
Terdispersi :
Minyak Minyak
dalam - Warna
9 Santan Pendispersi :
air
(o/w) biru
- Warna
Terdispersi :
putih
Perbesaran 10 x 40
Tipe
Kel Sampel Gambar Keterangan
Emulsi

- Fase
Pendispersi :
Air
Minyak - Fase
dalam Terdispersi :
10 Santan
air Minyak
(o/w) - Warna
Pendispersi :
biru
Perbesaran 10 x 40 - Warna
Terdispersi :
putih

- Fase
Pendispersi :
minyak
Air - Fase
dalam Terdispersi :
11 Margarin air
minyak
(w/o) - Warna
Pendispersi :
kuning
- Warna
Perbesaran 10 x 40 Terdispersi :
Biru

- Fase
Pendispersi :
minyak
- Fase
Terdispersi :
air
- Warna
Air Pendispersi :
dalam kuning
12 Margarin - Warna
minyak
Terdispersi :
(w/o) Biru

Perbesaran 10 x 40

Sumber : Laporan Sementara


Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang
pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat kedua
cairan tersebut dapat bercampur diperlukan zat pengemulsi (emulsifying
agent) sehingga sediaan emulsi dapat stabil (Wathoni dkk, 2007). Tergantung
pada sifat dari fase terdispersi, emulsi diklasifikasikan sebagai emulsi o/w
(droplet minyak dalam air) dan emulsi w/o (droplet air dalam minyak).
Emulsi minyak dalam air (o/w) yang mana minyak sebagai fase terdispersi
dan air sebagai medium pendispersi (continous phase). Emulsi air dalam
minyak (w/o) yang mana air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai
medium pendispersi (continous phase),
dibawah inimerupakan gambar tipe
emulsi:

(a) (b)
Gambar 3.4 Struktur Tipe Emulsi Oil in Water (a) dan Water in Oil (b)
(Raouf, 2012).

Pada praktikum penentuan tipe emulsi ini digunakan beberapa sampel


yaitu susu UHT, susu murni, santan, dan margarin. Ada beberapa metode
yang dapat dengan mudah digunakan untuk mengetahui tipe emulsi suatu
bahan pangan, salah satunya yaitu metode pemberian warna. Penambahan
larutan sudan III (larut dalam minyak), akan terjadi warna merah maka tipe
mulsi adalah A/M. Penambahan larutan methylen blue seperti yang telah
dilakukan pada praktikum, terjadi warna biru maka tipe emulsi adalah M/A
(Farmasetika, 1997). Fungsi larutan methylen blue yaitu untuk memberikan
warna biru pada air, yang menunjukan tipe emulsi O/W (minyak dalam air)
karena larutan methylen blue larut dalam air (Herlina, 2014). Magarin
merupakan produk emulsi air dalam minyak (W/O) dengan rasio lemak dan
air 80 : 20 %.
Margarin umunya dibuat dari minyak nabati, misalnya minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak bji kapas.minyak nabati
yang berbentuk cair terlebih dulu harus dimodifikasi terlebih dahulu agar
berbentuk lemak padat. Modifikasi yang dapat di lakuka antara lain
hdrogenasi, rearragenment atau fraksinasi. margarin merupakan makanan
olesan yang di tambah bahan lain seperti air, garam, lesitin, emulsifier flavour
dan bahan pewarna, serta vitamin A dan D (Marliyati dkk, 2010)
Pada sampel susu UHT setelah ditetesi laruta methylen blue dan diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 dapat diketahui tipe
emulsinya adalah O/W (Oil in Water), yang mana fase pendispersinya adalah
air yang ditandai dengan warna biru, dan fase terdispersinya adalah minyak
yang ditandai warna putih. Pada sampel santan setelah ditetesi laruta
methylen blue dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40
dapat diketahui tipe emulsinya adalah O/W (Oil in Water), yang mana fase
pendispersinya adalah air yang ditandai dengan warna biru, dan fase
terdispersinya adalah minyak yang ditandai warna putih, dan ini sesuai
dengan teori Fachry dkk (2007) bahwa santan merupakan emulsi minyak di
dalam air. Pada sampel margarin setelah ditetesi laruta methylen blue dan
diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 dapat diketahui tipe
emulsinya adalah W/O (Water In Oil), yang mana fase pendispersinya adalah
minyak yang ditandai dengan warna kuning, dan fase terdispersinya adalah
air yang ditandai warna biru.
Tabel 3.2 Data Hasil Penentuan kestabilan emulsi

Kelompok Sampel Perlakuan Waktu ( Menit)

15 30 45 60

7 4ml santan + 1 Tanpa - - + ++


ml susu murni pemanasan

Dengan + + ++ ++
pemanasan

8 1ml santan + 4 Tanpa + ++ +++ ++++


ml susu murni pemanasan

Dengan ++ +++ +++ ++++


pemanasan

9 4 ml santan+ 1 Tanpa - - + +++


ml susu UHT pemanasan

Dengan - - - -
pemanasan

10 1ml santan + 4 Tanpa - - + ++


ml susu UHT pemanasan

Dengan - - - -
pemanasan

11 5 ml Susu Tanpa - + ++ ++
UHT pemanasan

Dengan + + + +
pemanasan

12 5 ml Santan Tanpa - - + ++
Pemanasan

Dengan - - - -
Pemanasan
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan :
- Belum ada
+ Mulai terbentuk
++ Intensitas Pemisahan kecil
+++ Intensitas pemsisahan sedang
++++ Intensits pemisahan tinggi
Emulsi merupakan suatu sistem yang kurang stabil. Oleh karena
itu, diperlukan suatu zat penstabil yang disebut zat pengemulsi atau
emulsifier. Emulsifier dapat menstabilkan suatu emulsi karena
menurunkan tegangan permukaan secara bertahap. Penurunan tegangan
permukaan akan menurunkan energi bebas yang diperlukan untuk
pembentukan emulsi menjadi semakin minimal. Semakin rendah energi
bebas pembentukan emulsi maka emulsi akan semakin stabil. Zat
pengemulsi atau emulsifier juga dikenal sebagai koloid pelindung yang
dapat mencegah terjadinya proses pemecahan emulsi (Sumardjo, 2009).
Emulsi dapat rusak dengan pemanasan, pembekuan, penggojogan,
centrifuge, penambahan elektrolit, destruksi emulgator dengan zat-zat
(HCl dan air sabun). Kestabilan emulsi dapat ditentukan oleh ukuran
globula fase terdispersi. Bila ukuran tidak sama, maka emulsi tidak stabil
sehingga mudah untuk memisah dari fase kontinu. Suhu, semakin tinggi
suhu, maka emulsi mudah memisah, demikian pula pada suhu rendah.
Dengan adanya pengadukan maka emulsi tidak akan stabil dan
penambahan zat penstabil dapat meningkatkan kestabilan (Winarno,
2004).
Prinsip dari kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya
tarik menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partkel dalam
sistem emulsi. Kestabilan emulsi berhubungan dengan keseragaman
ukuran molekul fase pendispersi dan fase terdispersinya dengan
konfigurasi yang terbaik. Jika gaya tarik menarik dan tolak menolak antar
fase dalam sistem emulsi dapat dipertahankan tetap seimbang atau
terkontrol dan jika kerapatan antara dua fase tinggi, maka partikel- pertikel
dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung sehingga
stabilitas sistem emulsi semakin baik ( Sarunggalo dkk, 2014).
Santan merupakan emulsi minyak dalam air alami berwarna putih
susu yang diekstrak dari daging buah kelapa tua baik dengan atau tanpa
penambahan air. Bila santan didiamkan, secara perlahan akan terjadi
pemisahan. Bagian yang kaya dengan minyak disebut sebagai krim, dan
bagian yang miskin dengan minyak disebut dengan skim. Krim lebih
ringan dibanding skim. Pada dasarnya, santan mempunyai sifat fisikokimia
yang mirip susu sapi, sehingga dapat ditangani seperti pengolahan susu.
Salah satunya yaitu dengan cara pengeringan (Kumalla dkk, 2013).
Susu murni (dalam bentuk cair) merupakan contoh bentuk emulsi
alami karena di dalam susu murni telah terdapat emulgator alami, yaitu
kasein. Di dalam industri makanan, biasanya susu murni diolah menjadi
susu bubuk. Susu bubuk yang terbentuk menjadi sukar larut dalam air,
kecuali dengan menggunakan air panas. Oleh karena itu, digunakan zat
emulgator yang berupa lesitin sehingga susu bubuk tersebut dapat mudah
larut dalam air, sekalipun hanya dengan menggunakan air dingin
(Wardana, 2012).
Susu UHT adalah jenis susu yang dilakukan pengolahan berupa
sterilisasi dari mikroba patogen dengan metode pemanasan dengan suhu
tinggi 135-150 oC. Dengan waktu yang dibutuhkan hanya sekitar 2-15
detik. Sehingga mampu membunuh spora bakteri tahan panas dan
tercapai kondsi produk yang steril dan mampu meminimalisasi kerusakan
produk baik secara sensori maupun secara gizi (Werdhani dkk, 2010).
Pengaruh homogenisasi pada proses susu UHT terhadap kestabilan emulsi,
yaitu homogenisasi pada proses susu UHT dilakukan untuk mengecilkan
ukuran partikel, sehingga apabila dilakukan pemanasan akan didapatkan
emulsi yang stabil, sebaliknya apabila dilakukan pemanasan akan
didapatkan emulsi yang stabil, sebaliknya dilakukan homogenisasi dan
dilakukan pemanasan akan didapatkan emulsi yang tidak stabil (Winarno,
2004).
Kestabilan emulsi dipengaruhi oleh berbagai faktor perbandingan
jumlah fase terdispersdi dan pendispersi, serta keberadaan zat pengemulsi.
Jumlah penambahan lemak yang terlalu banyak, jumlah air yang terlalu
sedikit, dan kurangnya zat pengemulsi dapat menyebabkan emulsi menjadi
tidak stabil. Selain itu pemanasan pada saat penggorengan dapat merusak
emulsi margarina tau mentega.Sehingga hal ini dapat juga menjadi salah
satu penyebab ketidak stabilan emulsi pada mentega misalnya
(Suseno dan Maria, 2000). Selain itu ukuran droplet dan muatan larutan
juga mempengaruhi kestabilan emulsi (Achouri dkk, 2012).
Urutan kestabilan emulsi sampel berdasarkan hasil yang
dipraktikumkan tanpa perlakuan pemanasan yaitu 1 ml santan + 4 ml susu
UHT, 5 ml santan, 4 ml santan + 1 ml susu murni, 4 ml santan + 1 ml susu
UHT, 5 ml susu UHT, dan 1 ml santan + 4 ml susu murni. Sedangkan
urutan kestabilan emulsi sampel berdasarkan hasil yang dipraktikumkan
dengan perlakuan pemanasan yaitu 1 ml santan + 4 ml susu UHT, 5 ml
santan, 4 ml santan + 1 ml susu UHT, 5 ml susu UHT, 4 ml santan + 1 ml
susu murni, dan 1 ml santan + 4 ml susu murni. Terjadi penyimpangan
pada sampel 4 ml santan + 1 ml susu UHT, 1 ml santan + 4 ml susu UHT,
dan 5 ml santan, bahwa dengan tanpa perlakuan tanpa pemanasan emulsi
tidak stabil, sedangkan dengan perlakuan pemanasan emulsi lebih stabil,
hal ini berbanding terbalik dengan teori Winarno (2004), bahwa pengaruh
pemanasan terhadap kestabilan emulsi adalah semakin tinggi suhu yang
diberikan akan membuat ikatan emulsi menjadi tidak stabil, dan semakin
rendah suhu yang diberikan akan membuat ikatan emulsi menjadi lebih
stabil.
Penyimpangan yang terjadi selanjutnya terjadi pada sampel
perbandingan 4 ml santan + 1 ml susu UHT, 1 ml santan + 4 ml susu UHT
pada hasil praktikum selama 60 menit tidak dihasilkan endapan. Padahal
menurut teori Farmasetika (1997) seharusnya terbentuk endapan karena
ketidak stabilan emulsi akibat perbandingan campuran yang berbeda
sehingga terjadi tarik menarik partikel koloid yang tidak seimbang.
Sangat penting bagi kita untuk dapat mengetahui kestabilan emulsi
karena dengan mengetahui kestabilan emulsi maka kita dapat melakukan
ekstraksi dengan efisien. Pada pembuatan minyak kelapa misalnya, perlu
adanya pemecahan emulsi dari santan untuk mendapatkan VCO atau
minyak kelapa secara maksimal (Fachry dkk, 2007) selain pada pembuatan
minyak kelapa, ekstraksi juga di gunakan dalam pembuatan minyak
kelapa sawit. Sebelum menjadi minyak goreng emulsi di pecahkan untuk
mendapatkan crude oil. Kestabilan emulsi juga penting digunakan untuk
menentukan dan memperpanjang umur simpan suatu produk. Sehingga
produk yang diterima konsumen pada kondisi terbaiknya.
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara Emulsi ini
adalah :
1. Susu UHT dan santan adalah emulsi tipe oil in water (O/W), sedangkan
margarin merupakan emulsi tipe water in oil (W/O).
2. Emulsi yang diberi perlakuan pemanasan cenderung tidak stabil
dibanding yang tidak diberi perlakuan pemanasan.
3. Semua sampel 1 ml santan + 4 ml susu UHT, 5 ml santan, 4 ml santan +
1 ml susu murni, 4 ml santan + 1 ml susu UHT, 5 ml susu UHT, dan 1
ml santan + 4 ml susu murni yang tanpa diberi perlakuan akan
membentuk emulsi.
4. Sampel 4 ml santan + 1 ml susu murni, 5 ml susu UHT, dan 1 ml santan
+ 4 ml susu murni dengan diberi perlakuan pemanasan akan
membentuk emulsi.
5. Sampel 1 ml santan + 4 ml susu UHT, 5 ml santan, dan 4 ml santan + 1
ml susu UHT diberi perlakuan pemanasan tidak membentuk emulsi.
DAFTAR PUSTAKA

Achouri, Allaoua., Younnes Zamani, dan Joyce Irene Boye. 2012. Stability and
Physical Properties of Emulsions Prepared with and Without Soy Proteins.
Journal of Food Reasearch Vol. 1 No. 1 Hal: 254-267
Aichele, Clint P Et Al. 2007. Water In Oil Emulsion Droplet Size
Characterization Using A Pulsed Field Gradient With Diffusion Editing
(PFG-DE) NMR Technique. Journal Of Colloid And Interface Science,
Vol.315 (2): 607619.
Cortis, Andrea and Teamrat A. Ghezzehei. 2007. On The Transport Of Emulsions
In Porous Media. Journal Of Colloid And Interface Science, Vol. 313 (1):
14.
Fachry, H.A.R., Arta, Serlis dan Fadma Dewi. 2007. Pengaruh Pemanasan Dan
Derajat Keasaaman Emulsi Pada Pembuatan Minyak Kelapa. Jurnal Teknik
Kimia No. 1, Vol. 11, Januari 2007
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air & Udara. Kanisius. Yogyakarta.
Farmasetika. 1997. Penetuan Tipe dan Jenis Emulsi. Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.
Hartomo, A. J dan M. C. Widiatmoko. 1993. Emulsi dan Pangan Instant Ber-
Lesitin. Andi Offset. Yogyakarta.
Herlina. 2014. Studi Adsorpsi-Desorpsi Zat Warna Methylene Blue Dalam
Kitosan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Kumalla, Larose, dkk. 2013. Uji Performansi Pengering Semprot Tipe Buchi B-
290 Pada Proses Pembuatan Tepung Santan. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis, Vol. 1 (1).
Marliyati, Sri Anna., Hidayat Syarief., Deddy Muchtadi., Latifah K. Darusman,
dan Rimbawan. 2010. Suplementasi Sterol Lembaga Gandum ( Triticum
sp) Pada Margarin. Jurnal Teknol dan Industri Pangan Vol. 21 No. 1 Hal:
73-79.
Raouf, Manar El-Sayed Abdul. 2012. Crude Oil Emulsions- Composition Stability
and Characterization. Journal of InTech.
Reddy, S. R and H. S. Fogler. 1980. Emulsion Sability: Determination From
Turbidity. Journal Of Colloid and Interface Science, Vol. 79, No. 1.
Sarunggallo, Zita Letviany., Harry Triely Uhi., Mathelda Kurniaty Roreng, dan
Aprida Pongsibidang. 2014. Sifat Organoleptik , Sifat Fisik, serta Kadar
Beta-karoten dan Alfa-tokoferol Emulsi Buah Merah (Pandanus
Conoideus). Jurnal Agritech Vol. 34 No. 2 Hal:177-183.
Shovyana, Hidayatu Hana dan A. Karim Zulkarnain. 2013. Stabilitas Fisik Dan
Aktivitas Krimw/O Ekstrak Etanolik Buah Mahkota Dewa (Phaleria
Macrocarpha (Scheff.) Boerl,) Sebagai Tabir Surya. Trad. Med. J, Vol.
18(2): 109-117
Somasundaran, P., Mehta, Somil C and Parag Purohit. 2007. Silicone Emulsions.
Advances In Colloid And Interface Science, Vol. 128130, Hal. 103109.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia. EGC. Jakarta.
Suseno, Thomas Indarto Putut, dan Maria Margaretha Husodo. 2000. Pengaruh
Jenis dan Jumlah Lemak yang Ditambahkan Terhadap Sifat Mentega
Tempe. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Vol.1 No. 2 Hal : 52-59.
Wathoni, Nasrul., Soebagio, Boesro dan Taofik Rusdiana. 2007. Efektivitas
Lecithin Sebagai Emulgator Dalam Sediaan Emulsi Minyak Ikan. Jurnal
Farmaka, Vol. 5 No 2.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

You might also like