You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu kebutuhan pokok bagi manusia atau hewan adalah makanan yang berfungsi
untuk pertumbuhan dan perkembangan, memperoleh energi, mengatur metabolisme serta
berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo
2003). Perkembangan teknologi dapat mengubah gaya hidup masyarakat seperti
berubahnya pola hidup seseorang dengan lebih banyak mengkonsumsi makanan siap saji
daripada makanan yang bergizi dan alami (Ngafifi 2014).
Kehadiran makanan siap saji di kalangan masyarakat menjadikan makanan tersebut
lebih dipilih karena dianggap lebih efisien. Makanan siap saji memiliki keunggulan namun
memiliki resiko bagi kesehatan karena pengolahan makanan yang tidak higienis sehingga
memungkinkan makanan terkontaminasi bakteri berbahaya, selain itu lokasi dari makanan
siap saji berada sangat berpengaruh seperti rumah sakit yang memungkinkan terjadinya
penyebaran penyakit atau kontaminasi bakteri (Depkes RI 2004), sehingga pengunjung
kantin dan penjaga kantin cenderung memiliki imunitas rendah, selain itu rumah sakit
memiliki sumber pencemar seperti limbah infeksius dan limbah patologi, limbah farmasi
(obat kadaluarsa), limbah sitotoksis, limbah medis padat tajam, serta limbah 22 radioaktif
(Depkes RI 2004).
Kontaminasi sering berada pada makanan adalah Escherichia coli yang menyebabkan
diare. Diare merupakan penyakit yang menjadikan seseorang buang air besar dengan
tekstur lunak bahkan berupa air saja dalam jangka waktu sedikit namun terjadi lebih dari 3
kali (Depkes RI 2011). Menurut Surveilan Terpadu Penyakit (STP) puskesmas dan rumah
sakit (RS) angka insiden diare selama lima tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2006
cenderung berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6 per 1000 pada tahun
2006 (angka insiden bervariasi antara 4,5-25,7 per 1000), sedangkan dari Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit diare menduduki urutan ke dua dari penyakit
infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan mortalitas 3,8%.
Syarat utama dalam menentukan kualitas makanan yang baik adalah dengan meninjau
ilmu sanitasi karena secara langsung maupun tidak langsung lingkungan kita berhubungan
dengan mengolah atau menyediakan makanan (Marwanti 2010). Banyaknya makanan yang
kurang diperhatikan oleh pengelola sehingga dapat mengakibatkan penyakit, maka perlu
dilakukan penelitian terhadap makanan siap saji di kantin rumah sakit karena memiliki
populasi rentan bakteri serta sumber
1.2 Tujuan Praktikum
Menghitung Escherichia coli yang terdapat bahan makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Escherichia coli


Bakteri merupakan organisme uniseluler, prokariotik, dan umumnya tidak memiliki
klorofil dengan ukuran rata-rata selnya 0,5-1 x 2-5 m, memiliki bentuk yang beraneka
ragam yaitu kokus (bulat), basil (batang), dan spirilia (spiral). Selain berinteraksi
intraspesies, bakteri tersebut juga berinteraksi secara interspesies dengan manusia,
tumbuhan, dan hewan. Dalam interaksinya dengan manusia, bakteri tersebut ada yang
bersifat berbahaya dan yang tidak berbahaya. Salah satu contoh bakteri patogen adalah
Escherichia coli yang diketahui dapat menyebabkan diare, kolera, dan berbagai penyakit
pada saluran pencernaan.
Escherichia coli pertama kali ditemukan oleh seorang bacteriologist yang berasal dari
Jerman bernama Theodor Von Escherich pada tahun 1885. Secara alamiah E. coli adalah
penghuni umum dalam pencernaan manusia dan hewan (Melliawati, 2009). Adapun
taksonomi dari E. coli sebagai berikut;
Superdomain : Phylogenetica
Filum : Proterobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Bakteri E. coli merupakan bakteri yang bersifat fakultatif anaerob dan memiliki tipe
metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling banyak di bawah
keadaan anaerob, namun beberapa E. coli juga dapat tumbuh dengan baik pada suasana
aerob (Meng dan Schroeder, 2007). Suhu yang baik untuk menumbuhkan E. coli yaitu
pada suhu optimal 37OC pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber
nitrogen dan karbon.
Ukuran sel dari bakteri E. coli biasanya berukuran panjang 2,0 6,0 m dan lebar 1,1
1,5 m dengan bentuk sel bulat dan cenderung ke batang panjang (Melliawati, 2009).
Struktur sel dari bakteri E. coli terdiri dari dinding sel, membran plasma, sitoplasma,
flagella, nucleus (inti sel), dan kapsul.
Membran sel terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Membran sel E.
coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan fili E. coli menjulur dari
permukaan sel. Tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk
membedakan serotipe golongan E. coli adalah antigen O (antigen 11 lipoporisakarida
somatik di dalam dinding sel), antigen K (antigen polisakaride kapsul), dan antigen H
(antigen protein flagella) (Todar, 2008).
Bakteri E. coli mempunyai dinding sel yang kaku, berpori dan berguna untuk
memberikan bentuk tertentu pada sel serta berperan sebagai pelindung. Dinding sel
diklasifikasikan sebagai antigen O. Berdasarkan komposisi dinding sel dan pewarnaannya
itulah E. coli digolongkan sebagai bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif diketahui
tidak tahan terhadap perlakuan fisik (bakteri akan mati pada suhu 60OC selama 30 menit).
Adanya E. coli dalammakanan atau minuman menunjukkan kemungkinan adanya
mikroorganisme yang bersifat enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi
kesehatan manusia.
2.2 Media Pertumbuhan
Menurut Anonim, 1989 media pertumbuhan yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya Bakteri E. coli, yaitu:
a. Media LB (Lactose Broth)
Media yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kehadiran bakteri E. coli
(bakteri gram negatif) berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena
fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan
pada media laktosa dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung Durham berupa
gelembung udara. Tabung dinyatakan positif coliform jika terbentuk gas sebanyak 10%
atau lebih dari volume di dalam tabung Durham (Fardias, 1989).
b. Media BGLB (Brilliant Green Bile Broth)
Media yang digunakan untuk mendeteksi bakteri E. coli (Gram negatif) di dalam air,
makanan, dan produk lainnya. Media ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dan menggiatkan pertumbuhan bakteri E. coli. Ada atau tidaknya bakteri
Coliform ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena
fermentasi laktosa oleh bakteri golongan coli.
2.3 Media Eosine Methylene Blue Agar (EMBA)
Media EMB Agar (Eosin Methylene Blue Agar) adalah media selektif dan media
diferensial, media ini selektif untuk menumbuhkan bakteri gram negatif dan pada
umumnya digunakan untuk isolasi dan diferensiasi bakteri non fecal coliform dan fecal
coliform. Media ini dikembangkan oleh Holt-Harris dan Teague pada tahun 1916, mereka
menggunakan EMB agar untuk membedakan antara koloni bakteri yang dapat
memfermentasi laktosa dengan yang tidak dapat memfermentasi laktosa. Di media EMB
juga ditambahkan sukrosa untuk membedakan antara koloni bakteri coliform yang mampu
memfermentasi sukrosa lebih cepat dari laktosa dengan koloni bakteri yang tidak mampu
memfermentasi sukrosa.
Media EMB Agar digunakan untuk menguji kualitas air untuk membedakan bakteri non
fecal coliform dan fecal coliform yang menandakan kemungkinan kontaminasi
mikroorganisme patogen dalam sampel air (adanya Escherichia coli di sungai / sampel air
menunjukkan kemungkinan kontaminasi tinja di sungai / sampel air, begitu juga dengan
adanya bakteri patogen usus lainnya). Bakteri gram negatif yang memfermentasi laktosa
(umumnya bakteri usus) dapat menghasilkan asam, dalam kondisi asam akan menghasilkan
warna kompleks berwarna ungu gelap atau warna hijau metalik. Warna hijau metalik ini
merupakan indikator dari bakteri yang dapat memfermtasi laktosa dengan kuat dan/atau
bakteri yang dapat memfermentasi sukrosa (khas pada bakteri coliform fecal). Pada bakteri
yang memfermentasi laktosa dengan lambat akan menghasilkan asam dengan jumlah yang
sedikit sehingga koloni akan berwarna coklat atau merah muda. Pada bakteri yang tidak
dapat memfermentasi laktosa koloni akan berwarna merah muda atau transparan.
BAB III
METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan


a. Alat
- Tabung reaksi - Timbangan analitik
- Tabung durham - Vortex
- Botol sampel - Gelas ukur
- Bunsen - Cawan petri
- Rak tabung - Coony counter
- Autoclave - Batang bengkok
- Incubator
- Pipet volume
b. Bahan
- Sampel (Jamu)
- Pepton Water (PW)
- Lactose Broth (LB)
- Eosine Methylene Blue Agar (EMBA)
- Aquadest
3.2 Cara Kerja
1. Dimasukkan sampel sebanyak 2,5 ml ke dalam botol yang berisi PW sebanyak 22,5 ml
lalu diletakkan botol diatas vortex agar PW dan sampel tercampur merata.
2. Dimasukkan sampel sebanyak 1 ml ke dalam 2 tabung reaksi (10-2, 10-3) yang telah diisi
PW 9 ml.
3. Ditanam dari tabung reaksi 10-1,10-2 dan 10-3 dengan memipet 0,1 ml ke media EMBA
yang padat (duplo)
4. Disebar dengan batang bengkok sampai merata lalu diinkubasi di incubator selama 48
jam pada suhu 35oC dengan cawan petri diletakkan dengan posisi terbalik di bungkus
plastik
5. Kemudian diamati bila (+) ditandai dengan adanya koloni bintik hitam warna hijau
metalik
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pengenceran
10-1 10-2 10-3
Sampel Kelompok Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 1 2 1 2
Jamu 1 4 0 5 12 2 12
9 4 9 5 24 2 14

4.2 Pembahasan
E coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia. Untuk
mengetahui jumlah koliform di dalam contoh biasanya di gunkan metode MPN (most probable
number) dengan cara fermentasi tabung ganda. Metode ini lebih baik bila di bandingkan dengan
metode hitungan cawan karena lebih sensitif dan dapat mendeteksi koliform dalam jumlah yang
sangat rendah di dalam contoh. Metode lainya yang dapat di gunakan untuk mendeteksi dan
menghitung koliform adalah metode milipore membrane-filter (MF) yang dapat mendeteksi dan
menghitung koliform dalam jumlah kecil di dalam contoh. Uji kualitatif koliform secara lengkap
terdiri dari tiga tahap yaitu uji penduga, uji penguat, uji pelengkap. Uji penduga juga merupakan
uji kualitatif koliform menggunakan metode MPN. Uji kualitatif koliform tidak harus selalu di
lakukan secara lengkap, tergantung dari berbagai factor misalnya waktu, mutu contoh yang di
uji, biaya, tujuan analisis, dan factor-faktor lainya (Cappuccino, 2000).

Banyaknya kontaminan dalam air memerlukan standar tertentu untuk menjamin


kebersihannya. Air yang terkontaminasi oleh bakteri patogen saluran cerna sangat berbahaya
untuk diminum. Hal ini dapat dipastikan dengan penemuan organisme yang ada dalam tinja
manusia atau hewan dan yang tidak pernah terdapat bebas di alam. Ada beberapa organisme
yang termasuk kategori ini, yaitu bakteri coliform (E. coli), Enterococcus faecalis, Clostridium
sp. Di Indonesia, bakteri indikator air terkontaminasi adalah E. coli (Gause, G. F. 1946).
Terdapatnya bakteri coliform dalam air minum dapat menjadi indikasi kemungkinan
besar adanya organisme patogen lainnya. Keberadaan E. coli dalam air dapat menjadi indikator
adanya pencemaran air oleh tinja. E. coli digunakan sebagai indikator pemeriksaan kualitas
bakteriologis secara universal dalam analisis dengan alasan; a) E. coli secara normal hanya
ditemukan di saluran pencernaan manusia (sebagai flora normal) atau hewan mamalia, atau
bahan yang telah terkontaminasi dengan tinja manusia atau hewan; jarang sekali ditemukan
dalam air dengan kualitas kebersihan yang tinggi, b) E. coli mudah diperiksa di laboratorium dan
sensitivitasnya tinggi jika pemeriksaan dilakukan dengan benar, c) Bila dalam air tersebut
ditemukan E. coli, maka air tersebut dianggap berbahaya bagi penggunaan domestik, d) Ada
kemungkinan bakteri enterik patogen yang lain dapat ditemukan bersama-sama dengan E. coli
dalam air tersebut (Gause, G. F. 1946). Jenis bakteri coliform tertentu, misalnya E coli
O:157:H7, bersifat patogen dan juga dapat menyebabkan diare atau diare berdarah, kram perut,
mual, dan rasa tidak enak badan (Dad,2000). Tahapan dalam uji kualitas air menggunakan MPN.
Koloni E. coli pada media EMBA menunjukkan pertumbuhan yang baik dari koloni biru hitam
gelap dengan kemilau hijau metalik. Pada sampel jamu kelompok 1 dan 9 didapatkan hasil
bahwa air jamu masih dapat dikatakan aman karena tidak ada yang mencapai range 30-300.
Namun walaupun begitu pada jenis bahan makanan apapun harus terbebas dari segala jenis
bakteri koliform termasuk e.coli. Pada pengenceran 10-2 di ulangan ke 2 kelompok 9
mendapatkan angka yang lebih tinggi dari pengenceran 10-1 dikarenakan kurang aseptisnya
dalam pengerjaan.
BAB V
KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa air jamu pada kelompok 1 dan
kelompok 9 masih layak diminum karena bakteri e.coli pada air jamu masih rendah.
Namun, konsumen harus tetap memperhatikan keamanan air jamu walaupun dikatakan
rendah.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/154/jtptunimus-gdl-veranurtri-7688-5-babiv.pdf
Anonim. 2012. Infeksi E.Coli. http://pharos.co.id/ (Diakses tanggal 7 maret 2012)
Fardiaz, Srikandi.1989. Analisis Mikrobiologi Pangan.PT RajaGrafindo Persada. Jakarta

You might also like