You are on page 1of 22

ACARA I

KARBOHIDRAT

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara 1 Karbohidrat adalah:
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa 5%.
2. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa 0,1 M.
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap gelatinisasi pati.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam
pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan
kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan bisa digunakan sukrosa
dalam bentuk kristal halus atau kasar dan jumlah yang banyak dipergunakan
dalam bentuk cairan sukrosa (sirup) (Winarno, 2004).
Natrium bikarbonat (NaHCO3) merupakan senyawa kimia dalam
penyebutannya sering disingkat dengan bicnat. Senyawa ini termasuk
kedalam kelompok garam. Senyawa ini sering dikenal dengan nama sodium
bikarbonat atau hydrogen karbonat (Marlina, 2013).
Mikroskop adalah alat bantu yang digunakan untuk melihat dan
mengamati benda-benda yang berukuran sangat kecil yang tidak mampu
dilihat dengan mata telanjang. Kata mikroskop berasal dari bahasa latin,
yaitu mikro yang berarti kecil dan kata scopein yang berarti melihat.
Benda kecil dilihat dengan cara memperbesar ukuran bayangan benda
tersebut hinga berkali-kali lipat. Bayangan benda dapat dibesarkan 40 kali,
100 kali, 400 kali, bahkan 1000 kali, dan perbesaran yang mampu dijangkau
semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi
(Dwijoseputro, 1989).
Glukosa adalah monosakarida dengan rumus kimia C6H12O6
terdapat sebagai glikosida di dalam tubuh binatang, sebagai disakarida-
disakarida dan polisakarida-polisakarida di dalam tubuh tumbuh-tumbuhan.
Glukosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis polisakarida atau disakarida,
baik dengan asam maupun dengan enzim. Glukosa dapat dibuat dari pati-
patian, dan proses pembuatannya dapat dihidrolisa dengan asam maupun
enzim. Dalam proses hidrolisa, karbohidrat diubah menjadi gula larut dalam
air dilakukan dengan penambahan air dan asam kemudian dilakukan proses
peruraian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan
yaest/ragi (Yusrin dan Ana, 2010).
Glukosa adalah suatu karbohidrat terpenting yang digunakan
sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan. Analisa kualitatif glukosa
dapat dilakukan dengan uji Molisch, uji Barfoed, uji Benedict, uji
Seliwanoff dan uji Iodin. Sedangkan uji kuantitatif dengan metode Luff
Schoorl (Yusrin dan Ana, 2010).
Tabung reaksi adalah sebuah tabung yang terbuat dari sejenis kaca
atau plastik yang dapat menahan perubahan temperatur dan tahan terhadap
reaksi kimia. Tabung reaksi disebut juga test tube atau culture tube. Fungsi
tabung reaksi adalah sebagai tempat untuk mereaksikan bahan kimia, untuk
melakukan reaksi kimia dalam skala kecil dan sebagai tempat
perkembangbiakan mikroba dalam media cair (Soemanto, 1990).
2. Tinjauan Teori
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton
yang mempunyai rumus molekul umum (CH2O)n yang pertama lebih
dikenal sebagai golongan aldosa dan yang yang kedua adalah ketosa. Dari
rumus umum dapat diketahui bahwa karbohidrat adalah suatu polimer.
Senyawa yang menyusunnya adalah monomer-monomer. Dari jumlah
monomer yang menyusun polimer tersebut, maka karbohidrat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu, monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
(Martoharsono, 1990).
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khususnya penduduk negara yang sedang berkembang.
Walaupun jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat
hanya 4 Kal (kkal) bila dibandingkan dengan protein dan lemak, karbohidrat
merupakan sumber kalori yang murah. Dalam tubuh karbohidrat berguna
untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang
berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme
lemak dan protein (Winarno, 2004).
Uji Benedict digunakan untuk mengidentifikasi karbohidrat melalui
reaksi gula pereduksi. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang
mengandung gugus aldehida atau keton bebas dengan membentuk kupro
oksida berwarna. Laruan Benedict mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana basa yang
menyebabkan terjadinya transformasi isomerik (Sudarmadji, 1989).
Pati merupakan bahan berharga untuk industri makanan, yang
banyak digunakan sebagai pengental, pembentuk gel dan air retensi (1).
Atas dasar amilosa dan amilopektin rasio, pati dapat dipisahkan menjadi
normal, lilin dan amilosa tinggi pati. Pati normal terdiri dari sekitar 25%
amilosa dan 75% fraksi amilopektin. Selama pengolahan pati banyak
perubahan terjadi pada sifat fisikokimia. Yang paling penting dapat
dianggap sebagai gelatinisasi. Granula pati tidak larut dalam air dingin,
tetapi mereka menyerap air dalam media berair reversibel. Ketika granula
pati yang dipanaskan dalam kelebihan air, pada suhu tertentu,
pembengkakan menjadi ireversibel dan struktur granula tersebut diubah
secara signifikan. Proses ini disebut gelatinisasi (Kibar, 2010).
Jenis karbohidrat dalam makanan dikelompokkan menjadi
monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida dalam Ilmu Gizi
berarti glukosa, fruktosa dan galaktosa. Galaktosa adalah gula khusus yang
terdapat pada bahan hewani, yaitu air susu. Selain itu, dijumpai
monosakarida yang mengandung 3 atom karbon (triosa), atau 5 atom karbon
(pentosa), 6 atom karbon (heksosa) dan 7 atom karbon (heptulosa)
(Departemen Gizi UI, 2007).
Disakarida dalam bahan makanan yang penting ialah sukrosa,
maltosa dan laktosa. Laktosa hanya dijumpai pada susu hewan menyusui
dan air susu ibu (ASI). Dalam bahan makanan nabati terdapat dua jenis
polisakarida yang dapat dicerna (yaitu amilum dan dekstrin) dan tidak dapat
dicerna (seperti selulosa, pentosan, dan galaktan). Dalam bahan makanan
hewani terdapat polisakarida yang dapat dicerna yang disebut glikogen.
Satuan polisakarida adalah glukosa, sehingga bila polisakarida mengalami
hidrolisa akan diperoleh molekul glukosa (Departemen Gizi UI, 2007).
Karbohidrat adalah kelompok nutrien yang penting dalam susunan
makanan, sebagai sumber energi. Karbohidrat dikelompokkan menjadi tiga
menurut ukuran molekulnya, yaitu monosakarida serta disakarida yang
merupakan senyawa gula, dan polisakarida yang merupakan non-gula,
misalnya pati. Monosakarida yang umumnya terdapat dalam pangan
mengandung enam atom karbon dan mempunyai rumus umum C6H12O6,
tiga senyawa gula yang paling penting ialah glukosa, fruktosa dan galaktosa.
Disakarida mempunyai rumus umum C12H22O11, senyawa-senyawa ini
terbentuk jika dua molekul monosakarida bergabung dengan melepaskan
satu molekul air. Polisakarida adalah polimer hasil kondensasi
monosakarida dan tersusun dari banyak molekul monosakarida yang
berikatan satu sama lain, dengan melepaskan sebuah molekul air untuk
setiap ikatan yang terbentuk. Polisakarida mempunyai rumus utama
C6H10O5)n dimana n adalah bilangan yang besar (Gaman, 1981).
Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur
makanan, dimana campuran granula pati dan air bila dipanaskan akan
membentuk gel. Pati yang berubah menjadi gel bersifat irreversible dimana
molekul-molekul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga
viskositasnya semakin meningkat. Tepung tapioka juga dapat berfungsi
sebagai bahan perekat (Zulkarnain, 2013).
Struktur granula pati terdiri dari kristal dan bukan kristal, kristal
merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami
pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim
untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin, ketika
pati murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang dan
strukturnya hancur (gelatinisasi). Proses penghilangan kristal oleh panas
dan air tersebut disebut proses gelatinisasi, hilangnya kristal tersebut dapat
membantu terjadinya proses puffing agar lebih optimal, sehingga produk
akhir yang dihasilkan dapt lebih renyah/krispi. Granula pati yang
mengalami gelatinisasi dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat
tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula pati pecah
disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992).
Gelatinisasi pati merupakan proses penggelembungan dan
disorganisasi granula pati. Peristiwa ini disebut sebagai retrogradasi
granula pati yang ditandai dengan pembentukan gel oleh amilopektin secara
lebih lambat dan gel yang terbentuk lebih lunak. Adapun satuan dasar dari
pati adalah anhidroglukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n. Besarnya
protein pembentuk gluten dalam tepung sangat menentukan sifat adonan
dan produk yang dihasilkan (Putera, 2013).
Proses gelatinisasi pati ditandai dengan adanya pemecahan struktur
granula pati yang menyebabkan molekul pati terdispersi dalam air. Proses
tersebut terbilang rumit. Energi yang diserap oleh granula pati dapat
mempermudah dalam penyusunan ikatan antar molekul pada suhu normal
(Ratnayake, 2006).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Gelas beaker
b. Gelas obyek
c. Gelas penutup
d. Mikroskop
e. Penangas air
f. Pengaduk
g. Penjepit kayu
h. pH universal
i. Pipet
j. Pipet tetes
k. Propipet
l. Rak tabung reaksi
m. Sendok
n. Tabung reaksi
o. Termometer
p. Timbangan
2. Bahan
a. Aquadest
b. Benedict
c. Glukosa 0,1 M
d. HCl 0,1 N
e. Iodine encer
f. Maizena
g. NaHCO3 kristal
h. NaOH 0,1 N
i. Sukrosa 5%
j. Tapioka
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
2 ml larutan
sukrosa 5%

Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi

Penambahan Penambahan
Penambahan
NaOH 0,1 N HCl 0,1 N
aquadest sebanyak
sebanyak 5 ml sebanyak 5 ml
5 ml pada tabung 3
pada tabung 1 pada tabung 2

Pemanasan sampai mendidih 3 menit


(pemanasan I)

Pengamatan perubahan warna

NaHCO3 kristal Penambahan pada tabung ke-2

Pemindahan sebanyak 2 ml larutan dari


masing-masing tabung dalam 3 tabung
reaksi

Penambahan pereaksi pada setiap


2 ml pereaksi
tabung lalu pemanasan dalam penangas
Benedict
air selama 5 menit (pemanasan II)

Pengamatan perubahan warna atau


endapan
b. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
5 ml larutan
glukosa 0,1 M

Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi

Penambahan Penambahan
Penambahan
NaOH 0,1 N HCl 0,1 N
aquadest sebanyak
sebanyak 2 ml sebanyak 2 ml
2 ml pada tabung 3
pada tabung 1 pada tabung 2

Pemanasan sampai mendidih


selama 2-3 menit

Pengamatan perubahan warna


c. Gelatinisasi Pati
Pati tapioka dan maizena

Pemasukkan dalam beaker glass


masing-masing 30 gram

Penambagan pada
Penambahan masing-masing
masing-masing
Aquadest
100 ml

Pemanasan suhu
Pemanasan suhu kamar, 40o, 50o,
kamar, 40o, 50o,
60o,65o,
60o, 65o, 70o,
70o, 75o,
75o, 80
80oo
dan
dan85 o
85o

Pengambilan 1 tetes larutan

Pengolesan pada gelas benda

Larutan
Penambahan
Iodine encer

Penutupan dengan gelas tutup

Pengamatan dibawah mikroskop


dengan perbesaran 40x10
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Pemanasan I Pemanasan II
Kelompok Larutan
Awal Akhir Awal Akhir
Bening Biru
NaOH 0,1 N Bening Cokelat
kekuningan kehijauan
Jingga
terdapat
1 HCl 0,1 N Bening Bening Biru muda
endapan
merah bata
Cokelat
Aquadest Bening Bening Biru muda
muda
Sumber : Laporan Sementara
Karbohidrat merupakan zat gizi sumber energi paling penting bagi
makhluk hidup karena molekulnya menyediakan unsur keton yang siap
digunakan oleh sel. Secara kimia, karbohidrat dapat didefinisikan sebagai
turunan aldehid atau keton dari alkohol polihidrik (karena mengandung gugus
hidroksi lebih dari satu), atau sebagai senyawa yang menghasilkan turunan
tersebut apabila dihidrolisis. Menurut ukuran molekul, karbohidrat dapat dibagi
kedalam tiga kelompok besar, yaitu yang pertama monosakarida yang
merupakan karbohidrat paling sederhana susunan molekulnya, karena hanya
dari satu unit polihidroksi aldehid atau keton. Yang kedua adalah oligosakarida
yang merupakan karbohidrat yang mengandung dua sampai sepuluh molekul
gula sederhana, yang dihubungkan dengan ikatan glikosida. Dan polisakarida
adalah karbohidrat komplek yang mengandung sampai tiga ribu unit gula
sederhana yang tersusun dalam bentuk rantai panjang lurus atau bercabang
(Muchtadi, 2009).
Ciri-ciri disakarida menurut Gaman (1992) antara lain semua gula
berwarna putih, membentuk kristal yang larut dalam air, memiliki rasa manis,
mengalami proses hidrolisis menghasilkan 2 molekul monosakarida, ketika
dipanaskan mengalami karamelisasi, merupakan gula reduksi kecuali sukrosa,
dapat bereaksi dengan pereaksi fehling dan tollens kecuali sukrosa, derajat
kemanisan sukrosa> maltosa> laktosa, campuran glukosa dan fruktosa yang
sama banyak dalam sukrosa disebut gula inverse (dapat merubah perputaran
cahaya terpolarisasi ke kiri). Menurut Uthumporn (2010), disakarida
merupakan jenis karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh manusia di dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap molekul disakarida akan terbentuk dari gabungan
2 molekul monosakarida. Contoh disakarida yang umum digunakan dalam
konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul
glukosa dan fruktosa, laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa
& galaktosa, dan juga maltosa yang terbentuk dari 2 molekul glukosa.
Uji Benedict memungkinkan kita untuk mendeteksi keberadaan gula
pereduksi (gula dengan aldehida bebas atau kelompok keton). Semua
monosakarida mereduksi gula, semua memiliki gugus karbonil bebas reaktif.
Beberapa disakarida membongkar gugus karbonil dan juga mereduksi gula,
disakarida lain seperti sukrosa yang non-gula pereduksi tidak dapat bereaksi
dengan larutan benedict. Tembaga sulfat (CuSO4) hadir di larutan benedict
bereaksi dengan elektron dari aldehid atau gugus keton tersebut mereduksi gula
untuk membentuk oksida tembaga (Cu2O), endapan merah-coklat. Ekstrak
akan diperlakukan dengan reagen benedict, penampilan kemerahan warna
oranye endapan menunjukkan adanya gula pereduksi (Sarma, 2011).
Penambahan reagen benedict untuk mengetahui ada tidaknya gula
reduksi. Karbohidrat yang mengandung gula pereduksi memberikan uji positif
dengan reagen benedict dengan adanya endapan merah bata. Mekanisme
terbentuknya endapan Cu2O yaitu reagen benedict yang mengandung Cu2+ akan
direduksi oleh gula menjadi Cu+ melalui proses pemanasan maka akan
menimbulkan endapan Cu2O yang berwarna merah bata (Indarti, 2011).
Sukrosa bukan merupakan gula reduksi karena tidak dapat mereduksi
larutan Fehling. Sukrosa tidak mempunyai atom karbon hemiasetal dan
hemiaketal. Sukrosa tidak memilliki atom karbon monomer bebas karena
karbon anomer glukosa dan fruktosa berikatan satu dengan yang lain
(Gaman, 1992).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan terlihat bahwa perlakuan
yang menghasilkan endapan merah bata yaitu pada tabung kedua yang
merupakan sampel 2 ml sukrosa 5% ditambah 5 ml HCl 0,1 N ditambah
NaHCO3 kristal dan Benedict 2 ml, perlakuan pada tabung kedua merupakan
perlakuan pada konsentrasi asam. Menurut Winarni (2010), sukrosa akan
terhidrolisis ketika dalam suasana asam, sehingga pada kondisi basa maupun
netral tidak terjadi hidrolisis pada sukrosa 5%. Ketika sukrosa 5% terhidrolisis
akan terbentuk gula penyusunnya yang merupakan gula pereduksi sehingga
ketika direaksikan dengan reagen benedict akan terbentuk endapan merah bata.
Namun ketika tidak terhidrolisis maka sukrosa tidak terurai menjadi gula
penyusunnya sehingga tetap dalam bentuk sukrosa yang merupakan non
pereduksi sehingga jika direaksikan dengan benedict tidak akan membentuk
endapan merah bata seperti ketika sukrosa terurai.
Penambahan NaHCO3 kristal diberikan pada perlakuan tabung 2 untuk
menetralkan sehingga dapat menghentikan hidrolisis yang terjadi, selain itu
Benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi asam. Penetralan
merupakan suatu reaksi antara asam dengan basa, sehingga menghasilkan suatu
senyawa yang netral. Natrium bikarbonat dapat menetralkan karena natrium
merupakan logam alkali yang mudah sekali melepaskan elektronnya sehingga
bermuatan positif sedangkan bikarbonat (HCO3-) merupakan ion yang mudah
terhidrolisis ion bikarbonat dalam air akan lepas menjadi CO2 dan H2O.
Keduanya merupakan senyawa sisa asam lemah, sehingga dalam air mengalami
hidrolisis (Winarni dkk., 2010).
Tabel 1.2 Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Pemanasan
Kelompok Larutan
Awan Akhir
NaOH 0,1 N Bening Kuning bening
2 HCl 0,1 N Bening Bening
Aquadest Bening Bening
Sumber : Laporan Sementara
Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana susunan
molekulnya, karena hanya terdiri dari satu unit polihidroksi aldehid dan keton.
Monosakarida dapat digolongkan lagi menurut jumlah atom karbon (C) yang
dimiliki, yaitu triosa (3-C), tetrosa (4-C), pentose (5-C) dan heksosa (6-C).
Karena rasa manisnya monosakarida juga disebut sebagai gula sederhana. Ciri-
ciri dari monosakarida antara lain merupakan karbohidrat yang paling
sederhana,tidak dapat dihidrolisis lebih lanjut, bebas larut di dalam air, tidak
larut dalam pelarut nonpolar, dapat diiserap langsung oleh alat pencernaan,
perbedaan struktur menyebabkan sifat spesifik, mempunyai rumus empiris
(CH2O)n, tidak berwarna, berasa manis. Monosakarida yang penting
diperhatikan dalam mempelajari ilmu gizi adalah gula yang mempunyai enam
atom karbon (heksosa), yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa (Muchtadi, 2009).
Berdasarkan tabel 1. 2 diperoleh hasil, sampel glukosa 0,1 M yang
diberi perlakuan penambahan NaOH 0,1 N warna sebelum dipanaskan adalah
bening kemudian setelah dipanaskan berwarna kuning bening. Pada sampel
glukosa 0,1 M yang diberi penambahan HCl 0,1 N maupun aquadest warna
sebelum dipanaskan adalah bening kemudian setelah dipanaskan tetap berwarna
bening. Glukosa merupakan monosakarida yang mudah terdekomposisi bila
dipanaskan dalam suasana alkali, hal ini yang menyebabkan pada perlakuan
penambahan NaOH 0,1 N yang bersifat alkalis, warna berubah menjadi kuning
bening karena monosakarida telah terdekomposisi dalam suasana alkali
menghasilkan warna agak kecoklatan (nonenzimatis) dan monosakarida stabil
pada penambahan asam selain itu tidak menunjukkan reaksi pada penambahan
aquades. Sehingga hasil dari percobaan yang telah dilakukan sudah sesuai
dengan teori, dimana yang menunjukkan perubahan warna adalah pada sampel
basa (Makfoeld dkk, 2002).
Tabel 1.3 Pengamatan Gelatinisasi Pati
Kelompok Sampel Gambar Keterangan

Tepung
Belum terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu kamar
Tepung
Belum terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 40oC

Tepung
Belum terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 50oC

Tepung
Mulai terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 60oC

Tepung
Terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 65oC

Tepung
Sudah terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 70oC
Tepung
Sudah terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 75oC

Tepung
Sudah terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 80oC

Tepung
Sudah terjadi
1 Tapioka pada
gelatinisasi
air suhu 85oC

Tepung
Belum terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu kamar

Tepung
Belum terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 40oC
Tepung
Belum terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 50oC

Tepung
Belum terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 60oC

Tepung
Terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 65oC

Tepung
Terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 70oC

Tepung
Sudah terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 75oC
Tepung
Sudah terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 80oC

Tepung
Sudah terjadi
2 Maizena pada
gelatinisasi
air suhu 85oC

Sumber : Laporan Sementara


Tepung tapioka disebut juga pati ubi kayu, yang merupakan granula dari
karbohidrat, berwarna putih, tidak mempunyai rasa dan tidak berbau. Tepung
tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihotutilissima)
yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian, pemarutan,
pemerasan, penyaringan, pengendapan, pengeringan dan penggilingan. Tepung
tapioka (88,01) memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dari pada tepung
maizena (54,1g) (Lisa, 2008).
Menurut Moorthy (2004), granula tepung tapioka menunjukan variasi
yang besar yaitu sekitar 5-40 m dengan bentuk bulat dan oval. Asif (2011)
mendapati ukuran granula pati dari beberapa varietas tepung singkong berada
pada kisaran 3-25 m. Sriroth et al., (1999) melaporkan bahwa ukuran granula
pati tapioka yaitu sekitar 8-22 m, dengan rata-rata ukuran granula yaitu 15 m
(14 bulan masa panen) dan 12 m (16 bulan masa panen). Perbedaan ukuran
granula dapat dipengaruhi oleh kondisi dan waktu panen singkong.
Menurut Belitz dan Grosch (1987), granula pati maizena adalah
membulat dan bersegi banyak, ukurannya antara 3 26 m, hilum pada granula
terletak di tengah. Pati maizena komersial berwarna biru bila diberi Iodin.
Menurut Anggraeni (2014), kandungan pati dari tepung maizena sebesar
54.10%-71.70%.
Suhu gelatinasi pati tapioka sebesar 52-640C, sedangkan tepung
maizena berkisar antara 62-740C. Pada suhu kamar, granula tapioka dan
maizena masih utuh dan membentuk birefrigent. Pemanasan pada suhu 550C
menyebabkan sebagian besar granula tapioka dan maizena telah membengkak,
selanjutnya pada suhu 750C seluruh granula pati telah membengkak bahkan
sebagian besar telah mengalami gelatinisasi, dan akhirnya tergelatinisasi
sempurna pada suhu 900C. Suhu gelatinisasi maizena lebih tinggi karena tepung
maizena memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibanding tepung
tapioka. Semakin tinggi kadar amilosa, maka pembentukan gel semakin sulit
karena struktur amorf yang terbentuk akan meningkatkan suhu gelatinasi,
sehingga daya pengembangannya menjadi lebih lama (Sarungallo dkk, 2010).
Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pati pada waktu
mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali ke bentuk
semula. Gelatinisasi juga disebut sebagai peristiwa koagulasi koloid dengan
ikatan rantai polimer atau penyerapan zat terlarut yang membentuk jaringan tiga
dimensi yang tidak terputus. Sehingga dapat mengakibatkan terperangkapnya
air dan terhentinya aliran zat cair yang ada di sekelilingnya kemudian
mengalami proses pengorientasian partikel (Hartono, 2013).
Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan
menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati.
Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan
amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya
pembengkakan granula pati, ukuran granula akan meningkat sampai batas
tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula
menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses
masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan
akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi (Bastian, 2011).
Menurut Imanningsih (2012) jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat
berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Saat pati dipanaskan, beberapa double
helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang
terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan hidrogen akan semakin
banyak yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati.
Pada proses ini, molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula,
sehingga struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air
yang masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan
volumenya meningkat.
Gelatinisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor tersebut
antara lain adanya garam akan menunda waktu terjadinya gelatinisasi. Faktor
lainnya adalah jumlah fraksi amilosa-amilopektin, selain itu waktu, suhu,
amilopektin, komposisi pati, dan arsitektur granula juga berpengaruh pada
gelatinisasi (Imanningsih, 2012). Menurut Winarno (2004), faktor-faktor yang
mempengaruhi gelatinisasi adalah pH, konsentrasi pati, suhu dan penambahan
senyawa lain. Pembentukkan optimum pada pH 4-7, bila pH terlalu tinggi,
pembentukkam gel akan meningkat cepat tetapi cepat turun lagi. Penambahan
senyawa lain akan mempengaruhi kekentalan gel yang terbentuk, hal ini
disebabkan karena senyawa tersebut akan mengikat air sehingga pembengkakan
butir-butir pati akan terjadi lebih lambat.
Pada percobaan gelatinisasi pati menggunakan sampel tepung tapioka
dan maizena, dengan beberapa perlakuan yaitu pada suhu kamar, 40 oC, 50oC,
60oC, 65oC, 70oC, 75oC, 80oC dan 85oC. Berdasarkan pengamatan
menggunakan mikroskop sampel tapioka pada suhu 60oC terjadi gelatinisasi
pati. Dan sampel maizena terjadi gelatinisasi pati pada suhu 65oC. Hal ini sudah
sesuai dengan teori bahwa suhu gelatinasi pati tapioka sebesar 52-640C,
sedangkan tepung maizena berkisar antara 62-740C (Sarungallo dkk, 2010).
E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Kimia Pangan acara
Karbohidrat adalah :
1. Sukrosa akan terhidrolisis ketika dalam suasana asam, sehingga pada
kondisi basa maupun netral tidak terjadi hidrolisis pada sukrosa 5%.
2. Glukosa terdekomposisi dalam suasana alkali menghasilkan warna agak
kecoklatan (nonenzimatis) dan glukosa stabil pada penambahan asam selain
itu tidak menunjukkan reaksi pada penambahan aquades.
3. Berdasar percobaan tapioka tergelatinisasi pada suhu 60oC dan maizena
tergelatinisasi pada suhu 65oC. Berdasarkan teori suhu gelatinasi pati
tapioka sebesar 52-640C, sedangkan tepung maizena berkisar antara 62-
740C.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Anggraeni, Dyah Ayu., Simon Bambang Widjanarko., dan Dian Widya Ningtyas.
2014. Proporsi Tepung Porang dan Maizena terhadap Karakteristik
Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3 Hal. 220.
Asif, H.M, et.al. 2011. Carbohydrates. International Research Journal of
Biochemistry and Bioinformatics Vol. 1 No.1 Hal.1-5.
Belitz, H. D and W. Grosch. 1987. Food Chemistry. Springer Verlag Berlin:
Germany.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Dwijoseputro.1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan: Surabaya.
Gaman., dan Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hartono, Monica., dkk. 2013. Profil Gelatinisasi Pati Beras Organik Varietas
Lokal (Putih Varietas Cianjur, Merah Varietas Saoddah, Hitam
Varietas Jawa). Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.
Hartono, Monica., dkk. 2013. Profil Gelatinisasi Pati Beras Organik Varietas
Lokal (Putih Varietas Cianjur, Merah Varietas Saoddah, Hitam
Varietas Jawa). Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan
2012 Vol.35 No.1 Hal. 7.
Indarti ,Dwi., dan Asnawati. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict
secaraAdsorpsiuntuk Sensor Glukosadalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar
Vol. 12 No. 2 Hal. 200.
Kibar, E. Aytunga Arik., Ilknur Gonenc dan Ferhunde. 2010. Gelatinization of
waxy, normal and high emylose corn starches. Department of Food
Engineering. Vol.35 No.4 Hal. 237-244.
Makfoeld, Djarir., dkk. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta:
Kanisius.
Marlina, Ena., Slamet Wahyudi., dan Lilis Yuliati. 2013. Produksi Browns Gas
Hasil Elektrolis H2O dengan Katalis NaHCO3. Jurnal Rekayasa Mesin
Vol.4 No.1 Hal. 53-58.
Martoharsono, Suharsono. 1990. Biokimia. Yogyakarta: UGM-Press
Moorthy, S.N. 2004. Tropical sources of starch. Di dalam: Ann Charlotte Eliasson
(ed). Starch in Food: Structure, Function, and Application. CRC Press,
Baco Raton, Florida.
Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu Pangan. Alfabeta: Bandung.
Putera, Feri Surya. 2013. Cara Praktis Pembuatan Pempek Palembang. Yogyakarta:
Kanisius.
Ratnayake, Wajira S. 2006. Gelatinization and Solubility of Corn Starch during
Heating in Excess Water: New Insight. Published in Journal of
Agriculture and Food Chemistry. Vol.54 No.10 Hal.3712-3716.
Sarma, D. Sai Koteswar. et all. 2011. Phytochemical Studies and Biological
Activities on Fruits of Momordica Cochinchinensis. Journal of
Chemical and Pharmaceutical Research. Vol. 3 No. 4 Hal 876.
Sarungallo, Zita Letviany., Budi Santoso., dan Eduard Fransisco Tethool. 2010.
Sifat Fisikokimia dan Fungsional Pati Buah Aibon (Brugueira
gymnorhiza L.). Jurnal Natur Indonesia Vol. 2 No. 2 Hal.159.
Soemanto, Imamkhasani. 1990. Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia.
Penerbit PT. Gramedia: Jakarta.
Sriroth et al. 1999. Biodegradable Plastics from Cassava Starch in Thailand.
Department of Biotechnology. Kasetsart University
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono., dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Tako, Masakuni. et all. 2014. The Principles of Starch Gelatinization and
Retrogradation. Food and Nutrition Sciences. Vol. 5 No.3 Hal. 280.
Uthumporn, U dkk. 2010. Hydrolysis of Granular Starch at Sub-gelatinization
Temperature using a Mixture of Amylolytic Enzymes. Food and
Bioproducts Processing. Vol.8 No.8 Hal.4754.
Winarni, Wisnu Sunarto., Sri Mantini. 2010. Penetralan dan Adsorbansi Minyak
Goreng Bekas Menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Jurnal
Tekhnik Kimia. Vol. 8 No. 1 Hal 46-56.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yusrin, dan Ana Hidayati Mukaromah. 2010. Proses Hidrolisis Onggok dengan
Variasi Asam pada Pembuatan Ethanol. Prosiding Seminar Nasional
UNIMUS. Hal. 20-26.
Zulkarnain, Juita., Liswarti Yusuf., dan Yuliana. 2013. Pengaruh Perbendaan
Komposisi Tepung Tapioka terhadap Kualitas Bakso Lele. Program
Studi Pendidikian Kesejahteraan Keluarga. Vol.3 No.1 Hal. 3.

You might also like