You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya
orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut. Nyeri juga merupakan sebuah bentuk alarm bagi tubuh, dimana
menandakan kalau bagian tubuh yang mengalami nyeri sedang bermasalah dan
butuh penanganan.
Secara spesifik menurut para ahli memiliki definisi yang berbeda-beda namun
tetap bisa ditarik satu kesimpulan garis besar. Nyeri adalah suatu sensori subjektif
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalamkejadian-
kejadian di mana terjadi kerusakan IASP (Potter dan Perry, 2006). Sedangkan
menurut Arthur C.Cuvton (1983) nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi
tubuh, timbul bila jaringan yang sedang dirusak dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi atau menghilangkan ransang nyeri. Secara umum nyeri dapat
didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Kita
sebagai perawat perlu menguasai konsep nyeri agar mampu memberikan atau
mengembalikan rasa nyaman pasien yang hilang akibat adanya nyeri dengan
asuhan keperawatan.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi, jenis dan karakteristik nyeri.
2. Untuk mengetahui teori nyeri, penatalaksanaan nyeri.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada nyeri. (pengkajian, diagnosa,
rencana tindakan keperawatan, dan tindakan keperawatan pada pasien nyeri).
1.3. Manfaat
1. Kita dapat mengetahui definisi, jenis dan karakteristik nyeri.
2. Kita dapat mengetahui teori nyeri dan penatalaksanaan nyeri.
4. Kita dapat mengetahui asuhan keperawatan pada nyeri. (pengkajian,
diagnose, rencana tindakan keperawatan, dan tindakan keperawatan pada
pasien nyeri).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi, Jenis dan Karakteristik Nyeri.
2.1.1. Definisi

1
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
atau yang dirasakan dalamkejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan IASP
(Potter dan Perry, 2006). Sedangkan menurut Arthur C.Cuvton (1983) nyeri
adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul bila jaringan yang sedang
dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi atau menghilangkan ransang
nyeri. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,
baik ringan maupun berat. Sedangkan penyebab nyeri bermacam-macam, yaitu :
a) Trauma
Mekanik, yaitu rasa nyeri yang timbul akibat ujung-ujung saraf
bebas mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan
luka dan lain-lain.
Termal yaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
ransangan akibat panas dan dingin, misal karena api dan air.
Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat
asam atau basa yang kuat.
Elektrik, yaitu pengaruh yang timbul karena aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot
dan luka bakar.
b) Peradangan, yakni nyeri karena terjadi kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan
misalnya, abses.
c) Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah,.
d) Gangguan pada jaringan tubuh , misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
e) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
f) Iskemi pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteri koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
g) Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

2.1.2. Jenis dan karakteristik Nyeri


Ada 3 klasifikasi nyeri, yaitu sebagai berikut
1. Nyeri Perifer. Nyeri ini ada tiga macam, yaitu (1) nyeri superficial, yakni rasa
nyeri yang muncul akibat ransangan pada kulit dan mukosa; (2) nyeri
visceral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri di
rongga abdomen, kranium dan toraks; (3) nyeri alih, yakni nyeri yang
dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,
batang otak,dan thalamus.

2
3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata
lain, nyeri ini timbul akibat pikiran penderita sendiri. Sering kali, nyeri ini
muncul karena faktor psikologis buka fisiologis.

Karakteristik Nyeri
Dibawah ini diuraikan tentang beberapa karakteristik nyeri menurut tempatnya,
sifatnya, intensitas rasa sakit, dan waktu serangan nyeri.

Menurut Tempat
1. Periferal pain: nyeri permukaan (superficial pain), nyeri dalam (deep pain),
nyeri alihan (refered pain), nyeri yang dirasakan pada area yang bukan
merupakan sumber nyerinya.
2. Central pain, terjadi karena peransangan pada susunan saraf pusat, medulla
spinalis, batang otak, dan lain lain.
3. Psychigenic pain, nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi dari akiabt
trauma psikologis.
4. Phantom pain, merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tidak ada
lagi. Contohnya pada amputasi, phantom pain timbul akibat dari stimulasi
dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh
karena itu orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
5. Radiating pain, nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas pada
jaringan sekitar.
6. Nyeri somatis dan nyeri visceral, kedua nyeri ini umumnya bersumber dari
kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang.

Karakteristik Nyeri Somatis Nyeri Viseral


Superfisial Dalam
Kualitas Tajam, menusuk, Tajam, tumpul, Tajam, tumpul, nyeri
membakar nyeri terus, terus, kejang
Menjalar Tidak Tidak Ya
Stimulasi Torehan, abrasi Torehan, panas, Distensi, iskemia,
terlalu panas dan iskemia pergeseran spasmus, iritasi
dingin tempat kimiawi (tidak ada
torehan)
Reaksi Otonom Tidak Ya Ya
Refleks Kontraksi Tidak Ya Ya
Otot

Menurut Sifat

3
1. Insidentil : timbul sewaktu waktu-waktu dan kemudian menghilang.
2. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan pada waktu yang lama.
3. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali serta biasnya
menetap 10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
4. Intractable pain : nyeri yang resistan dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontra indikasi akibat
dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

Menurut Intensitas Nyeri


1. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah.
2. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi psikologis dan psikologis.
3. Nyeri berat : dalam intensitas tinggi.
Menurut Waktu Serangan Nyeri
1. Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera
spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik,
nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut
didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam
bulan (Brunner & Suddarth, 1996). Berger (1992) menyatakan bahwa nyeri
akut merupakan mekanisme pertahanan yang berlangsung kurang dari enam
bulan. Secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas,
tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak
tangan, dan perubahan ukuran pupil.

Asidosis Metabolik

Tegangan Otot Cemas

2. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang
ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak
memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama
enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer

4
2001). Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti
berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan
setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai
beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan,
ini bersifat terus-menerus atau intermitten.

Nyeri Kronis

Klien menjadi mudah tersinggung dan


mengalami insomnia

Kecemasan Kurang perhatian dan Putus asa tidak


meningkat isolasi sosial bisa ditolong

Klien mundur dari interaksi


sosial

Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis


Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Suatu kejadian. Jika klien baru Suatu situasi, status eksistensi nyeri.
pertama kali mengalami Jika klien telah sering mengalami
episode nyeri, persepsi episode nyeri tanpa pernah sembuh
pertama, tentang nyeri akan atau klien mengalami nyeri yang
mengganggu mekanisme berat, rasa cemas, atau bahkan rasa
kopingnya. Setiap orang takut dapat muncul. Sebaliknya jika
belajar dari pengalaman klien pernah mengalami nyeri yang
nyerinya. Akan tetapi, sama berulang-ulang dan ia berhasil
pengalaman nyeri sebelumnya mengatasinya, akan lebih mudah
tidak selalu membuat individu bagi klien untuk
mampu menerima nyeri menginterpretasikan sensasi nyeri
dengan mudah. yang muncul. Dengan demikian,

5
klien akan lebih siap untuk
melakukan tindakan yang diperlukan
guna menghilangkan nyeri.
Sumber Sebab eksternal atau penyakit Sumber nyeri tidak diketahui atau
yang berasal dari dalam tidak diubah atau pengobatan terlalu
lama atau efektif. Klien sukar
menentukan sumber nyeri karena
pengindraan nyeri yang sudah lebih
mendalam.
Serangan Mendadak Bisa mendadak atau bertahap,
berkembang dan tersembunyi
(terselubung).
Durasi/waktu Lamanya dalam hitungan Lamanya dalam hitungan bulan, >6
yang menit dan transient (sampai bulan hingga beberapa tahun.
berlangsung enam bulan).
Pernyataan Daerah nyeri pada umumnya Daerah yang nyeri dan yang tidak,
nyeri tidak diketahui dengan pasti. intensitasnya menjadi sangat sukar
Klien yang mengalami nyeri untuk dievaluasi. Klien yang
ini sering kali merasa takut dan mengalami nyeri ini kerap merasa
khawatir dan berharap nyeri tidak aman karena mereka tidak tahu
segera teratasi. Nyeri ini dapat apa yang mereka rasakan. Dari hari
hilang setelah area yang ke hari klien mengeluh, mengalami
mengalami gangguan kembali keletihan, insomnia, anoreksia,
pulih. depresi, putus asa dan sulit
mengontrol emosi.
Gejala klinis Pola-pola respon yang khas Pola-pola respon bervariasi.
dengan gejala-gejala yang Terkadang klien bisa mengalami
lebih jelas. remisi (gejala hilang sebagian atau
seluruhnya) dan eksaserbasi (gejala
semakin parah).
Perjalanan Penderita biasanya mengeluh Berlangsung terus atau intermitten,
berkurang setelah beberapa intensitas bervariasi atau tetap
waku lama konstan.
Prognosis Baik dan mudah untuk Penyembuhan yang sempurna
dihilangkan. biasanya tidak mungkin.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respons Nyeri


Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu :
1. Pengalaman masa lalu dengan nyeri.

6
Individu yang mepunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan
nyeri akan lebih sedikit gelisah dan toleran terhadap nyeri disbanding orang
yang hanya mengalami sedikit nyeri.
2. Ansietas dan nyeri.
Ansietas dapat menigkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
3. Budaya dan nyeri.
Budaya dan ekniksitas mempunyai pengaruh pada bagaiman seseorang
berespon terhadap nyeri (bagaiman nyeri diuraikan atau seseorang
berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya dan etnik tidak
mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale, 1990).
4. Usia dan nyeri.
Perbedaan usia meberikan perbedaan respon nyeri dan persepsi nyeri yang
berbeda.
5. Efek placebo.
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut
akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut
benar-benar bekerja.

2.1.3. Fisiologi Nyeri


Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri
merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi
organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima ransang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor
nyeri disebut juga nosireseptor, secara otomatis reseptor nyeri (nosireseptor) ada
yang bermielin dan ada yang tidak bermielin dari saraf perifer. Berdasarkan
letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu,
kulit (cutaneus), soamatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral. Oleh
karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
sensasi yang berbeda. Menurut Potter dan Perry (2006), terdapat tiga komponen
fisiologis dalam nyeri yaitu, resepsi, persepsi dan reaksi.

7
2.2. Teori Nyeri dan Penatalaksanaan Nyeri.
2.2.1. Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya ransangan nyeri, di antaranya sebagai
berikut :
1. Teori pemisahan (specificity theory)
Menurut teori ini ransangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal
cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian
naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya serta
berakhir di korteks sensoris tempat ransangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern theory)
Ransangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medula
spinalis dan meransang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon
yang meransang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta
kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan
nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respons dari reaksi sel T.
3. Teori pengendalian gerbang (gate control theory) oleh Melzack dan Well
(1965)
Teori ini menjelaskan bahwa substansi gelatinosa (SG) pada medulla
spinalis bekerja layaknya pintu gerbang yang memungkinkan atau
menghalangi masuknya impuls nyeri menuju otak. Suatu keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut control desenden dari otak mengatur
proses pertahanan. Neuron Beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat
melepaskan neurotransmitter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut Beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C,

8
maka akan membuka pertahanan tersebut dank lien akan mempersepsikan
nyeri. Saat impuls dihantarkan ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiate endogen, seperti endorphin dan dinorfin, suatu pembunuh
nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan menghambat pelepasan subtansi P.
Pada mekanisme nyeri, stimulus nyeri ditransmisikan melalui serabut
saraf berdiameter kecil melewati gerbang. Akan tetapi, serbut saraf
beridameter besar yang juga melewati gerbang tersebut dapat menghambat
transmisi impuls nyeri dengan cara menutup gerbang itu. Impuls yang
berkonduksi pada serabut berdiameter besar bukan sekadar menutup gerbang,
melainkan juga merambat langsung ke korteks agar dapat diidentifikasi
dengan cepat (Long,1996).
Dalam uji coba yang dilakukan pada delapan orang, Melzack dan Well
memakai listrik berkekuatan 0,1 m-sec, 100 cps guna meransang saraf spinalis
perifer sehingga menimbulkan rasa nyeri seperti terbakar. Kemudian, dengan
kekuatan listrik yang relative kecil, iya meransang serabut yang lebih tebal
sehingga rasa nyeri tersebut menghilang. Dengan kata lain, uji coba ini
membuktikan kebenaran teori gate control. Jika ada suatu zat dapat
mempengaruhi subtansi gelatinosa di dalam gate control, zat tersebut dapat
digunakan dalam pengobatan nyeri.
4. Teori Transmisi dan Inhibisi
Adanya stimulus pada nosiseptor memulai transmifis impuls-impuls saraf,
sehingga transmifis impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang
spesifik. Kemudian inhibisi impuls menjadi efektif oleh impuls-impuls pada
serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban dan endogen
opiate sistem supresif.
No Jenis Teori Respon Fisiologis
1 Pemisahan Reseptor-reseptor nyeri tertentu menyalurkan impuls-
impuls ke seluruh jalur nyeri ke otak. Tidak
memperhitungkan aspek-aspek fisiologis dari persepsi
dan respon nyeri.
2 Pola Nyeri yang terjadi karena efek-efek kombinasi
intensitas stimulus dan jumlah impuls-impuls pada
dorsal ujung dari sumsum tulang belakang tidak
termasuk aspek-aspek fisiologis.
3 Gate control Impuls-impuls nyeri dapat dikendalikan oleh mekanisme
theory gerbang pada ujung dorsal dari sumsum tulang belakang
untuk memungkinkan atau menahan transmisi. Faktor-

9
faktor gerbang terdiri atas efek impuls-impuls yang
ditransmisikan ke serabut-serabut saraf konduksi cepat
atau lamban dan efek-efek impuls yang turun dari
batang otak dan korteks.
4 Transmisi Stimulus kepada nosiseptor-nosiseptor memulai
dan inhibisi transmisi impuls-impuls saraf. Transmisi impuls-impuls
nyeri menjadi efektif oleh neurotransmitter yang
spesifik. Inhibisi-inhibisi impuls nyeri menjadi efektif
oleh 1. Impuls-impuls menuju serabut-serabut besar
yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan
2. Sistem supresif opiate endogen.

2.2.2. Penatalaksanaan Nyeri


1. Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan
nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama
berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Mengkombinasikan teknik non-
farmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang paling efektif untuk
menghilangkan nyeri (Smeltzer and Bare, 2002). Untuk farmakologi bisa
menggunakan analgesic narkotik seperti mofin dan kodein dan analgesic non-
narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen.
2. Metode pereda nyeri non farmakologis biasanya mempunyai resiko yang
sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan pengganti untuk
obatobatan, tindakan tesebut mugkin diperlukan atau sesuai untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau
menit. Adapun cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah
a. Stimulasi dan masase kutaneus yaitu bertujuan untuk menstimulasi
serabut-serabut yang menstranmisikan sensasisensasi tidak nyeri memblok
atau menurunkan transmisi implus nyeri. Sedangkan masase adalah
stimulasi tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu.
Masasedapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat
relaksasi otot (Smeltzer and Bare, 2002).
b. Terapi es dan panas menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada
beberapa keadaan. Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang
memperkuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat
cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan panas
mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan (Smeltzer and Bare, 2002).

10
c. Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi
diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak.
d. Teknik relaksasi dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri (Smeltzer and Bare,
2002). Ada banyak bukti bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri
punggung. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda nyeri non invasife
lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelumnya pasien menjadi
terampil menggunakannya (Smeltzer and Bare, 2002). Hampir semua
orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode-metode
relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan
keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang
meningkatkan nyeri (Smeltzer and Bare, 2002). Beberapa penelitian, telah
menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal
dalam nyeri pasca-operatif atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik
relaksasi tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin dipraktikkan
bila hanya diajarkan sekali, segera sebelum operasi. Pasien yang sudah
mengetahui tentang teknik relaksasi mungkin hanya perlu diingatkan
untuk menggunakan teknik tersebut untuk menurunkan atau mencegah
meningkatnya nyeri. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan
pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri
(Smeltzer and Bare, 2002).

11
2.3. Asuhan Keperawatan Pada Nyeri
2.3.1. Pengkajian Keperawatan Tentang Nyeri
Pengkajian keperawatan pada individu dengan nyeri termasuk deskripsi nyeri
juga faktor-faktor lain yang mungkin yang dapat mempengaruhi nyeri (y.i,.
pengalaman lalu tentang nyeri, ansietas dan usia) dan respon indivisu terhadap
pereda nyeri.

Mengkaji persepsi nyeri


Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi nyeri
seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus
memenuhi kriteria berikut : (1) mudah dimengerti dan digunakan (2) memerlukan
sedikit upaya pada pada pihak pasien (3) mudah dinilai dan (4) sensitive terhadap
perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Alat-alat pengkajian nyeri dapat
digunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk mengevaluasi
efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi
alternatif atau tambahan jika intervensi sebelumnya tidak efektif dalam
meredakan nyeri individu.
Deskripsi Verbal Tentang Nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri
yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan
membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri
individual dalam beberapa cara berikut :
Intensitas nyeri, individu dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri
pada skala verbal.
Karakteristik nyeri, termasuk letak nyeri terjadi, durasi nyeri terjadi
(menit, jam, hari, bulan), irama nyeri (mis. Terus menerus, hilang timbul,
periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau keberadaan dari
nyeri), dan kualitas (mis. Nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit,
nyeri seperti digencet).
Faktor-faktor yang meredakan nyeri (mis, gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas dsb), dan apa yang dipercaya
pasien dapa mengatasi nyerinya.
Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, (mis, tidur, napsu
makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja,
dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas
dan nyeri kronis dengan depresi.

12
Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah
yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan
perubahan citra diri

Skala Intensitas Nyeri.

1. Pasien dapat berkomunikasi

a. Numerical Rating Scale (NRS)


Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat
ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10,
di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan
sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat. (24)
Gambar 2.1 Skala NRS

b. Visual Descriptif Scale (VDS)


Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa
bebas mengekspresikan nyeri, arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit
tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang. Pasien diminta
menunjukkan posisi nyeri pada garis antara kedua nilai ekstrem. Bila anda
menunjuk tengah garis, menunjukkan nyeri yang moderate/sedang.(24)
Tidak ada rasa nyeri Sangat nyeri
Gambar 2.2 Skala VDS

c. Visual Analogue Scale (VAS)


Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan
Visual Analog Scale (VAS). 34 Skala berupa suatu garis lurus yang

13
panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan penggambaran verbal pada
masing-masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10
(nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7-
10 = nyeri berat.(24)
Gambar 2.3 Skala VAS

2. Pasien tidak dapat berkomunikasi

a. Skala FLACC (Faces,Legs,Activity,Cry,dan Consolability)


Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia
3-7 tahun. Setiap kategori (Faces,Legs,Activity,Cry,dan Consolability) diberi
nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk mendapatkan total 0-10.(24)

b. Skala Wajah Wong Baker

14
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan
wajah bahagia hingga wajah sedih, digunakan untuk mengekspresikan rasa
nyeri. Skala ini biasanya dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.

Gambar 2.4 Skala Wong Baker


Penelitian tentang reliabilitas Wong-Baker pernah dilakukan pada komunitas
anak berkulit hitam usia 3-18 tahun dengan jumlah sampel 100 orang,
menunjukkan bahwa Wong-Baker memiliki reliabilitas cukup baik namun
belum memuaskan dengan nilai inter-rater reliability (ICC=0,67).(36)

c. Behavioral Pain Scale (BPS)


BPS merupakan skala yang terdiri dari tiga indikator yaitu: ekspresi
wajah, pergerakan ekstremitas atas, dan toleransi terhadap ventilasi mekanik.
Alasan penggunaan tiga indikator ini adalah sebagai berikut: Pergerakan saat
dilakukannya suatu prosedur biasanya dianggap sebagai indikator nyeri
perilaku dan banyak disertakan dalam skala nyeri perilaku pada anak.
Ekspresi wajah dihubungkan dengan berbagai stimulasi nosiseptif yang
menghasilkan bukti untuk ekspresi wajah dapat diterima secara luas sebagai
indikator nyeri. Toleransi terhadap ventilasi mekanik sebagai suatu respon
terhadap stimulasi nosiseptif belum banyak mendapat perhatian. Pengamatan
rutin dari perawat unit perawatan intensif menunjukkan bahwa pasien yang
terintubasi memberikan respon terhaap nyeri dengan perubahan toleransi
terhadap ventilasi mekanik (batuk, melawan). (2) Payen, dkk dalam
penelitiannya menemukan bahwa BPS mampu memberikan perbedaan
bermakna antara penilaian nyeri pada pasien yang menjalani prosedur yang
mencetuskan nyeri dibandingkan pada prosedur yang tidak mencetuskan nyeri
dimana nilai BPS lebih tinggi pada pasien yang menjalani prosedur yang
mencetuskan nyeri.(2)

15
Tabel 2.3.

d. Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT)


Critical-Care Pain Observasion Tool (CPOT) adalah sebuah skala
sikap yang disarankan oleh para ahli untuk menilai nyeri pada pasien-pasien
kritis yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Skala ini dikembangkan
di Prancis, memiliki 4 bagian dengan setiap bagian memiliki kategori sikap
yang berbeda, yaitu, ekspresi wajah, pergerakan badan, tegangan otot dan
keteraturan dengan ventilator untuk pasien terintubasi atau vokalisasi untuk
pasien yang tidak terintubasi. Setiap bagian memiliki skor 0 sampai 2, dengan
jangkauan kemungkinan nilai 0 8. (83)
Bagian-bagian dari skala CPOT diambil dari beberapa instrumen
penilaian nyeri sebelumnya, penilaian bagan dari rekam medik pada 52
pasien-pasien unit perawatan intensif, serta hasil diskusi dari 9 grup yang
terdiri dari 48 perawat unit perawatan intensif dan wawancara 12 dokter unit
perawatan intensif. Walaupun Wibbenmeyer et al. dalam penelitiannya tentang
validitas dan reliabilitas CPOT memperoleh nilai inter-rater reliability relatif
rendah, hal ini disebabkan karena pengambil data tidak diberikan pelatihan
sebelum melakukan pengukuran.(29) Namun hasil penelitian lain
menunjukkan hasil sebaliknya. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada
total 105 pasien unit perawatan intensif dilakukan penilaian dengan CPOT,
keandalan antar pemeriksa tinggi pada hampir semua waktu pemeriksaan
nilai interrater agreement 0,52-0,88 , dan terdapat perbedaan bermakna antara

16
nilai nyeri sebelum prosedur nyeri dan saat dilakukan prosedur P < 0,001.(23)
Sebagai contoh ditemukan asosiasi antara pelaporan nyeri dari pasien dengan
skor CPOT. Pasien yang mengalami nyeri akan memiliki skor CPOT yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami nyeri, hasil
penelitian ini juga menunjukkan nilai interrater agreement yang tinggi, pada
saat istirahat ( 0,95-1) dan saat prosedur (0,83-1). (30) Pada tahun 2007
Gelinas dan Jhonston juga melakukan penelitian dengan menggunakan skala
CPOT yang diterjemahkan kedalam bahasa inggris dengan melibatkan 51
orang perawat sebagai pengumpul data, diperoleh nilai inter-rater reliability
yang tinggi, yaitu antara 0,80 0,93.(25) Marmo and Fowler juga melakukan
penelitian validitas dan reliabilitas CPOT yang digunakan pada pasien bedah
jatung, diperoleh nilai inter-rater reliability yang tinggi yaitu 0,981.(27) Hasil
penelitian yang serupa tentang reliabilitas CPOT pada kelompok pasien yang
terpasang ventilasi mekanik yang dilakukan oleh Vazquez at al juga
memperoleh nilai inter-rater reliability yang tinggi yaitu antara 0,79 1.(26)
Dalam penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Kwak EM at al pada psien
yang dirawat di ruang perawatan intensif dengan menggunakan skala CPOT
dalam versi bahasa korea diperoleh nilai inter-rater reliability yang tinggi
(0,81 - 0,88).(31) Beberapa hasil penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa
skala CPOT merupakan skala yang cukup reliabel untuk menilai nyeri pada
pasien dengan ventilasi mekanik, baik pada pasien yang sadar maupun pada
pasien dengan penurunan kesadaran.
Implementasi dari skala CPOT sudah dilakukan pada 5 studi dengan
total 255 pasien dengan berbagai diagnosis dan dirawat di unit perawatan
intensif. Skala CPOT sudah menunjukkan memiliki kemampuan psikometrik
yang baik (realibilitas antar pemeriksa dan validitas) untuk mendeteksi nyeri
pada pasien unit perawatan intensif. Hasil dari studi-studi sebelumnya
dikatakan bahwa nilai batas atas CPOT dimana intervensi terhadap nyeri
dilakukan adalah 2 sampai 3. Sebagai rekomendasi, dicurigai didapatkan nyeri
pada pasien jika skor CPOT lebih besar dari 2 atau jika skor CPOT meningkat
2 angka atau lebih. Berkurangnya skor CPOT dengan 2 angka atau lebih
menandakan intervensi nyeri yang diberikan cukup berhasil. Telah banyak
penelitian yang menguji validitas skala CPOT, diantaranya Arroyo-Novoa et
al pada tahun 2007, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan laju nadi
dan tekanan darah setelah diberikan rangsangan nyeri berupa penghisapan
lendir trakea pada 755 sampel.(84) Dalam penelitian yang dilakukan Puntilo
et al telah ditarik kesimpulan bahwa pada pasien yang tidak mampu

17
berkomunikasi seperti pasien dengan ventilasi mekanik, indikator fisiologis
yang bisa dijadikan indikator dalam menilai skala nyeri adalah tekanan darah
dan tekanan arteri rata-rata. (81) Peningkatan kedua indikator fisiologis ini
terjadi karena nyeri merupakan salah satu stressor bagi tubuh sehingga
menghasilkan sebuah stimulasi simpatis berupa peningkatan laju nadi,
tekanan arteri rata-rata, jumlah keringat dan perubahan ukuran pupil sebagai
bentuk kompensasi tubuh terhadap rangsangan nyeri tersebut.(47) Pada
penelitian yang dilakukan oleh Gelinas et al menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan rata-rata skor CPOT, saat istirahat (0,49-2,11) menjadi menjadi
(1,62-3,65) saat prosedur nyeri.(23) Pada tahun 2011 hasil penelitian Vazquez
et al juga menunjukkan peningkatan rata-rata skor CPOT dari 0,27 pada saat
istirahat menjadi 1,93 pada saat prosedur nyeri.(26)

18
Skala CPOT

2.3.2. Diagnosa
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan untuk klien yang
mengalami nyeri atau ketidaknyamanan adalah nyeri akut dan nyeri
kronis. Saat menuliskan pernyataan diagnostik, perawat harus
menyebutkan lokasinya (misalnya,nyeri pada pergelangan kaki kanan).
Lebih lanjut, karena nyeri data mempengaruhi banyak aspek, pada fungsi

19
individu, kondisi tersebut dapat pula menjadi etiologi untuk diagnosis
keperawatan lain, seperti ketidakefektifan bersihan jalan napas, ansietas,
ketidakefektifan koping, kelemahan, perubahan penampilan peran,
perubahan pola seksualitas, kerusakan mobilitas fisik, intoleran aktivitas,
gangguan pola tidur, kurang perawatan diri (total/sebagian), perubahan
pemeliharaan kesehatan dan lain lain.

Perencanaan dan Implementasi


Tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami
ketidaknyamanan atau nyeri bervariasi, bergantung pada diagnosis dan
batasan karakteristiknya.
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan hal berikut.
a. Trauma pada perineum selama persalinan dan kelahiran.
b. Trauma jaringan dan reflex spasme otot, sekunder akibat gangguan
musculoskeletal, gangguan visceral, kanker, gangguan vascular.
c. Inflamasi (saraf, sendi, tendon, otot)
d. Efek kanker pada (sebutkan)
e. Kram abdomen, diare, dan muntah, sekunder akibat
(gastroenteritis, influenza, ulkus lambung)
f. Inflamasi dan spasme otot polos, sekunder akibat (batu ginjal,
infeksi pencernaan)
g. Trauma jaringan dan spasme otot refleks, sekunder akibat
(pembedahan, kecelakaan, terbakar, tes diagnostik)
h. Demam
i. Respon alergi
j. Iritan kimia.

Kriteria hasil
Individu akan menyampaikan kepuasan setalah tindakan pereda nyeri
diberikan.

Indikator
a. Menyebutkan faktor-faktor yang meningkatkan nyeri.
b. Menyebutkan intervensi yang efektif.
c. Menyampaikan bahwa orang lain membenarkan bahwa nyeri itu
ada.

20
Intervensi umum
a. Kaji faktor yang dapat toleransi nyeri (ketidakpercayaan orang
lain, kurang pengetahuan, keletihan, kehidupan yang monoton)
b. Kurangi atau hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri
1) Ketidakpercayaan orang lain
a) Sampaikan penerimaan anda atas respon klien terhadap
nyeri
b) Akui nyeri yang klien rasakan
c) Jelaskan pada klien bahwa anda mengkaji nyeri karena
ingin memahami nyeri yang klien rasakan dengan baik
(bukan untuk memastikan nyeri tersebut benar-benar
terjadi)
d) Jelaskan konsep nyeri sebagai pengalaman yang sifatnya
pribadi
e) Diskusikan alasan mengapa klien dapat mengalami
peningkatan atau penurunan nyeri (misalnya, keletihan
[peningkatan] atau adanya distraksi [penurunan])
f) Dorong keluarga untuk memberikan perhatiannya, juga
saat myeri tidak sedang terjadi.
2) Kurang pengetahuan
a) Jelaskan mengenai penyebab nyeri kepada klien, jika
penyebabnya diketahui.
b) Jelaskan lamanya nyeri akan berlangsung, jika diketahui
secara pasti.
c) Jelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan prosedur yang
akan dilakukan secara rinci dengan menyebutkan
ketidaknyamanan dan sensasi yang akan dirasakan;
perkiraan waktu yang diperlukan; (misalnya, selama
pemeriksaan pielogram intravena, anda akan merasakan
panas yang menjalar ke seluruh bagian tubuh)
3) Keletihan
a) Tentukan penyebab keletihan (sedatif, analgesik, gangguan
tidur)
b) Jelaska bahwa nyeri dapat mendukung terjadinya stress,
yang akan meningkatkan keletihan

21
c) Beri kesempatan klien untuk istirahat pada siang hari,
dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari
(harus istirahat saat nyeri berkurang)
d) Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan dosis
obat pereda nyeri pada waktu tidur.
4) Kehidupan yang monoton
a) Diskusikan bersama klien dan keluarga klien mengenai
manfaat terapeutik dari metode distraksi, berikut metode
penghilangan nyeri lainnya.
b) Jelaskan distraksi biasanya akan meningkatkan toleransi
nyeri dan menurunkan intensitas nyeri, tetapi setelah
distraksi selesai, kewaspadaan klien terhadap nyeri dan
keletihan akan meningkat.
c) Variasikan lingkungan jika memungkinkan
d) Ajarkan beberapa metode distraksi selama periode nyeri
akut (misalnya, menghitung gambar, bernapas, secara
berirama, mendengarkan musik, dan meningkatkan volume
bila nyeri meningkat)
c. Kolaborasikan bersama klien untuk menentuka metode mana yang
dapat digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri
1) Pertimbangkan hal berikut sebelum memilih metode pereda nyeri
yang spesifik, yakni kemauan klien untuk berpartisipasi (motivasi),
kemampuan berpartisipasi (ketangkasan, penurunan sensoris), hal-
hal yang disukai, dukungan orang terdekat, kontraindikasi (alergi,
masalah kesehatan), biaya yang dibutuhkan, tingkat kerumitan,
tindakan pencegahan, dan kenyamanan.
2) Jelaskan berbagai metode pereda nyeri noninvasif dan keefektifan
pada klien dan keluarga.
3) Diskusikan metode pereda nyeri (misalnya, aplikasi panas atau
dingin) berikut kewaspadaan yang diperlukan.
d. Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesic yang diresepkan.
e. Kaji respon klien terhadap obat-obat pereda nyeri.
f. Kurangi atau hilangkan efek samping narkotik yang paling umum
(yakni, sedasi, konstipasi, mual, muntah, mulut kering)
g. Bantu keluarga berespon positif terhadap pengalaman nyeri klien.
1) Beri klien kesempatan untuk mendiskusikan ketakutan, kemarahan
dan rasa frustasi secara pribadi.

22
2) Libatkan keluarga dalam sejumlah prosedur untuk menurunkan
nyeri.
h. Kaji pengetahuan keluarga dan responnya terhadap nyeri
i. Berikan informasi kepada klien setelah nyeri hilang atau berkurang
j. Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami
k. Beri pujian untuk kesabaran klien dan sampaikan padanya bahwa ia
telah mengatasi nyeri dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku
yang ditunjukkan klien.
l. Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi
1) Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai metode pereda
nyeri noninvasif (missal, relaksasi, distraksi, mesase).
2) Ajarkan berbagai teknik pilihan pada klien dan keluarga.

Rasional
a. Jika klien harus meyakinkan tenaga kesehatan bahwa dia merasa nyeri,
kecemasannya akan semakin meningkat, dan akan persepsi nyerinya.
Kedua hal tersebut dapat menghabiskan energy klien.
b. Klien yang mendapat penjelasan tentang sensasi sesungguhanya yang
akan ia rasakan sebelum menjalani prosedur ayng menyakitkan akan
lebih sedikit mengalami stress dibandingkan klien yang menerima
penjelasan yang gamang mengenai prosedur tersebut.
c. Penelitian membuktikan bahwa otak manusia akan menyekresikan
endorphin, yang memiliki kandungan seperti opium yang
menghilangkan nyeri.
d. Penggunaan penggunaan pereda nyeri noninvasif (misalnya, relaksasi,
masase, distraksi) dapat meningkatkan efek terapeutik obat-obat
pereda nyeri.
e. Individu dewasa dan anak-anak yang mengalami nyeri merasa tubuh
dan kehidupannya kehilangan control. Berbagai upaya harus dilakukan
untuk memberikan beberapa pilihan atau control terhadap kehidupan
sehari-hari mereka, (Lubkin, 1995)
f. Tidur yang tidak mencukupi dapat menurunkan kemapuan individu
untuk menoleransi nyeri dan menguras energi yang mereka butuhkan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial (Eland, 1988)
g. Penatalaksanaan nyeri seharusnya dilakukan secara agresif dan
individual untuk menghilangkan nyeri yang tidak perlu. salah satunya
dengan memberikan obat sesuai jadwal pada periode awal

23
pascaoperasi, bukan dengan memberikan pada saat dibutuhkan
(AHCPR, 1992)
h. Intervensi nofarmakologis menjadi pendekatan tindakan utama untuk
nyeri, terutama nyeri kronis (Mcguire, Sheidler, dan Polomano, 2000)
i. Intervensi nonfarmakologis memberi klien perasaan kontrol yang
semakin meningkat, membantunya terlibat aktif dalam berbagai
kegiatan, mengurangi stress dan ansietas, memperbaiki suasana hati,
serta meningkatkan ambang nyeri, (Mcguire, Sheidler, dan Polomano,
2000).
j. Intervensi kognitif untuk nyeri berfokus pada upaya memodifikasi
proses pikir guna menghilangkan nyeri. Aktivitas kognitif
mendistraksi persepsi nyeri. Contohnya adalah distraksi (misalnya,
menghitung, permainan kata, percakapan, latian napas), imajinasi, dan
program pendidikan mengenai penatalaksanaan nyeri (Mcguire,
Sheidler, dan Polomano, 2000).
k. Berbagai metode perilaku bertujuan memodifikasi reaksi fisiologis
terhadap nyeri. Contoh metode tersebut antara lain relaksasi, meditasi,
terapi musik, hipnotis dan umpan balik biologis (Mcguire, Sheidler,
dan Polomano, 2000).
l. Informasi yang diberikan sebelum peristiwa yang berpotensi membuat
stress akan mengurangi ketakutan terhadap sesuatu yang tidak
diketahui dan membantu klien beradapatasi (Hymovich dan Hagopian,
1992).
m. Relaksasi dan imajinasi terbimbing cukup efektif dalam mengatasi
nyeri, yakni dengan meningkatkan perasaan kontrol, mengurangi
perasaan tidak berdaya dan putus asa, menjadi metode pengalih yang
menenangkan, serta mengganggu siklus nyeri-ansietas-ketegangan
(Sloman, 1995).

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.


Intervensi dan Rasional
a. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yagn dialami klien.
Rasional: untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
b. Jelaskan pada klien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional: pemahaman klien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan klien dan memudahkan klien untuk
diajak bekerja sama dalam melakukan tindakan.

24
c. Ciptakan lingkungan yang tenang. Rasional: ransangan yang
berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional: teknik distraksi
dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
e. Atur posisi klien senyaman mungkin sesuai keinginan klien.
Rasional: posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
f. Lakukan masase dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional: masase dapat meningkatkan vaskularisasi dan
pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai disinfektan yang dapat
memberikan rasa nyaman.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik. Rasional:
obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri klien.

3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan.


Intervensi dan Rasional
Mandiri
a. Observasi dan catat keluahan, lokasi, beratnya (skala 0-10) dan
efek yang ditimbulkan oleh nyeri. Rasional: membantu
membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang
kemajuan atau perbaikan penyakit, terjadiyan komplikasi dan
keefektivan intervensi.
b. Pantau TTV. Rasional: peningkatan nyeri akan meningkatkan TTV.
c. Ajarkan untuk menggunakan teknik relaksasi dan napas dalam atau
teknik distraksi seperti mendengarkan musik atau membaca buku.
Rasional: membantu atau mengontrol mengalihkan rasa nyeri,
memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.
d. Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi. Rasional:
menurunkan nyeri.
4. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan cidera.
Intervensi dan Rasional.
a Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional: klien melaporkan
nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
b Bantu klien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional: nyeri
dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung
kemih, dan berbaring lama.

25
c Berikan tindakan kenyamanan. Rasional: memberikan rasa
nyaman dengan cara memantu mengontrol nyeri.
d Dorong klien menggunakan teknik relaksasi. Rasional:
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
e Berikan obat anti nyeri sesuai pesanan. Rasional: untuk
menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan
dan meningkatkan istirahat.

26
27
3.1. Kesimpulan
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
atau yang dirasakan dalamkejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan IASP
(Potter dan Perry, 2006). Nyeri dapat disebabkan oleh trauma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah dan sebab-sebab lainnya, serta jenis-jenis nyeri bisa
dibedakan menjadi 3 yaitu nyeri perifer, sentral dan psikogenik.
Sedangkan untuk teori nyeri sendiri ada tiga yaitu, teori pemisahan, teori pola
dan teori pengendalian gerbang. Pasien yang mengalami nyeri akan merasa tidak
nyaman sehingga perlu penatalaksanaan yang tepat agar nyeri bisa dikurangi
bahkan dihilangkan. Penatalaksaan bisa dilakukan dengan cara farmakologis dan
nonfarmakologis. Cara farmakologis bisa dilakukan dengan memberikan obat-
obattan, dan non farmakologis dengan terapi distraksi serta terapi lainnya. Lalu
untuk asuhan keperawatan harus diberikan secara tepat sesuai pengkajian yang
telah dilakukan pada pasien, nyeri apa yang diderita.
3.2. Saran
Konsep nyeri ini harus mampu dipahami secara penuh oleh perawat. Agar
perawat mampu menentukan nyeri yang diderita pasien benar-benar terjadi atau
tidak. Hal ini diperlukan karena skala nyeri hanya pasien yang merasakan sendiri.
Selain agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan
cepat pada pasien dengan masalah nyeri.

28
DAFTAR PUSTAKA
Arsyawina. (2014). Nyeri. Tersedia: eprints.undip.ac.id/43141/3/3._BAB_II.pdf. [25
April 2016]
Nurhayati, E.E. Herniyatun Dan Safrudin. 2011. Pengaruh Teknik Distraksi Relaksasi
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi
Di PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan
STIKes Muhammadiyah Gombong. Volume 7. No 1.
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.1.
Jakarta:IGC.
Mubarak, I.M. Indrawati, Lilis. Dan Susanto, Joko. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar Edisi 2. Jakarta: Salemba.

29

You might also like