You are on page 1of 31

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGEMASAN DAN PEYIMPANAN


ACARA I
GLOBAL MIGRASI, GRAMATUR, DENSITAS dan KETAHANAN
JATUH

Disusun Oleh :

Ratri Kartika
H3114077
THP B
KELOMPOK 7

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
ACARA I
GLOBAL MIGRASI, GRAMATUR, DENSITAS dan KETAHANAN
JATUH

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara I Global Migrasi, Gramatur, Densitas
dan Ketahanan Jatuh adalah :
1. Menentukan global migrasi, gramatur dan densitas kemasan
2. Menentukan ketahanan jatuh dari kemasan gelas plastik

B. Tinjauan Pustaka
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan
barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan,
dijual, dan dipakai.Wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi
dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan
getaran).Fungsi pengemasan adalah mengatur interaksi antara bahan pangan
sengan lingkungan sekitas, sehingga memenuhi bahan pangan dan
menguntungkan bagi manusia yang mengonsumsi bahan pangan.Selain itu
pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan hasil pengolahan atau
produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam
penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. Pengemasan juga bertujuan
untuk memperpanjang umur simpan dan menambah nilai estetika
(Murniyati, 2013).
Salah satu faktor yang tidak dapat dihindari pada manufaktur makanan
adalah kemasan. Kemasan tidak hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga seni dan
teknologi untuk melindungi produk dari efek samping terbuka dan melekat
pada lingkungan sekitar.Saat ini, Kemasan plastik adalah yang paling umum
di antara lainnya kemasan bahan, karena yang harga relatif murah dan praktis.
Dalam makanan kemasan pertukaran massa antara lingkungan, penyimpanan
dan makanan disebut permeasi, migrasi dan penyerapan. Meskipun fenomena
penting dalam kemasan makanan, migrasi bisa mengancam keselamatan
konsumen.Oleh sebab itu, jenis migrasi senyawa kimia dalam plastik haruslah
dihindari (Amirshaghaghi, 2011).
Kemasan menyediakan fungsi penting untuk memastikan bahwa
makanan tidak terkontaminasi, memberikan perlindungan fisik dan
memperpanjang masa simpan makanan. Bahan kemasan menjadi semakin
kompleks dalam desain dan komposisi mereka. Berbagai bahan kimia telah
diidentifikasi memiliki potensi untuk bermigrasi dari kemasan makanan ke
dalam makanan. Bahan kimia atau kelas kimia yang termasuk adalah:
phthalates, senyawa perfluorinated (PFC); epoxidised minyak kedelai
(ESBO); semicarbazide,akrilonitril, dan vinil klorida. Phthalates mengacu
pada ester dari asam ftalat, sekelompok bahan kimia yang digunakan terutama
sebagai plastik. Sebagai plastik, phthalates yang digunakan dalam berbagai
aplikasi termasuk bahan bangunan dan konstruksi, peralatan medis, mainan,
kosmetik, dan makanan kemasan (Kai, 2011).
Bentuk kemasan plastik pada saat ini sudah mendominasi industri
pangan yang tanpa disadari, penggunaan kemasan plastik ini juga dapat
mencemari makanan.Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat fisik dan kimia dari
plastik. Kemasan plastik pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya
migrasi senyawa dengan berat molekul kecil akan masuk ke dalam makanan
secara bebas. Jenis plastik yang digunakan akan mempengaruhi proses
migrasi zat-zat plastik tersebut ke dalam makanan. Semakin tinggi suhu
makanan maka semakin banyak zat plastik yang mencemari makanan
(Nuraini, 2007).
Kemampuan ekstrak senyawa dari plastik dapat ditentukan dengan
menempatkan plastik di kontakdengan makanan atau simultan makanan di
bawah kondisi yang ditetapkan suhu, waktu dan statis/modus dinamis.Pada
tes, teknik analisis yang tepat diterapkan untuk menentukan jumlah senyawa
hadir dalam makanan/simultan dan karenanya, tingkat migrasi dapat dihitung.
Secara keseluruhan interaksi bahan kemasan plastik dengan bahan makanan
paling tepat digambarkan oleh migrasi global, yang jumlah semua migrasi
spesifik konstituen plastik dan bahan makanan.Selain itu, tes kontak makanan
dengan beberapa sayurandan simulan telah dilakukan untuk mempelajari
kemungkinan memanfaatkan bahan-bahan tersebut dalam sektor kemasan
makanan. Jumlah komponen apapun yang bermigrasi ke dalam makanan
tergantung pada konsentrasi asli dari tertentukomponen dalam polimer dan
kelarutannya juga sebagai suhu , tekanan mekanis dan kontakwaktu. Hal ini
sangat sulit untuk mengukur migrasi langsung ke dalam makanan, karena
kebanyakan bahan makanan telah rumit komposisi. Perilaku migrasi bahan
plastik mudah diukur oleh apa yang disebut makanan simulan seperti alkohol
70% dan air (Avella et al., 2005).
Pada makanan yang dikemas dalam kemasan plastik, adanya migrasi ini
tidak mungkin dapat dicegah 100% (terutama jika plastik yang digunakan
tidak cocok dengan jenis makanannya). Migrasi monomer terjadi karena
dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan proses
pengolahannya. Semakin tinggi suhu tersebut, semakin banyak monomer
yang dapat bermigrasi ke dalam makanan. Semakin lama kontak antara
makanan tersebut dengan kemasan plastik, jumlah monomer yang bermigrasi
dapat makin tinggi (Sulchan dan Endang, 2007).
Selama penyimpanan kontak antara makanan terkemas dan bahan
kemasan patut diwaspadai. Bahan kemasan, khususnya kemasan kaleng
mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan dan bahan tersebut dapat
memasuki sistem pencernakan manusia ketika mengkonsumsi produk
tersebut.Istilah perpindahan komponen berbahaya dari bahan kemasan ke
dalam produk terkemas dikenal dengan istilah migrasi. Perhitungan total
migrasi dilakukan untuk mengetahui jumlah total komponen non volatile
penyusun suatu kemasan yang berpindah (migran) tanpa memperhatikan jenis
migran tersebut (Warsiki, 2013)
Migrasi terjadi akibat pengaruh suhu panas makanan, waktu
penyimpanan, dan proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu maka semakin
tinggi kemungkinan terjadi migrasi. Lamanya waktu penyimpanan makanan
juga berpengaruh terhadap perpindahan materi berbahan kimia ini.Semakin
lama kontak antara makanan dengankemasan plastik, semakin tinggi jumlah
bahankimia yang bermigrasi ke makanan. Jika hal ini terjadi terus-menerus
akan mengganggu kesehatan dan akan meningkatkan resiko kanker serta
beberapa penyakit berbahaya lainnya (Irawan, 2013).
Kontak antara kemasan makanan dan plastik mungkin melibatkan
transfer timbal balik antara materidan medium sekitarnya . Dalam kasus poli-
(vinil klorida) ( PVC ) berbasis bungkus komersial film, berbagai bantuan
pengolahan seperti plasticizermungkin memancarkan dari bahan kemasan
atau dapat diekstraksi dengan bahan makanan . Fenomena ini yaitu migrasi
menyebabkan polusi dari makanan kemasan dan penurunan bahan kimia dan
sifat fisik dari material. Namun, dalam banyak kasus, solusi untuk mencegah
migrasi harus dieksplorasi. Memang, persyaratan hukum dalam migrasi
ditoleransi dan pengujian aturan yang lebih dan lebih menjadi kendala.
Kondisi untuk menghasilkan lapisan permukaan silang yangdiharapkan
menghambat migrasi aditif. Cara lain untuk mengurangi migrasi adalah untuk
menggantikan plasticizer berat molekul rendah dengan elastomer polymer 13
(Audic et al., 2000).
Kertas merupakan produk yang berasal dari pemanfaatan selulosa
sebagai bahan bakunya. Kertas digunakan secara meluas dalam bidang
pendidikan sampai bidang pengemasan. Gramatur adalah nilai yang
menunjukkan bobot kertas per satuan luas (g m-2). Penentuan gramatur kertas
akan sangat berguna untuk menentukan kekuatan fisik kertas. Apabila hasil
gramatur yang didapat berada di bawah target gramatur yang hendak dicapai.
Hal ini disebabkan faktor tingkat penyebaran serat yang kurang merata
menyebabkan jumlah serat pada tiap sisi tidak seimbang dan mengakibatkan
nilai gramatur kertas tidak tercapai (Syamsu dkk., 2012).
Densitas didefinisikan sebagai macam persatuan volume. Bahan yang
homogen seperti es atau besi,memiliki densitas yang sama pada setiap
bagiannya. Densitas suatu bahan,tidak sama pada setiap bagiannya contohnya
adalah atmosfer bumi ( yang semakin tinggi akan semakin kecil densitasnya)
dan lautan ( yang semakin dalam akan semakin besar densitasnya). Satuan SI
untik densitas adalah kilogram permeter kubik ( 1kg/m3) (Young, 2002).
Uji ketahanan jatuh (drop test) memungkinkan untuk memperkirakan
penggunaan berat yang dapat ditahan oleh kemasan. Uji ketahanan jatuh juga
dapat digunakan sebagai dasar penanganan dalam pengiriman produk, dan
untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang rapuh pada kemasan.umumnya
daerah yang rapuh ketika dilakukan uji ketahanan jatuh (drop test) adalah
bagian tumit dari kemasan (Bucci, 2005).

C. Metodologi
1. Alat
a. Gelas beker
b. Jangka sorong
c. Neraca analitis
d. Oven
e. Penangas air
f. Penangas listrik
2. Bahan
a. Air minum kemasan gelas plastik (Vit, Clavio, Dzakya dan Cokro)
b. Alkohol 70%
c. Aquadest
d. Asam asetat 4%
e. Kemasan kertas(Tim-Tam, Shapes, Fullo, Richeese Nabati)
f. Kemasan plastic(Station Rasa, Ting-Ting, dan Kiss)
3. Cara Kerja
1. Penentuan global migrasi kemasan kembang gula

Kemasan plastik (W) 1-2 gram

Penimbangan masing-masing sebanyak 3 ulangan

Simulan sebanyak 120 ml,


Penambahan masing-masing dalam 3 beker glass
ethanol 70 %, aquades,
250 ml yang telah diketahui beratnya (A)
asam asetat 4 %

Pemanasan ke 3 beker glass dalam penangas air


Kemasan plastik
sampai suhu 60 oC

Pemasukkan sampel ke dalam beker glass dan


pendiaman semala 30 menit

Pengeluaran sampel

Pemanasan beker glass di atas penangas listrik untuk


menguapkan pelarut (simulan)

Pengovenan pada suhu 105 oC selama 2 jam

Pendinginan beker glass dalam desikator

Penimbangan sampai berat konstan (selisih 0,2 mg)


(B gram)

Penentuan global migrasi dengan rumus global


migrasi (mg/kg = ppm) = B-A/W x 10 6
2. Penentuan Gramatur dan Densitas kemasan kertas

Kemasan plastik

Pemotongan dengan ukuran 10 cm x 10 cm


sebanyak 3 buah

Penimbangan masing-masing potongan

Pengukuran ketebalan tiap-tiap potongan pada


5 tempat dengan jangka sorong dan kemudian
dirata-rata

Penentuan gramaturnya = berat kemasan (gr)

Penentuan luas kemasan (m2)

Penentuan densitas kemasan = gramatur (gram/


m2)/rata-rata tebal kemasan (m)
3. Penentuan Ketahanan Jatuh Kemasan Gelas Plastik untuk Minuman

Air minum dalam kemasan 16 buah

Pengujian pertama sebanyak 8 buah

Penjatuhan satu per satu dari ketinggian 75 cm dari


lantai dengan posisi vertikal kemudian jatuh secara
bebas

Pengamatan hasil jatuhan secara visual (ada atau


tidaknya kerusakan pada kemasan)

Bila sampel pada pengujian pertama hasilnya bagus


maka dianggap memenuhi syarat lulus uji. Tetapi bila 8
buah terdapat 3 buah kemasan yang rusak maka
dinyatakan tidak lulus uji

Bila dari 8 gelas terdapat 1 atau 2 buah yang rusak maka


akan dilakukan pengujian yang sma terhadap 8 gelas
yang lainnya

Pernyataan lulus uji kemasan apabila dari 16 sampel


maksimal 3 yang rusak
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1 Penentuan Global Migrasi Kemasan Kembang Gula
Berat Berat
Berat Global
sampel gelas
Kel Kemasan Stimulan Akhir Migrasi
(W) beker
(B) (gr) (ppm)
(gr) (A) (gr)
1,2,3 Aquades 0,138 104,266 104,270 0,029 x 106
Station
4,5,6 Alkohol 70% 0,148 126,562 126,564 0,014 x 106
Rasa
7,8 Asam Asetat 4% 0,133 124,665 124,906 1,812 x 106
1,2,3 Aquades 0,156 123,027 123,239 1,359 x 106
4,5,6 Ting-Ting Alkohol 70% 0,158 171,980 172,294 1,987 x 106
7,8 Asam Asetat 4% 0,160 149,109 149,112 0,019 x 106
1,2,3 Aquades 0,125 126,516 126,733 1,736 x 106
4,5,6 Kiss Alkohol 70% 0,136 92,558 92,719 1,183 x 106
7,8 Asam Asetat 4% 0,140 132,625 132,567 -0,1607 x 106
Sumber : Laporan Sementara
Global migrasi adalah perpindahan konstituen atau zat yang terdapat
dalam bahan kemasan ke dalam produk (Alin, 2012). Perpindahan senyawa
ini dapat terjadi disebabkan adanya kontak antara bahan pengemas dengan
produk. Besar kecilnya zat yang termigrasi dalam produk tersebut
mengindikasikan kualitas dari bahan pengemas tersebut. Kemasan yang nilai
global migrasinya kecil akan lebih aman digunakan dalam pengemasan
terutama untuk produk pangan. Uji migrasi dilakukan dengan menggunakan
metode total immersion berdasarkan waktu dan suhur inkubasi Di akhir
pengujian food stimulant dituangkan ke dalam cawan evaporasi dan diuapkan
dengan menggunakan hot plate (Warsiki dkk., 2015).
Menurut Rojas et al (2001) bahwa migrasi global merupakan
keseluruhan unsur yang ada dalam migarsi plastik ke dalam makanan atau
makanan simulant. Migrasi global terukur secara normal pada berat kemasan
sebelum dan sesudah kontak. Sedangkan menurut BPOM RI (2007)
dijelaskan bahwa migrasi merupakan perpindahan bahan kimia baik itu
polimer, monomer, ataupun katalisator kemasan (contoh formalin dari
kemasan/wadah melamin) kedalam pangan. Migrasi bahan kimia tersebut
memberikan dampak berupa penurunan kualitas pangan dan keamanan
pangan, juga menimbulkan efek terhadap kesehatan. Jumlah senyawa
termigrasi pada umumnya tidak diketahui secara pasti, tetapi dapat
berpengaruh fatal terutama pada jangka panjang (bersifat kumulatif dan
karsinogenik).
Proses migrasi terbagi atas dua jenis yaitu migrasi secara menyeluruh
(global migration), dan migrasi secara spesifik atau khusus (Spesific
migration). Migrasi secara menyeluruh (global migration) terjadi dimana
keseluruhan dari substansi atau kompenen yang ada (komponen toksik dan
komponen non toksik) pada bahan kemasan melalui fase kontak bermigrasi
ke dalam makanan atau produk pangan. Sedangkan migrasi secara spesifik
atau khusus (Spesific migration) yaitu terjadinya perpindahan komponen-
komponen yang diketahui atau dianggap berpotensi membahayakan
kesehatan manusia ke dalam bahan pangan (Amirshaghaghi, 2011).
Pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk bahan pangan, harus
mempertimbangkan syarat-syarat kemasan yang baik untuk produk tersebut.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kemasan agar berfungsi
dengan baik menurut Kaibatu (2014).adalah sebagai berikut :
1. Harus melindungi produk dari kotoran dan kontaminasi sehingga produk
tersebut tetap bersih
2. Harus melindungi dari kerusakan fisik, perubahan kadar air, gas dan
penyinaran (cahaya)
3. Mudah dibuka-tutup, mudah ditangani, dan mudah untuk diangkat dan
didistribusikan
4. Efisisen dan ekonomis selama proses pengisian produk ke dalam kemasan
5. Harus memiliki ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau
standar yang ada, mudah dibuang, dibentuk maupun dicetak
6. Dapat menunjukkan identitas, informasi, dan penampilan produk yang
jelas agar dapat membantu mempromosikan produk atau penjualan dan
mencegah pemalsuan
Menurut Astawan (1999) kemasan harus dirancang agar memenuhi
beberapa persyaratan penting, yaitu : (1) faktor ergonomi, meliputi
kemudahan untuk dibawa, dibuka, dan dipegang, (2) faktor estetika, meliputi
paduan warna, logo, ilustrasi, huruf, dan tata letak tulisan, (3) faktor identitas
agar tampil beda dengan produk lain dan mudah dikenali. Syarat keamanan
kemasan pangan, di antaranya: (1) kemasan tidak bersifat toksik dan beresidu
terhadap pangan, (2) kemasan harus mampu menjaga bentuk, rasa,
kehigienisan, dan gizi bahan pangan, (3) senyawa bahan kimia berbahaya kemasan
tidak boleh bermigrasi ke dalam bahan pangan terkemas, (4) bentuk, ukuran, dan jenis
kemasan memberikan efektivitas.
Menurut BPOM RI (2007) bahwa uji migrasi adalah pengujian
dilakukan untuk mengetahui perpindahan suatu zat dari kemasan pangan ke
dalam pangan atau simulan pangan. Tipe pangan yang tercantum dalam
Peraturan Kepala BPOM RI No.HK 00.05.55.6497 tentang batas kemasan
pangan mengacu pada tipe pangan yang digunakan di US FDA. Tipe pangan
tersebut diklasifikasikan menjadi pangan berair, asam, beralkohol, dan
berlemak. Hal ini sangat penting diketahui untuk menentukan simulant
pangan yang akan direkomendasikan pada saat pengujian batas migrasi.
Simulan pangan yang direkomendasikan adalah :
1. Pangan berair/ asam/ beralkohol rendah : etanol 10%
2. Pangan beralkohol tinggi : 50%
3. Pangan berlemak : larutan etanol air atau minyak pangan.
Simulan pangan merupakan simulasi komposisi pangan untuk
mengukur zat atau komponen yang bermigrasi. Simulan pangan yang umum
digunakan ialah simulan pangan berair (air), asam (3% asam asetat), alkohol
(15% etanol dalam air) dan lemak (minyak zaitun atau isooktan atau 95%
alkohol dalam air). Menurut SNI 7322:2008, bahwa simulan yang dapat
digunakan dalam migrasi global yaitu air suling, asam asetat 3%, alkohol
15% dan n-Heptan/minyak zaitun/minyak bunga matahari. Sifat alkohol titik
didih dan titik lebur alkohol lebih tinggi dari turunan alkana lain yang Mr-nya
sama dan mudah larut dalam air karena membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul-molekul air (Anton, 2015). Menurut Widyastuti (2014) Sifat fisik
aquades berupa cairan, tidak berbau, berat molekul 18,02 g/mol, titik didih
100, tekanan uap 2,3 kPa. Sifat kimianya mudah terbakar memiliki pH 7,
merupakan produk stabil, tidak bersifat korosif dan tidak beracun. Sifat fisik
asam asetat adalah berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. pH
asam, memiliki rasa asam yang sangat tajam, mempunyai titik neku 16,6,
titik didih 118,1 dan larut dalam air, alkohol dan eter. Sifat kimia asam
asetat mudah menguap diudara terbuka, mudah terbakar, dapat menyebabkan
korosif pada logam. Banyak bahan lain yang dapat digunakan sebagai
simulan selain bahan-bahan di atas. bahan lain yang bisa dipakai contohnya
minyak zaitun, HB307, Miglyol 812 TM, isooktana, dan lain-lain. Simulan
untuk uji migrasi juga dapat berupa padatan atau gel. Tekstur simulan berupa
gel memungkinkan untuk menggambarkan kemampuan migrasi bahan
kemasan dalam produk padat dan cair sekaligus. Pada praktikum penentuan
global migrasi kemasan kembang gula digunakan tiga sampel kemasan
kembang gula yaitu Relaxa, Mintz dan Mentos. Langkah pertama kali yang
dilakukan pada praktikum ini adalah menimbang kemasan kembang gula dan
gelas beaker, kemudian dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit dengan
suhu 60oC bersama simulan. Simulan yang digunakan ada tiga jenis yaitu
aquades, asam asetat dan alkohol 70%. Setelah itu kemasan dipanaskan
diatas hotplate dengan suhu 80oC sampai menguap simulannya. Kemudian
dilakukan pengovenan selama 2 jam pada suhu 100oC. Langkah yang
terkakhir dilakukan penimbangan dan perhitungan global migrasinya.
(Depkes RI, 1995). Simulan untuk uji migrasi juga dapat berupa padatan atau
gel. Tekstur simulan berupa gel memungkinkan untuk menggambarkan
kemampuan migrasi bahan kemasan dalam produk padat dan cair sekaligus
(Mariana, 2013).
Aquades merupakan pelarut yang paling mudah didapat dan murah.
Pelarut ini bersifat netral dan tidak berbahaya sehingga aman bila digunakan
dalam bahan pangan. Lebih baik untuk digunakan kerena aquades atau air
yang telah disuling memiliki kadar mineral sangat minim. Aquadest tidak
bersifat korosif karena pHnya netral. Kelemahannya hanya pada proses
evaporasi (penguapan) yang lebih lama karena titik didihnya lebih tinggi
dibandingkan dengan pelarut lainnya (Sibuea, 2015).
Nama asam asetat berasal dari kata Latin asetum, vinegar. Asam
asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan,
industri, dan laboraturium dan dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma
dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus CH3-COOH, CH3COOH, atau
CH3CO2H. Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam
asetat glacial mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku
17C dan titik didih 118C) dengan bau pedas menggigit, dapat bercampur
dengan air dan banyak pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam
asetat glacial sangat korosif terhadap kulit dan jaringan lain (Disai, 2011).
Alkohol merupakan suatu senyawa organik yang tersusun dari unsur-
unsur karbon,hidrogen, dan oksigen. Sifat lain dari alkohol dapat ditentukan
dari letak gugus hidroksil pada atom C yang dikenal sebagai alkohol primer
dimana gugus hidroksida terikat oleh atom karbon primer, alkohol sekunder
dimana gugus hidroksida terikat oleh atom sekunder, alkohol tertier dimana
gugus hidroksida terikat oleh atom karbon tersier
(Fatah dan Novitasari, 2015).
Berdasarkan praktikum acara 1.1 tentang global migrasi menggunakan
kemasan kembang gula yaitu Station Rasa, Ting-Ting dan Kiss sebanyak
masing-masing 3 buah. Mula-mula dilakukan penimbangan kemasan plastik
kembang gula dan beker glass yang sebelumnya telah dilakukan pengovenan
selama 1 jam dan didesikator selama 10 menit. Kemudian dilakukan
penakaran simulant berupa aquadest, alkohol 70%, dan asam asetat 4%
sebanyak 120 ml, lalu dimasukkan ke dalam beker glass. Setelah itu
dipanaskan pada hotplate hingga suhu simulant mencapai 600C, lalu kemasan
plastik dimasukkan kedalam beker glass dan didiamkan selama 30 menit.
Setelah 30 menit, kemasan diambil. Sedangkan beker glass berisi simulant
dipanaskan kembali pada hotplate dengan suhu 2000C yang bertujuan untuk
menguapkan simulant (pelarut) hingga habis. Kemudian beker glass dioven
pada suhu 1050C selama 1 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator
selama 10 menit. Terakhir dilakukan penimbangan kembali sampai diperoleh
berat konstan (selisih penimbangan tidak lebih dari 0,2 mg).
Menurut Tabel 1.1 nilai global migrasi kemasan plastik permen
Station Rasa dengan menggunakan simulant aquadest, alkohol 70%, dan asam
asetat 4% sebanyak 120 ml secara berturut-turut adalah 0,029 x 106 ppm,
0,014 x 106 ppm, dan 1,812 x 106 ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
nilai global migrasi kemasan plastik permen Station Rasa dari yang tertinggi
hingga terendah secara berturut-turut yaitu dengan asam asetat 4%, aquadest,
dan alkohol 70%. Sementara itu, nilai global migrasi kemasan plastik permen
Ting-Ting dengan menggunakan simulant aquadest, alkohol 70%, dan asam
asetat 4% sebanyak 120 ml secara berturut-turut adalah 1,359x 106 ppm,
1,987 x 106 ppm, dan 0,019 x 106 ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
nilai global migrasi kemasan plastik permen Ting-Ting dari yang tertinggi
hingga terendah secara berturut-turut yaitu dengan simulant alkohol 70%,
aquadest dan asam asetat 4%. Sedangkan nilai global migrasi kemasan plastik
permen Kiss dengan menggunakan simulant aquadest, alkohol 70%, dan asam
asetat 4% sebanyak 120 ml secara berturut-turut adalah 1,936 x 106 ppm,
1,183 x 106 ppm, dan -0,607 x 106 ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
nilai global migrasi kemasan plastik permen Kiss dari yang tertinggi hingga
terendah secara berturut-turut yaitu dengan simulant aquadest, alkohol 70%
dan asam asetat 4%.
Menurut Sulchan dan Endang (2007) migrasi dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu: luas permukaan yang kontak dengan makanan; kecepatan
migrasi; jenis bahan plastik dan suhu serta lamanya kontak. Sedangkan
pendapat lain mengatakan bahwa migrasi terjadi akibat pengaruh suhu panas
makanan, waktu penyimpanan, dan proses pengolahannya. Semakin tinggi
suhu maka semakin tinggi kemungkinan terjadi migrasi. Lamanya waktu
penyimpanan makanan juga berpengaruh terhadap perpindahan materi
berbahan kimia ini. Semakin lama kontak antara makanan dengan kemasan
plastik, semakin tinggi jumlah bahan kimia yang bermigrasi ke makanan.
Pada suhu kamar, dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa berberat
molekul kecil dapat masuk ke dalam makanan secara bebas, baik yang berasal
dari aditif maupun plasticizer. Migrasi monomer maupun zat-zat pembantu
polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau
cair berminyak maupun cairan tak berminyak. Semakin panas makanan yang
dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi (perpindahan) karena
monomer dapat bermigrasi ke dalam produk (Irawan, 2013).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
keamanan pangan, telah diatur kemasan yang layak di Indonesia, antara lain
pada pasal 16 ayat 1 yang berbunyi Setiap orang yang memproduksi pangan
untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai kemasan
pangan yang dinyatakan terlarang dan/atau yang dapat melepaskan cemaran
yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, pasal 17 ayat 1
berbunyi Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan wajib
menggunakan bahan kemasan yang diizinkan dan pasal 20 ayat 3 yang
berbunyi Setiap orang yang mengemas kembali pangan wajib melakukan
pengemasan pangan secara benar untuk menghindari terjadinya pencemaran
terhadap pangan.
Tabel 1.2 Penentuan Gramatur dan Densitas Kemasan Karton
Rerata
Berat Rerata Rerata
tabel Luas Gramatur Densitas
Kel Sampel Cek kemasan gramatur densitas
kemasan (m2) (gr/m2) (gr/m3)
(gram) (gr/m2) (gr/m3)
(m)
6,536 x
1 1,3 x 10-4 4,9 x 10-4 4x10-4 320,25
105 gr/m3
6,482 x
-4 -4 4x10-4 6,255 x
1,2 Tim-tam 2 1,2 x 10 4,8x 10 300,25 311,083 105
105 gr/m3
gr/m3
4x10-4 6,654 x
3 1,3 x 10-4 4,7 x 10-4 312,75
105 gr/m3
4x10-4 6,039 x
1 1,1 x 10-4 4,5 x 10-4 271,75
105 gr/m3
5,939 x
-4 -4 4x10-4 6,2 x 105
3,4 Shapes 2 1,1 x 10 4,5 x 10 279 267,25 105
gr/m3
gr/m3
4x10-4 5,578 x
3 1,0 x 10-4 4,5 x 10-4 251
105 gr/m3
4x10-4 6,505 x
1 1,4 x 10-4 5,2 x 10-4 338,25
105 gr/m3
7,078 x
-4 -4 4x10-4 7,087 x
5,6 Fullo 2 1,5 x 10 5,2 x 10 368,5 360,25 105
105 gr/m3
gr/m3
4x10-4 7,643 x
3 1,5 x 10-4 4,9 x 10-4 374,5
105 gr/m3
4x10-4 5,979 x
1 1,1 x 10-4 4,8 x 10-4 287
105 gr/m3
6,161 x
Richeese -4 -4 4x10-4 6,417 x
7,8 2 1,2 x 10 4,5 x 10 288,75 291,33 105
nabati 105 gr/m3
gr/m3
4x10-4 6,087 x
3 1,2 x 10-4 4,9 x 10-4 298,25
105
Sumber : Laporan Sementara
Menurut SNI 7322-2008 bahwa gramatur adalah satuan ukuran massa
lembaran kertas atau lembaran karton dalam gram dibagi dengan satuan
luasnya dalam meter persegi, diukur pada kondisi standar. Menurut Syamsu
dkk (2014) menyatakan bahwa gramatur merupakan nisbah bobot kertas (g)
dengan luasan kertas (m2). Dijelaskan oleh Casey (1981) bahwa gramatur
kertas mempengaruhi semua sifat-sifat kertas. Dalam hal ini yang terpenting
adalah membedakan antara variasi yang disebabkan oleh berat atau grama
gramatur dan variasi yang disebabkan oleh perbedaan yang memang ada pada
kertas. Pada pengukuran gramatur kertas pengaruh yang mungkin disebabkan
oleh kadar air sangat kecil karena kertas telah dikondisikan dengan
kelembaban tertentu sehingga kandungan air dalam kertas homogen.
Sedangkan menurut Suprapto dkk (2014) bahwa gramatur adalah massa
lembaran kertas dibagi luasnya dalam satuan g/m2. gramatur kertas sangat
bergantung pada berat lembaran kertas tersebut. Semakin banyak buburan
serat pada kertas maka semakin besar pula gramatur kertas tersebut. naik
turunnya nilai gramatur sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya buburan
serat yang diberikan. Semakin banyak buburan serat yang diberikan, maka
nilai gramatur akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit
buburan serat maka nilai gramatur semakin menurun.
Menurut Nurminah (2002) bahwa densitas atau bobot jenis adalah
nilai yang menunjukkan bobot bahan per satuan volume (g/m3). Untuk
penentuan gramatur dan densitas bahan kemasan plastik dan kertas
digunakan. Densitas diperoleh dengan membagi gramatur contoh bahan
dengan tebal bahan. Nilai densitas kertas dipengaruhi oleh nilai gramatur dan
tebal kertas. Menurut Casey (1981) bahwasecara teknis rapat massa
mempunyai hubungan erat dengan daya ikatan antar serat dan derajat
fibrilisasi serat pulp yang nantinya berpengaruh pada saat pencetakan
(opasitas cetak). Dalam prosesnya, peranan dan pengaruh filler Kaolin (clay)
sangat berpengaruh pada sifat fisik lembaran kertas khususnya rapat massa
dan gramatur kertas (karton). Kaolin berfungsi sebagai bahan pengisi antar
serat, menambah berat kertas dan menghaluskan kertas.
Pada Tabel 1.2 diperoleh besarnya nilai gramatur dan densitas
kemasan dari berbagai macam kemasan kardus. Kemasan yang digunakan
antara lain kemasan TimTam, Shapes, Fullo dan Richeese Nabati. Penentuan
nilai gramatur dan densitas dilakukan dengan cara pemotongan kemasan
kertas dengan ukuran 5x5cm sebanyak 3 buah. Selanjutnya dilakukan
penimbangan masing-masing potongan dan pengukuran ketebalan tiap-tiap
potongan pada 5 tempat yang berbeda dengan menggunakan jangka sorong
kemudian dirata-rata dan penentuan gramatur dengan menghitung berat
kemasan dibagi dengan luas potongan kertas serta penentuan densitas dengan
menghitung gramatur dibagi rata-rata tebal kemasan.
Pada hasil kelompok 1 dan 2 yaitu dengan sampel TimTam
didapatkan berat kemasan dengan 3x ulangan sebesar 0,1281 gr; 0,1201 gr
dan 0,1251 gr dan diperoleh rata-rata tebal kemasan dengan 3x ulangan yaitu
sebesar 0,00049 m; 0,00048 m dan 0,00047 m dengan luasan sebesar 0,0004
m2. Sehingga diperoleh besar nilai gramatur pada ulangan 1 sebesar 320,25
gr/m2, ulangan 2 sebesar 300,25 gr/m2 dan ulangan 3 sebesar 312,75 gr/m2
dan didapatkan rata-rata nilai gramatur sebesar 311,083 gr/m2. Kemudian
penentuan densitas dengan cara gramatur dibagi rata-rata tebal kemasan
sehingga didapatkan hasil nilai densitas pada ulangan 1 sebesar 6,536 x 105
gr/m3, ulangan 2 sebesar 6,255 x105gr/m3 dan ulangan 3 sebesar 6,654
x105gr/m3 dan diperoleh rata-rata densitas sebesar 6,482 x 105gr/m3.
Pada hasil kelompok 3 dan 4 yaitu dengan sampel Shapes
didapatkan berat kemasan dengan 3x ulangan sebesar 0,1087 gr; 0,1116 gr
dan 0,1004 gr dan diperoleh rata-rata tebal kemasan dengan 3x ulangan yaitu
sebesar 0,00045 m; 0,00045 m dan 0,00045 m dengan luasan sebesar 0,0004
m2. Sehingga diperoleh besar nilai gramatur pada ulangan 1 sebesar 271,75
gr/m2, ulangan 2 sebesar 279 gr/m2 dan ulangan 3 sebesar 251 gr/m2 dan
didapatkan rata-rata nilai gramatur sebesar 267,25 gr/m2. Kemudian
penentuan densitas dengan cara gramatur dibagi rata-rata tebal kemasan
sehingga didapatkan hasil nilai densitas pada ulangan 1 sebesar 6,039 x 105
gr/m3, ulangan 2 sebesar 6,2 x 105gr/m3 dan ulangan 3 sebesar 5,578 x
105gr/m3 dan diperoleh rata-rata densitas sebesar 5,939 x 105gr/m3.
Pada hasil kelompok 5 dan 6 yaitu dengan sampel Fullo didapatkan
berat kemasan dengan 3x ulangan sebesar 0,1353 gr; 0,1474 gr dan 0,1498 gr
dan diperoleh rata-rata tebal kemasan dengan 3x ulangan yaitu sebesar
0,00052 m; 0,00052 m dan 0,00049 m dengan luasan sebesar 0,0004 m2.
Sehingga diperoleh besar nilai gramatur pada ulangan 1 sebesar 338,25 gr/m2,
ulangan 2 sebesar 368,5 gr/m2 dan ulangan 3 sebesar 374,5 gr/m2 dan
didapatkan rata-rata nilai gramatur sebesar 360,42 gr/m2. Kemudian
penentuan densitas dengan cara gramatur dibagi rata-rata tebal kemasan
sehingga didapatkan hasil nilai densitas pada ulangan 1 sebesar 6,505 x
105gr/m3, ulangan 2 sebesar 7,087 x 105gr/m3 dan ulangan 3 sebesar 7,643 x
105gr/m3 dan diperoleh rata-rata densitas sebesar 7,078 x 105gr/m3.
Pada hasil kelompok 7 dan 8 yaitu dengan sampel Richeese Nabati
didapatkan berat kemasan dengan 3x ulangan sebesar 0,1148 gr; 0,1155 gr
dan 0,1193 gr dan diperoleh rata-rata tebal kemasan dengan 3x ulangan yaitu
sebesar 0,00048 m; 0,00045 m dan 0,00049 m dengan luasan sebesar 0,0004
m2. Sehingga diperoleh besar nilai gramatur pada ulangan 1 sebesar 287
gr/m2, ulangan 2 sebesar 288,75 gr/m2 dan ulangan 3 sebesar 298,25 gr/m2
dan didapatkan rata-rata nilai gramatur sebesar 291,33 gr/m2. Kemudian
penentuan densitas dengan cara gramatur dibagi rata-rata tebal kemasan
sehingga didapatkan hasil nilai densitas pada ulangan 1 sebesar 5,979 x
105gr/m3, ulangan 2 sebesar 6,417 x 105gr/m3 dan ulangan 3 sebesar 6,087 x
105gr/m3 dan diperoleh rata-rata densitas sebesar 6,161 x 105gr/m3.
Dari hasil tersebut didapatkan urutan nilai gramatur pada tiap sampel
dari terbesar ke terkecil adalah Fullo sebesar 360,42 gr/m2, TimTam sebesar
311,083 gr/m2, Richeese Nabati sebesar 291,33 gr/m2 dan Shapes sebesar
267,25 gr/m2. Sedangkan urutan nilai densitas pada tiap sampel dari terbesar
ke terkecil adalah Fullo sebesar 7,078 x 105 gr/m3, TimTam sebesar 6,482 x
105 gr/m3, Richeese Nabati sebesar 6,161 x 105 gr/m3 dan Shapes sebesar
5,939 x 105 gr/m3. Sehingga sampel yang mempunyai nilai gramatur dan
densitas terbesar adalah Fullo dan sampel yang mempunyai nilai gramatur
dan densitas terkecil adalah Shapes.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan sudah sesuai
dengan teori. Karena menurut Robertson (2005) menyatakan bahwa nilai
gramatur pada kertas karton di atas 224 gr/m2. Sedangkan untuk nilai densitas
yang didapat dari hasil praktikum juga sudah sesuai dengan teori Casey
(1961) yang menyatakan bahwa nilai densitas kertas karton minimal sebesar
0,468 gr/m3. Sehingga pada semua sampel kemasan yang dipraktikumkan,
nilai gramatur dan densitasnya sudah sesuai dan memenuhi standar yang ada.
Manfaat mengetahui nilai gramatur dan densitas dari suatu kemasan
bahan pangan yaitu, Semakin kecil nilai gramatur dan densitas maka
penggunaan bahan baku semakin sedikit, konsumsi energi untuk pengolahan
kertas lebih rendah, mengurangi polusi pabrik, biaya penanganan bahan dan
produk rendah, efisiensi ruang penyimpanan, memperkecil gulungan atau
potongan yang nantinya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses
pembuatan kertas (karton) secara keseluruhan (Nurminah, 2002).
Penentuan desain kemasan harus disesuaikan dengan produk yang
akan dikemas. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
mendesain kemasan produk pangan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
efektifitas produk, dimana harus ada kesesuaian antara karakteristik produk
dengan kemasannya; keamanan pangan (food safety), yang merupakan faktor
vital dalam pengemasan produk pangan; desain aergonomis, yakni
kemudahan dibuka, ditutup, dibawa, disimpan, dan lain-lain; mudah dikenali,
hal ini agar konsumen mudah dalam mengingat sekaligus sebagai ciri khas
dari produk tersebut; mudah diangkut (easy delivery), sehingga kemasan tidak
rusak ketika didistribusikan; faktor keindahan (artwork) yang berfungsi untuk
menarik minat konsumen; dan faktor informasi yakni pencantuman nama
produk, produsen, berat bersih, expired date, cara penggunaan, komposisi
produk, dan lain-lain (Nurminah, 2002).
Irawan (2013) menyatakan bahwa ada tujuh hal yang perlu
diperhatikan dalam mendesain dan membuat kemasan untuk produk makanan
atau minumanyaitu :
1. Efektivitas, dalam proses merancang kemasan suatu produk, maka
efektivitas menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Bahan
kemasan harus disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan produk yang akan
dikemas. Jangan sampai kemasan yang kita gunakan tidak cocok dengan
produk yang akan dikemas karena menyimpang dari karakteristik produk
tersebut.
2. Keamanan Pangan (Food Safety), Dalam memasarkan produk makanan
dan minuman, faktor keamanan pangan merupakan faktor vital yang
harus diutamakan saat memilih dan menentukan jenis kemasan dan cara
pengemasannya. Keamanan produk sangat penting karena kemasan non-
food grade biasanya mengandung bahan berbahaya yang dapat merAcuni
bahan makanan dan minuman yang dipasarkan tersebut. Nilai keamanan
pangan ini juga berkaitan dengan faktor kebersihan dan higienitas
kemasan. Cara mengemas yang kurang baik juga dapat menimbulkan
kerusakan pada makanan atau minuman yang dikemas.
3. Desain Aergonomis, yang dimaksud dengan desain aergonomis adalah
kemasan yang mudah dalam segala hal, misalnya mudah dibawa ke
mana-mana, mudah dibuka atau disobek, mudah disimpan, mudah
dituang, mudah diambil, tidak berhamburan, dan berbagai kemudahan
lain yang tidak membuat repot para konsumen dengan kemasan
pembungkusnya.
4. Mudah Dikenali, Setiap perusahaan dalam meluncurkan produk, tentu
berharap agar produknya mudah dikenali, populer dan memiliki ciri
tersendiri. Satu yang menjadi kunci tersebut adalah kemasannya.
Kemasan produk pangan harus dirancang dengan begitu baik agar mudah
dikenali dan diingat konsumen. Kemasan yang dibuat harus terihat
berbeda dari produk lain khususnya untuk jenis produk serupa dari para
kompetitor. Coba ciptakan kemasan produk yang memilii ciri khas,
sehingga tanpa membAca tulisan merek yang tercantum di dalam
kamasan pun, konsumen akan tahu itu adalah produk yang mereka cari.
5. Mudah dalam Pengangkutan dan Pengiriman (Easy Delivery), Hal lain
yang juga wajib diperhitungkan dalam mendesain kemasan adalah faktor
kemudahan proses pengiriman dan distribusinya. Jangan sampai kemasan
yang telah memenuhi standar keamanan pangan, tetapi sulit diangkut
atau dibawa. Jika hal ini terjadi, maka omzet penjualan anda takkan
pernah berkembang.
6. Faktor Keindahan (Artwork), Apapun yang indah pasti akan menarik
perhatian. Oleh sebab itu, buatlah kemasan yang terlihat indah dan
menawan (atraktif). Bagi industri pangan, sangat penting untuk
menampilkan gambar kemasan yang menggugah selera. Artinya, hanya
dengan melihat gambar pada kemasannya, orang akan membayangkan
kelezatan atau kesegaran produk tersebut. Dalam hal ini, perpaduan
warna, pemilihan logo, pilihan huruf, tagline, dan atribut lain sangat
berpengaruh pada terciptanya suatu kamasan produk yang menarik.
7. Faktor Informasi dan Promosi, desain kemasan yang baik dapat menjadi
media informasi awal sebelum konsumen menentukan keputusannya
(beli/tidak). Manfaatkan bagian tertentu pada kemasan untuk
menjelaskan detail produk pangan yang anda buat, sehingga konsumen
tidak merasa tertipu. Informasi jelas yang konsumen dapatkan dari
kemasan produk anda dengan sendirinya akan menjadi alat untuk media
promosi yang akan dilakukan oleh para konsumen dari mulut ke mulut.
Tabel 1.3 Penentuan Ketahanan Jatuh Kemasan Gelas Plastik dan Minunan
Jumlah Tinggi
Kelompok Merk Percobaan Keterangan
Rusak (cm)
1 1 75 Tidak Lolos
1 AC
2 2 75 Uji
1 1 75
2 Vit Lolos Uji
2 0 75
1 2 75 Tidak Lolos
3 Dzakya
2 1 75 Uji
1 1 75
4 Clavio Lolos Uji
2 0 75
1 2 75 Tidak Lolos
5 AC
2 3 75 Uji
1 1 75
6 Vit Lolos Uji
2 1 75
1 2 75 Tidak Lolos
7 Dzakya
2 2 75 Uji
1 0 75
8 Clavio Lolos Uji
2 0 75
Sumber : Laporan Sementara
Ketahanan jatuh merupakan indikasi ketahanan kemasaan untuk tidak
rusak baik berupa bocor, pecah maupun retak jika dijatuh kandari ketinggian
minimal 75 cm. Selama pengangkutan dan distribusi, sangat memungkinkan
air minum dalam kemasan gelas mengalami benturan maupun tekanan. Maka
ketahanan jatuh kemasan gelas plastic sangat penting diketahui untuk
menghindari tingkat kerusakan sehingga tidak merugikan konsumen maupun
produsen (Syarief,1988). Fungsi uji ketahanan jatuh adalah untuk mengetahui
penggunaan berat yang dapat ditahan oleh kemasan. Uji ketahanan jatuh juga
dapat berfungsi sebagai dasar penanganan dalam pengiriman produk dan
untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang rapuh pada kemasan
(Bucci, 2005).
Kemasan yang digunakan untuk air minum memiliki kekurangan dan
kelebihan. Kelebihan kemasan gelas yang digunakan untuk air minum
diantaranya adalah kemasan dari palstik dapat diproses menjadi berbagai
macam bentuk dan ukuran, ringan, tahan dengan berbagai suhu (panas dan
dingin), mudah dibawa, tahan air, serta mudah didaur ulang dengan
menggunakan energi dan bahan kimia yang sedikit. Adapun kekurangan
kemasan gelas plastik adalah sulit diurai jika dibuang ke tempat pembuangan
akhir (Anderson, 1972).
Menurut Rochani (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi kuat
tidaknya kemasan air minum yaitu jenis serta karakterisik plastik yang
digunakan, komposisi plastik yang digunakan, dan proses pengolahan
kemasan. Bahan plastik yang paling baik digunakan yaitu biasanya terbuat
dari PET (Polietilen Tereftalat) yang memiliki logo daur ulang dengan angka
satu. Wadah PET ini juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya diduga
terjadinya migrasi atau berpindahnya zat-zat monomer dari bahan plastik
kedalam makanan atau minuman (Koswara, 2006). Adapun kemungkinan
monomer yang bermigrasi dari plastik PET yang masuk ke dalam makanan
dan minuman yaitu Sb, Cd, Pb, Mn (Westerhoff, et al., 2007) dan
terbentuknya senyawa aldehid seperti asetaldehid, formaldehid, butanaldehid
dan lain-lain. Terdapat berbagai bahan plastik yang digunakan antara lain:
Menurut Sacharow dan Griffin (1970) Terdapat berbagai jenis-jenis
bahan plastik yang digunakan untuk pengemas air minum antara lain :
a. Polyethylen
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel,
mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan
pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 1100C.
Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat
mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai
0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena
sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan
derajat kerapatan yang baik.
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen
yang diperoleh dari hasil samping dari industri minyak dan batubara.
Proses polimerisasi yang dilakukan ada dua macam, yakni pertama
dengan polimerisasi yang dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi
(1000-3000 atm) menghasilkan molekul makro dengan banyak
percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara
kedua, polimerisasi dalam bejana bertekanan rendah (10-40 atm)
menghasilkan molekul makro berantai lurus dan tersusun paralel.
b. Low density polyethylen (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus
cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah
600C sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap
air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti
oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku,
lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak.
c. High Density Polyethylen (HDPE)
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada
rantaiantara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas
yang rendah, sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang
yang lebih sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high
density memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih
tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan
dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975).
d. Polypropilena
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat
penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan
ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik
terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap
(Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh dengan
pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen,
propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi
pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis NattaZiegler
polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988).
Air minum dalam kemasan secara umum dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu kemasan galon (19 liter) dan small/single pack. Kemasan
galon biasanya dilakukan pengisisan ulang baik oleh prodeusen bermerek
maupun depot air minum isi ulang (tanpa merek), dan lebih banyak
dikonsumsi oleh konsumen yang berada di perkantoran, hotel, dan rumah
tangga. Sedangkan konsumen utama AMDK kemasan Small/single pack atau
kemasan yang dapat dibawa secara praktis seperti kemasan 1500 ml/600 ml
(botol), 240 ml/220 ml (gelas) dikonsumsi orang-orang yang sedang
melakukan perjalanan (Susanti, 2010).
Pada praktikum uji ketahanan jatuh terdapat 4 merek produk minuman
air mineral dalam kemasan gelas yang diuji yaitu AC, Vit, Dzaky, dan clavio .
uji ketahanan jatuh menyatakan ketahanan kemasan untuk tidak rusak (bocor,
pecah, maupun retak) setelah dijatuhkan dari ketinggian minimal 75 cm.
Dalam uji ini setiap kelompok melakukan 2 kali pengulangan dengan tiap
pengulangan menggunakan 8 gelas air minum yang diuji. Penilaian lolos
tidaknya uji dinilai apabila dari dua kali pengulangan tersbut terdapat lebih
dari tiga produk minuman yang rusak maka dinyatakan tidak lolos uji begitu
pula sebliknya. Berdasarkan Table 1.3 didapat kan hasil yaitu merek
minuman ac pada kelompok 1 setelah melakukan uji ketahanan jatuh terdapat
3 produk yang rusak kemasanya, maka dinyatakan tidak lolos uji. Pada
miuman merek vit kelompok 2 didapatkan hasil jumlah produk yang rusak
setelah diuji sebanyak satu produk maka dinyatakan lolos uji. Minuman
merek dzaky paa kelompok 3 terdapat 3 produk yang rusak maka tidak lolos
uji. Pada minuman merek clavio kelompok 4 didapatkan hasil satu produk
yang rusak maka dinyatakan lolos uji. Pada kelompok 5 menggunakan produk
minum ac didapakan hasil lima kemasan yang rusak maka dinyatakan tidak
lolos uji. Produk minuman merek vit pada kelompok 6 didapat hail terdapat
dua kemasan yang rusak maka dinyatakan lolos uji. Pada kelompok 7 dengan
menggunakan merek dzaky didapat hasil terdapat empat kemasan yang
rusak maka dinyatakan tidak lolos uji dan ada kelompok 8 menggunakan
produk merek clavio tdak terdpat kemsan yang rusak pada uji ketahanan jatuh
maa produk dinyatakan lolos uji. Dari uji tersebut dapat disimpulkan urutan
produk kemsan air minum yang paling baik hingga kurang baik yaitu clavio,
vit, dzaky dan ac.
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara I Global Migrasi, Gramatur, Densitas
dan Ketahanan Jatuh dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Migrasi adalah perpindahan dari bahan-bahan yang terdapat dalam
kemasan (umumnya material plastik) ke dalam bahan makanan. Nilai
global migrasi kemasan plastik permen Station Rasa dari yang tertinggi
hingga terendah secara berturut-turut yaitu dengan asam asetat 4%,
aquadest, dan alkohol 70%. Nilai global migrasi kemasan plastik permen
Ting-Ting dari yang tertinggi hingga terendah secara berturut-turut yaitu
dengan simulan alkohol 70%, aquadest dan asam asetat 4%. Nilai global
migrasi kemasan plastik permen Kiss dari yang tertinggi hingga terendah
secara berturut-turut yaitu dengan simulant aquadest, alkohol 70% dan
asam asetat 4%.
2. Gramatur adalah satuan ukuran massa lembaran kertas atau lembaran
karton dalam gram dibagi dengan satuan luasnya dalam meter persegi,
diukur pada kondisi standar.
3. Densitas atau bobot jenis adalah nilai yang menunjukkan bobot bahan per
satuan volume (g/m3). Densitas kemasan dipengaruhi oleh gramatur
menurut teori yaitu sebesar 25 g/m3 dengan toleransi maksimumhingga 27
g/m3, sehinggga hasil praktikum sesuai dengan teori karena nilai
densitasnya > 27oC.
4. Ketahanan jatuh menyatakan ketahanan kemasan untuk tidak rusak (bocor,
pecah, maupun retak) setelah dijatuhkan dari ketinggian minimal 75 cm.
Pada uji ketahanan jatuh, kemasan air minum yang terbaik hingga terburuk
secara berturut-turut yaitu Clavio, Vit, Dzakya dan Cokro
DAFTAR PUSTAKA

Alin, Jonas. 2012. Migration from Plastic Food Packaging during Microwave
Heating. Journal of Agricultural and Food Chemistry 61(6) pp 1405-
1415.
Amirshaghaghi, Z. 2011. Studies of Migration of Styrene Monomer From
Polystyrene Packaging Into the Food Simulant. Iranian Journal of
Chemical Engineering Vol. 8, No. 4.
Anderson, John N. 1972. Applied Dental Materials. Blackwell Scientific
Publications. England.
Anton. 2015. Alkohol/Alkanol dan Eter/Alkoksi Alkana. DEMPO. Malang.
Astawan, Made. 1999. Membuat Mi dan Bihun Dengan Keamsan Yang Baik.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Audic Poncin-Epaillard, D. Reyx, J.-C.Brosse. 2000. Cold Plasma Surface
Modification Of Conventionally AndNonconventionally Plasticized
Poly(Vinyl Chloride)-BasedFlexible Films: Global And Specific
Migration Of Additives Into Isooctane. Journal Of Applied Polymer
Science, Vol. 79, 13841393.
Avella, Maurizio, Jan J. De Vlieger b , Maria Emanuela Errico a, Sabine Fischer
b, Paolo Vacca c, Maria Grazia Volpe. 2005. Biodegradable starch/clay
nanocomposite films for food packaging applications. Food Chemistry
vol. 93 page 467474.
Badan POM RI. 2007. Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497
tentang Bahan Kemasan Pangan. BPOM, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI 19-4370-2004 : Botol Plastik untuk Air
Minum. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J. Scott, 1988, Plastic Materials Properties and
Aplications. cations. Chapman and Hall Publishing, New York.
Bucci D Z, L B B Tavares, and I Sell. 2005. PHB Packaging for The Storage of
Food Products. Polymer Testing Journal 24 (5) : 564-571
Bucci, D. Z., Tavares and I Sell. 2005. Packaging for The Storage of Food
Products. Polymer Testing Journal Vol. 24, No. 5, Hal. 564-571.
Casey, J.P. 1981. Pulp and Paper.vol.II Second Ed. International Publisher Inc.
NewYork.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia.
Jakarta.
Disai, Pinton. 2011. Dampak Konsentrasi Larutan Asam Cuka Dibawah 5% dan
Lama Perendaman Terhadap Batas Keamanan dalam Kekerasan Gigi
Permanen (Penelitian Eksperimental Laboratoris). Universitas Jember.
Fatah, Lukman Abdul., dan Novitasari. Pengukuran Kadar Alkohol dalam
Larutan Berbasis Mikrokontroler ATMega 8535. Jurnal Teknik Kimia.
Vol 01 (1).
From Polyethylene Terephthalate (PET) Plastic Used For Bottled DrinkingWater.
Elsevier. Journal food and scince vol.29, No.1 :1-2.
Harper. 1975. Handbook of Plastic and Elastomer. Westing House Electric
Corporation. Baltimore. Maryland.
Irawan S dan Guntarti S. 2013. Karakterisasi Migrasi Kemasan dan Peralatan
Rumah Tangga Berbasis Polimer. Jurnal Kimia Kemasan 35 (2) : 97-
112.
Kai, Te Mana Kounga dan Ahitereiria me Aotearoa. 2011. Survey of Chemical
Migration from Food Contact Packaging Materials in Australian Food.
Food Standards. Australia.
Koswara, S., 2006. Bahaya di Balik Kemasan Plastik. e-book pangan.
Mariana, Dina., Nuri Andarwulan, dan Hanifah Nuryani Lioe. 2013. Validasi
Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren pada
Kemasan Polistiren. Jurnal Kimia Kemasan Vol. 35 No.2 Hal. 113-122.
Murniyati, Dwi S, dan Ijah M 2013. Membuat Filet Lele dan Produk Olahannya.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuraini H 2007. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal.
QultumMedia. Jakarta.
Nurminah, Mimi. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan
Kertas serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas.USU digital
library. Publishing. Co. Inc. Westport. Connecticut
Robertson, Gordon L. 2005. Quality Standaritation Pulp and Paper. Scientific
Journal Vol. 3, No. 19, Hal. 28-35.
Rochani, Siti. 1997. Pengaruh Fisika, Kimia, dan Mikrobiologi Terhadap kemasan
Plastik. Jurnal Ilmu Lingkungan Vol. 12, No.23:1-3.
Rojas C de Gante, G. Lopez, A. Lopez. 2001. Studi migrasi tentang coextruded
material kemasan makanan dengan menggunakan simulat makanan
berlemak : Iso-octane dan Ethanol. Centro dBiotecnologia, Instituto
Tecnologico de Estudios Superiores de Monterrey-Campus Monterrey.
Sacharow. S. and R.C. Griffin. 1980. Principles of Food Packaging. The AVI
Sibuea, Fridaqua Sada Yanitauli. 2015. Ekstraksi Tanin dari Kluwak (Pangium
edule R.) Menggunakan Pelarut Ethanol dan Aquades dan Aplikasinya
Sebagai Pewarna Makanan. Universitas Negeri Semarang.
SNI 12-4259-2004. 2004. Gelas Plastik Untuk Air Minum Dalam Kemasan.
Badan Standarisasi Nasional.
SNI 7322:2008. 2008. Produk Melamin-Perlengkapan Makanan Dan Minuman.
Badan Standarisasi Nasional.
Sulchan, Mohammad dan Endang Nur W. 2007. Keamanan Pangan Kemasan
Plastik dan Styrofoam. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 57 (2).
Suprapto, Raden., Sri Kumalaningsih dan Arie Febrianto. 2014. Pemanfaatan
Nata de Coco Sebagai Bahan Pendukung Dalam Pembuatan Kertas
Manila (Kajian Konsentrasi Nata de Coco dan Konsentrasi Perekat).
Teknologi Industri Pertanian. Brawijaya.
Susanti, W. 2010, Analisa Kadar Ion Besi, Kadmium dan Kalsium dalam Air
Minum Kemasan Galon dan Air Minum Kemasan Galon Isi Ulang
dengan Metode Spektofotometri Serapan Atom, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Syamsu, Khaswar, Han Roliadi, Krishna Purnawan C., Siti Sartika H. 2012.
Produksi Kertas Selulosa Mikroba Nata de coco dan Analisis
Biokonversinya. Jurnal Teknologi Pertanian 8(2): 60-68.
Syarief, R., Santausa, S. dan B.S. Isyana. 1988. Buku dan Monograf Teknologi
Pengemasan Pangan. IPB Press. Bogor.
Warsiki, Endang., Evy Damayanthy, dan Rizal Damanik. 2013. Karakteristik
Mutu Sop Daun Torbangun (Coleus Amboinicus Lour) dalam Kemasan
Kaleng dan Perhitungan Total Migrasi Bahan Kemasan. Jurnal Tek.
Industri Pertanian Vol. 18(3), Hal. 21-24.
Warsiki, Endang., Evy Damayanthy, dan Rizal Damanik. 2013. Karakteristik
Mutu Sop Daun Torbangun (Coleus Amboinicus Lour) dalam Kemasan
Kaleng dan Perhitungan Total Migrasi Bahan Kemasan. Jurnal Tek.
Industri Pertanian Vol. 18(3), Hal. 21-24.
Westerhoff, P., Prapaipong, P., Shock, E. dan Hillaireau, A. 2007. Antimony
Leaching
Widyastuti, Shinta. 2014. Laporan Penelitian Alkohol-Fenol. Univeritas Sumatera
Utara. Medan.
Young, Hugh. D & dkk. 2002. Fisika Universitas. Erlangga. Jakarta.

You might also like