You are on page 1of 23

ACARA III

PROTEIN

A. Tujuan
Tujuan praktikum Kimia Pangan Acara III Protein adalah:
1. Mengetahui titik isoelektris dan kelarutan protein.
2. Mengetahui pengaruh pemberian CaSO4 10%, enzim bromelin dari
buah nanas, dan asam asetat terhadap penjendalan protein pada susu
sapi dan sari kedelai.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Susu sapi segar merupakan cairan yang berasal dari ambing
sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang
benar. Kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu
apapun dan belum dapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan
tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu sapi segar juga merupakan
bahan pangan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan
yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat,
mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu
merupakan sumber protein hewani yang mempunyai peranan strategis
dalam kehidupan manusia, karena mengandung berbagai komponen
gizi yang lengkap serta kompleks. Penanganan susu diperlukan tidak
hanya pada produk olahannya saja, namun sejak dari proses
pemerahan, distribusi, hingga produk olahannya (Miskiyah, 2011).
Susu sapi adalah susu yang dihasilkan oleh sapi. Susu tersusun
dari berbagai nutrien, baik yang terlarut dalam air maupun terdispersi
dalam bentuk koloid. Protein susu terdispersi secara koloid dalam fase
air. Protein terpenting adalah kaseinogen dan protein dalam dadih,
laktalbumin serta laktoglobulin. Selama pencernaan, kaseinogen
diubah oleh enzim renin menjadi bentuk terkoagulasi yang disebut
kasein (Gaman dan Sherrington, 1981). Susu adalah substansi cair
yang disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua mamalia. Bagian
utamanya adalah air, lemak, protein, gula, dan abu. Susu merupakan
sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang sangat baik. Mutu
protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu
sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang
sangat dibutuhkan tubuh (Ginting dan Pasaribu, 2005).
Protein susu terdiri dari 80% kasein, 18% laktalbumin, dan 0,05
0,7% laktoglobulin. Kasein merupakan suatu substansi yang
berwarna putih kekuningan yang didapat dalam kombinasi dengan
sebagai kalsium kasein dalam bentuk partikel kecil bersifat gelatin
dalam suspensi. Kasein dapat diendapkan dengan menggunakan asam-
asam encer, rennin, dan alcohol (Muchtadi., 2009).
Kasein natrium asetat berperan sebagai pengemulsi.
Pengemulsi dibutuhkan agar kestabilan produk pangan terjaga seperti
emulsi dan buih karena mempunyai kemampuan menempatkan diri
pada antarmuka dengan cara membentuk lapisan di sekeliling globula
lemak atau udara. Pengemulsi yang mempunyai sifat amfifilik atau
mempunyai sifat afinitas terhadap air dan fase non polar, teradsorpsi
dan membentuk lapisan pada permukaan globula. Kasein natrium
asetat merupakan campuran dari protein fleksibel dengan berat
molekul yang rendah (Estiasih, 2012).
Kasein merupakan komplek senyawa protein dengan garam Ca,
P dan sejumlah kecil Mg dan sitrat sebagai agregat makromolekul
yang disebut kalsium fosfo kaseinat atau misel kasein. Kasein dapat
dipresipitasi oleh asam atau enzim rennin dan presipitasi kasein oleh
rennin ini merupakan dasar untuk pembentukan curd dalam keju.
Kasein merupakan salah satu protein dalam susu yang diketahui
jumlahnya paling banyak dalam susu. Polimorfisme gen kasein
susutelah dihubungkan dengan perbedaan komposisi susu, prosesing
dan kualitas dan juga dengan karakteristik produksi. Kasein terdapat
dalam susu sebagai suatu suspensi koloidal partikel-partikel kompleks
yang disebut misel .Kasein terdiri dari tiga komponen yaitu -kasein,
kasein dan -kasein. Alfa-kasein dan -kasein terbentuk di dalam
kelenjar susu atau ambing sedang -kasein mula-mula ditemukan di
dalam aliran darah kemudian masuk ambing lalu bergabung dengan
kompleks -kasein dan dikenal sebagai -kasein (Hasinah dan
Tiesnamurti, 2007).
Kedelai dipilih sebagai bahan baku susu karena memiliki
kandungan gizi yang tinggi. Di antara kacang-kacangan, kadar protein
kedelai memang paling tinggi. Susu kedelai adalah salah satu hasil
pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu
kedelai memiliki sususnan asam amino yang hamper sama dengan
susu sapi sehingga susu kedelai seringkali digunakan sebagai
pengganti susu sapi bagi mereka yang alergi terhadap protein hewani.
Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi tinggi, terutama
kandungan proteinnya. Selain itu susu kedelai juga mengandung
lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, provitamin A, vitamin B
kompleks (kecuali B12), dan air. Susu kedelai harganya lebih murah
daripada susu hewani. Susu kedelai dapat dibuat dengan teknologi dan
peralatan sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus,
sehingga semua orang dapat membuat sendiri di rumah. Selain untuk
konsumsi sendiri, susu kedelai juga dapat menjadi ladang usaha yang
prospektif bila dikelola dengan baik. Kendala utama yang dihadapi
produsen adalah cepat rusaknya susu kedelai apabila susu kedelai
tidak disimpan di lemari pendingin. Susu kedelai yang rusak ditandai
dengan berubahnya bau, warna, rasa, atau mengental, kemudian terjadi
pemisahan air dengan endapan sari kedelai (Budimarwanti,2004).
Buah nanas mengandung enzim bromelin, (enzim protease yang
dapat menghidrolisa protein, protease atau peptida). Dalam ekstraksi
nanas melalui beberapa proses yaitu pemilihan bahan, pengupasan,
pemotongan, penghalusan, dan penyaringan. Buah nanas dipilih yang
muda, kemudian dikupas dan dibelah menjadi dua, lalu dihaluskan
menggunakan parut. Nanas yang diparut mengeluarkan air, air dan
ampasnya dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kain kassa,
dilakukan penyaringan beberapa kali sehingga air dan ampasnya
benar-benar terpisah. Air nanas tersebut disebut dengan ekstrak buah
nanas yang mengandung bromelin (Tami, et.al.,2012).
Bromelin adalah nama dari kelompok protein pencernaan atau
enzim proteolitik yang ditemukan dalam tanaman nanas (Ananas
comosus). Ditemukan pada tahun 1957 dan dipelajari secara luas sejak
saat itu. Bromelin sangat berguna untuk mengurangi peradangan otot
dan jaringan dan sebagai bantuan pencernaan. Selain itu efek
farmakologis, bromelin juga digunakan dalam industri makanan,
seperti tempat pebuatan bird an pengolahan daging. pH dan suhu
optimum enzim bromelin masing-masing adalah 6,5 7,5 dan 37oC
(Fileti et al., 2009).
Enzim bromelin merupakan suatu enzim endopeptidase yang
mempunyai gugus sulfhidril pada pusat aktifnya. Pada dasarnya enzim
ini diperoleh dari jaringan-jaringan tanaman nanas (Ananas sativus),
famili Bromeliaceae. Penelitian bromelin telah banyak dilakukan.
Enzim protease buah nanas merupakan endopeptidase netral
termostabil, aktivitas optimum ditunjukkan pada pH 7,5 dan suhu 70
C dengan waktu inkubasi 40 menit serta kandungan enzim lebih
banyak di bagian daging buahnya dibandingkan pada bagian
batangnya sedangkan menemukan kandungan enzim bromelin lebih
banyak terdapat pada bagian batang nanas (Maryam, 2009).
Ekstrak nanas dapat mempengaruhi penjendalan pada susu sapi
yang mengandung protein hewani hal ini sesuai dengan teori. Ekstrak
nanas memiliki kandungan enzim bromelin yang mampu memecah
struktur protein menjadi lebih sederhana. Nilai pH optimum enzim
bromelin berkisar antar 7-6 sehingga enzim mampu menghidrolisa
protein terlarut menjadi ikatan pepton, polipeptida dan asam amino.
Selain tingkat keasaman ekstrak nanas, protein terlarut juga
dipengaruhi oleh lama waktu pemasakan sehingga akan menurunkan
kadar protein terlarut atau terdegradasi oleh ikatan ikatan peptide dan
asam amino yang merubah jaringan struktur menjadi lebih sederhana
seperti oligopeptida (carnosin, balenine, dan anserine) yang memiliki
kemampuan menghambat reaksi oksidatif (radikal bebas) dalam tubuh
(Zulfahmi, et.al., 2015).
2. Tinjauan Teori
Protein adalah senyawa yang terdapat dalam setiap sel hidup.
Setengah dari berat kering dan 20% dari berat total seorang manusia
dewasa merupakan protein. Protein merupakan zat gizi yang sangat
penting bagi tubuh karena selain sebagai sumber energi, protein
berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur dalam tubuh.
Fungsi utama protein bagi tubuh adalah untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan, pembentukan senyawa tubuh yang esensial,
regulasi keseimbangan air, mempertahankan netralitas tubuh,
pembentukan antibodi, transpor zat gizi (Muchtadi, 2009).
Protein adalah satu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,
karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh selain itu
sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-
asam amino yang mengandung unsur unsur C, H, O, dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein
mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung
unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 2004). Di dalam sel,
protein terdapat sebagai protein struktural maupun sebagai protein
metabolik. Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur
sel dan tidak dapat diekstrasi tanpa meyebabkan disintegrasi sel
tersebut. Protein metabolik ikut serta dalam reaksi reaksi sintesa
protein baru. Protein metabolik dapat diekstrasi tanpa merusak
integritas struktur sel itu sendiri (Sediaoetama, 2000). Protein dapat
mengkatalis dan meregulasi reaksi biokimia, transport molekul, dan
konversi fotosintesis dari cahaya untuk tumbuh serta membentuk
struktur basis seperti kulit, rambut, dan urat daging (Fairchild et al.,
1995).
Protein dapat digolongkan menurut struktur susunan molekul
kelarutannya, adanya senyawa lain dalam molekul, tingkat degradasi,
dan fungsinya. Menurut struktur susunan molekulnya, protein terbagi
menjadi 2 yaitu protein fibriler/skleoprotein dan protein
globuler/sferoprotein. Protein fibriler/skleoprotein adalah protein yang
berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut pelarut encer,
baik larutan garam, asam, basa maupun alkohol. Kegunaan protein ini
terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dan jaringan.
Kadang kadang protein ini disebut albuminoid dan sklerin.Protein
globuler/sferoprotein adalah protein yang berbentuk bola. Kegunaan
protein ini banyak terdapat pada bahan seperti susu, telur, dan daging
yang banyak dikonsumsi masyarakat. Protein ini larut dalam larutan
garam dan asamencer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh
suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa dibandingkan fibriler
(Winarno, 2004).
Denaturasi protein adalah suatu perubahan atau modifikasi
terhdapa struktur sekunder, tersier dan kuartener terhdapa molekul
protein tanpa terjadinya ikatan ikatan kovalen. Dapat pula dikatakan
sebagi suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik,
ikatan garam dan terbukanya liparan molekul. Denaturasi protein
terjadi pada saat susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul
protein berubah maka dikatakan protein ini terdenaturasi. Sebagian
besar protein globuler mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan
ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut mudah rusak,
molekul akanmengembang. Kadang kadang perubahan ini memang
dikehendaki dalam pengolahan makanan, tetapi sering pula dianggap
merugikan sehingga perlu dicegah. Ada 2 macam denaturasi yaitu
pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit
yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul (Winarno,
2004).
Penurunan pH sampai titik isoelektrik dapat mengendapkan
protein. Pada titik isoelektrik protein mempunyai nilai kelarutan
terendah. Hal ini terjadi karena pada pH isoelektrik protein berada
dalam bentuk zwitter ion dan cenderung membentuk ion dipolar
(NH3+CHRCOO-). Pada kondisi tersebut gugus hidrofilik terlipat ke
dalam sehingga protein yang semula larut akan mengalami koagulasi
dan kemudian mengendap (Windrati dkk., 2010).
Menurut kelarutannya protein globuler dapat dibagi dalam
beberapa kelompok yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin, histon
dan protamin. Albumin larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas
contohnya albumin telur, serum dan laktalbumin dalam susu. Globulin
tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan
garam encer dan mengendap dalam larutan garam berkonsentrasi
tinggi, contoh globulin adalah legumin pada kacang kacangan.
Glutelin tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa
encer, contohnya glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
Prolamin larut dalam alkohol 70-80% dan tidak larut dalam air
maupun alkohol absolut, contohnya gliadin pada gandum, zein pada
jagung. Histon larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer,
contohnya globin dalam hemoglobin. Protamin larut dalam air dan
tidak terkoagulasi oleh panas, contohnya salmin pada salmon, klupein
pada ikan herring, skombrin pada mackerel (Winarno, 2004).

C. Metodologi
1. Alat
a. Labu takar 50 ml
b. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
c. Pipet ukur 1 ml, 5 ml, 10 ml
d. Stopwatch
e. pH meter
f. Beaker glass 250 ml
g. Pengaduk
h. Penangas air
2. Bahan
a. Aquades
b. Larutan kasein Na-asetat
c. Asam asetat 0,01 N
d. Asam asetat 0,1 N
e. Asam asetat 1 N
f. Susu sapi
g. Sari kedelai
h. Ca(OH)2
i. Asam cuka
j. Bromelin dari buah nanas
3. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Kasein Natrium Asetat

0,25 gram kasein murni

20 ml aquades
dan 5 ml NaOH 1 Pemasukan dalam labu takar 50 ml.
N

Penambahan

5 ml asam asetat 1 N

Penambahan

Aqudes hingga tanda tera (50 ml)

Penggojogan hingga homogen.


b. Titik Isoelektris dan Kelarutan Protein

9 tabung reaksi

Penyiapan dan pemberian label.

Tabung 1 : 8,40 ml aquades + 0,60 ml asam asetat 0,01 N


Tabung 2 : 7,75 ml aquades + 1,25 ml asam asetat 0,01 N
Tabung 3 : 8,75 ml aquades + 0,25 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 4 : 8,50 ml aquades + 0,50 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 5 : 8,00 ml aquades + 1,00 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 6 : 7,00 ml aquades + 2,00 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 7 : 5,00 ml aquades + 4,00 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 8 : 1,00 ml aquades + 8,00 ml asam asetat 0,1 N
Tabung 9 : 7,40 ml aquades + 1,60 ml asam asetat 1 N

Masing-masing tabung

Penambahan

1 ml larutan kasein natrium asetat

Penggojogan

Pengamatan kekentalan dan endapannya sesaat setelah


penggojogan, setelah 10 menit dan setelah 30 menit.

Pengukuran pH pada larutan yang paling keruh dan terdapat


banyak endapan.
c. Penjendalan Protein

6 gelas Beaker 200 ml

Penyiapan

Gelas Beaker 1 : 100 ml susu sapi + 3 ml CaSO4 10%


Gelas Beaker 2 : 100 ml susu sapi + 3 ml enzim bromelin buah nanas
Gelas Beaker 3 : 100 ml sari kedelai + 3 ml CaSO4 10%
Gelas Beaker 4 : 100 ml sari kedelai + 3 ml enzim bromelin buah
nanas

Pengadukan

Penginkubasian gelas Beaker 2 dan 4 dalam waterbath pada


suhu 40oC selama 15 menit.

Pengamatan terhadap perubahan yang terjadi.

2 gelas Beaker 200 ml

Penyiapan

Pengisian gelas Beker 1 dengan 50 ml susu sapi


Pengisian gelas Beker 2 dengan 50 ml sari kedelai

Pemanasan sampai suhu 80oC

Penambahan asam cuka sampai pH pembentukan endapan


terbanyak menurut percobaan 1.

Pengamatan terhadap perubahan yang terjadi.


D. Pembahasan
Tabel 3.1 Pengamatan Titik Isoelektrik dan Kelarutan Protein

Asam Asetat
Waktu (menit)
Aquades (ml) pH
No.
(ml)
0,01 0,1 1 0 10 30
N N N P K P K P K
1 8,4 0,6 - - - - - - - - 5,9

2 7,75 1,25 - - - - - - - - 5,6

3 8,75 - 0,25 - - - - - - - 5,3


++ ++ ++
4 8,5 - 0,5 - - - - 5,0
+ + +
5 8 - 1 - x ++ xxx ++ xxx ++ 4,7

6 7 - 2 - x ++ xx + xxx + 4,4

7 5 - 4 - - ++ x + x + 4,1
++ ++ ++
8 1 - 8 - - - - 3,8
+ + +
9 7,4 - - 1,6 - ++ - ++ - ++ 3,5
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan: K = kekeruhan (+)
P = presipitasi (x)
(-) = tidak ada
(+) = agak keruh (x) = sedikit endapan
(++) = keruh (xx) = cukup endapan
(+++) = sangat keruh (xxx) = banyak endapan
Diketahui bahwa dalam praktikum yang telah dilakukan
digunakan asam asetat dengan 3 jenis konsentrasi yang berbeda yaitu
0,01 N, 0,1 N, dan 1 N. Pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa dengan
konsetrasi asam asetat yang berbeda, akan menghasilkan kekeruhan dan
presipitasi yang berbeda pula. Penambahan asam asetat mengakibatkan
protein mengalami denaturasi. Denaturasi yaitu rusaknya struktur
protein sehingga protein akan mengendap. Pengendapan protein oleh
asam asetat dapat dipercepat dengan adanya panas. Pertama akan
terjadi presipitasi yaitu pembentukan presipitat atau partikel kecil yang
melayang laying di dalam larutan dan dapat mengendap dalam waktu
singkat. Presipitat tersebut akan saling membentuk agregat (partikel
yang lebih besar) dari presipitat yang belum mengalami pengendapan.
Jika jumlah agregat terus bertambah maka akan saling membentuk
endapan. Kelarutan protein akan meningkat jika diberi perlakuan asam
yang berlebih. Dikarenakan ion positif pada asam yang awalnya
menyebabkan protein bermuatan netral atau nol menjadi bermuatan
positif. Hal ini menyebabkan kelarutannya bertambah. Semakin jauh
derajat keasaman larutan protein dari titik isoelektrisnya, maka
kelarutannya akan semakin bertambah. Apabila pH isoelektrik tercapai
maka muatan yang saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga
akan membentuk gumpalan. Semakin kecil pH buffer asetatnya, maka
akan semakin banyak endapan yang terjadi. pH yang kecil akan banyak
membentuk endapan, ini berarti selisih muatan listrik antara kutub
positif dan kutub negatif adalah sama. Sehingga tidak terjadi
pergerakan dan tidak membentuk endapan ataupun warna keruh
(Triyono, 2010).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil pH
terkeruh terdapat pada tabung 6 dengan pH 4,4. Hal ini menunjukkan
bahwa pada tabung 6 adalah titik isoelektris protein sampel.
Berdasarkan teori yang ada, protein kedelai sebagian besar merupakan
globulin. Protein kedelai mempunyai titik isoelektris antara 4,1 - 4,6.
Globulin akan mengendap pada pH 4,1. Sedangkan protein yang lain
seperti proteosa, prolamin dan albumin bersifat larut dalam air sehingga
diperkirakan penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan
terlepasnya ikatan struktur protein karena panas yang menyebabkan
terlarutnya komponen protein dalam air (Sundarsih dan Kurniaty,
2009).
Faktor yang mempengaruhi titik isoelektrik salah satunya adalah
pH (Winarno, 2004). Pada pH di atas titik isoelektrik maka protein
bermuatan negatif, dan jika pHnya dibawah titik isoelektrik maka
protein bermuatan bermuatan positif. Sehingga untuk mengendapkan
protein dengan ion logam diperlukan pH larutan diatas titik isoelektrik,
dan pengendapan oleh ion negatif memerlukan pH dibawah titik
isoelektrik. Proses pengendapan protein dapat dilakukan dengan
menyesuaikan pH titik isoelektrik untuk mendapat endapan protein
yang diinginkan. Pada titik isoelektrik untuk mendapat endapan protein
yang diinginkan akan mengendap, sedangkan protein lain yang tidak
diinginkan tetap dalam larutan (Poedjiadi, 2009).
Faktor yang mempengaruhi derajar presipitasi adalah kelarutan zat
terlarut pada pelarutnya. Presipitasi disebabkan oleh berkurangnya
kelarutan protein karena perubahan kimia. Semua faktor yang terjadi
pada denaturasi dan menimbulkan denaturasi protein juga terjadi pada
presipitasi protein dan dapat menyebabkan perubahan kelarutan protein.
Presipiasi disebabkan oleh pengembangan molekul protein akibat
membukanya heliks heliks protein dan terjadi akibat terganggunya
kestabilan koloid yang disebabkan oleh menurunnya muatan
elektrostatik protein sehingga gaya gravitasi akan lebih dominan
dibandingkan gaya tolak menolak antar molekul. Penggunaan asam
akan menurunkan pH mencapai titik isoelektrik sehingga mengalami
presipitasi yang artinya protein tidak dapat larut kembali. Jika pH
dibuat pada pH isoelektrik maka protein akan mengalami presipitasi
kemudian penggumpalan (Harmayani, 2009).
Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Penjendalan Protein Susu Sapi dan Sari
Kedelai
Intensitas
Kel. Bahan Inkubasi
K P
Susu Sapi
+ 3ml CaSO4 10% Suhu kamar +++ -
1 + 3ml bromelin buah
400C +++ xxx
2 nanas
5 + 3 ml as.asetat 1 N Suhu kamar - -
Dipanaskan
+ as.asetat + xxx
800C
Sari kedelai
+ 3 ml CaSO4 10% Suhu kamar +++ -
3 + 3 ml bromelin buah
400 - -
4 nanas
6 + 3 ml as.asetat 1 N Suhu kamar ++ xxx
Dipanaskan
+ as.asetat +++ xx
800C
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan :
K : Kekeruhan (+) (+) : agak keruh (x) : sedikit endapan
P : Presipitasi (x) (++) : keruh (xx) : cukup endapan
(-): tidak ada (+++) : sangat keruh (xxx) : banyak endapan
Dalam praktikum penjendalan protein, sampel susu sapi dan
sari kedelai diberikan beberapa perlakuan yang berbeda. Perlakuan-
perlakuan tersebut adalah penambahan dengan larutan CaSO4 10% pada
suhu kamar, penambahan dengan enzim bromelin dari buah nanas pada
pemanasan hingga suhu 40oC, dan penambahan asam asetat dengan
pemanasan hingga suhu 80oC. Berdasarkan hasil praktikum yang telah
dilakukan, dapat dilihat pada sampel susu sapi dengan penambahan
larutan CaSO4 10% pada suhu kamar bahwa larutan menjadi sangat
keruh namun tidak memiliki endapan. Pada susu sapi dengan
penambahan enzim bromelin dari buah nanas pada pemanasan hingga
suhu 40oC, sampel menjadi sangat keruh dan terdapat banyak endapan.
Dan pada susu sapi dengan penambahan asam asetat dengan pemanasan
hingga suhu 80oC, sampel menjadi agak keruh dengan banyak endapan.
Kemudian selanjutnya pada sampel sari kedelai dengan penambahan
larutan CaSO4 10% pada suhu kamar, dapat dilihat bahwa larutan
menjadi sangat keruh namun tidak terdapat endapan. Pada sampel sari
kedelai dengan enzim bromelin dari buah nanas pada pemanasan
hingga suhu 40oC dapat dilihat bahwa larutan menjadi tidak keruh dan
tidak terdapat endapan. Kemudian pada sampel sari kedelai dengan
penambahan asam asetat pada suhu kamar larutan menjadi keruh dan
banyak terdapat endapan. Dan terakhir, pada sampel sari kedelai
dengan penambahan asam asetat dengan pemanasan hingga suhu 80 oC
larutan menjadi sangat keruh dan tedapat cukup endapan.
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa CaSO4 dan asam asetat
adalah 2 zat yang paling merusak protein. Hal ini dikarenakan CaSO4
merupakan zat penggumpal protein (Sundarsih dan Kurniaty, 2009) dan
asam asetat mengakibatkan protein mengalami denaturasi (Triyono,
2010). Kemudian pada sampel susu sapi, enzim bromelin juga merusak
proteinnya. Hal ini disebabkan enzim bromelin mengakibatkan
penjendalan pada protein yang berasal dari hewan (protein hewani).
Sehingga hanya menjendal pada sampel susu sapi saja, dan tidak
berpengaruh apapun pada sampel sari kedelai karena sari kedelai
merupakan sumber protein nabati (Zulfahmi, et.al., 2015).Enzim
protease alami selain bromelin salah satunya adalah papain yang
merupakan suatu protease silfihidril dari getah pepaya yang memiliki
kemampua proteolitik dalam mengkoagulasi kasein susu pada produksi
keju. Aktivitas proteolitik papain ditandai dengan proses pemecahan
substrat menjadi produk oleh gugus histidin dan sistein pada sisi aktif
enzim (Putri dkk.,2013).
Protein kasein terdiri dari dua jenis, yaitu kasein yang sensitif
terhadap kalsium dan kasein yang tidak sensitif terhadap kalsium.
Kedua jenis kasein tersebut jika dicampurkan akan menghambat
terjadinya endapan dari jenis yang sensitif terhadap kalsium. Kasein
yang tidak sensitif terhadap kalsium yaitu (s1), (s2) dan k kasein,
sedangkan kasein adalah kasein yang sangat sensitif terhadap
kalsium. Power of Hidrogen (pH) mempengaruhi kandungan kalsium
dan interaksi antar kalsium dengan kasein dalam membentuk sifat
fungsional keju. Kalsium merupakan mineral yang penting dalam
pembuatan keju. Ion Ca++ memberikan pengaruh besar terhadap proses
koagulasi kasein susu oleh rennet, khususnya pada tahap agregasi.
Penurunan pH susu pada aplikasi pangan yaitu pembuatan keju dapat
menurunkan kadar kalsium keju sehingga dapat meningkatkan daya
leleh keju. Kasein mudah sekali mengendap pada titik isoelektrik yaitu
pada pH 4,6-5,0 dan memiliki kelarutan yang rendah pada kondisi
asam. pH dapat mempengaruhi struktur kasein. Kasein-kasein ini
berkumpul membentuk kasein misel sehingga membentuk agregat
kompleks dari monomer ikatan kalsium fosfat yang dapat dirubah
dengan variasi pH rendah (Rahayu et.al., 2010)
Dampak positif kerusakan protein yaitu pada aplikasi pembuatan
keju,keju mozzarella merupakan keju yang dibuat menggunakan
pengasaman langsung (direct acidification) (Rahayu et.al., 2010).
Dampak negatif dari kerusakan protein salah satunya diakibatkan oleh
suhu panas misalnya, selama menggoreng dapat menyebabkan
denaturasi protein, yang selanjutnya menyebabkan hilangnya grup-grup
asam amino bebas, menurunnya kapasitas memegang air, serta
mengakibatkan membukanya rantai-rantai protein pada ikatan yang
labil melibatkan grup-grup SH dan OH. Denaturasi menyebabkan
pengembangan molekul protein sehingga membuka gugus reaktif yang
ada pada rantai polipeptida, selanjutnya gugus-gugus tersebut akan
mengalami pengikatan kembali dengan gugus reaktif yang sama atau
berdekatan. Jika proses ini melibatkan pembentukan cross linking
disulfida maka akan mempunyai kontribusi terhadap pengerasan tekstur
daging pada aplikasi pangan (Mastuti, 2008).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Kimia Pangan Acara III dapat
disimpulkan:
1. Titik isoelektris adalah titik dimana pH asam amino berada pada
bentuk amfoter. Titik isoelektrik ini menyebabkan kelarutan protein
menurun dan mencapai angka terendah sehingga protein akan
mengendap dan menggumpal.
2. Penambahan CaSO4 dan asam asetat merupakan 2 zat utama yang
menyebabkan penjendalan pada kedua sampel, dan untuk sampel susu
sapi adanya enzim bromelin juga menyebabkan terjadinya
penjendalan.
3. Faktor yang dapat mempengaruhi penjendalan protein adalah
temperatur, perubahan pH, radiasi, zat pengoksidasi atau pereduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Budimarwanti, C. 2004. Komposisi dan Nutrisi Pada Susu Kedelai. Jurdik


Kimia FMIPA UNY. Yogyakarta
Estiasih, Teti, 2012. Adsorpi Kompetitif Fosfolipid pada Permukaan
Globula Minyak dalam Sistem Emulsi yang Distabilisasi Kaseinat.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13. No. 1.
Fairchild., S., Ruth Pachter, Ronald Perrin. 1995. Protein Structure
Analysis and Prediction. Mathematics Journal Vol. 5. No. 4.
Fileti, A. M. F., Gilvan A. F., Jose C. C. S., Elias B. T. 2009. Batch and
Continuous Extraction of Bromelin Enzyme by Reversed Micelles.
Brazillian Archives of Biology and Technology. Vol. 52. No. 5.
Gaman, P. M. Dan K. B. Sherrington. 1992. Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Ginting,Nurzainah., Elsegustri Pasaribu. 2005. Pengaruh Temperatur
Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan
Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus
Thermophilus. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1 No.2.
Harmayani, Eni, Endang S. Rahayu, Titiek F. D., Citra A. S., Tri Marwati.
2009. Pemanfaatan Kultur Pediococcus acidilacticif-11 Penghasil
Bakteriosin sebagai Penggumpal pada Pembuatan Tahu. Jurnal
Pascapanen Vol. 6 No. 1.
Hasinah dan Bess Tiesnamurti. 2010. Identifikasi Gen -Kasein Untuk
Seleksi Pada Sapi Perah.Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Bogor.
Maryam, Siti. 2009. Ekstrak Enzim Bromelin Dari Buah Nanas (Ananas
Sativus Schult.) Dan Pemanfaatannya Pada Isolasi DNA.Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Mastuti, Rini. 2008. Pengaruh Suhu Dan Lama Waktu Menggoreng
Terhadap Kualitas Fisik Dan Kimia Daging Kambing
Restukturisasi. Jurnal Teknologi Hasil Ternak Vol. 3 No. 2
Miskiyah. 2011. Standar Nasional Susu Cair di Indonesia. Jurnal
Standarisasi Vol. 13. No. 1.
Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta: Bandung.
Poedjiadi, Anna. 2009. Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi. UI-Press:
Jakarta.
Putri, Ranika Adytia, Ali Kusrijadi, Asep S. Kajian Penggunaan Amonium
Sulfat Pada Pengendapan Enzim Protease (Papain) Dari Buah
Pepaya Sebagai Koagulan Dalam Produksi Keju Cottage. Jurnal
Sains dan Teknologi Kimia Vol. 4 No. 2.
Rahayu, Premy P., Purwadi, Imam Thoahri. 2010. Modifikasi Kasein
Dengan CaCl2 Dan PH Yang Berbeda Ditinjau Dari Kelarutan
Protein, Kelarutan Kalsium, Bobot Molekul Dan Mikrostruktur.
Fakultas peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi. Dian Rakyat: Jakarta.
Sundarsih dan Kurniaty. 2009. Pengaruh Waktu Dan Suhu Perendaman
Kedelai Pada Tingkat Kesempurnaan Ekstraksi Protein Kedelai
Dalam Proses Pembuatan Tahu. Makalah Penelitian Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
Tami, Sutarti W., Lilik Eka Radiati, and Eny Sri Widyastuti. 2012.
Influence Of Soaking Duration And Concentration Extract
Pineapple On Water, Fat And Protein Content For Domestic
Chicken Meat (Gallus Domesticus). Faculty of Animal Husbandry,
University of Brawijaya.
Triyono, Agus. 2010. Peningkatan Fungsional Pati dari Ubi Jalar
(Ipomoea batatas L.) dengan Enzim -amilase (Bacillus subtilis)
sebagai Bahan Substitusi Pengolahan Pangan. Jurnal Sains MIPA
Vol. 13. No. 1. Halaman 60-66.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Windrati, Wiwik S., Ahmad Nafi, Puspa D. A. 2010. Sifat Nutrisional
Protein Rich Flour (PRF) Koro Pedang. Agrotek Vol. 4. No. 1.
Zulfahmi, M., Yoyok Budi Pramono, dan Antonius Hintono. 2013.
Pengaruh Marinasi Ekstrak Kulit Nenas (Ananas Comocusl. Merr)
Pada Daging Itik Tegal Betina Afkirterhadap Kualitas Keempukan
Dan Organoleptik. Jurnal Pangan dan Gizi Vol.04 No. 08.
LAMPIRAN

Gambar 3.1 Penjendalan sampel susu + garam

Gambar 3.2 Penjendalan susu + asam

Gambar 3.3 Penjendalan sampel susu + enzim bromelin nnas


Gambar 3.4 Penjendalan pada sampel sari kedelai + garam

Gambar 3.5 Penjendalan sari kedelai + asam

Gambar 3.6 Penjendalan sari kedelai + enzim bromelin nanas


Gambar 3.7 Percobaan penentuan titik isoelektrik kasein na-asetat

Gambar 3.8 Hasil penentuan titik isoelektrik kasein na-asetat

You might also like