You are on page 1of 26

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA PANGAN

ACARA V

Disusun Oleh :
Nama : Cintya Fahyuliani Putri
NIM : H3115018
Kelompok : 07

PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ACARA V
ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN

A. TUJUAN
Tujuan praktikum Acara V Zat Warna Tanaman Dan Hewan adalah:
1. Mahasiswa mengetahui pengaruh beberapa perlakuan misalnya
pemanasan, penambahan alkali dan asam terhadap zat warna pada tanaman
2. Mahasiswa mengetahui pengaruh beberapa perlakuan seperti pemanasan
dan penambahan curing terhadap zat warna daging.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid dalam
jumlah besar, berkisar antara 6000-54800 pg/100 g. Karotenoid adalah
pigmen berwarna kuning, orange dan orange kemerahan yang terlarut dalam
lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat
oksigenasiny4 xantofil. Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna pangan alami. Selain itu,
karoten pada wortel juga berperan sebagai prekursor vitamin A sehingga
dapat memberi nilai tambah tersendiri pada penggunaan wortel sebagai
bahan pewama alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung 12.000 SI
vitamin A (Ikawati, 2005).
Kacang panjang merupakan salah satu tanaman sayuran sebagai
sumber vitamin dan mineral. Fungsinya sebagai pengatur metabolisme
tubuh, meningkatkan kecerdasan dan ketahanan tubuh memperlancar proses
pencernaan karena kandungan seratnya yang tinggi. Kacang panjang dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok merambat dan tidak
merambat. Kelompok kacang panjang yang banyak dibudidayakan adalah
jenis kacang panjang yang merambat, cirinya tanaman membelit pada ajir
dan buahnya panjang 40-70 cm berwarna hijau atau putih kehijauan
(Zaevie dkk, 2014).
Prospek pengembangan bawang merah sangat baik ditinjau dari
permintan yang terus meningkat sejalan meningkatnya jumlah penduduk.
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang penting bagi masyarakat baik secara ekonomis ataupun
kandungan gizinya. Bawang merah biasanya digunakan sebagai bumbu
masak sehari-hari maupun obat tradisional. Permintaan bawang merah
semakin lama semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Sejalan dengan permintaan bawang merah yang semakin
meningkat memberikan peluang untuk mengembangkan agribisnis bawang
merah sebagai salah satu komoditas hortikultura (Rajiman, 2009).
Salah satu sumber isolasi mikroba adalah bahan pangan asal hewani
yaitu daging dan susu. Daging merupakan makanan yang mengandung zat-
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu daging juga mempunyai
kekurangan yaitu bahan pang yang mudah rusak. Hal ini dikarenakan daging
mengandung sumber protein dan lemak sebagai sumber nutrisi bagi
perkembangbiakan mikroorganisme. Beberapa yeast dapat
mengkontaminasi sayuran, daging, daging unggas dan keju
(Putranto, 2010).
Pada pemeriksaan polifenol deteksi dilakukan dengan menggunakan
pereaksi semprot FeCl3. Pereaksi semprot FeCl3 digunakan secara luas
untuk mengidentifikasi senyawa fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk
membedakan macam-macam golongannya. Adanya senyawa fenol dapat
ditunjukkan dengan pereaksi FeCl3 yang memberikan bercak warna biru
kehitaman, hijau atau biru kehijauan. Pada uji keberadaan polifenol, setelah
larutan ekstrak daun binahong ditambahakan dengan FeCl3, larutan
menunjukkan warna yang lebih tua yaitu hijau kebiruan. Perubahan warna
menjadi lebih tua ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dau binahong
positif mengandung polifenol (Wardhani, 2012).
Larutan MgCl2 dibuat dari serbuk Mg yang dilarutkan dalam HCl (12
Molar). Larutan MgCl2 divariasikan konsentrasinya dengan memvariasikan
massa Mg yaitu 1, 2, dan 3 gram. Kedua larutan kemudian diaduk selama 30
menit dengan hot plate strirrer. Selanjutnya dilakukan proses karbonasi
dengan laju aliran 3 SCFH (1,41 ltr/mnt) sambil ditetesi dengan NH4OH
sampai pH mencapai 7. Selama proses karbonasi temperatur karbonasi
dijaga konstan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan
konstan. Larutan disaring menggunakan kertas saring kemudian endapan
dikeringkan pada temperatur 80C selama kurang lebih 24 jam.
Karakterisasi sampel serbuk yang dilakukan adalah menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD) dan mikroskop optik (Apriliani dkk, 2012).
2. Tinjauan Teori
Pigmen itu sendiri adalah senyawa kimia yang menyerap cahaya
dalam wilayah rentang panjang gelombang tertentu. Warna yang dihasilkan
disebabkan oleh struktur molekul yang spesfik (kromofor). Struktur ini
menangkap energi dan eksitasi elektron dari orbital eksternal untuk orbital
yang lebih tinggi yang diproduksi; non energi yang diserap tercermin dan
dibiaskan akan ditangkap oleh mata, dan dihasilkan impuls saraf
ditransmisikan ke otak di mana mereka bisa ditafsirkan sebagai warna
(Vargas, 2000). Menurut Handayani (2010), pigmen atau zat warna yang
paling dominan akan memberikan warna paling kuat pada makanan tertentu.
Pigmen merupakan suatu senyawa fitokimia yang tidak hanya berfungsi
untuk memberi warna, namun juga mempunyai dampak positif bagi
kesehatan yaitu melindungi tubuh dari beragam penyakit.
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan
parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen
utama klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid.
Klorofil berasal dari proplastida yaitu plastida yang belum dewasa, kecil dan
hampir tidak berwarna dan sedikit atau tanpa membran dalam. Proplastida
membelah saat embrio berkembang, dan menjadi kloroplas ketika daun dan
batang terbentuk. Kloroplas terutama berfungsi adalah sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-pigmen pada membran tilakoid akan
menyerap cahaya matahari atau sumber cahaya lainnya dan mengubah
energi cahaya tersebut menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat
(ATP) (Sumenda, 2011).
Karotenoid adalah keluarga senyawa berpigmen yang disintesis oleh
tanaman dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Mereka berlimpah dalam
buah-buahan berwarna kuning-oranye dan sayuran berdaun hijau gelap.
Buah dan sayuram merupakan sumber utama karotenoid dalam diet
manusia. Mereka paling banyak ditemui fatsoluble alami pigmen.
Karotenoid yang hadir dalam sebagai microcomponents dalam buah-buahan
dan sayuran memiliki warna oranye dan merah kuning. Karotenoid terdiri
dari struktur polyisoprenoid, rantai terkonjugasi panjang ikatan ganda dan
simetri bilateral dekat sekitar ikatan rangkap pusat sebagai fitur kimia
umum (Sahabi, 2012).
Kulit buah yang mentah dan berwarna merah dan berubah menjadi
ungu kehitaman pada waktu buah telah matang, menunjukkan kandungan
pigmen berwarna yaitu antosianin. Pigmen ini dapat memberikan warna
biru, ungu, violet dan merah pada bagian tertentu pada tanaman dan bersifat
larut dalam air. Antosianin telah digunakan secara luas untuk pewarna alami
untuk pangan. Antosianin termasuk kelompok flavonoid dari senyawa
polifenol dan merupakan glikosida dari turunan polihidroksi dan
polimetoksi dari kation 2-fenilbenzoprilium atau kation flavilium. Sebanyak
258 antosianin telah ditemukan dalam buah, sayuran, dan biji-bijian. Sampai
sekarang telah dilaporkan lebih dari 500 antosianin berasal dari berbagai
tanaman (Sari dkk, 2009).
Curing merupakan proses pemberian nitrat dan garam dapur pada
daging untuk menjaga warna pada daging. Hal hal yang menyebabkan
daging harus mengalami tahap curingkarena, reksi biologis menjadi nitrit
dan NO yang dapat mereduksi feri menjadi fero.Dan terjadinya denaturasi
protein globin oleh panas.Bila daging yang dicuring dipanaskan suhu 1500F
atau lebih, maka terjadilah denaturasi tersebut.Hasil akhir curing
membentuk pigmen nitrosil mioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosil
hemokromogen bila telah masak (Winarno, 2004).
Curing daging adalah aplikasi menggunakan garam, memperbaiki
warna bahan, dan bumbu untuk memberikan sifat-sifat yang unik untuk
produk akhir. Dua bahan utama yang harus digunakan untuk curing daging
adalah garam dan nitrit. Namun, zat lainnya dapat ditambahkan untuk
mempercepat curing, menstabilkan warna, memodifikasi rasa, dan
mengurangi penyusutan selama pemrosesan. Nitrat dan nitrit, baik kalium
atau garam natrium, yang digunakan untuk mengembangkan warna daging.
Nitrat dan nitrit warna cerah kemerahan, warna merah muda, yang
diinginkan dalam produk daging. Selain itu peran nitrat dan nitrit bertindak
sebagai antioksidan kuat. Antioksidan adalah senyawa yang mencegah
perkembangan ketengikan oksidatif, yang akan mengurangi kualitas.
Natrium nitrit juga mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Askorbat
(natrium askorbat atau natrium eritorbat) digunakan untuk mempercepat
reaksi curing dengan warna lebih cepat mengembang melalui pengurangan
cepat nitrat dan nitrit menjadi oksida nitrat. Oksida nitrat bergabung dengan
pigmen daging, mioglobin, untuk membentuk nitrosomyglobin, warna
merah tua. Bila produk dipanaskan sampai 130-140F nitrosomyoglobin
tersebut dikonversi ke pigmen yang stabil, nitrosohemokhom merah muda
dalam warna. Askorbat juga digunakan untuk menstabilkan warna curing
daging (Ray, 1990).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Alumunium Foil
b. Batang pengaduk
c. Gelas Beker
d. Gelas Ukur
e. Kompor
f. Panci
g. pH Meter
h. Pipet tetes
i. Pisau
j. Tabung-Tabung
k. Timbangan
l. Tissue
m. Stopwatch
2. Bahan
a. Air ledeng
b. Aquadest
c. Bawang merah
d. Daging
e. Kacang panjang
f. Larutan asam cuka 99%
g. Larutan FeCl3
h. Larutan MgCl2
i. NaHCO3 kristal
j. NaNO2
k. NaNO3
l. Vitamin C
m. Wortel
3. Cara Kerja (flowchart)
a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/sayur

Kacang panjang, wortel, dan


bawang merah masing-masing 15
gr

Pemotongan kecil-kecil dan pemasukkan kedalam 6


gelas beaker untuk tiap bahan

Pengisian dengan

50 ml 50 ml 0,5g 50ml 50ml 2,5ml


ledeng ledeng NaHCO FeCl3 MgCl2
as.cuka
pemanas pemanas 3+ 50ml 50ppm 50ppm
an -an air 99%+
terbuka terbuka ledeng air
ledeng
50ml

Pengukuran pH setiap gelas beaker dan pengamatan


warna

Pemanasan selama 15 menit

Pengamatan warna dan pH setelah pemanasan

Gambar 5.1 Cara kerja pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat


warna buah/sayur
b. Zat warna pada daging
1. Tanpa curing

Daging sapi 5 gr

Pengirisan menjadi dua bagian

Pengamatan warna

Pembiaran diudara Pemanasan dengan


terbuka aquadest

Pengamatan warna setelah 0, 5, 10, dan 15


menit

Gambar 5.2 Cara kerja perlakuan tanpa curing terhadap zat warna
daging
2. Dengan curing

Daging 5 gr

Pencacahan sampai halus

Pemasukan larutan curing kedalamnya


sampai daging terendam

Larutan Larutan Larutan Larutan


Curing I Curing Curing Curing
II III IV

Penambahan 2 tetes asam cuka 99% dan


pengadukan

Pemanasan pelan-pelan 15 menit

Pengamatan perubahan warna pada 0,


5, 10, dan 15 menit

Gambar 5.3 Cara kerja perlakuan curing terhadap zat warna daging
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1. Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Wortel
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH
Wortel+air ledeng 50 Bening Kuning keruh
7,8 ml (pemanasan 7,9 7
Bahan : Orange tua Bahan : Orange tua
terbuka)
7,8 Wortel+air ledeng 50 Bening Kuning bening
ml (pemanasan 2,9 7,3
Bahan : Orange tua Bahan : Orange tua
tertutup)
7,8 Bening Kuning bening
Wortel+air ledeng 50
8,5 8,9
ml+NaHCO3 0,5 gr Bahan : Orange tua Bahan : Orange tua

7,8 Kuning bening Kuning bening


Wortel+FeCl3 50 ppm
5,6 5,8
50 ml Bahan : Orange tua Bahan : Orange tua

7,8 Bening Kuning bening


Wortel+MgCl2 50
4,7 5,8
ppm 50 ml Bahan : Orange tua Bahan : Orange tua

7,8 Wortel+2,5 ml asam Bening Bening


cuka 99%+50 ml air 3,5 2,9
Bahan : Orange tua Bahan : Orange tua
ledeng
Sumber: Laporan Sementara
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan sebagai
warna hijau, kuning, dan merah. Penggunaan zat warna alam untuk makanan
dan minuman tidak memberikan kerugian bagi kesehatan, seperti halnya zat
warna sintetik yang semakin banyak penggunaannya. Diantara zat warna sin-
tetik yang sangat berbahaya untuk ke-sehatan sehingga penggunaannya
dilarang adalah zat warna merah rhodamin B. Zat warna merah yang banyak
terdapat di alam dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu karotenoid dan
antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada
umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin berwarna merah, biru,
violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan
monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa, dan kadang-kadang pentosa)
(Winarti, 2010).
Wortel (Daucus carota L.) merupakan tanaman yang paling penting
dari keluarga Apiaceae. Warna daging wortel akar mungkin menjadi putih,
kuning, oranye, merah, ungu, atau sangat gelap ungu. Wortel yang pertama
dibudidayakan adalah kuning dan ungu. Wortel oranye, saat ini lebih populer,
dikembangkan di 15 dan 16 abad di Central Eropa. Kenaikan pesat dalam
popularitas wortel oranye diamati dengan pengakuan provitamin tinggi.
Karotenoid dan anthocyanin adalah pigmen antioksidan utama yang ditemukan
dalam wortel. perbedaan kultivar dalam wortel bergantung pada jenis pigmen
ini. Karotenoid adalah kuning, oranye, atau phytochemical berwarna merah
ditemukan di sebagian besar kuning dan oranye kultivar fleshed. Banyak
digunakan wortel oranye tinggi di - dan -karoten dan merupakan sumber
yang kaya provitamin A. Warna wortel kuning ini disebabkan lutein yang
memainkan peran penting dalam pencegahan degenerasi. Warna wortel merah
karena kandungan lycopene yang tinggi. Sementara wortel antosianin kaya
ungu. Selain itu, dibandingkan dengan sayuran lainnya, wortel dapat
menyediakan dalam diet sejumlah besar manusia dari vitamin A karena
bioavailabilitas tinggi karotenoid wortel (Carlos, 2014). Wortel (Daucus
carrota L.) sebagai sumber -karoten yang murah dan alami merupakan
sumber -karoten yang memiliki struktur molekul hampir sama dengan
astaxanthin, hanya saja terdapat perbedaan kecil pada struktur rantai tunggal
OH dan rantai ganda O, akan tetapi perbedaan ini tidak mempengaruhi fungsi
kerjanya (Satyantini, 2009).
Pada Tabel 5.1 pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna pada
wortel yaitu terdapat enam perlakuan yang berbeda. Pada perlakuan wortel
diberi air ledeng 50 ml dengan keadaan terbuka diperoleh pH 7,9 sebelum
pemanasan berwarna bening dan sesudah pemanasan berwarna kuning bening
dengan pH 7. Perlakuan wortel diberi air ledeng 50 ml dengan keadaan tertutup
oleh alumunium foil sebelum pemanasan warna larutan bening dengan pH 7,9
dan sesudah pemanasan warnanya kuning bening dengan pH 7,3. Perlakuan
wortel diberi air ledeng 50 ml dan NaHCO3 0,5 gr sebelum pemanasan warna
larutan bening dengan pH 8,5 dan sesudah pemanasan warna menjadi kuning
bening dengan pH 8,4. Perlakuan wortel diberi FeCl3 50 ppm sebanyak 50 ml
sebelum pemanasan warna larutan kuning bening dengan pH 5,6 dan sesudah
pemanasan warna kuning bening dengan pH 5,8. Perlakuan wortel diberi
MgCl2 50 ppm sebanyak 50 ml sebelum pemanasan warna larutan bening
dengan pH 4,7 dan sesudah pemanasan warna kuning bening dengan pH 5,8.
Perlakuan wortel diberi 2,5 ml asam cuka 99% dan air ledeng 50 ml dengan
sebelum pemanasan warna larutan bening dengan pH 3,5 dan sesudah
pemanasan warna tetap bening dengan pH 2,9.
Menurut Winarno (2002), bahwa pigmen mudah larut dalam air,
teroksidasi oleh udara, dan pemanasan karena mengeluarkan ion Mg sehingga
warnanya akan pudar. Pada Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sampel wortel
dengan pemanasan terbuka tetap berwarna bening seharusnya warnanya
menjadi keruh yang artinya jika makin keruh maka warna pada wortel makin
pudar (Kuo, 2013). Namun hal ini tidak sesuai dengan teori disebabkan oleh
kurangnya ketelitian praktikan, ketidaksesuaian penggunaan peralatan, dan
faktor-faktor yang lainnya. Untuk wortel yang diberi perlakuan dengan
ditambahkan asam yaitu asam cuka 99% dan air, hasil yang didapatkan sesuai
dengan teori menurut Deman (1989) di mana karoten tidak larut dalam air, dan
warna pada wortel mengalami perubahan lebih mudah karena karoten pada
wortel yang semula berjenis trans berubah menjadi berjenis cis karena
pengaruh asam dan pemanasan. Menurut Gardjito, (2003), perlakuan setelah
pemanasan kareotenoid memiliki warna bahan pada kontrol, asam, alkali, ion
Fe3+, ion Mg2+ yang umumnya menjadi lebih orange dengan intensitas yang
berbeda beda. Intensitas karoten (orange) yang lebih akan tebentuk dalam
keadaan alkali atau dengan penambahan alkali.
Tabel 5.2 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Kacang Panjang
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH
Kacang panjang+air ledeng Bening Kuning keruh
7,8 7,9 6,7
50 ml (terbuka) Bahan : lebih muda Bahan : hijau segar
7,8 Kacang panjang+air ledeng Bening Kuning keruh
7,8 7,9
50 ml (tertutup) Bahan : lebih tua Bahan : hijau tua
7,8 Kacang panjang+air ledeng Putih keruh Kuning keruh
8,5 8,4
50 ml+NaHCO3 0,5 gr Bahan : lebih tua Bahan : hijau segar
7,8 Kacang panjang +FeCl3 50 Putih keruh Kuning keruh
6,4 5,5
ppm 50 ml Bahan : hijau pudar
7,8 Kacang panjang +MgCl2 50 Putih keruh Kuning keruh
6,6 6
ppm 50 ml Bahan : hijau pudar
7,8 Kacang panjang +2,5 ml
Kuning keruh Coklat keruh
asam cuka 99%+50 ml air 3,4 3,1
Bahan : lebih muda Bahan : lebih coklat
ledeng
Sumber: Laporan Sementara
Klorofil merupakan pigmen tanaman berwarna hijau atau coklat yang
dapat larut dalam lemak dan peka terhadap panas. Molekulnya sangat besar dan
terdiri dari empat cincin pirol yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh
gugus metena membentuk sebuah molekul yang pipih. Klorofil juga
mengandung atom magnesium yang diikat oleh nitrogen dari dua cincin pirol
dengan ikatan kovalen. Klorofil juga merupakan senyawa yang kurang stabil
sehingga susah untuk mempertahankan agar molekulnya tetap utuh dengan
warna hijau yang menarik, dalam proses pemanasan, protein yang mengikat
klorofil akan terdenaturasi dan klorofil akan dilepaskan. Klorofil dapat berubah
menjadi hijau kecoklatan akibat substitusi Mg oleh Hidrogen membentuk
feofitin ketika diberi larutan asam. Ketika pemasakan, terbentuk asam-asam
organik dari sayuran yang dapat menurunkan pH. Namun ketika tutup dibuka,
asam, asam tersebut akan menguap dan warna kembali hijau. Klorofil terdapat
pada sayur-sayuran seperti bayam, brokoli, buncis, kapri, dll (Winarno, 2004).
Pada Tabel 5.2 pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna
kacang panjang yaitu terdapat enam perlakuan yang berbeda. Pada perlakuan
kacang panjang diberi air ledeng 50 ml dengan keadaan terbuka sebelum
pemanasan warna larutan bening dengan pH 7,9 dan sesudah pemanasan warna
kuning keruh dengan pH 6,7. Pada perlakuan kacang panjang diberi air ledeng
50 ml dengan keadaan tertutup oleh alumunium foil sebelum pemanasan warna
larutan bening dengan pH 7,8 dan sesudah pemanasan warna menjadi kuning
keruh dengan pH 7,9. Pada perlakuan kacang panjang diberi air ledeng 50 ml
dan NaHCO3 0,5 gr sebelum pemanasan warna larutan putih keruh dengan pH
8,5 dan sesudah pemanasan warna menjadi kuning keruh dengan pH 8,4. Pada
perlakuan kacang panjang diberi FeCl3 50 ppm sebanyak 50 ml sebelum
pemanasan warna larutan kuning keruh dengan pH 6,4 dan sesudah pemanasan
warna tetap kuning keruh dengan pH 5,5. Perlakuan kacang panjang diberi
MgCl2 50 ppm sebanyak 50 ml sebelum pemanasan warna larutan putih keruh
dengan pH 6,6 dan sesudah pemanasan warna keruh dengan pH 6. Pada
perlakuan kacang panjang diberi 2,5 ml asam cuka 99% dan air ledeng 50 ml
dengan sebelum pemanasan warna larutan kuning keruh dengan pH 3,4 dan
sesudah pemanasan warna keruh dengan pH 3,1.
Menurut Winarno (2002), bahwa pigmen mudah larut dalam air,
teroksidasi oleh udara, dan pemanasan karena mengeluarkan ion Mg sehingga
warnanya akan pudar. Pada Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sampel kacang
panjang dengan pemanasan terbuka berwarna keruh yang artinya hal ini sudah
sesuai dengan teori dimana jika makin keruh maka warna pada kacang panjang
makin pudar (Kuo, 2013). Untuk kacang panjang yang diberi perlakuan dengan
ditambahkan asam yaitu asam cuka 99% dan air, hasil yang didapatkan sesuai
dengan teori menurut Deman (1989) di mana karoten tidak larut dalam air, dan
warna pada wortel mengalami perubahan lebih mudah karena karoten pada
wortel yang semula berjenis trans berubah menjadi berjenis cis karena
pengaruh asam dan pemanasan.
Tabel 5.3 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat warna Bawang Merah
Sebelum Pemanasan Sesudah Pemanasan
Kel Perlakuan
Warna Larutan pH Warna Larutan pH
Bawang merah+air Bening Bening
7,8 7,16 6,6
ledeng 50 ml (terbuka) Bahan : putih keunguan Bahan : putih
7,8 Bawang merah +air Bening keruh Hijau kekuningan
7,16 6,7
ledeng 50 ml (tertutup) Bahan : putih keunguan Bahan : putih
7,8 Bawang merah +air
Bening agak kuning Coklat
ledeng 50 ml+NaHCO3 8,05 8,1
Bahan : putih keunguan Bahan : putih
0,5 gr
7,8 Bawang merah +FeCl3 Bening agak kuning Abu-abu violet
5,7 5,3
50 ppm 50 ml Bahan : putih keunguan Bahan : putih
7,8 Bawang merah +MgCl2 Bening Abu-abu violet
5,87 5,5
50 ppm 50 ml Bahan : putih keunguan Bahan : putih
7,8 Bawang merah +2,5 ml
Bening pink Merah muda
asam cuka 99%+50 ml 3,27 3,1
Bahan : putih keunguan Bahan : putih
air ledeng
Sumber: Laporan Sementara
dan Pada bawang merah pigmen yang dominan adalah antosianin.
Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang
tersebar dalam tanaman (Handayani, 2012). Menurut Muchtadi (2011)
antosianin bersifat larut dalam air, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
konsentrasi antosianin (bila konsentrasi rendah, warna bahan adalah ungu, bila
tinggi warna bahan ungu tua atau bisa sampai hitam), pH (pada pH rendah
antosianin berwarna merah, pH netral berwarna biru, pH tinggi berwarna
putih), dari media atau adanya pigmen lain. Antosianin terdiri dari dua gugusan
yaitu aglikon dan glikon, dan kadang-kadang terdapat gugusan asam organik
seperti kumarat, kafeat, atau ferulat yang menyebabkan antosianin berwarna
biru. Saat pemanasan dengan asam atau mineral pekat, antosianin pecah
menjadi antosianidin gula. Pada pH rendah, pigmen ini akan berwarna merah
dan pada pH tinggi akan berwarna violet lalu membiru. Bila pada pH tinggi ia
dipanaskan, akan menjadi violet keabu-abuan. Dengan ion logam, akan
membentuk kompleks berwarna abu-abu violet (Winarno, 2004).
Pada Tabel 5.3 pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna
bawang merah yaitu terdapat enam perlakuan yang berbeda. Pada perlakuan
bawang merah diberi air ledeng 50 ml dengan pemanasan terbuka sebelum
pemanasan warna larutan bening dengan pH 7,16 dan sesudah pemanasan
warna kuning dengan pH 6,6. Pada perlakuan bawang merah diberi air ledeng
50 ml dengan pemanasan tertutup oleh alumunium foil sebelum pemanasan
warna larutan bening keruh dengan pH 7,16 dan sesudah pemanasan warna
menjadi hijau kekuningan dengan pH 6,7. Pada perlakuan bawang merah diberi
air ledeng 50 ml dan NaHCO3 0,5 gr sebelum pemanasan warna larutan bening
agak kuning dengan pH 8,05 dan sesudah pemanasan warna menjadi coklat
dengan pH 8,1. Pada perlakuan bawang merah diberi FeCl3 50 ppm sebanyak
50 ml sebelum pemanasan warna larutan bening dengan pH 5,87 dan sesudah
pemanasan warna abu-abu violet dengan pH 5,3. Pada perlakuan bawang
merah diberi MgCl2 50 ppm sebanyak 50 ml sebelum pemanasan warna
larutan bening dengan pH 5,87 dan sesudah pemanasan warna abu-abu violet
dengan pH 5,5. Pada perlakuan bawang merah diberi 2,5 ml asam cuka 99%
dan air ledeng 50 ml dengan sebelum pemanasan warna larutan being merah
muda pH 3,27 dan sesudah pemanasan warna merah muda dengan pH 3,1.
Hasil percobaan yang didapatkan pada bawang merah dengan
penambahan 50 ml air ledeng dan dipanaskan baik secara tertutup dihasilkan
perubahan warna being menjadi kuning sedangkan dengan pemanasan tertutup
telah didapatkan perubahan warna dari bening keruh menjadi hijau keunguan,
dan memiliki pH relatif netral. Hasil yang didapatkan kurang sesuai dengan
teori, menurut Muchtadi (2011) pigmen antosianin mudah larut dalam air dan
peka terhadap panas sehingga seharusnya larutan berwarna ungu kemerahan.
Lalu pemanasan dengan wadah tertutup akan menimbulkan warna yang lebih
bertahan karena asam-asam volatil dari sayuran tidak dapat keluar, dan
bereaksi dengan antosianin menyebabkan pH menjadi turun. Untuk bawang
merah yang diberi perlakuan dengan ditambahkan basa NaHCO3 didapatkan
perubahan warna dari bening agak kuning menjadi coklat dengan pH 8,1, hasil
tersebut tidak sesuai dengan teori dari Muchtadi (2011) bahwa pada pH yang
tinggi warna pigmen antosianin menjadi warna biru. Pada penambahan dengan
FeCl3 dan MgCl2 sebanyak masing-masing 50 ml, didapatkan hasil untuk
FeCl3 berubah dari bening agak kuning menjadi warna abu-abu violet dan
MgCl2 dari bening menjadi warna abu-abu violet, hasil tersebut kurang sesuai
dengan teori dari Muchtadi (2011) di mana antosianin dapat membentuk garam
dengan penambahan logam Fe dan Mg, sehingga berubah menjadi warna
menjadi keunguan. Untuk bawang merah yang diberi perlakuan dengan
ditambahkan asam yaitu asam cuka 99% dan air, hasil yang didapatkan dari
bening merah muda menjadi merah muda dengan penurunan pH dari 3,27
menjadi 3,1. Hasil tersebut sudah sesuai dengan teori Winarno (2008) di mana
antosianin berwarna menjadi merah terang bila ditambahkan asam cuka
dengan pH rendah.
Tabel 5.4 Pengaruh beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Hewan
Sebelum pemanasan Sesudah pemanasan
Kel Perlakuan
0 5 10 15 0 5 10 15
7,8 Di udara Merah Merah Merah Merah
- - - -
terbuka bata bata bata bata
7,8 Pemanasa Merah Merah Merah Merah
Merah Merah Coklat
n dengan Merah muda muda kekun coklat
bata pucat muda
aquadest pucat pucat ingan pudar
7,8 Pemanasa Merah Merah Merah Merah Merah
Merah Coklat Coklat
n dengan muda coklat coklat muda muda
bata pudar pudar
Curing I pucat pucat pucat pucat pucat
7,8 Pemanasa
Merah Merah Merah Merah Merah Merah Coklat
n dengan Coklat
bata muda muda pudar pudar coklat pudar
Curing II
7,8 Pemanasa Merah Merah Merah Merah Merah Merah
Merah Merah
n dengan muda muda muda muda kekun coklat
bata coklat
Curing III pudar pudar pucat pucat ingan pudar
7,8 Pemanasa Merah Merah Merah Merah Merah
Merah Merah Merah
n dengan muda muda muda coklat coklat
bata muda coklat
Curing IV pudar pucat pucat muda pudar
Sumber: Laporan Sementara
Keterengan:
Larutan Curing I : 0,1 gr NaNO3+0,1 gr NaNO2+0,05 gr Vitamin C
Larutan Curing II : 0,2 gr NaNO3
Larutan Curing III: 0,2 gr NaNO2
Larutan Curing IV: 0,2 gr Vitamin C
Secara umum, daging hewan berwarna kemerahan. Penyebab warna
kemerahan dalam daging ini adalah sebuah zat bernama myoglobin. Myoglobin
dan hemoglobin hubungannya hampir sama, keduanya sama-sama zat yang
mengikat oksigen, mengandung zat besi, dan berwarna kemerahan. Bedanya,
myoglobin akan mengikat oksigen dan menyimpannya didalam otot. Tiap
hewan memiliki kadar myoglobin yang berbeda-beda. Umumnya, semakin
aktif hewan tersebut bergerak, semakin banyak pula kandungan myoglobin
dalam ototnya. Sapi dan kambing mengandung myoglobin yang cukup banyak,
sehingga dagingnya kemerahan. Beda dengan daging ikan yang mengandung
myoglobin lebih sedikit sehingga dagingnya lebih putih. Meski demikian, ikan
tertentu yang tergolong perenang aktif memiliki myoglobin yang lebih banyak
daripada ikan pada umumnya sehingga dagingnya lebih kemerahan
(Muchtadi, 2011). Dalam daging segar dan dengan adanya oksigen, terdapat
suatu sistem dinamik yang terdiri atas tiga pigmen, oksimyoglobin, myoglobin
dan metmyoglobin. Reaksi bolak-balik dengan oksigen ialah Mb + O2
MbO2. Warna merah murup pada daging segar disebabkan oleh adanya
oksimyoglobin, perubahan warna menjadi coklat terjadi dalam dua tahap
sebagai berikut MbO2 (Merah) Mb (Merah lembayung) MetMyoglobin
(Kecoklatan) (Deman, 1989).
Curing merupakan proses pemeraman daging dengan menggunakan
garam sendawa biasanya dalam bentuk NaNO2, KNO2, dan KNO3, garam
dapur, bumbu, fosfat, dan bahan lainnya. Produk dari daging curing disebut
dengan curet meat. Biasanya cured meat merupakan produk intermediate
karena setelah dicuring daging diolah menjadi olahan lainnya. Curing
dimaksudkan untuk meningkatkan warna merah, menstabilkan flavor, dan
mengawetkan. Pada konsentrasi tertentu garam dapat mencegah pertumbuhan
mikrobia. Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah
diterapkan untuk menjaga kualitas daging, salah satu pengolahan daging
tersebut adalah teknologi curing. Teknologi ini memanfaatkan bahan-bahan
kimia untuk menjaga kualitas daging. Curing adalah prosesing daging dengan
menambah sodium klorida (NaCl), sodium nitrat atau potasium nitrat (NaNO3
atau KNO3), gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah
flavor, aroma, keempukkan, juiciness dan mereduksi kerutan daging
(Funan, 1968).
Pada umumnya proses curing terjadi karena reaksi biologis yang dapat
mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang mampu mereduksi ferri menjadi
ferro. Terjadinya denaturasi globin oleh panas. Bila daging yang di-curing
dipanaskan pada suhu 150 F atau lebih, maka terjadi proses denaturasi. Hasil
akhir curing daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak dimasak,
dan nitrosilhemokromogen bila telah dimasak. Mekanisme curing adalah nitrit
bereaksi dengan gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat
dimetabolisasi oleh mikrobia dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit
membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk
nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah (Nur, 2011).
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung
pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya.
Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum
faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih
dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Sejak jaman dahulu nenek
moyang kita telah banyak menggunakan zar warna alami (pigmen) sebagai
bahan pewarna bahan makanan. Tidak hanya bahan makanan yang umum
diberi penambahna warna daging juga perlu pengaplikasian zat warna. Aplikasi
ini tidak hanya digunkan secara visual namun juga untuk tujuan pengawetan.
Untuk zat warna hewan dan pengawetan biasanya menggunakan larutan curing.
Aplikasinya banyak digunkan pada perusahaan daging kaleng, ikan kaleng,
kornet dan sebagainya (Winarti, 2010). Faktor yang dapat menyebabkan
perubahan zat warna apada daging adalah penambahan curing, penambahan
air, pemanasan, dan adanya oksigen. Pada umumnya proses curing terjadi
karena: (1) reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO,
yang mampu mereduksi feri menjadi fero; (2) terjadinya denaturasi globin oleh
panas. Bila daging yang di-curing dipanaskan pada suhu 150F atau lebih,
maka terjadilah proses denaturasi tersebut. Hasil akhir curing membentuk
pigmen nitrosilmioglobin bila tidak dimasak, dan nitrosil hemokromogen bila
telah dimasak (Winarno, 2004).
Berdasarkan hasil praktikum bahwa daging dengan larutan curing IV
sebelum pemanasan berwarna merah bata. Setelah pemanasan dari menit ke 0
hingga menit ke 15 menjadi merah coklat pudar. Untuk daging dengan larutan
curing III sebelum pemanasan terjadi perubahan warna merah bata menjadi
merah coklat pucat, sedangkan setelah pemanasan menjadi merah coklat pudar.
Untuk daging dengan larutan curing II sebelum pemanasan berwarna merah
bata. Sementara setelah pemanasan dihasilkan warna cokelat pudar. Untuk
daging dengan larutan curing I sebelum pemanasan terjadi perubahan warna
merah bata menjadi merah coklat pucat, setelah pemanasan menit ke 0 sampai
15 menjadi coklat pudar. Untuk daging dengan pemanasan dengan aquades
sebelum pemanasan berwarna merah bata. Sementara setelah pemanasan
menjadi merah coklat pudar. Untuk daging dengan dibiarkan terbuka berwarna
merah bata.
Menurut Buckle (2010) mioglobin pada daging bila dibiarkan terbuka
akan menjadi oksimioglobin menjadi berwarna merah cerah. Untuk pemanasan
dengan aquades yaitu mioglobin pada daging akan mengalami oksidasi dan
menjadi metmioglobin berwarna cokelat abu-abu. Untuk daging dengan
ditambahkan curing akan membuat warna daging stabil tetap merah cerah.
Sehingga hal tersebut kurang sesuai dengan teori karena pada percobaan
daging dengan dibiarkan terbuka berwarna merah bata. Sedangkan daging
dengan pemanasan dengan aquades telah sesuai dengan teori karena warna
daging menjadi cokelat pudar. Pada penambahan curing I tidak sesuai dengan
teori didapatkan hasil cokelat pudar, seharusnya metmioglobin pada daging
bereaksi dengan ion nitrit sehingga menghasilkan warna merah muda yang
stabil. Beberapa hasil percobaan kurang sesuai dengan teori karena kurang
cermat dalam mengamati perubahan warna yang terjadi dan mungkin larutan
curing yang telah terkontaminasi. Selain itu menurut teori Winarno (2002),
semua daging dengan berbagai perlakuan pada keadaan sebelum dipanaskan
semakin lama pendiaman maka semakin pudar pigmen dagingnya. Sedangkan,
setelah dipanaskan warnanya lebih pudar daripada sebelum dipanaskan
Menurut Winarno (2002) mekanisme curing adalah nitrit bereaksi
dengan gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat
dimetabolisasi oleh mikrobia dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit
membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk
nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah. Pada proses pengawetan, proses
curing sebagian besar membutuhkan garam dalam konsentrasi tertentu untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jumlah garam yang ditambahkan
dalam daging sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur
dan tingkat keasaman (pH). Kondisi tersebut memengaruhi keefektifan fungsi
garam sehingga tidak ada batasan pasti yang menentukkan konsentrasi galam
dalam proses curing (Kunle, 2012).
R2NH + N2O3 R2N2.NO + HNO2
(Amin sekunder misal: pirolidina)
R3N + N2O3 R2N.NO + R
Nitrosoamina (karsinogenik)
Nitrit dan nitrat merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki
warna dan rasa daging pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat
mencegah pertumbuhan clostridium botulinum yang bersifat racun bila
dikonsumsi manusia sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah
menjadi nitrit oksida yang akan bergabung dengan myoglobin (Mb).
Myoglobin merupakan pigmen yang menentukan warna merah alami pada
daging yang tidak diasin. Setelah itu nitrit oksida dan myoglobin berubah
menjadi nitrit oksida myoglobin (NOMb). Nitrit yang digunakan dalam
pengasinan daging ini telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium
nitrite. Nitrit dan nitrat adalah bahan kimia yang sering digunakan sebagai
bahan curing. Penggunaan nitrat mempunyai manfaat yaitu menghasilkan
pigmen daging yang stabil dan flavor daging yang meningkat serta daya ikat air
daging yang semakin kuat. Konsentrasi nitrit dalam produk tidak boleh
melebihi 156 ppm. Bahkan untuk produk tertentu dibatasi < 120 ppm dan harus
disertai sodium erythorbat/askorbat sebanyak 550 ppm untuk mencegah
terbentuk senyawa karsinogenik nitrosamines (Deman, 1989).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Acara V Zat Warna Tanaman Dan Hewan
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan.
2. Wortel mengandung pigmen karotenoid, kacang panjang mengandung
pigmen klorofil, bawang merah mengandung pigmen antosiani dan daging
mengaandung pigmen myoglobin.
3. Karoten tidak berpengaruh terhadap pemanasan karen karoten bersifat
tahaan panas dan tidak larut dalam air. Klorofil tidak tahan terhadap
pemanasan danberubah menjadi coklat. Antosianin mudah larut dalam air
dan peka dengan panas sehingga berubah menjadi ungu kemerahan.
4. Curing merupakan proses pemeraman daging dengan menggunakan garam
sendawa biasanya dalam bentuk NaNO2, KNO2, dan KNO3, garam dapur,
bumbu, fosfat, dan bahan lainnya.
5. Perlakuan curing paling bagus ialah curing I karena mempunyai komposisi
paling lengkap sehingga mempunyaik kemampuan menguatkan paling
besar.
DAFTAR PUSTAKA

Apriliani, Nurul Fitria, Malik A. Baqiya, dan Darminto. 2012. Pengaruh


Penambahan Larutan MgCl2 pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat
Berbahan Dasar Batu Kapur dengan Metode Karbonasi. Jurnal Sains dan
Seni ITS Vol. 1 No. 1.
Buckle, KA. 2010. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Carlos, Joao. 2014. Nutritional and Health Benefits of Carrots and Their Seed
Extracts. Food and Nutrition Science,Vol.5, 2147-2156.
Deman, John M. 1989. Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Funan, HU. 1968. Melanocytes and Melanin Pigmentation. Jurnal Cosmetic
Chemist. Vol. 9, 565-580.
Gardjito, M. 2003. Hortikultura : Teknik Analisis Pasca Panen. Transmedia
Global Wacana. Yogyakarta
Handajani, Sri dkk. 2010. Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi Tradisional dan
Terkini. UNS Press. Surakarta.
Handayani, Prima Astuti dan Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah
Naga (Dragon Fruit) sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna
Sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan Vol. 1 No. 2.
Ikawati, Ratna. 2005. Optimasi Kondisi Ekstraksi Karotenoid Wortel (Daucus
Carota L.) Menggunakan Response Surface Methodology (RSM).
Kunle, Oluyemisi Folashade. Henry Omoregie Egharevba and Peter Ochogu
Ahmadu. 2012. Standardization Of Herbal Medicines - A Review.
International Journal Of Biodiversity And Conservation Vol. 4(3). Chinesse.
Kuo, Shiu Ming. 2013. The Multifaceted Biological Roles Of Vitamin C. Jurnal
food science, vol.3, issues 5, USA 3-5.
Muchtadi, Tien R, Sugiyono dan Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu
Pengetahuan Bahan. Alfabeta. Bogor.
Nur, Hasna Hayati dan Dyah Suryani. 2012. Analisis Kandungan Nitrit Dalam
Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta Tahun 2011. Vol 6, No.1,
ISSN: 1978-0575.
Putranto, Wendry Setiadi, Roostita L. Balia, Obin Rachmawan, dan Eka
Wulandari. 2010. Isolasi Yeast dari Daging dan Potensinya sebagai Agen
Biopreservasi dan Pewarna Makanan. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 10 No. 1.
Rajiman. 2009. Pengaruh Pemupukan Npk terhadap Hasil Bawang Merah di
Lahan Pasir Pantai. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 5 No. 2.
Ray, Frederick K. 1990. Meat Curing. Division of Agricultural Sciences and
Natural Resources. Oklahoma State University. ANSI-3994.
Sari, Puspita, Christofora Hanny Wijaya, Dondin Sajuthi, dan Unang Supratman.
2009. Identifikasi Antosianin Buah Duwet (Syzygium cumini) Menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Diode Array Detection. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol. XX No. 2.
Satyantini,Woro H, dkk. 2009. Penambahan Wortel Sebagai Sumber Beta
Karoten Alami Dengan Beberapa Metode Pengolahan Pada Pakan
Terhadap Peningkatan Warna Biru Lobster Red Claw (Cherax
Quadricarinatus). Jurnal Akuakultur Indonesia, Vol. 8, No. 1 hal 19-27
Wardhani, Lilies Kusuma Dan Nanik Sulistyani. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera Scandens (L.) Moq.)
terhadap Shigella Flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal
Ilmiah Kefarmasian Vol. 2 No. 1.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Winarti, Sri dan Abdurrozaq Firdaus. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak
Bunga Rosela Untuk Pewarna Makanan Dan Minuman. Jurnal Teknik
Kimia. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 2 hal. 87-88
Zaevie, Bastianus, Marisi Napitupulu, dan Puji Astuti. 2014. Respon Tanaman
Kacang Panjang (Vigna Sinensis L.) Terhadap Pemberian Pupuk Npk
Pelangi Dan Pupuk Organik Cair Nasa. Jurnal Agrifor Vol. 8 No. 1 hal. 20
ISSN : 1412 6885

You might also like