You are on page 1of 13

LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI PANGAN

ACARA IV
PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TEMPE

Oleh:
Nama : Imam Ardiansyah
NIM : J1A015038
Kelompok : 13

Program Studi dan Ilmu Teknologi Pangan


Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram
2017
ACARA IV
PENGARUH AERASI TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR TEMPE

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe yang
biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku kedelai.
Fermentasi dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisika pada
kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan
lama, karena tempe hanya mampu bertahan selama 2 x 24 jam , jika lewat masa itu kapang
tempe akan mati dan kemudian akan tumbuh bakteri (Sarwono, 2005 ).
Proses pembuatan tempe pada umumnya melewati 2 tahap, yaitu tahap perlakuan
pendahuluan dan tahap fermentasi. Perlakuan pendahuluan adalah menyiapkan biji mentah
menjadi biji matang tanpa kulit dan cocok untuk pertumbuhan kapang. Pada tahap fermentasi
hal yang perlu diperhatikn yaitu pengaturan suhu ruang fermentasi agar mencapai ideal
fermentasi 30o C (Suprapati, 2003).
Fermentasi tempe memerlukan bantuan dari kapang hRhizopus. Adanya kapang inilah
yang menyebabkan tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia dari kapang ini. Kapang
Rhizopus umumnya bersifat mikro aeryfilik, hidup dengan kondisi udara yang sedikit. Oleh
karena itu praktikum ini dilaksanakan guna mengetahui pengaruh aerasi terhadap pertumbuhan
jamur tempe.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh aerasi terhadap
pertumbuhan jamur tempe.
TINJAUAN PUSTAKA

Tempe adalah makanan sumber protein nabati uyang sudah lama dibuat oleh masyarakat
Indonesia. Bahan utama pembuatan tempe adalah kedelai. Kedelai telah terbukti memiliki
banyak manfaat pada kedelai (Zhang dalam Agustina, 2014).
Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus seperti Rhizopus Oligosporus,
Rh Oryzae, Rn. Stolonifer atau Rh Arrhizus, sedian fermentasi ini secara umum dikenal sebagai
Ragi Tempe. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna manusia. Secara umum tempe berwarna putih
karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur
yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai saat fermentasi membuat tempe
memiliki rasa dan aroma khas (Zulkarnain, 2014).
Kondisi inkubasi sangat mempengaruhi pertumbuhan kapang dan pembentukan
miselium. Pembuatan lubang kemasan (aerasi) berperan dalam penyediaan oksigen untuk
pertumbuhan kapang. Aerasi yang terlalu sedikit menyebabkan kapang kekurangan oksigen,
sehingga pertumbuhan terhambat. Namun ketika lubang kemasan terlalu banyak, kapang akan
tumbuh terlalu cepat dan terjadi sporulasi (Kovac dalam Ani R, 2016).
Standar proses pengemasan, dikemas dalam kemasan yang tertutup baik dan proses
melubangi kemasan tempe dengan jarak 2x2 cm untuk membantu menyeimbangkan pertukaran
oksigen ketika proses fermentasi. Kapang pada umumnya dapat tumbuh dalam keadaan
mikroaerobik, yaitu membutuhkan oksigen dalam jumlah yang sedikit untuk pertumbuhannya .
proses melubangi tempe yang terlalu banyak akan menyebabkan metabolism terlalu cepat
sehingga suhu naik dan pertumbuhan kapang terhambat., sebaliknya apabila oksigen kurang ,
pertumbuhan kapang juga akan terhambat. Kemasan yang pemermannya kurang tertutup baik
memungkinkan gayalnya dalam pembuatan tempe , hal ini disebabkan menghambat
keseimbangan dalam pertukuran oksigen sehingga pertumbuhan miselium kapang terhambat. Hal
ini biasanya menyebabkan rasa pahit dan tekstur tempe yang tidak kompak dan padat (Widowati
dalam Ruri, 2014).
Kandungan gizi (protein, lemak dan karbohidrat) akan berubah dengan seiring
bertambahnya waktu inkubasi. Protein kasar pada tempe lebih rendah pada bahan bakunya, hal
ini terjadi karena proses perebusan. Panasnya air akibat perebusan akan menyebabkan hilangnya
(rusak) protein. Pemanasan sebaiknya tidak terlalu lama yang dapat menyebabkan banyak
protein yang hilang (Salim dalm Sayuti, 2015).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis , 19 Oktober 2017 di Laboratorium
Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam prakikum ini adalah kantong plastic,
pinset, nampan, penggaris, gunting, pulpen, dan lampu Bunsen.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kedelai, air dan
laru.

Prosedur Kerja
Kedelai

Air Direndam 1 malam (1:3)

Dikupas kulit Kulit kedelai

Air Direbus 48 menit

Ditiriskan Air

Ditimbang 200 gram

Ragi 0,2% Di inokulasi

Plastik Dikemas

Difermentasi 3 hari

Dilakukan penguaian sensoris


HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Uji Skoring Kekompakan

No Panelis
Tanpa Lubang Terbuka 1 Lubang 5 Lubang 10 Lubang
1 Satriawan 1 2 4 4 4
2 Dian N. 1 1 5 5 3
3 Siti R.S 1 3 5 4 4
4 Silvia R. 2 2 5 4 3
5 Supiati 1 2 4 4 3
6 Imam A. 2 4 5 4 3
7 Juwanti 1 3 5 4 4
8 B.Alnuraiza 1 2 4 5 3
9 B. Rika 2 1 5 5 4
10 Ayu A. 1 1 5 5 4
11 Dewi S. 1 2 5 5 3
12 Laksmi 2 3 5 5 4
13 Wahyuning P. 2 3 5 5 4
14 Suspitawati 2 3 5 4 3
15 Lia A. 1 3 4 4 3
16 Muriana N. 1 4 5 4 3
17 Niluh D. 2 2 5 5 3
18 Nila A. 1 2 5 4 3
19 Nourma R. 1 2 5 5 4
20 Nur F. 2 3 5 4 3

Keterangan :
1 = Sangat tidak kompak
2 = Tidak kompak
3 = Agak kompak
4 = Kompak
5 = Sangat kompak
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Uji Skoring Warna

No Panelis
Tanpa Lubang Terbuka 1 Lubang 5 Lubang 10 Lubang
1 Satriawan 4 1 5 4 2
2 Dian N. 4 2 5 3 4
3 Siti R.S 4 1 4 2 4
4 Silvia R. 3 1 4 3 4
5 Supiati 4 2 4 3 3
6 Imam A. 5 1 4 3 2
7 Juwanti 4 1 5 3 3
8 B.Alnuraiza 3 2 5 4 3
9 B. Rika 3 2 4 4 2
10 Ayu A. 4 2 5 4 3
11 Dewi S. 4 1 4 3 2
12 Laksmi 4 1 4 4 3
13 Wahyuning P. 5 1 5 2 3
14 Suspitawati 5 2 4 3 3
15 Lia A. 4 2 5 4 2
16 Muriana N. 4 1 4 3 3
17 Niluh D. 4 1 5 3 2
18 Nila A. 5 2 5 4 2
19 Nourma R. 5 2 5 4 3
20 Nur F. 4 1 5 4 2

Keterangan :
1 = Hitam
2 = Putih kehitaman
3 = Putih kecoklatan
4 = Putih kekuningan
5 = Putih cerah
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Uji Hedonik

No Panelis
Tanpa Lubang Terbuka 1 Lubang 5 Lubang 10 Lubang
1 Satriawan 4 1 5 4 3
2 Dian N. 4 1 4 3 4
3 Siti R.S 3 2 5 3 3
4 Silvia R. 4 1 4 4 4
5 Supiati 3 2 5 4 3
6 Imam A. 5 2 5 3 4
7 Juwanti 4 1 4 4 4
8 B.Alnuraiza 4 2 5 3 4
9 B. Rika 4 2 5 4 3
10 Ayu A. 3 2 4 3 4
11 Dewi S. 3 1 4 4 2
12 Laksmi 4 1 4 3 2
13 Wahyuning P. 4 1 5 3 3
14 Suspitawati 3 1 5 4 4
15 Lia A. 4 2 4 4 2
16 Muriana N. 4 2 4 4 4
17 Niluh D. 5 2 5 4 4
18 Nila A. 5 1 4 3 3
19 Nourma R. 4 1 5 3 3
20 Nur F. 4 2 4 3 4

Keterangan :
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Agak tidak suka
4 = Suka
5 = Sangat suka
Hasil Perhitungan
1. Hasil Perhitungan Uji Skoring Kekompakan
a. Uji Arvova Kekompakan
Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Pvalve S
Pendahuluan 4 155,56 38,89 114.196 , 000
Galat 95 32,15 0,3384211
Total 99 187,71
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji ANOVA Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak artinya terdapat
pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap kekompakan tempe yang dihasilkan.
b. Uji Lanjut BNJ
Tingkatan Perlakuan Rerata Signifikansi
1 1 lubang 4,8 a
2 5 lubang 4,35 a
3 10 lubang 3,4 b
4 Terbuka 2,4 c
5 Tanpa lubang 1,4 d
Kesimpulan :
1. Perlakuan 1 lubang menghasilkan kekompakan tempe terbaik dengan rerata 4,8 yang
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 lubang, namun berbeda nyata dengan
perlakuan 10 lubang, terbuka dan tanpa lubang.
2. Perlakuan 10 lubang berbeda nyata dengan perlakuan 1 lubang , 5 lubang, terbuka
dan tapa lubang terhadap kekompakan tempe yang dihasilkan.
3. Perlakuan terbuka berbeda nyata dengan perlakuan 1 lubang , 5 lubang, 10 lubang
dan tanpa lubang terhadap kekompakan tempe yang dihasilkan.
4. Perlakuan tanpa lubnag berbeda nyata dengan perlakuan 1 lubang, 5 lubang, 10
lubang dan terbuka terhadap kekompakan tempe yang dihasilkan.

2. Hasil Pengamatan Uji Skoring Warna


a. Uji Anova Warna
Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Pvalve S
Pendahuluan 4 118,24 29,65 78,005 , 000
Galat 95 36 0,38797
Total 99 154,24
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji ANOVA Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak artinya terdapat
pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap warna tempe yang dihasilkan.
b. Uji Lanjut BNJ Warna
Tingkat Perlakuan Rerata N Signifikansi
1 1 lubang 4,44 20 a
2 5 lubang 4,1 20 a
3 10 lubang 3,25 20 b
4 Terbuka 2,75 20 c
5 Tanpa lubang 1,45 20 d
Kesimpulan:
1. Perlakuan pemberian 1 lubang tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa lubang
, namun berbeda nyata dengan perlakuan 5 lubang, 10 lubang dan terbuka
terhadap warna tempe yang dihasilkan.
2. Perlakuan 5 lubang berbeda nyata dengan perlakuan 1 lubang , tanpa lubang, 10
lubang dan terbuka terhadap warna tempe yang dihasilkan.
3. Perlakuan 10 lubang berbeda nyata dengan perlakuan 1 lubang, tanpa lubang , 5
lubang dan terbuka terhadap warna tempe yang dihasilkan.
4. Perlakuan terbuka berbeda nyata dengan perlakuan 1 lubang, tanpa lubang, 5
lubang, 10 lubang dan terbuka terhadap warna tempe yang dihasilkan.

3. Hasil Perhitungan Uji Hedonik


a. Uji Anova Hedonik
Sumber Keragaman Db JK KT Fhit Pvalve S
Pendahuluan 4 101,4 25,35 22,2839 , 000
Galat 95 33,35 0,33105
Total 99 134,75
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji ANOVA Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak artinya terdapat
pengaruh yang nyata antara perlakuan terhadap tingkat kesukaan tempe yang
dihasilkan.

b. Uji Lanjut BNJ Hedonik


Tingkat Perlakuan Rerata N Signifikansi
1 1 lubang 4,6 20 a
2 5 lubang 3,9 20 a
3 10 lubang 3,5 20 bc
4 Terbuka 3,35 20 c
5 Tanpa lubang 1,3 20 d
Kesimpulan :
1. Perlakuan 1 lubang menghasilkan tempe terbaik dengan rata-rata 4,6 dan berbeda
nyata dengan perlakuan tanpa lubang, 5 lubang, 10 lubang dan terbuka.
2. Perlakuan tanpa lubang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 lubang, namun
berbeda nyata dengan perlakuan 10 lubang, dan terbuka.
3. Perlakuan 5 lubang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 10 lubang , namun
berbeda nyata dengan perlakuan terbuka.
PEMBAHASAN

Tempe adalah makanan tradisional berbahan dasar kedelai dan terbuat dengan teknik
fermentasi oleh kapang. Tempe menjadi makanan yang cukup digemari karena kandungan
protein yang tinggi serta harga yang terjangkau. Menurut Asnandy (2013), kandungan vitamin
B-12 dalam kacang kedelai relative miskin, padahal ditinjau dari segi gizi vitamin B-12 sanngat
penting dalam pembentukan sel-sel darah merah dan pencegahan penyakit anemia. Tetapi
dengan terbentuknya tempe berarti meningkakan vitamin B-12 selama fermentasi berlangsung
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Fermentasi adalah proses perubahan kimiawi dari senyawa kompleks menjadi lebih
sederhana dengan bantuan enzim yang duhasilkan oleh mikroba. Proses fermentasi akan
menyebabkan terjadinya penguraian senyawa-senyawa organic untuk menghasilkan energi serta
terjadi pengubahan substrat menjadi produk baru oleh mikroba . fermentasi dilakukan untuk
suatu bahan makanan untuk mendapatkan produk makanan baru yang dapat memperpanjang
daya simpan. Aktivitas mikroba selama fermentasi akan menyebabkan perubahan kadar pH dan
terbentuk senyawa penghambat seperti alcohol dan bakteriosin yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk (Cahyani, 2007).
Pada praktikum ini menggunakan bahan baku dasar, yaitu keddelai dan proses fermentasi
dibantu oleh Rhizopus Oligosporus. Pertama-tama kedelai dibersihkan selanjutnya direndam
selama satu malam dengan perbandingan (1:3), setelah itu kulit kedelai dikupas,. Setelah kulit
kedelai dikupas lalu direbus selama kurang lebih 40 menit, selanjutnya ditiriskan. Setelah air
terbuang maka kedelai ditimbang seberat 200 gram dan ragi di inokulasikan sebanyak 0,2%.
Setelah itu tempe dikemas kedalam kertas plastik, pada pengemasan ini diberikan 5 perlakuan :
tanpa diberikan lubang, terbuka, diberikan 1 lubang, diberikan 5 lubang, dan diberikan 10
lubang. Setelah itu dibiarkan selama 3 hari untuk memungkinkan terjadinya fermentasi.
Secara umum proses pembuatan tempe diawali dengan penyortiran guna mendapatkan
kedelai yang berkualitas baik, selanjutnya kedelai dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan
kotoran yang melekat. Kedelai yang bersih selanjutnya direbus selama 30 menit , diangkat dan
didinginkan . ditambahkan asam laktat 10 ml/liter air perebus (untuk memperoleh pH=5) selama
12 jam untuk mendapatkan tempe dengan kulaitas baik. Dicuci dan dibuang kulit kedelai dan
direbus kembali dengan air bersih selama 90 menit dan ditiriskan. Setelah itu, ditambahkan ragi
temped an diaduk secara hati-hati dan merata. Dibungkus kedelai dengan plastik transparan atau
dengan kertas dan daun pisang. Jika menggunakan plastik, tusuk plastik dengan lidi secara
merata untuk ventilasi saat fermentasi. Disimpan selama 23-30 jam hingga peragian berjalan
sempurna. Tempe siap diolah atau dipasarkan (Dataiptek.blogspot.co.id/2013/02/cara-membuat-
tempe.html?m=1).
Parameter-parameter yang diamati pada praktikum ini adalahkekompakan, warna dan
hedonic atau kesukaan. Metode analisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan Uji Lanjut
BNJ dengan bantuan COSTAT, panelis yang digunakan sebanyak 20 orang dengan penilaian
skala 1 sampai 5. Kedelai dikemas dengan menggunakan 5 perlakuan, yaitu 1 lubang, 5 lubang,
10 lubang, terbuka dan tertutup.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Uji Skoring Kekompakan tempe
didapatkan hasil terbaik pada perlakuan 1 lubang dan hasil terendah pada perlakuan tanpa lubang
dengan rata-rata 4,75 dan 1,25. Uji Skoring warna didapatkan hasil terbaik yaitu pada perlakuan
1 lubang dan hasil terendah pada perlakuan terbuka dengan masing-masing rerata 4,55 dan 1,55.
Sedangkan pada Ui Skoring hedonic (kesukaan) diperoleh hasil terbaik pada perlakuan 1 lubang
dan hasil terendah pada perlakuan terbuka dengan masing-masing rerata 4,6 dan 1,3. Hasil
pengamatan dan perhitungan ini sesuai dengan pendapat Kovac dan Raspur (1997) dalam Ani R.
dan Sumarto (2016), yang menyatakan bahwa Aerasi yang terlalu sedikit dapat menyebabkan
kapang kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan terhambat. Namun bila lubang kemasan
terlalu banyak, kapang akan tumbuh secara cepat dan akan menyebabkan sporulasi. Hal inipun
diperkuat dengan pendapat dari Widowati et al (2004) dalam Ruri W. dkk (2014), menyatakan
bahwa kapang umumnya tumbuh pada keadaan mikroaerobik, yaitu membutuhkan oksigen
dalam jumlah yang sedikit untuk npertumbuhannya.
Aerasi berperan sebagai jalan pertukaran oksigen selama proses fermentasi karena
kapang pada umumnya membutuhkan oksigen dalam jumlah sedikit (mikroaerobik). Apabila
dalam proses pembuatan tempe, aerasi tidak ada maka proses fermentasi akan gagal dan tempe
akan rusak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi mutu tempe , yaitu kadar air. Menurut
Nurrahman et al (2012) dalam Ruru W. dkk (2014), menyatakan bahwa air yang berlebihan pada
pembuatan tempe dapat menghambat kebutuhan oksigen kedalam kedelai, dimana dapat
menghambat pertumbuhan jamur tempe sehingga struktur tempe tidak padat . menurut Sofyanti,
mutu tempe juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : Mutu bahan baku, proses, jenis
dan jumlah mikroorganisme yang digunakan serta suhu dan waktu proses fermentasi. Menurut
SNI 01-3144-1992, tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh
kapang tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit
keabu-abuan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
antara lain:
1. Tempe adalah suatu makanan yang terbuat dari proses fermentasi yang dilakukan oleh
kapang.
2. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji skoring kekompakan yang terbaik
adalah perlakuan 1 lubang, begitu pula pada uji skoring warna dan kesukaan.
3. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan uji scoring kekompakan yang terendah
adalah tanpa lubang, uji skoring warna adalah perlakuan terbuak, dan uji skoring
kesukaan adalah perlakuan terbuka.
4. Mutu tempe dipengaruhi oleh kadar air , aerasi, proses mutu bahan baku, jenis dan
jumlah mikroorganisme yang digunakan, serta suhu dan waktu proses fermentasi.
5. Dari hasil pengamatan, perlakuan 1 lubang menghasilkan tempe yang mendekati SNI 1-
3144-1992 dengan criteria padat, kompak, berwarna putih atau sedikit keabu-abuan, dan
berbau khas tempe.
DAFTAR PUSTAKA

Asnandy, Arik, 2013. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tempe. Diktat Praktikum
Mikrobiologi. ITB.

BSN Jakarta, 2012. Tempe : Persembahan Indonesia untuk Dunia. BSN. Jakarta.

Cahyani, Putri, 20017. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta : Gramedia.

Dataiptek.blogspot.co.id/2013/02/cara-membuat-tempe.html?m=1.

Kovac dan Raspor dalam Ani R. dan Sumarto, 2016. Analisis Sifat Fisik, Sifat Osgaroleptik, dan
Kandungan Gizi pada Produk Tempe dari Kacang Non-Kedelai. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Tasikmalaya. Poltekes Tasikmalaya. Hal:19.

Nurrahman dalam Ruri W.,Siti H.B.,Dewi M., 2014. Studi Observasi Higienitas Produk Tempe
Berdasarkan Perbedaan Metode Inokulasi. UNNES. Semarang. Hal:44.

Salim dalam Sayuti, 2015. Pengaruh Bahan Kemasan dan Lama Inkubasi Terhadap Kualitas
Tempe Kacang Gude Sebagai Sumber Belajar IPA. Jurnal Pendidikan Biologi.
Universitas Muhammadiyah Metro. Lampung. Hal:150.

Sarwono, 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Sinar Harapan Utama. Jakarta.

Suprapati, 2003. Kedelai untuk Kesehatan. Balai Pustaka. Yogyakarta.

Widowati dalam Ruri W., Siti H.B., Dewi M., 2014. Studi Observasi Higienitas Produk Tempe
Berdasarkan Perbedaan Metode Inokulasi. UNNES. Semarang. Hal:44.

Zhang dalam Agustina S., Sri H.Y., Michael R.G., Evy F.V., Dian C.A.P., Reza E.P, David C.P.,
Agnes M.K., Enada P.I., 2014. Analisis Kuantitatif Isoflavon Tempe Secara Cepat dan
Sederhana Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis-Desintometri. Jurnal
Farmasi Sains dan Komunitas. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Hal:1.

Zulkarnain, M.m 2014. Pengantar Bioteknologi. Kaniskus. Yogyakarta.

You might also like