You are on page 1of 39

TUGAS REFERAT

TUMOR KULIT

Disusun oleh :
AVINA AROISA
20130310160

PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

A. MELANOMA MALIGNA
1. KASUS
Seorang wanita Kaukasia 45 tahun datang dengan"flek hitam" di kaki
kirinya yang cepat berubah. Awalnya itu adalah makula kecoklatan datar, yang
sudah ada selama bertahun-tahun. Pasien melaporkan bahwa lesi menjadi sedikit
menonjol dengan batas tidak teratur selama 4 minggu sebelum dia datang
memeriksakan diri. Setelah dilakukan anamnesis, pasien menyatakan bahwa
dia telah menerima sekitar 20 sesi dari paparan sinar UV per tahun selama 5
tahun berturut-turut di salon tanning. Dia juga mengatakan bahwa ia tidak
teratur dengan penggunaan tabir surya saat bekerja di luar atau di pantai. Tidak
ada riwayat melanoma maligna baik pada keluarga maupun dia sendiri.
Pemeriksaan kulit menunjukkan papul berukuran 8 mm x 10 mm
berbentuk tidak teratur berwarna coklat muda sampai medial merah muda dan
perbatasan yang lebih rendah, dan daerah pusat coklat gelap terlokalisisir di betis
kaki kiri. Tidak terdapat limfadenopati.

2. DEFINISI

Melanoma maligna adalah sebuah kanker dari sel yang menghasilkan melanin. Oleh
karena itu, bisa timbul pada kulit, mukosa, retina, dan leptomeninges (Chan dan
Greenbaum, 2013). Melanoma maligna merupakan sebuah keganasan dari sel yang
menghasilkan pigmen (melanosit), biasanya
berada di kulit tapi juga ditemukan di telinga, saluran pencernaan, mata, mulut, mukosa
genital, dan leptomeninges (McCourt, Dolan, dan Gormley, 2014).
3. EPIDEMIOLOGI
Meskipun melanoma maligna terhitung hanya 4% dari semua kanker
kulit, melanoma maligna menyebabkan 80% kematian dari kanker kulit (Miller
dan Mihm, 2006). Melanoma maligna terhitung 3% dari semua keganasan di
seluruh dunia. Melanoma maligna kanker yang paling banyak pada dewasa
muda (20-39 tahun) dan paling banyak menyebabkan kematian karena kanker
(Chan dan Greenbaum, 2013).
Secara geografis, insiden dan mortalitas bervariasi di seluruh dunia.
Kejadian melanoma maligna tertinggi dimana Negara yang populasinya
didominasi oleh Caucasian (kulit putih) dan rendah pada Negara yang
berpenduduk asli Asian atau African (de Vries et al., 2006). Semua Negara
Eropa melaporkan insiden melanoma maligna tinggi pada perempuan daripada
laki-laki. Sebaliknya, di Australia dan Amerika Utara laki-laki lebih tinggi
daripada perempuan (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009) sedangkan
untuk bagian tubuh yang sering ditemukan pada laki-laki adalah trunkus dan
pada perempuan sering pada daerah tungkai dan trunkus. Jarang ditemukan pada
bagian tubuh yang tertutup pakaian (Pasaribu, 2006).
Penyebab utama terjadi peningkatan insiden melanoma maligna secara
umum adalah paparan radiasi ultraviolet (UV). Menurut Elwood et al. dalam
MacKie, Hauschild, dan Eggermont (2009), terpapar sinar matahari yang
membakar kulit dalam waktu singkat tapi berulang-ulang diketahui sebagai
faktor risiko utama (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009).
4. FAKTOR RESIKO
a. Faktor Genetik
Berdasarkan hasil penelitian 25-40% dari anggota keluarga yang
menderita melanoma maligna diidentifikasi terdapat germline mutation
pada cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A) dan juga sedikit
didapatkan mutasi pada cyclin-dependent kinase 4 (CDK4). Terdapat
dasar rasional untuk hubungan antara kejadian melanoma dan mutasi
pada CDKN2A dan CDK4 karena kedua tersebut adalah tumorsuppresor
genes (Miller dan Mihm, 2006). Lima sampai sepuluh persen dari semua
melanoma maligna adalah dari pasien dengan familial atypical multiple
mole melanoma syndrome (FAMMM). Pasien dengan FAMMM
mempunyai risiko 70% selama hidup untuk berkembangnya sebuah
melanoma maligna (Holterhues, 2011). Mutasi pada tumor-suppressor
genes seperti c-kit, p53, dan BRAF dilaporkan meningkatkan risiko
melanoma maligna. Namun, masih belum jelas seberapa pentingya
mutasi dari gen-gen ini dianggap sebagai faktor risiko melanoma
maligna (Holterhues, 2011).
b. Faktor Lingkungan
Paparan radiasi ultraviolet (UV) dari matahari menjadi faktor
penting dikaitkan dengan peningkatan kejadian melanoma maligna,
terutama pada sinar matahari yang membakar kulit dalam waktu singkat
tapi berulang-ulang (Putra, 2008). Dari hasil penelitian yang lain juga
memperlihatkan bahwa paparan sinar matahari yang berlebihan,
berulang-ulang tetapi dalam waktu singkat (intermittent), dan lama dapat
menyebabkan terjadinya melanoma maligna. Terutama pada waktu
intens terpapar oleh sinar matahari seperti membakar kulit pada waktu
anak-anak ataupun remaja menjadi faktor risiko melanoma maligna
(Holterhues, 2011). Perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih
menyukai berjemur ataupun karena pekerjaan yang memang harus
terpapar matahari juga menjadi risiko terjadinya melanoma. Sama halnya
dengan pemakaian sunbed (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009).
c. Fenotipe
Orang Caucasian, rambut pirang atau merah, banyak freckles
(ephelides), terdapat lebih dari 50 banal melanocytic nevi, nevi besar,
atypical nevi, dan dysplastic nevi merupakan faktor risiko melanoma
maligna (MacKie, Hauschild, dan Eggermont, 2009).
d. Status Sosio-Ekonomi
Melanoma maligna lebih sering pada orang yang memiliki status
sosio-ekonomi tinggi memungkinkan mereka terkena terpapar sinar UV
berulang-ulang tapi dalam waktu singkat yang tinggi dan berlebihan
(olahraga outdoor, olahraga musim dingin, dan sunbathing). Peningkatan
kekayaan pada Caucasian dalam waktu 6 dekade ini berkontribusi dalam
peningkatan insiden melanoma maligna (de Vries et al., 2006).
e. Penyakit Dahulu dan Penyerta
Orang yang berisiko selanjutnya, yaitu orang yang pernah
menderita melanoma maligna sebelumnya, yang menderita xeroderma
pigmentosum, giant congenital pigmented naevus. Selain itu, orang yang
dengan kondisi immune compromised seperti terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV), Hodkins disease, dan orangyang
mendapat terapi cyclosporine A berisiko menderita melanoma maligna
(Chan dan Greenbaum, 2013).
5. PATOFISIOLOGI
a. Proliferasi dari Melanosit (benign lesions)
Hal yang pertama terjadi yaitu sebuah proliferasi dari melanosit
menjadi benign nevus. Secara klinis, nevi ini berbentu datar dan sedikit
menonjol dengan warna yang seragam atau gambaran teratur dari pigmen
dot-like pada sebuah latar yang cokelat atau hitam kecokelatan. Secara
histologi, lesi ini memiliki peningkatan jumlah dari kumpulan melanosit
yang bersarang sepanjang lapisan basalis (Paek et al., 2008).
b. Dysplastic Nevi (random atypia)
Selanjutnya perkembangan dari pertumbuhan yang abnormal. Ini
mungkin terdapat pada tempat yang sebelumnya ada benign nevus atau
pada tempat yang baru. Secara klinis lesi ini mungkin asimetris, batasan
tidak rata, mengandung lebih dari satu warna, atau memiliki diameter
yang lebih besar. Secara histologi, lesi ini memiliki sel yang abnormal
bentuk yang bebas dan sel-selnya tidak berdampingan lagi
(Miller dan Mihm, 2006).
c. Fase Radial-growth (pertumbuhan intraepidermal)
Selama fase radial-growth, sel-sel memiliki kemampuan
untuk berproliferasi secara intraepidermal. Secara klinis, lesi
inikadangkadang bisa menonjol. Lesi ini tidak lagi memperlihatkan sel
abnormal yang bebas dan sebagai gantinya dia memperlihatkan bentuk
sel kanker di seluruh lesi (Paek et al., 2008).
d. Fase Vertical-growth (invasi dermis)
Lesi yang berlanjut ke fase vertical-growth memiliki kemampuan
untuk masuk ke dermis dan membentuk nodul besar, meluas ke papillary
dermis. Sel-sel kanker bisa juga masuk kereticular dermis dan sel
adipose (Miller dan Mihm, 2006).
e. Metastasis Melanoma
Akhir dari semua perkembangan kanker yaitu berhasil
menyebarkan sel-sel kanker ke bagian kulit lain dan organ-organ tubuh
lainnya, dimana sel-sel tersebut bisa berproliferasi dan metastasis (Miller
dan Mihm, 2006).
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis ditemukan pada melanoma maligna sudah dikenal dengan
Melanoma Maligna ABCDEF, sebagai berikut:
A-Asymetry, yaitu bentuk tumor yang asimetris
B-Border irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur
C-Color variegation, yaitu memiliki lebih dari satu warna seperti cokelat
atau hitam. Bisa juga merah, biru, abu-abu, hipopigmentasi atau
depigmentasi
D-Diameter, yaitu diameter tumor lebih dari 6 mm
E-Evolution atau change, yaitu ada perubahan dari warna, ukuran,
simetris, dan gejala
F-Funny-looking lesions (Bandarchi et al., 2010; Holterhues, 2011)
7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Memberikan pertanyaan riwayat terpapar sinar matahari yang
lama, riwayat kulit terbakar yang berulang akibat paparan sinar matahari,
riwayat menderita melanoma maligna sebelumnya ataupun keluarga
yang pernah menderita melanoma maligna, riwayat immunosuppressant
diseases, dan jika memang ada lesi ditanyakan sesuai Glasgow 7-point
checklist dimana jika ada 2 poin dari kriteria mayor seperti perubahan
ukuran, perubahan warna, dan perubahan bentuk dengan 1 poin dari
kriteria minor seperti mengeluarkan darah, perubahan sensasi, inflamasi
atau diameter lebih dari 7 mm. jika didapatkan 3 poin maka dicurigai
terdapat keganasan kulit (McCourt, Dolan, dan Gormley, 2014).
b. Pemeriksaan Fisik
Ada 4 jenis melanoma maligna yang berbeda terlihat dari
gambaran klinis:
Superficial Spreading Melanoma (SSM) merupakan 70% jenis
melanoma maligna, biasanya berkembang pada tempat yang sebelumnya
ada naevus, mengalami perubahan yang lambat hingga membutuhkan
beberapa tahun, kemudian tumbuh secara vertikal dan berkembang
menjadi nodula biru kehitaman. Berupa plak berukuran 0,5 3 cm
dengan tepi meninggi dan ireguler. Terdapat bermacam-macam warna,
seperti abu-abu, biru, hitam, dan kemerahan (Swetter, Geller, dan
Kirkwood, 2004).
Nodular melanoma (NM), terhitung 15% dari semua
melanomamaligna dan bisa menjadi lebih agresif daripada SSM
denganpermulaan klinis yang pendek. Lesi ini berasal dari de novo
dikulit dan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan,biasanya
dibadan, kepala, atau leher. Biasanya berupa papula berwarna biru atau
hitam, diameternya 1-2 cm, dan berbatas tegas (Chan dan Greenbaum,
2013).
Lentigo Maligna Melanoma (LMM), jenis ini jarang ditemukan di
Indonesia, di Negara barat lokasi yang tersering pada wajah sekitar 4-
10% dan umumnya pada usia tua, pertumbuhannya vertikal dan sangat
lambat, berupa makula kecokelatan. LMM berhubungan dengan paparan
sinar matahari yang panjang dan intens, lebih sering terkena perempuan
daripada laki-laki (Goldstein dan Goldstein, 2001).
Acral Lentigo Melanoma (ALM), ini biasanya banyak ditemukan pada
orang kulit berwarna. Biasa pada orang Asia terutama Jepang, terhitung
insiden 70% di Jepang. Lesi ini berwarna dan sering ditemukan pada
telapak tangan, telapak kaki, atau di bawah nail bed. Jenis ini dinyatakan
paling agresif dibanding jenis yang lain (Bandarchi et al., 2010)
c. Pemeriksaan dermoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan manifestasi klinis Melanoma
Maligna ADCDEF (Suyatno dan Pasaribu, 2010).
d. Pemeriksaan Histopatologi dengan Biopsi
Pemeriksaan histopatologi dengan biopsi ini merupakan standar
diagnosis melanoma maligna. Apabila ditemukan lesi pigmentasi yang
diduga melanoma maligna setelah lesi pigmentasi memenuhi 2 kriteria
mayor dan 1 kriteria minor maka selanjutnya dilakukan biopsi eksisi
luas. Semua lesi yang diduga melanoma maligna seharusnya dihilangkan
sempurna vertikal dan horizontal (Suyatno dan Pasaribu, 2010).Prinsip
biopsi harus sempurna, jenis biopsi tergantung pada ukuran da lokasi
anatomi lesi. Bila kurang dari 2 cm dilakukan eksisi tumor dengan batas
tumor 2-5 mm sedangkan insisi tumor dilakukan ketika diameter lesi
lebih dari 2 cm dan secara anatomi letak lesi sulit seperti di daerah wajah
(Rager, Bridgeford, dan Ollila, 2005). Tindakan lymph node dissection
dan terapi adjuvan dipengaruhi oleh kedalaman lesi. Untuk 5-6 mm
punch biopsy dilakukan untuk mengambil lesi yang mencapai
subcutaneous fat (Goldstein dan Goldstein, 2001).
Laporan histopatologi setidaknya memuat sesuai NIH Consensus
Conference of 1992 dan the French Consensus Conference of 1995,
sebagai berikut:
Diagnosis lesi memang berasal dari sel melanosit dakonfirmasi
keganasa
Ketebalan tumor dalam milimeter (berdasarkan metode Breslow)
Penilaian kesempurnaan eksisi
Tingkat invasi (Clark)
Ada dan luas regresi
Ada dan luas ulkus
Tambahan parameter, yaitu:
Jenis histology
Bertempat di lesi sebelumny
Mitotic index
Invasi ke vascular
Tipe sel
Tumor infiltrating lymphocytes (TILs)
Fase pertumbuhan; vertikal atau radial (Ngrier et al.,2001)
e. Gambaran Histopatologi

8. TERAPI
Punch diagnostik atau excisional biopsi nampaknya excise (dan dalam
beberapa kasus mungkin memang benar-benar menghapus) tumor, tapi lebih
lanjut operasi sering diperlukan untuk mengurangi risiko kekambuhan.
Lengkap Eksisi bedah dengan margin yang memadai dan penilaian untuk
kehadiran dapat dideteksi penyakit metastasis bersama pendek - dan jangka
panjang ikutan standar. Sering hal ini dilakukan dengan "Eksisi lebar lokal"
(WLE) dengan margin 1-2 cm. Malignas melanoma-in-situ dan lentigo
diperlakukan dengan sempit margin bedah, biasanya 0,2-0,5 cm. Banyak ahli
bedah mempertimbangkan 0,5 cm standar perawatan untuk standar Eksisi
melanoma-in-situ, tetapi 0,2 cm margin mungkin dapat diterima untuk operasi
margin yang dikontrol (Bedah Mohs, atau teknik berbilah Alat ganda dengan
margin kontrol). Eksisi lebar bertujuan untuk mengurangi tingkat tumor
pengulangan di situs lesi asli. Ini adalah pola umum perawatan kegagalan dalam
melanoma. Penelitian yang cukup besar ditujukan untuk menelaah margin yang
sesuai untuk Eksisi dengan kecenderungan umum perawatan yang kurang
agresif selama dekade terakhir.
Bedah Mohs telah dilaporkan dengan tingkat cure sebagai rendah sebagai
77% dan setinggi 98% untuk melanoma di situ.
Melanoma yang menyebar biasanya melakukannya untuk kelenjar getah
bening di region tumor sebelum menyebar di tempat lain. Upaya untuk
meningkatkan kelangsungan hidup dengan menghapus pembedahan kelenjar
getah bening (lymphadenectomy) yang dikaitkan dengan banyak komplikasi tapi
sayangnya tidak ada manfaat kelangsungan hidup secara keseluruhan. Baru-baru
ini dan teknik sentinel nodus limfa biopsi telah dikembangkan untuk
mengurangi komplikasi dari operasi nodus limfa sementara memungkinkan
penilaian keterlibatan node dengan tumor.controversial dan tanpa
memperpanjang kelangsungan hidup, "sentinel nodus limfa" biopsi sering
dilakukan, terutama untuk T1b / T2 + tumor, mukosa tumor, okular melanoma
dan tumor anggota badan. Proses yang disebut lymphoscintigraphy dilakukan di
mana pelacak radioaktif disuntikkan di tempat tumor untuk melokalisasi
"sentinel node(s)". Lebih lanjut ketepatan disediakan menggunakan pewarna
biru pelacak dan operasi dilakukan untuk biopsi node(s). Rutin h & e noda, dan
immunoperoxidase noda akan cukup untuk mencegah keterlibatan node. Tes
PCR pada node, biasanya dilakukan untuk menguji untuk masuk ke dalam uji
klinis, sekarang menunjukkan bahwa banyak pasien dengan SLN negatif benar-
benar memiliki sejumlah kecil sel-sel yang positif pada node mereka. Cara lain,
aspirasi jarum dapat dilakukan dan sering digunakan untuk menguji massa.
Apakah nodus limfa positif, tergantung pada tingkat nodus limfa yang
menyebar, pembedahan radikal nodus limfa sering dilakukan. Jika penyakit
benar-benar resected, pasien akan dipertimbangkan untuk terapi ajuvan.
a. Ajuvan perawatan
Risiko tinggi melanoma mungkin memerlukan ajuvan perawatan. Di
Amerika Serikat yang sebagian besar pasien dalam kesehatan yang baik akan
mulai setahun dosis tinggi interferon perawatan, yang memiliki efek samping
yang parah tetapi mungkin meningkatkan pasien prognosis. Klaim ini tidak
didukung oleh semua penelitian saat ini, dan di Eropa interferon biasanya tidak
digunakan di luar lingkup uji klinis.
Metastasis melanoma dapat dideteksi oleh sinar-X, CT scan, MRI,
hewan Peliharaan dan hewan Peliharaan/CTs, USG, Deteksi pengujian dan
photoacoustic LDH.
b. Kemoterapi dan Immunotherapy
Berbagai agen kemoterapi digunakan, termasuk dacarbazine (juga
disebut DTIC), immunotherapy (dengan interleukin-2 (IL-2) atau interferon
(IFN)) serta perfusi lokal yang digunakan oleh pusat-pusat yang berbeda.
Mereka kadang-kadang dapat menunjukkan keberhasilan dramatis, namun
keseluruhan keberhasilan dalam metastatik cukup terbatas. IL-2 (Proleukin)
adalah terapi baru pertama yang disetujui untuk pengobatan metastatik dalam 20
tahun. Penelitian telah menunjukkan bahwa IL-2 menawarkan kemungkinan
pengampunan lengkap dan tahan lama di penyakit ini, meskipun hanya dalam
persentase kecil dari pasien. Sejumlah agen-agen baru dan pendekatan baru
berada di bawah evaluasi dan menunjukkanjanji. Partisipasi percobaan klinis ini
harus dianggap sebagai standar perawatan untuk melanoma metastatik.Pada
tahun 2005, fase III uji klinis untuk vaksin melanoma dihentikan setelah
menunjukkan manfaat kecil dibandingkan dengan plasebo. Pada 23 Juni 2008,
para ilmuwan Israel dari Institut onkologi Hadassa Medical Center di Yerusalem
[http://www.israelnationalnews.com/News/Flash.aspx/148679 mengumumkan
mereka mengembangkan vaksin yang mencegah rekuren penyakit di antara
sebelumnya penderita dan meningkatkan kemungkinan bertahan hidup bagi
orang-orang yang saat ini. Salah satu paling menjanjikan pendekatan pengobatan
eksperimental saat ini, juga immunotherapy, adalah OncoVEX GM-CSF
(BioVex Inc, Woburn, MA) yang saat ini sedang dalam fase 3 uji klinis yang
mengikuti tingkat yang sangat tinggi dari kemanjuran diamati dalam fase 2.
c. Lentigo maligna perawatan
Standar Eksisi masih sedang dilakukan oleh kebanyakan ahli bedah.
Sayangnya, tingkat pengulangan melebihi tinggi (hingga 50%). Hal ini
disebabkan oleh margin bedah terlihat sakit didefinisikan, dan lokasi wajah lesi
(sering memaksa dokter bedah menggunakan margin bedah yang sempit). Bedah
sempit margin yang digunakan, dikombinasikan dengan keterbatasan roti standar
teknik loafing jaringan tetap histologi - hasil yang tinggi "palsu negatif" tingkat
kesalahan, dan sering rekuren. Margin dikontrol (perifer margin) diperlukan
untuk menghilangkan kesalahan negatif yang palsu. Jika breadloafing yang
digunakan, jarak dari bagian harus pendekatan 0.1 mm untuk memastikan bahwa
metode pendekatan lengkap margin kontrol.
Bedah Mohs telah dilakukan dengan tingkat cure dilaporkan serendah
77%, "pisau bedah ganda" margin perifer yang dikontrol Eksisi metode dengan
metode Mohs mengendalikan margin, tapi memerlukan seorang ahli patologi
akrab dengan kompleksitas mengelola margin vertikal pada bagian perifer tipis
dan noda metode.
Beberapa melanocytic nevi, dan melanoma-in-situ (lentigo maligna)
telah diselesaikan dengan sebuah pengobatan eksperimental, krim topikal
imiquimod (Aldara), kekebalan yang meningkatkan agen. Beberapa
dermasurgeons yang menggabungkan metode 2: pembedahan excising kanker
dan kemudian memperlakukan daerah dengan Aldara krim pascaoperasi selama
tiga bulan. Mengingat tingkat cure yang sangat miskin dengan standar Eksisi, itu
mungkin tidak akan ide buruk untuk menindaklanjuti semua excisions bedah
dengan perawatan topikal imiquimod.
d. Radiasi dan terapi lain
Terapi radiasi sering digunakan setelah Reseksi bedah untuk pasien
dengan melanoma lokal atau regional lanjutan atau untuk pasien dengan
metastasis jauh unresectable. Ini mungkin mengurangi tingkat lokal pengulangan
tetapi tidak memperpanjang kelangsungan hidup.
Dalam penelitian pengaturan terapi lain, seperti gen terapi, dapat diuji.
Radioimmunotherapy metastatik sedang diselidiki.Pengobatan eksperimental
yang dikembangkan di National Cancer Institute (NCI), bagian dari National
Institutes of Health di AS digunakan dalam lanjutan () metastatik dengan sukses
di pasaran.Pengobatan, transfer angkat berubah secara genetik autologous
limfosit,tergantung pada memberikan gen yang menyandikan disebut reseptor
sel T (menghasilkan), ke pasien limfosit. Setelah itu manipulasi limfosit
mengenali dan mengikat molekul tertentu ditemukan pada permukaan sel-sel
melanoma dan membunuh mereka.
Pengobatan baru yang melatih sistem kekebalan tubuh untuk melawan
kanker telah menunjukkan manfaat sederhana dalam tahap akhir pengujian
terhadap melanoma.

9. PROGNOSIS
a. Usia
Beberapa penelitian melaporkan bahwa seiring bertambah usia pasien
menandakan prognosis buruk sesuai hubungannya denga overall survival
rates. Laki-laki dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki mortalitas yang
tinggi pada melanoma maligna. Seperti yang diketahui bahwa semakin
bertambah usia berpengaruh terhadap penurunan mekanisme pertahanan
imun tubuh (Nagore et al., 2006).
b. Jenis Kelamin
Banyak dari penelitian telah melaporkan bahwa perempuan memiliki
survival rates yang lebih baik daripada laki-laki, walau telah disesuaikan
juga dengan tebal tumor dan letak tumor (de Vries et al.,2007).
c. Letak Tumor
Letak melanoma maligna sesuai anatomi berbagai hasil dampaknya
terhadap survival rate. Sesuai penelitian yang dilakukan AJCC, letak
melanoma maligna di badan, kepala, dan leher berhubungan dengan
prognosis buruk daripada letak melanoma maligna di ekstremitas (Garbe
et al., 1995).
d. Ketebalan Tumor
Ketebalan tumor beradasarkan metode Breslow dari tumor primer
menunjukkan hubungan dengan survival rate pada penyakit stage I dan
II. semakin meningkat ketebalan tumor semakin menurun survival rate.
Sebelum AJCC 7th edition tahun 2009 di publikasikan, tingkat invasi
Clark berpengaruh terhadap survival rate, namun sekarang sudah
digantikan posisinya oleh mitotic index (de Vries et al., 2006).
e. Ulkus
Ulkus disebut sebagai faktor bebas prognosis di dalam AJCC 7thedition
tahun 2009 yang mana sangat berhubungan dengan survival. Terdapat
ulkus pada tumor primer berisiko berkembangnya penyakit lebih parah
dan menurunkan survival rate. Ulkus berhubungan dengan
ketebalan tumor, dimana ulkus jarang pada melanoma maligna yangb
tipis (6% untuk melanoma maligna < 1 mm) dan banyak pada melanoma
maligna yang tebal (63% untuk melanoma maligna > 4 mm). pada
penyakit stage III, ulkus berpengaruh yang signifikan pada overall
survival (Balch et al., 2009).
f. Mitotoc Index
Pada beberapa pustaka dan penelitian memperlihatkan hasil yang
mendukung hubungan yang signifikan antara tumor mitotic index dengan
prognosis pada melanoma maligna. Mitotic index dihitung sebagai
jumlah mitosis per millimeter kuadrat, ini biasanya dihitung jumlah
mitosis yang nampak pada 5 lapangan pandang mikroskop daya kuat
(x40), dimulai dari lapangan pandang yang paling banyak mitosis. Pada
AJCC 7th edition tahun 2009 sudah dicantumkan mitotic index sebagai
salah satu penentu staging. Pada pasien dengan mitotic index 0/mm
memiliki hasil yang signifikan untuk survival rate yang baik daripada
pasien dengan mitotic index 1/mm (Paek et al., 2008).
g. Faktor histologi lain
Faktor lain yang mungkin berpengaruh pada prognosis melanoma
maligna seperti terdapat microsatellitosis, tumor infiltrating lymphocytes
(TILs), regresi, tumor lymphamgiogenesis, dan radial versus vertical
growth phase (Paek et al., 2008).
B. KERATOSIS SEBOROIK
1. KASUS
Seorang laki-laki 60 tahun, pensiunan polisi lalu lintas datang ke dokter dengan
keluhan muncul bintil-bintil kehitaman di wajahnya. Keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang
lalu. Awal keluhan bintil hanya sedikit, berwarna coklat muda, semakin lama semakin
banyak dan berwarna lebih gelap seperti tahi lalat. Pasien tidak mengeluh gatal maupun
nyeri, tetapi merasa terganggu secara kosmetik. Sewaktu masih aktif berdinas, pasien
sering terpapar matahari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan UKK papul, hiperpigmentasi, permukaan verukosa.
Dari wawancara selanjutnya, diketahui ayah pasien juga menderita penyakit yang sama.
Oleh dokter dirujuk ke bagian kulit, dilakukan bedah listrik elektrokauter, kemudian
diberikan obat antibiotika topikal dan analgetik oral.
Penderita dianjurkan untuk melindungi diri dari paparan sinar matahari langsung.
2. DEFINISI

Keratosis seboroik biasa juga disebut keratosis senil, veruka seboroik senilis,
seboroik wart, papiloma sel basal.Keratosis seboroik merupakan suatu tumor jinak pada
lapisan kulit paling luar yang banyak muncul pada orang usia tua, sekitar 20% dari
populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia pertengahan.

Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan
keratosis seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis
seboroik dapat muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang
banyak atau multipel. Keratosis seboroik ini dapat terjadi pada hampir semua badan
kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki oleh karena daerah tersebut jarang terpapar
oleh sinar matahari.

3. EPIDEMIOLOGI
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor
jinak pada kulit yang paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat.
Angka frekuensi untuk munculnya keratosis seboroik terlihat meningkat seiring
dengan peningkatan usia seseorang. Pada tahun 1963, Tindall dan Smith
meneliti populasi dari individu yang sudah berusaha >64 tahun di Carolina
Utara dan mendapatkan hasil bahwa 88% dari populasi tersebut setidaknya
memiliki paling kurang satu lesi keratosis seboroik. Dalam penelitian ini,
keratosis seboroik ditemukan pada 38% wanita kulit putih dan 54% pada pria
kulit putih, sekitar 61% pada pria kulit hitam dan 10% lebih pada wanita kulit
hitam.
Pada tahun 1965 Young memeriksa 222 orang yang tinggal di panti
jompo Orthodox Jewish di New York dan menemukan bahwa 29,3% pria dan
37,9% pada wanita memiliki lesi keratosis seboroik. Keratosis seboroik
biasanya terjadi pada orang-orang kulit putih. Perbandingan pada laki-laki
dengan wanita sama.2,4
Di Inggris, pada tahun 2000, Memon menemukan bahwa populasi
dengan usia yang <40 tahun hanya 8,3% yang memiliki sedikitnya satu macam
lesi keratosis seboroik pada laki-laki dan 16,7% sedikitnya satu macam lesi
keratosis seboroik pada wanita.2,4
Keratosis seboroik ditemukan lebih banyak pada orang kulit putih
dibandingkan dengan orang kulit hitam, tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Keratosis seboroik merupakan tumor jinak yang paling sering
terjadi pada orang usia tua. Insidennya meningkat sesuai dengan umur. Kadang
disebutkan bahwa keratosis seboroik merupakan bagian dari penuaan karena
lebih banyak ditemukan pada usia lanjut.
Keratosis seboroik lebih sering muncul pada daerah yang sering terpapar
sinar matahari, terutama pada daerah leher dan wajah, walaupun tidak menutup
kemungkinan biasanya dapat terjadi hampir semua daerah tubuh yang terkena
matahari kecuali telapak tangan dan telapak kaki.

4. ETIOLOGI

Penyebab pasti dari keratosis seboroik belum diketahui. Ada pendapat


yang mengatakan bahwa faktor keturunan memegang peranan penting. Beberapa
kasus menurun melalui autosomal dominan. Ada pula yang mengatakan bahwa
terpapar sinar matahari secara kronis yang menjadi penyebabnya. Ada pula yang
mengatakan diduga infeksi virus berdasarkan gambaran klinis kutilnya. DNA dari
human papiloma virus didapat pada 40 kasus keratosis seboroik genital dan 42 dari
55 kasus keratosis seboroik non genital.

5. PATOFISIOLOGI

Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat


dalam pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari
ekspresi reseptor immunoreactive growth hormone di keratinosit pada epidermis
normal dan keratosis seboroik.

Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalan meng-encode reseptor tyrosine
kinase FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada beberapa
tipe keratosis seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis
dalam patogenesis keratosis seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor
transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta dalam memberika sinyal transduksi
guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi
FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40% keratosis seboroik
akantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid.

Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi


keratosis seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit
disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1
memiliki efek simulasi ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit
manusia dan telah terbukti terlibat sabagai salah satu peran penting dalam
pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis seboroik.

6. GAMBARAN KLINIK
Common Seborrheic Keratosis
Sinonim: basal cell papilloma, solid seborrheic keratosis. Jenis ini dianggap
sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan epidermis hiperplastik dan
berbatas tegas yang menggantung di sekitar kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel
basaloid yang seragam. Kista-kista keratin kadang lebih banyak, dan bisa
tampak didalam folikel dan diluar folikel. Melanosit terkadang muncul dalam
jumlah banyak, dan produksi pigmennya menghasilkan warna luka hitam.
Perpindahan pigmen ke keratinosit kelihatan cukup normal.
Reticulated Seborrheic Keratosis
Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-sel basaloid turun dari
dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma kolagen
eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan sel basaloid dan
dapat membentuk lesi yang banyak.
Stucco Keratosis
Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic keratosis,
serrated seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis. Stucco keratosis
muncul berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit atau benjolan
berwarna putih abu-abu yang muncul di tungkai bagian bawah. Penampakan
sel epidermal seperti puncak menara gereja mengelilingi inti kolagen
membentuk hiperkeratosis seperti jalinan keranjang. Keratinosit yang
bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak ditemukan pada lesi ini,
meskipun secara klinis lesi ini bisa menyerupai kutil virus yang kecil.
Clonal Seborrheic Keratosis
Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang tidak
selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus longgar di dalam
jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah keratinosit,
sarang-sarang tersebut mengandung melanosit dalam jumlah besar. Keratinosit
ini ukurannya bisa bermacam-macam.
Irritated Seborrheic Keratosis
Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous cell acanthoma.
Kelainan kulit eksematous berubah menjadi keratosis seboroik yang khas.
Penyebab dari reaksi eksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan
trauma, tapi belum dapat dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis seboroik
memperlihatkan bagian-bagian dari perubahan inflamasi, banyak lingkaran
atau pusaran dari sel-sel eosinofilik skuamous yang merata dan tertata seperti
bawang. Ini menyerupai mutiara keratin dalam sel karsinoma bersisik, tapi bisa
dibedakan oleh besarnya jumlah mereka, kecilnya ukuran, dan bentuknya yang
terbatas. Keratinosit dalam suatu keratosis seboroik yang iritasi menunjukan
tingginya tingkat keratinisasi atau keratosis seboroik yang sudah dewasa
dibandingkan dengan common seborrheic keratosis.
Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia
Sel atipik dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic. Lesi
tersebut bisa sangat mirip dengan penyakit Bowens atau karsinoma sel
squamous yang invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik
itu akibat dari iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel squamous.
Sebaiknya untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya. Melanoacanthoma
Sinonim: pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap dari
pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit
dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin, sebaliknya di
sekitar keratinosit sangat sedikit mengandung melanin. Melanosit dapat
berkembang menjadi sarang, yang melebar dari lapisan basal ke lapisan
superfisial epidermis. Lesi ini tidak berpotensi menjadi ganas. Dermatosis
Papulosa Nigra Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah
yang tampak pada orang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang
berkulit lebih gelap dari ras lain, nampak merupakan varian dari keratosis
seboroik. Lesi ini merupakan erupsi papul yang berpigmen pada wajah dan
leher. Mereka menyerupai melanoacanthoma kecil-kecil. Gambaran histologis
seperti common seborrheic keratosis tapi berukuran lebih kecil. The Sign of
Leser-Trelat Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign
of Leser-Trelat, disebutkan berkaitan dengan multipel internal malignancies
yang tersembunyi dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang paling
sering dihubungkan adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan payudara.
Tanda ini juga telah dilaporkan dengan berbagai macam tumor, termasuk
limfoma, leukemia, dan melanoma. Tanda ini juga disebutkan bahwa
berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki terkait
dengan penyakit keganasan dan dengan acanthosis nigricans. Bukti yang
mendukung dugaan hubungan keratosis seboroik dengan keganasan sangat
sedikit. Banyak kanker yang dikaitkan dengan keratosis seboroik adalah kanker
umum. Keratosa seborik juga umum. Membuktikan hubungan kausal yang
tidak umum antara kanker umum dan kelainan kulit yang umum merupakan hal
sulit. Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin menunjukkan
peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit dan keratosis
seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja, dibutuhkan
keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada pasien dengan
dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal. Kemoterapi, khususnya
citarabine, bisa menyebabkan peradangan keratosis seboroik, khususnya ketika
dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat. Maligna acanthosis nigricans muncul
sebanyak 35% pasien dengan tanda Leser-Trelat, yang menunjukkan kesamaan
mekanisme. Namun, hubungan sebenarnya antara erupsi keratosis seboroik
multipel dengan keganasan organ dalam masih harus dijelaskan.

7. DIAGNOSIS
Pada anamnesis biasanya keratosis seboroik tidak menunjukkan gejala,
tetapi mengganggu penderitanya. Keratosis seboroik selalu muncul awalnya
sebagai satu atau lebih makula datar, berbatas tegas dan berwarna coklat.
Lesinya dapat jarang atupun banyak.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan satu atau lebih lesi yang datar,
berwarna coklat dan berbatas tegas yang dapat berkembang menjadi lesi
dengan permukaan yang verukosa. Lesi tumbuh pada kulit yang normal.
Ukurannya bervariasi antara 1 mm sampai beberapa sentimeter. Lesi yang
paling kecil terdapat di sekitar orifisium folikel, terutama pada punggung.
Seiring dengan waktu, lesi menjadi lebih tebal dan penampakannya menjadi
bertangkai dan tertanam pada permukaan kulit.
Tipe superfisial dari keratosis seboroik harus dibedakan dengan simpel
lentigo atau lentigo maligna dan dari aktinik keratosis terutama pada wajah.
Celah yang baik pada permukaannya mungkin dapat membantu. Jenis lesi yang
berupa kubah berpigmen mungkin sangat mirip dengan nevus melanositik,
tetapi permukaannya tidak terlalu berkilat dan satu saluran folikel tersumbat.
Lesi keratosis yang mengalami inflamasi dapat membingungkan dengan
melanoma maligna. Jika lesinya diterapi dengan antibiotik topikal selama 3-5
hari, diagnosis mungkin lebih jelas. Pada keadaan ragu-ragu dalam
menegakkan diagnosis, pemeriksaan histopatologis harus dilakukan.
Pemeriksaan histopatologis juga sebaiknya diminta pada semua spesimen yang
telah dihilangkan.
8. GAMBARAN HISTOPATOLOGI

9. TERAPI
Jika mengalami iritasi atau terasa gatal atau mengganggu penampilan,
maka bisa dilakukan pengobatan dengan salah satu dari ketiga cara berikut:
Krioterapi atau pembekuan.
Digunakan cairan nitrogen untuk membekukan keratosis seboroik. Akan
terbentuk lepuhan yang selanjutnya akan mengering membentuk keropeng.
Dalam waktu beberapa minggu, keratosis biasanya akan lepas sendiri tanpa
meninggalkan bekas atau kadang meninggalkan bintik hitam yang lama-lama
akan memudar.
Kuretase adalah teknik pemotongan keratosis dengan menggunakan pisau
bedah.
Elektrosurgeri menggunakan arus listrik untuk membakar keratosis seboreik.

10. PROGNOSIS
Prognosis penderita dengan keratosis seboroik tidak seburuk yang dipikirkan.
Diagnosis dini serta pembedahan yang segera bertanggung jawab untuk membuat
statistik ini menjadi lebih baik. Jika penanganan tidak tepat, lesi bekas eksisi akan
berubah menjadi melanoma. Namun, pada umumnya, penanganan keratosis seboroik
memiliki hasil yang memuaskan.

C. KARSINOMA SEL SKUAMSOSA


Seorang pria berumur 50 tahun datang berobat ke rumah sakit dengan
keluhan adanya daging tumbuh pada kelamin, kira-kira sejak 10 tahun yang lalu,
mula-mula benjolan kecil makin lama makin besar dan mudah berdarah. Pasien
belum pernah disunat. Pada pemeriksaan fisik dijumpai status generalisata baik,
status dermatologis terlihat benjolan dengan permukaan tidak rata, ulserasi,
berwarna kuning kemerahan, mudah berdarah dengan pinggir keras.
Pada pemeriksaan histopatologi dijumpai sediaan jaringan dengan epitel tatah
berlapis yang mengalami disorganisasi dengan inti membesar pleomorfik. Kromatin
padat berkelompk, sitoplasma eosinofilik, juga dijumpai adanya formasi mutiara tanduk
(masa keratin). Stroma terdiri dari jaringan ikat dengan serbukan sel-sel radang limfosit.
1. DEFINISI
Karsinoma sel skuamosa kulit adalah suatu proliferasi ganas dari
keratinosit epidermis yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak
dan merupakan salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah
basalioma. Faktor predisposisi karsinoma sel skuamosa kulit antara lain radiasi
sinar ultra violet, bahan karsinogen, arsenik dan lain lain.

2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat karsinoma sel skuamosa kulit merupakan tumor ganas kulit
non melanoma ke-2 terbanyak setelah karsinoma sel basal dan merupakan 20 %
dari keganasan kulit. Pada data American Cancer Society didapatkan
perbandingan antara karsinoma sel skuamosa kulit dengan karsinoma sel basal
1:3. Karsinoma sel skuamosa kulit lebih sering dijumpai pada orang kulit putih
daripada kulit berwarna dan lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita, terutama pada usia 40 50 tahun. Insiden karsinoma sel
skuamosa kulit meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Karsinoma sel skuamosa merupakan bentuk kedua terbanyak pada


kanker kulit setelah karsinoma sel basal, frekuensinya meningkat pada kulit yang
sering terpapar dengan sinar matahari dan pada usia tua. Insidensi tertinggi pada
usia 50- 70 tahun, paling sering pada kulit berwarna pada daerah tropik, dan
insidensi pria 2-3 x lebih banyak dibandingkan dengan wanita, mungkin hal ini
disebabkan karena pria lebih sering terpapar dengan sinar matahari.

3. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang paling utama dari lingkungan terhadap kejadian SCC
adalah pajanan matahari yang kronik. Pajanan dari UVA dan UVB merupakan
kandungan radiasi dari matahari yang bersifat karsinogenis. Selain faktor risiko
di atas, beberapa penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antar infeksi HPV
dengan kejadian SCC. HPV mengakibatkan terjadinya kerusakan DNA dari
keratinosit. Gangguan dari DNA repair genes (misalnya pada xeroderma
pigmentosum) dan mutasi dari gen p53 mengakibatkan terus berlangsungnya
karsinogenesis SCC.

Faktor faktor lain yang berhubungan dengan peningkatan risiko SCC adalah:
Supresi imunitas
Penggunaan tembakau (biasanya pada SCC di bibir)
Penggunaan NSAID
Terpapar arsen ( berhubungan dengan arsenical keratoses)
Ulkus yang kronis dan bekas luka.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan menurunnya risiko SCC adalah:


Penggunaan Sunscreen
Faktor nutrisional

4. KLASIFIKASI DAN STAGING


Karsinoma sel skuamosa kulit pada umumnya sering terjadi pada usia 40
50 tahun dengan lokasi yang tersering adalah pada daerah yang banyak
terpapar sinar matahari seperti wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan
dan tungkai bawah.
Secara klinis ada 2 bentuk karsinoma sel skuamosa kulit :
1. Karsinoma sel skuamosa kulit in situ
Terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi kulit yang telah ada
sebelumnya seperti solar keratosis, kronis radiasi keratosis, hidrokarbon
keratosis, arsenikal keratosis, kornu kutanea, penyakit Bowen dan
eritroplasia Queyrat. Karsinoma sel skuamosa kulit insitu ini dapat menetap
di epidermis dalam jangka waktu lama dan tak dapat 11diprediksi, dapat
menembus lapisan basal sampai ke dermis dan selanjutnya bermetastas
melalui saluran getah bening regional.
2. Karsinoma sel skuamosa kulit invasif
Karsinoma sel skuamosa kulit invasif dapat berkembang dari karsinoma sel
skuamosa kulit insitu dan dapat juga dari kulit normal, walaupun jarang.
Karsinoma sel skuamosa kulit yang dini baik yang muncul pada karsinoma
insitu, lesi pramaligna atau kulit yang normal, biasanya adalah berupa nodul
keciol dengan batas yang tidak jelas, berwarna sama dengan warna kulit atau
agak sedikit eritema. Permukaannya mula - mula lembut kemudian
berkembang menjadi verukosa atau papilamatosa. Ulserasi biasanya timbul
di dekat pusat dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat, sering sebelum
tumor berdiameter 1 2 cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah
berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras, dapat
dijumpai adanya krusta.
Stadium Klinis
Klasifikasi dari karsinoma sel skuamosa kulit mempergunakan sistem
TNM dari UICC, yaitu :
T untuk besar tumor primer, dibagi atas :
Tx keadaan awal, tumor sulit dijumpai 12
Tis karsinoma insitu, sel-sel tumor belum menginfiltrasi lapisan papilaris
dermis
T0 tumor primer tidak ditemukan
T1 diameter tumor terbesar < 2 cm, terletak superfisial atau di lapisan
epidermis atau tumbuh exofitik
T2 diameter tumor terbesar 2 5 cm atau sudah ada infiltrasi minimal ke
dermis
T3 diameter tumor terbesar > 5 cm atau sudah ada infiltrasi ke dalam
dermis
T4 tumor yang sudah mengenai unsur lain : fascia, otot, tulang rawan,
Tulang diameter dari tumor juga berpengaruh terhadap timbulnya metastase
dan terjadinya kekambuhan karena pada lesi yang luas umumnya gambaran
differensiasinya moderat dan buruk kemungkinannya terjadinya
kekambuhan menjadi lebih besar.
N untuk limfonodi yang terkena dibagi atas :
Nx keadaan awal dari penyebaran ke limfonodi regional sulit diketahui
N0 tidak dijumpai kelenjar limfe regional yang membesar
N1 ada pembesaran kelenjar limfe regional13
M untuk metastase jauh yang terjadi:
Mx keadaan awal untuk mengetahui metastase sulit
M0 tidak ada metastase jauh
M1 ada metastase jauh pada organ lain (paru, tulang, hepar, otak, pleura)
Metastase karsinoma sel skuamosa kulit yang sebelumnya normal yaitu 3 %,
mukokutan metastase 11 %, skar luka bakar atau adanya lesi sebelumnya
metastase 10 30 %. Sedangkan proses terjadinya metastase dari sakit
selang 1 bulan 2,5 %, 6 bulan 40 %, 1 tahun 70 %.
Stadium klinis berdasarkan TNM yaitu :
Stadium I = T1N0M0
Stadium II = T2 T3 N0M0
Stadium III = T4N0M0 atau any TN1M0
Stadium IV = Any T Any N dan M1
Stadium klinis ini berpengaruh terhadap kekambuhan karsinoma sel
skuamosa kulit karena pada stadium yang lebih tinggi sudah terjadi
metastase pada kelenjar limfe regional ataupun T dari tumor yang lebih besar
atau sudah infiltrasi lebih dalam. Pertumbuhan sel kanker juga dikarenakan
zeta chain TCR (T cell receptor) yang hilang. Makin banyak zeta chain yang
hilang maka makin agresif atau makin tinggi stadiumnya.
5. GAMBARAN KLINIS
A. Anamnesis
Anamnesis ditujukan pada adanya faktor risiko, riwayat solar burn,
riwayat transplantasi organ, konsumsi obat-obatan immunosupresif, HIV, dan
sebagainya. Riwayat pertumbuhan tumor dari kulit yang sehat (de novo), atau
dari lesi yang sebelumnya ada.3
Perlu diperhatikan kemungkinan adanya lesi yang multiple, terutama
pada pasien kulit putih. Riwayat keluarga, atau pernah menderita kanker kulit
sebelumnya, juga merupakan faktor risiko.
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terutama ditujukan pada daerah tumor primer dan regional
lymph nodes basin nya. Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan bentuk/morfologi
tumor primer, pada tahap awal SCC akan terlihat berupa papul atau nodul yang
kemerahan dan nyeri. Biasanya nodul atau papul ini di lapisi oleh lapisan
hyperkeratosis, lesi ini berkembang dalam waktu bulanan dan semakin nyeri. pada
tahap lanjut akan berbentuk fungating bentukan seperti bunga kol (cauliflower).
Selain itu perlu diperhatikan adanya ulserasi, ada tidaknya krusta, kedalaman infiltrasi
penting untuk mengetahui kemungkinan terkenanya struktur lain (tulang, kartilago), dan
potensi metastasis. Pada beberapa kasus, terutama lesi di kaki dan kulit kepala, maka
gambaran SCC ini akan terlihat berupa ulserasi tanpa didahului nodul atau
pembengkakan lainnya
Palpasi dengan teliti KGB regional ada tidaknya pembesaran KGB, dan
pemeriksaan kemungkinan adanya metastasis, jauh seperti ke paru, hati, dan
sebagainya.

6. PENATALAKSANAAN
Tindakan terapi untuk SCC tergantung dari lokasi anatomi, besar, kedalaman
invasi/ infiltrasi, grading histology, ada tidaknya KGB regional yang membesar/
terkena, riwayat terapi/ pembedahan sebelumnya, metastasis jauh dan kemampuan ahli
bedah.
Modalitas terapi yang utama adalah pembedahan, yaitu eksisi luas, dengan
surgical safety margin yang adekuat (1cm atau lebih). Defek pembedahan dapat ditutup
dengan jahit primer, skin grafting (partial or full, advancement flap, interpolation flap.
Untuk defek yang besar dapat dilakukan rekontruksi dengan distant flap atau free
vascularized graft.
Untuk lesi di daerah sulit, seperti pad acanthus, nasolabial, pre-orbital,
periauricular, dianjurkan untuk dilakukan Mosh Micrographic Surgery, dan bila tidak
mungkin dilakukan eksisi luas dan rekontruksi. SCC dengan infiltrasi/ invasi jaringan
sekitar ( tulang, kartilago, dan lain-lain) dapat dilakukan compound exicision &
reconstruction, dan atau pemberian radioterapi (jika margin + atau sempit).
Untuk lesi di penis dilakukan partial atau total penectomy dan biopsi sentinel node
inguinal ( KGB pada fossa ovalis femur) dan jika KGB+, dilakukan diseksi inguinal
superficialis. SCC anus, dapat dilakukan eksisi luas dan pada SCC yang besar/
inoperabel dapat diberikan kemoterapi (berbasis cisplatum) atau radioterapi atau
diberikan secara concomitant

7. PROGNOSIS
Penentuan potensi biologis dari SCC dan risiko terjadinya metastasis dapat
diprediksi dari 7 kategori indikator. Indikator-indikator tersebut adalah : 5,6,7
Staging T, N, M
Metastasis local yang menyebar melalui sirkulasi limfe atau persarafan tidak
dicakup oleh sistem yang ada dan biasanya berhubungan dengan tumor yang
rekuren atau persisten
SCC lokal yang rekuren dan atau persisten dan atau pengobatan yang tidak
adekuat.
Lokasi anatomis terjadinya lesi primer.
Peningkatan SCC dari faktor etiologi selain paparan sinar matahari.
Faktor dari pasien ( immunosupresi dan dan komorbid dari kulit yang
berhubungan).
GAMBARAN HISTOPATOLOGI KARSINOMA SEL SKUAMOSA

D. NEVUS PIGMENTOSUS
1. DEFINISI
Nevus pigmentosus merupakan tumor jinak yang tersusun dan sel-sel
nevus. Kelainan kulit yang disertai dengan pigmentasi merupakan masalah yang
banyak ditemukan di klinik, salah satunya adalah nevus pigmentosus. Hampir
setiap orang mempunyai nevus, sedangkan nevus yang mengalami perubahan
mempunyai risiko 400 kali lebih tinggi untuk menjadi ganas.
2. ETIOLOGI
Sel-sel nevus kulit berasal darineural crest, sel-sel ini membentuk
sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut
dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk
sarang-sarang pada dermis.
3. MANIFESTASI KLINIK
Nevus pigmentosus dapat terjadi di semua bagian kulit tubuh, termasuk
membrana mukosa dekat permukaan tubuh. Lesi dapat datar, papuler. atau
papilomatosa, biasanya berukuran 24 mm. namun dapat bervariasi dari sebesar
peniti sampai sebesar telapak tangan. Pigmentasinya juga bervariasi dari warna
kulit sampai coklat kehitaman.
Nevus pigmentosus kongenital merupakan nevus yang terdapat sejak
lahir atau timbul beberapa bulan setelah kelahiran. Menurut ukurannya dapat
dibagi menjadi 3 kelompok : lesi kecil bila diameter nevus lebih kecil dari 1,5
cm sampai dengan 20 cm, dan lesi luas (giant) bila bergaris tengah lebih dari 20
cm.

4. ETIOLOGI
Penyebab SNE belum diketahui dengan pasti, namun diduga karena
adanya kesalahan migrasi dan perkembangan jaringan embrionik atau terjadinya
kesalahan pada proses pemisahan ektoderin darineural tube
5. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini lebih sering disertai dengan kelainan skeletal, saraf dan
mata. Kelainan skeletal ditemukan pada 15-70% pasien, kelainan neurologik
ditemukan pada 15-50% pasien dan kelainan mata ditemukan pada 9-30%
pasien. Sindrom nevus epidermal merupakan suatu kasus yang jarang
ditemukan. Angkakejadiannya hanya 16% dari seluruh kasus nevus epidermal.
Penyakit ini dapat ditemukan sejak lahir hingga usia 40 tahun dengan
perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan.
6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Secara histopatologi dikenal nevus junctional, nevus compound dan
nevus dermal. Seperempat sampai sepertiga kasus melanoma maligna dikatakan
berasal dari nevus pigmentosus. Tipe nevus penting diketahui untuk menentukan
prognosis. Dari ketiga tipe nevus, dikatakan bahwa nevus junctional lebih
mempunyai potensi untuk menjadi ganas.

Terlihat di bawah epidermis sarang-sarang sel yang bulat dan poligonal (sarang-
sarang nevus yang mengandung pigmen-pigmen melanin intra dan ekstraseluler)
Terlihat nyata batas antara sarang sel dengan jaringan di bawahnya
Didapatkan pigmen coklat/ melanin di dalam sitoplasma dan di luar sel/
ekstraseluler.

Gambaran histopatologis nevus pigmentosus Diagnosis Banding : Melanoma maligma, nevus


biru, nevus sel epiteloid dan atau nevus spindel. KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis
seboroik berpigmen.

7. Pengobatan

Pada umumnya tidak diperlukan pengobatan. Namun bila menimbulkan masalah


secara kosmetik, atau sering terjadi iritasi karena gesekan pakaian, dapat dilakukan
bedah eksisi. Bila ada kecurigaan ke arah keganasan dapat dilakukan eksisi dengan
pemeriksaan histopatologi.

8. Prognosis
Pada umumnya baik. Tetapi pada nevus junctional dan nevuscompound
harus mendapat perhatian karena ada kemungkinan berubah menjadi ganas.

E. BASAL CELL CARCINOMA


1. PENGERTIAN

Basal cell carcinoma (BCC) adalah keganasan pada kulit yang paling
sering pada manusia, dan terhitung kurang dari 0,1% pasien yang meninggal
karena kanker. Tumor kanker sel basal kulit biasanya muncul pada kulit yang
terekspos matahari, tumbuh lambat, dan jarang metastasis (0,028%-0,55%). BCC
biasanya terlihat datar, keras, area kecil pucat, meninggi, merah muda atau merah,
translusen, mengkilat, dan lunak, dan bisa terdapat perdarahan apabila terjadi luka
cedera minor. Ukuran dari tumor bisa berbagai macam ukuran dari beberapa
millimeter sampai beberapa sentimeter diameternya.
Distribusi BCC terdapat pada:
Kepala dan leher (paling sering di wajah, lokasi paling sering di
hidung, khususnya ujung hidung dan alae sebanyak 85%
Ekstremitas dan tubuh sebanyak 15%
Penis, vulva, atau kulit perianal jarang
2. ETIOLOGI
Kanker kulit telah menyebabkan banyak potensi, ini meliputi:
1. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok tembakau dan produk-produk terkait
dapat melipatgandakan risiko kanker kulit.
2. Overexposure untuk UV-radiasi dapat menyebabkan kanker kulit baik melalui
kerusakan DNA langsung atau melalui mekanisme DNA kerusakan tidak langsung.
Overexposure (pembakaran) UVA & UVB memiliki keduanya telah terlibat dalam
menyebabkan kerusakan DNA mengakibatkan kanker. kekuatan Sun 10:00-4:00
paling intens. Alam (matahari) & UV paparan buatan (tanning salon) yang
kemungkinan terkait dengan kanker kulit. UVB terutama mempengaruhi epidermis
menyebabkan sunburns, kemerahan, dan terik kulit saat overexposed. Melanin dari
epidermis diaktifkan dengan UVB sama dengan UVA, namun efek yang lebih tahan
lama dengan pigmentasi terus selama 24 jam.
3. Kronis non-penyembuhan luka, terutama luka bakar. Ini disebut tukak Marjolin
didasarkan pada penampilan mereka, dan dapat berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa.
4. Predisposisi genetik, termasuk bawaan Melanocytic Nevi Syndrome. CMNS
dicirikan oleh adanya Nevi atau mol dengan ukuran berbeda yang baik muncul
pada atau dalam 6 bulan kelahiran. Nevi lebih besar dari 20 mm (3 / 4) dalam ukuran
berada pada risiko tinggi untuk menjadi kanker.
5. Paparan arsenik. Arsenik logam beracun yang ditemukan secara luas di lingkungan,
meningkatkan risiko karsinoma sel basal dan kanker lainnya. Setiap orang memiliki
beberapa paparan arsenik karena terjadi secara alami di udara, tanah dan air
tanah. Tetapi orang-orang yang mungkin terekspos pada tingkat yang lebih tinggi
dari arsenik termasuk petani, pekerja kilang, dan orang yang minum air sumur yang
tercemar atau tinggal di dekat pabrik peleburan.
6. Warisan sindrom yang menyebabkan kanker kulit. tertentu penyakit genetik
yang langka meningkatkan risiko karsinoma sel basal. Nevoid karsinoma sel basal
(Gorlin-Goltz sindrom) menyebabkan karsinoma basal sel banyak, serta pitting di
tangan dan kaki dan kelainan tulang belakang. pigmentosum xeroderma
menyebabkan kepekaan ekstrim untuk sinar matahari dan resiko tinggi kanker kulit
karena orang dengan kondisi ini memiliki kemampuan sedikit atau tidak untuk
memperbaiki kerusakan pada kulit dari sinar ultraviolet.
3. PATOFISIOLOGI
Walaupun etiologi pasti dari BCC tidak diketahui, terdabat hubungan antara
BCC dan unit pilosebaseus, sebagai tumor yang paling sering ditemukan pada
daerah rambut. Banyak yang percaya bahwa BCC muncul dari pluripotensial sel
pada lapisan basal dari epidermis atau struktur folikuler. Sel-sel ini membentuk
secara berkelanjutan selama kehidupan dan dapat membentuk rambut, glandula
sebasea, dan glandula apokrin. Tumor biasanya muncul dari bagian luar akar
rambut dari folikel rambut, tepatnya dari stem sel folikel rambut yang berada
dibawah duktus glandula sebasea di area yang disebut the bulge.
Plak jalur signal intraseluler berperan baik dalam BCC sporadis dan sindrom
BCC nevoid (sindrom Gorlin). Jalur ini mempengaruhi diferensiasi dari berbagai
jaringan selama perkembangan janin. Setelah embriogenesis, terus berfungsi
dalam regulasi pertumbuhan sel dan diferensiasi. Hilagnya penghambatan jalur ini
dikaitkan dengan keganasan, termasuk BCC.
Radiasi sinar ultraviolet adalah penyebab paling umum dari kanker kulit baik yang
melanoma maupun yang non melanoma. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh
binatang, sinar ultraviolet dengan panjang gelombang yang paling efektif adalah UVB.
Hal ini disebabkan oleh karena kemampuan dari UVB itu sendiri untuk menembus
kedalam lapisan ozon dan juga startum korneum yang akhirnya akan diabsorbsi oleh
DNA. Langkah pertama dari proses karsinogenik ini adalah penginduksian DNA oleh
photon UVB. Photon UVB ini biasanya akan diabsorbsi pada 5 6 ikatan dobel dari
pyrimidine, yang akan menyebabkan terbukanya ikatan tersebut. Sebagai hasilnya akan
terbentuk cyclobutane dimmer atau pyrimidine-pyrimidone photoproduct. Keduanya
menyebabkan struktur DNA yang abnormal.
Pada saat terjadi replikasi DNA, DNA polymerase sering salah memasukkan cytosine
yang telah rusak berseberangan dengan thymine. Mutasi ini muncul hanya apabila
cytosine berada berseberangan dengan thymine atau dengan cytosine yang lain, yang
merefleksikan sisi spesifik dimana photoproduct UV muncul. Dua gen yang secara
normal dapat mencegah terjadinya kanker akan tetapi menjadi tidak aktif pada kanker
kulit adalah PTCH dan P53. PTCH yang merupakan komponen dari jalur signal seluler,
bermutasi pada sekitar 90% dari BCC. Sedangkan P53 yang mengkode regulator dari
siklus sel dan kematian sel bermutasi bermutasi pada sekitar setengah dari BCC dan lebih
dari 90% SCC.
Aspek terpenting dari basalioma adalah bahwa kanker kulit ini terdiri dari sel tumor
epithelial berasal dari sel primitive selubung akar rambut sementara komponen stroma
menyerupai lapisan papilaris dermis dan terdiri dari kolagen, fibroblast dan subtansia
dasar yang sebagian besar berupa berbagai jenis glukosa aminoglikans (GAGs). Kedua
komponen ini saling ketergantungan sehingga tidak bisa berkembang tanpa komponen
yang lainnya. Hubungan ketergantungan ini sifatnya sangat unik, hal inilah yang dapat
menjelaskan mengapa basalioma sangat jarang bermetastase dan mengapa pertumbuhan
basalioma pada kultur sel dan jaringan sangat sulit terjadi. Hal ini dikarenakan bolus
metastase yang besar dengan komponen sel dan stroma didalamnya sulit memasuki
system limfatik ataupun system vascular. Dan inilah yang membedakan antara basalioma
dengan melanoma maligna dan karsinoma sel skuamosa yang keduanya sering
mengadakan metastase.
Dianggap berasal dari sel-sel pluripotensial (sel yang dapat berubah menjadi sel-sel
lain) yang ada pada stratum basalis epidermis atau lapisan follikuler. Sel ini diproduksi
sepanjang hidup kita dan membentuk kelenjar sebacea dan apokrin. Tumor tumbuh dari
epidermis dan muncul dibagian luar selubung akar rambut, khususnya dan stem sel folikel
rambut, tepat dibawah duktus glandula sebacea.
Sinar ultraviolet menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53, yang terletak
pada kromosom 17p. Sebai tambahan mutasi gen suppressor tumor pada lokus 9q22 yang
menyebabkan sindrom nevoid basalioma, suatu keadaan autosomal dominan ditandai
dengan timbulnya basalioma secara dini. Mutasi pada gen supresi tumor p53 ditemukan
dalam hampir 50% kasus karsinoma sel basal secara sporadic.
Kebanyakan dari mutasi ini adalah translasi dari C T dan CC TT pada susunan
dipyrimidine, yang merupakaan mutasi khas yang mengindikasikan bahwa adanya
paparan terhadap radiasi ultraviolet B. Akhir-akhir ini terdapat nucleus -catenin yang
menunjukkkan hubungannya dengan peningkatan proliferasi sel tumor. Fungsi spesifik
dari gen-gen ini masih belum diketahui.
4. GEJALA DAN TANDA
Karakteristik dari tumor BCC adalah:
papul lunak dengan bagian tengah yang berlekuk
terlihat seperti mutiara
erosi dan ulserasi: biasanya di tengah dan pigmentasi
perdarahan: khususnya saat trauma
bagian tepi meninggi
translusen
telangiektasis di permukaannya
pertumbuhan lambat: 0,5 cm dalam 1-2 tahun
berwarna hitam kebiruan atau coklat
5. STADIUM
Menurut Stadium Clarke I-V, kriteria berdasarkan ketebalan tumor :
Stadium Clarke Ketahanan 5 tahun ( % ) Ketebalan tumor ( mm )
I ( Epidermis ) 100 < 0,76
II ( dermis papiler ) 90-10 0,76 1,49
III ( dermis papiler/retikuler ) 80 90 1,50 2,49
IV ( dermis retikuler ) 60 70 2,50 3,99
V ( lemak subkutan ) 15 30 4,00 7,99

6. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Tipe klinikopatologik pada BCC:
Nodular: kistik, pigmentasi, keratotik. Paling sering pada BCC, biasanya
muncul sebagai papul bulat, seperti mutiara, berwarna seperti kulit dengan
telangiektasis.
Infiltratif: Tumor menginfiltrasi dermis dengan standar tipis diantara serabut
kolagen, membuat batas tumor terlihat tidak jelas.
Mikronodular: cenderung tidak mengalami ulserasi, bisa terlihat kuning
keputihan saat diregangkan, keras saat disentuh, dan dapat ditentukan dengan
jelas batasnya.
Morfeaform: Kuning keputihan, lunak, plak sklerotik yang jarang ulseratif,
datar atau sedikit berlekuk, fibrotic, dank eras.
Superfisial: terlihat paling sering di badan bagian atas atau bahu, terlihat
eritem, plak berbatas tegas, sering dengan kulit keputihan.
Sifat-sifat histopatologis dari karsinoma sel basal bervariasi, namun
pada umumnya mempunyai inti yang besar, oval atau memanjang dengan
sedikis sitoplasma.Sel pada karsinoma sel basal mirip dengan sel basal pada
stratum basal epidermis hanya rasio antara inti dengan sitoplasma lebih besar
atau tidak tampak adanya jembatan antar sel. Inti dari sel karsinoma sel basal
lebih seragam (tidak banyak berbeda dalam ukuran dan intensitas perwarnaan)
dan tidak tampak gambaran anaplastik.

Parenkim tumor pada karsinoma sel basal selalu dikelilingi oleh


stroma yang sering tampak sebagai jaringan dengan banyak fibroblast
muda.Oleh karena parenkim tumor berasal dari sel epitelial, dan stroma berasal
dari mesoderm, yang berperan dalam pembentukan adneksa kulit.

Berdasarkan gambaran histopatologis Lever (1993) membagi Karsinoma Sel Basal


dalam 2 golongan :

I. Diferensiasi yaitu :
1. Jenis Keratotik
Disebut juga tipe pilar karena berdifferensiasi ke arah rambut
menunjukkan sel-sel para keratotik dengan gambaran inti yang memanjang dan
sitoplasma agak eosinafilik dan dijumpai horn cyst (kista keratin). Sel
parakeratonic dapat membentuk susunan konsentris atau mengelilingi kista
keratin.

2. Jenis Differensiasi Sebasea


Dulu disebut bentuk kistik, merupakan bentukbsolidbyang mengalami
nekrobiosis. Tetapi tidak terbukti secara histokimia bahwa bentuk tersebut
adalah di fferensiasi kelenjar sebasea.
3. Jenis Adenoid
Adanya gambaran struktur mirip kelenjar yang dibatasi jaringan ikat. Kadang-
kadang ditemukan lumen yang dikelilingi sel-sel bersekresi. Sel tersusun
berhadapan, melingkari pulau-pulau jaringan ikat sehingga tumor berbentuk
seperti renda.
Dalam lumen dapat ditemukan semacam substansi koloid atau materi granuler
yang amorph. Akan tetapi belum ada bukti aktivitas sel yang bersifat sekretoris
pada tepi lumen.

Gambar BCC diferensiasi baik.


II. Tidak Berdiferensiasi

1. Jenis Solid

Merupakan gambaran histopalogik yang banyak ditemukan. Berupa


pulau-pulau sel dengan bentuk dan ukuran bermacam-macam, terdiri dari sel-sel
basaloid, dengan inti basofilik yang bulat atau lonjong, stioplasma sedikit, sel-
sel pada tepi massa tumor tersusun palisade.

Bentuk solid ini juga dibagi 2 sub kelompok

1. Sirkumskrip

- Tampak parenkim tumor dengan berbagai bentuk dan ukuran pada


dermis lebih dari 90% parenkim tumor berhubungan dengan epidermis.
- Batas tepi tumor terdiri dari sel yang tersusun palisade (seperti pagar),
sedangkan sel didalam tumor tidak beraturan.
- Kadang-kadang terjadi disintegrasi sel pada pusat tumor sehingga
terbentuk kista.

2. lnfiltrative

Disebut sebagai karsinoma sel basal yang agresif


Terdiri dari sel basaloid yang tersusun memanjang dengan ketebalan
hanya beberapa lapis dengan atau tanpa susunan palisade pada tepinya.
Tumor ini dapat mengadakan invansi dalam batas tumor tidak jelas, sel
dan inti sel bentuk dan ukurannya bervariasi.

Beberapa pembagian jenis berdasarkan diferensiasi yang lain adalah:


1. Jenis adamontionoid, keratotik, kistik, adenoid, plexiform, dan
pigmented.
2. Jenis superfisial dan morphea like.
Menurut Sloan (1974) mengemukakan bahwa pembagian jenis
karsinoma sel basal menurut diferensiasi kurang mempunyai arti
prognostik.

Berdasarkan sifat pertumbuhan merupakan hal yang lebih penting antara lain
bentuk:
a. Noduler, kelompok sel tumor secara keseluruhan memberi kesan berbatas
tegas dengan jaringan sekitar.

b. Noduler infiltratif, pada bagian tengah tampak tonjolan tumor dengan tepi
menunjukkan pertumbuhan infiltratif kecil.

c. Infiltratif, jaringan tumor menunjukkan pertumbuhan infiltratif tidak teratur.

- Selerosing, stroma menunjukkan jaringan ikat padat terdiri dari serabut kolagen dan
elastis.
- Non selerosing, kelompok sel tumor besar dengan jaringan ikat stroma tidak begitu
padat
Walaupun dengan pewarnaan dopa 75 % KSB mengandung melanosit, akan tetapi
hanya 25 % saja yang mengandun pigmen melanin, KSB yang banyak mengandung
pigmen disebut KSB berpigmen. Bentuk morfea-like atau fibrosing merupakan varian
KSB dimana tumor terdiri dari sel Yang tersusun memanjang dan terkadang hanya satu
lapis di dalam stroma yang tebal
Gambar mikronoduler BCC.

7. TERAPI
Penggunaan agen kemoterapi seperti 5-Fluorourasil atau Imiquimod, dapat
mencegah perkembangan kanker kulit. Hal ini biasanya dianjurkan untuk individu dengan
kerusakan akibat sinar matahari yang luas, sejarah kanker kulit beberapa, atau
pertumbuhan prekanker. Hal ini sering diulang setiap 2 sampai 3 tahun untuk lebih
mengurangi risiko kanker kulit.
Metode berikut ini digunakan dalam pengobatan karsinoma sel basal (BCC) :
1. Standar bedah eksisi
Tingkat obat untuk metode ini, baik yang dilakukan oleh dokter ahli bedah
plastik, dokter keluarga, atau dokter kulit benar-benar tergantung pada margin
bedah. Ketika margin bedah standar diterapkan (biasanya 4 mm atau lebih),
tingkat kesembuhan tinggi dapat dicapai dengan eksisi standar dermatoscope A
dapat membantu ahli bedah yang berpengalaman dapat mengidentifikasi tumor
tidak bisa dilihat oleh mata telanjang. Semakin sempit margin bedah ( terlihat
kulit dengan tumor yang bebas dibuang ) semakin tinggi tingkat kekambuhan.
Kelemahan dengan eksisi bedah standar adalah tingkat kekambuhan tinggi kanker
sel basal dari wajah, terutama di sekitar kelopak mata, hidung, dan struktur
wajah. Sebuah diagram pada halaman 33 dari publikasi NCCN menunjukkan
daerah risiko tinggi kambuh karena kebanyakan wajah dengan pengecualian pada
pipi pusat dan dahi atas) menggunakan bagian histologi yang dibekukan.
2. Mohs pembedahan (atau Mohs operasi mikrografi)
Mohs pembedahan (atau Mohs operasi mikrografi) adalah prosedur
rawat jalan di mana tumor pembedahan dipotong dan kemudian segera
diperiksa di bawah mikroskop. Ini adalah bentuk pengolahan patologi yang
disebut CCPDMA. Hal ini diklaim memiliki tingkat penyembuhan tertinggi
97% menjadi 99,8% oleh beberapa individu. Dasar dan ujung-ujungnya
mikroskopis diperiksa untuk memverifikasi margin yang cukup sebelum bedah
perbaikan situs. Jika margin tidak cukup, lebih akan dihapus dari pasien sampai
margin yang cukup. Hal ini juga digunakan untuk karsinoma sel skuamosa,
namun, tingkat penyembuhan tidak setinggi operasi Mohs untuk karsinoma sel
basal.

3. Kemoterapi
Beberapa kanker dangkal menanggapi terapi lokal dengan 5-
fluorouracil, agen kemoterapi. pengobatan topikal dengan krim Imiquimod 5%,
dengan lima aplikasi per minggu selama enam minggu memiliki tingkat
dilaporkan 70-90% keberhasilan untuk mengurangi bahkan menghilangkan
karsinoma sel BCC.
4. Imunoterapi
Imunoterapi penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan
menggunakan peplus Euphorbia, gulma kebun yang umum, mungkin efektif.
perusahaan Australia Peplin biofarmasi adalah mengembangkan pengobatan
topikal untuk BCC. Imiquimod atau Aldara adalah sebuah immunotherapy
tetapi yang tercantum di sini di bawah kemoterapi.

5. Radiasi
Terapi radiasi yang sesuai untuk semua bentuk BCC sebagai dosis
memadai akan memberantas penyakit tersebut. Terapi radiasi dapat
disampaikan baik sebagai sinar radioterapi eksternal atau sebagai brachytherapy
(radioterapi internal). Meskipun radioterapi umumnya digunakan pada pasien
yang lebih tua yang tidak kandidat untuk operasi, itu juga digunakan dalam
kasus-kasus di mana eksisi bedah akan menodai atau sulit untuk merekonstruksi
(terutama pada ujung hidung, dan rims lubang hidung). pengobatan Radiasi
sering mengambil sesedikit 5 kunjungan ke sebanyak 25 kunjungan untuk terapi
radiasi. Biasanya, kunjungan lebih dijadwalkan untuk terapi, komplikasi kurang
atau kerusakan yang dilakukan terhadap jaringan normal yang mendukung
tumor. Cure rate bisa setinggi 95% untuk tumor kecil, atau serendah 80% untuk
tumor yang besar. Biasanya, tumor berulang setelah radiasi diperlakukan
dengan operasi, dan tidak dengan radiasi. perlakuan radiasi lebih lanjut lebih
lanjut akan merusak jaringan normal, dan tumor mungkin resisten terhadap
radiasi lebih lanjut.

6. Terapi Photodynamic
Terapi Photodynamic adalah modalitas baru untuk pengobatan
karsinoma sel basal, yang dikelola oleh aplikasi photosensitizers ke daerah
sasaran. Ketika molekul ini diaktifkan oleh cahaya, mereka menjadi beracun,
sehingga menghancurkan sel target. Metil aminolevulinate disetujui oleh Uni
Eropa sebagai fotosensitizer sejak tahun 2001. Terapi ini juga digunakan dalam
jenis kanker kulit lainnya.

7. Cryosurgery
Cryosurgery adalah suatu modalitas tua untuk pengobatan kanker kulit
banyak. Ketika akurat digunakan dengan probe temperatur dan instrumen
cryotherapy, dapat menghasilkan angka kesembuhan sangat baik. Kekurangan
termasuk kurangnya kontrol margin, nekrosis jaringan, atas atau di bawah
pengobatan tumor, dan waktu pemulihan yang lama. Beberapa buku diterbitkan
pada terapi, dan beberapa dokter masih menerapkan perlakuan untuk pasien
tertentu.
8. Electrodessication dan kuret atau EDC
EDC dilakukan dengan menggunakan pisau bulat, atau kuret, untuk
mengikis pergi kanker lembut. Kulit kemudian dibakar dengan arus listrik. Hal
ini semakin melembutkan kulit, memungkinkan untuk pisau untuk memotong
lebih dalam dengan lapisan berikutnya kuretase. Siklus ini berulang, dengan
margin keamanan kuretase kulit normal di sekitar tumor terlihat. Siklus ini
diulang 3 sampai 5 kali, dan margin kulit bebas diperlakukan biasanya 4 sampai
6 mm. Cure rate sangat banyak digunakan tergantung pada ukuran dan jenis
tumor.

F. FIBROEPITHELIAL POLYP
1. KASUS
Anak umur 12 tahun mengalami pembesaran pada region bukal kiri
semenjak 4 bulan yang lalu.Riwayat pasien ternyata sering mengigit pipi
dalam saat menyusui hingga umur 1 tahun.Lesi dimulai dari nodul kecil dan
bertumbuh namun tidak ada perbesaran berarti semenjak kemunculan 4 bulan
yang lalu. Warna dari lesi sama seperti mukosa normal lainnya. Lesi terletak
di region bukal kiri dan berdiameter hingga 5 cm. Saat di palpasi,
konsistensinya lunak dan terkait dengan permukaan bawahnya. Tidak ada
gejala lain. Pasien di diagnosis secara klinis dengan polip fibroepitelial di
mukosa bukal kiri.

2. DEFINISI
Juga disebut acrochordon, papiloma skuamosa atau skin tag, ini adalah
lesi jinak yang amat sangat umum pada individu individu usia pertengahan
atau lebih, ditemukan pada leher, badan, wajah, atau daerah-daerah
intertigonosa. Berupa tumor berwarna seperti daging yang melekat dengan
satu tungkai ramping, dan inti fibrovaskuler yang diliputi epidermis yang
jinak.Dapat berkaitan dengan kehamilan, diabetes, atauu poliposis intestinal.
3. EPIDEMIOLOGI
Fibroma pada bagian oral biasanya didapatkan pada umur dewasa namun
juga dapat ditemukan pada semua umur dengan prevalensi 1-2%. Polip
Fibroepitelial biasanya terdapat pada bagian mukosa bukal, lidah, atau
gingiva.
Pada penelitian yang dilakukan di Jerman, insiden skin tag dilaporkan
sebesar 46% dari populasi umum. Skin tag tidak didapati pada saat baru lahir
dan frekuensinya meningkat seiring dengan pertambahan usia. Skin tag lebih
sering dijumpai pada pria dibandingkan dengan wanita. Usia 50 tahun
merupakan usia puncak terjadinya skin tag. Hampir 59% penduduk akan
mengalami skin tag pada saat usia 70 tahun. 2,8,18 Dalam suatu penelitian yang
dilakukan terhadap 1.250 pasien di Turki, hasilnya memperlihatkan bahwa
120 pasien (9,6%) didiagnosis dengan skin
tag. Dari 120 pasien skin tag tersebut, 81,7% dijumpai adanya gangguan
metabolisme karbohidrat dan 73,3% disertai dengan penyakit diabetes
melitus.
4. ETIOLOGI
Karena penyakit ini adalah lesi inflamasi hyperplasia, biasanya terjadi
akibat adanya iritasi oleh gigi yang tajam, tepi tepi susunan gigi yang
ireguler, dan biasanya terjadi secara kronis.
Adanya iritasi kulit yang sering dan lama diduga merupakan faktor
pencetus, terutama pada pasien obesitas. Ketidakseimbangan hormonal juga
dapat memudahkan terjadinya skin tag, misalnya tingginya kadar estrogen
dan progesterone pada saat hamil, atau terganggunya kadar growth hormone
pada penderita akromegali. Para ahli mendapatkan bahwa Epidermal Growth
Factor
Universitas Sumatera Utara (EGF) dalam -Tissue Growth Factor (TGF)
mempunyai peranan dalam hal pertumbuhan skin tag. Peranan faktor infeksi
sebagai pencetus skin tag masih bersifat kontroversial. Suatu penelitian
mendapati adanya DNA HPV tipe 6/11 dengan presentase yang cukup besar
pada sampel biopsi skin tag dari 49 orang pasien kulit putih. Dalam jurnal
tersebut peneliti menyebutkan bahwa faktor infeksi virus merupakan salah
satu faktor penyebab skin tag.Skin tag juga diduga dapat terjadi akibat faktor
genetik. Sindrom Birt-HoggDube merupakan suatu genodermatosis yang
autosomal dominan, ditandai dengan munculnya tumor-tumor kulit meliputi
multipel fibrofolikuloma, trichosdiscomas dan achrocordon. Diduga mutasi
terhadap suatu gen supresor menjadi penyebab terjadinya kelainan genetik
ini. Skin tag juga diduga mempunyai hubungan dengan penyakit DM,
gangguan toleransi glukosa, obesitas, dislipidemia dan resistensi insulin.
5. PATOGENESIS
Sampai saat ini terdapat beberapa pendapat mengenai patogenesis dari
skin
tag. Teori terdahulu menyebutkan bahwa skin tag terjadi sebagai akibat
tekanan yang persisten ataupun gesekan yang terus menerus pada daerah
permukaan kulit, terutama pada penderita obesitas, yang mengakibatkan
gangguan pada jaringan elastik kulit. Diduga bahwa jaringan pedunculous
skin tag muncul disebabkan oleh karena proses kehilangan massa elastin dari
suatu area tertentu di kulit. Namun suatu penelitian oleh Adi dkk (1999)
mematahkan anggapan ini dengan menyebutkan bahwa pemeriksaan jaringan
elastik pada skin tag tidak menunjukkan adanya suatu abnormalitas.
Crook (2000) merupakan peneliti pertama yang melaporkan dalam
sebuah
jurnal mengenai studi serial kasus yang mendapati koinsidensi skin tag
dengan
abnormalitas tampilan lipid profil. Selanjutnya Erdogan (2005) meneliti lebih
lanjut
dengan menemukan kadar insulin dan aktivitas insulin dalam tubuh manusia
(HOMA-IR). Pada pasien studi lanjut ditemukan adanya peningkatan Indeks
Massa
Tubuh (IMT), kadar hormon insulin, sekresi insulin dan kadar kolesterol
dibandingkan orang yang tidak menderita skin tag. Penelitian terbaru oleh
Sari
(2010), Sudi (2010) dan Garpelioglu (2010) juga menyimpulkan bahwa pada
pasien
skin tag didapati adanya peningkatan kadar kolesterol total, LDL, HDL,
trigliserida,hormon insulin dan free fatty acid.Mekanisme dasar yang dapat
menjelaskan sekelompok kelainan metabolikpada pasien skin tag adalah
keadaan resistensi insulin. Resistensi insulindidefinisikan sebagai suatu
keadaan respon yang terganggu terhadap dampakfisiologis insulin, yang
mencakup metabolisme glukosa, lemak dan protein sertaterhadap faal endotel
pembuluh darah.
Jaringan yang membutuhkan insulin untuk pemasukan glukosa kedalam
selselnya ialah terutama jaringan otot skelet dan jaringan lemak . Hati juga
memerlukaninsulin untuk pemasukan glukosa ke dalam sel-selnya. Resistensi
insulin ataumenurunnya kepekaan (sensitifitas) jaringan terhadap insulin akan
menyebabkanambilan glukosa oleh sel jaringan tersebut terganggu. Pada otot
skeletal resistensiinsulin berakibat gangguan ambilan glukosa serta gangguan
pembentukan glikogen.Resistensi insulin di hati mengakibatkan kegagalan
insulin untuk menekan produksiglukosa di hati, sedangkan di jaringan lemak
resistensi insulin akan menyebabkan meningkatnya lipolisis , peningkatan
asam lemak bebas di peredaran darah portal(menuju hati) akan meningkatkan
produksi trigliserida , apoprotein B 100 dan VLDLdari hati.
Bagaimana mekanisme pasti terjadinya resistensi insulin belum
diketahui.Kombinasi faktor genetik dan faktor yang didapat boleh jadi ikut
berperanan.Penurunan jumlah reseptor insulin dan / atau penurunan afinitas
insulin ke reseptor
reseptornya ataupun adanya defek-defek postreseptor diduga pula
merupakanpenyebab resistensi insulin.Sebagaimana diketahui setelah insulin
berikatan dengan reseptornya akanterbentuk berbagai substrat bagi kerja
insulin. Berbagai senyawa protein ini akandifosforilasi oleh reseptor insulin
yang telah ter-aktifasi. Reaksi berantai (signalingcascade) mencapai
kulminasinya berupa digerakkannya protein pengangkut glukosaGlucose
Transporter-4 (Glut-4) di otot dan jaringan lemak dari lokasi
intraselularmencapai permukaan sel dimana glukosa akan di ikat dan
seterusnya di angkut kedalam sel. Resistensi insulin di otot dan jaringan
lemak sangat mungkin disebabkanterganggunya proses ekspresi protein Glut-
4 ataupun translokasinya ke membranpermukaan sel.Meskipun tidak berhasil
dibuktikan adanya kerusakan molekular pada Glut-4tersebut. Percobaan
terhadap tikus menunjukkan bahwa menurunnya aktifitas Insulin
Receptor Substrate-1 (IRS-1) yang bertanggung jawab untuk translokasi
Glut-4melalui pengaktifan enzim Phosphatidylinositol Kinase (PI.3-Kinase)
merupakanpenyebab terjadinya resistensi insulin di otot dan jaringan lemak.
Penelitian lain juga
dengan menggunakan hewan percobaan tikus menunjukkan bahwa
denganmenghambat TNF- (Tumor Necrosis Faktor Alfa) endogen, resistensi
insulin dapatdi kurangi. Oleh karenanya sangatlah mungkin dasar molekular
resistensi insulinbersifat poligenik, dan kontribusi relatif antar individual
bervariasi. Resistensi insulindi jaringan lemak menyebabkan menurunnya
sifat antilipolisis insulin. Ambilanglukosa di jaringan lemak menurun
sebaliknya terjadi peningkatan pelepasan gliseroldan asam lemak bebas. Hal
ini ada kaitannya dengan timbunan lemak abdomen padaobesitas.
Timbunan lemak abdomen akan memasuki aliran darah vena porta
dalamjumlah besar membuat hati akan terpapar dengan jumlah besar asam
lemak bebasmengakibatkan di hati terjadi peningkatan proses
glukoneogenesis serta meningkat
nya produksi VLDL. Peningkatan asam lemak bebas juga mengganggu
insulin di hatidan lebih memperhebat hiperinsulinemia dan berpengaruh
terhadap mekanisme
pensinyalan di otot skeletal serta menurunkan ambilan glukosa.Resistensi
insulin akan menimbulkan keadaan kompensasi hiperinsulinemia didalam
tubuh. Jumlah insulin yang berlebihan dalam tubuh akan berinteraksi
silangdengan reseptor IGF-1 di jaringan perifer. Selain itu, insulin sendiri
akanmeningkatkan konsentrasi IGF-1. Insulin dan IGF-1 merupakan
kelompok hormonyang bersifat growth-promoting hormone.Aktivasi reseptor
IGF-1 di epidermis akan meningkatkan proliferasikeratinosit dan dermal
fibroblast, yang selanjutnya menimbulkan hiperplasiaepidermal. Sebaliknya,
peningkatan insulin akan menurunkan kadar Insulin-Like
Growth Factor Binding Protein-3 (IGFBP-3), yang secara normal berperan
dalamtranskripsi anti proliferative gene di epidermis. Perubahan endokrin ini
akanmerubah proliferasi dan pertumbuhan sel dan dapat bermanifestasi
sebagai skin tag.
6.GAMBARAN KLINIS
Skin tag merupakan suatu lesi peducunlated yang lunak dan berwarna
seperti kulit.Kadang-kadang didapati adanya riwayat keluarga pada pasien skin
tag.Skin tag biasanya asimptomatis dan tidak terasa nyeri, kecuali mengalami
inflamasi atau iritasi.Skin tag sering didapati pada daerah lipatan seperti aksila,
leher dan kelopak mata.Skin tag juga dapat dijumpai di badan, testis, abdomen
dan punggung. Ada 3 tipe skin tag yaitu skin tag tipe kecil berupa papula
berukuran 1-2 mm berlokasi biasanya di leher dan aksila; tipe sedang berupa lesi
tunggal atau multiple dengan ukuran lebar 3 mm dan panjang 5 mm dan bisa
timbul di bagian tubuh mana saja; serta tipe besar berupa tumor bertangkai atau
nevoid, bag-like, soft fibroma yang muncul di bagian bawah trunku
7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Karakteristik gambaran histopatologi dari skin tag adalah adanya
akantosis, epitel yang rata atau seperti daun pakis. Pada daerah dermis
terbentuk serat kolagen yang
longgar dan adanya dilatasi
pembuluh kapiler dan limfatik.
Serat elastik pada
skin tag juga berkurang jumlahnya

Pada gambar menunjukkan serat-serat kolagen yang longgar dan kapiler yang
banyak.
8. TERAPI
Skin tag biasanya hanya akan ditangani bila menimbulkan keluhan
kosmetik bagi pasien, atau mengalami iritasi dan nekrosis. Tumor ukuran
kecil dapat dihilangkan dengan memakai curved blade scissors, sementara
ukuran besar biasanya dieksisi dengan tindakan bedah kulit sederhana.
Metode lain yang pernah dilaporkan adalah elektrodesikasi, krioterapi dan
ligasi memakai kawat tembaga. Dapat pula dipertimbangkan tindakan
ekstraksi dengan forcep dengan mengoleskan krioterapi terlebih dahulu pada
forcep sebelum dilakukan tindakan
9. PROGNOSIS
Skin tag adalah tumor jinak dan tidak dapat berubah menjadi ganas.
Namun, kadang-kadang dapat terjadi salah diagnosis skin tag dengan hasil
biopsi berupa karsinoma sel skuamosa atau sel basal.
G. PAPILLOMA
1. KASUS
Pria 37 tahun didapatkan lesi polypoid 5mm pada esophagus proksimal,
terdapat nodul kecil di persimpangan esophagogastrik terlihat baik pada bagian
retroflexion.
2. DEFINISI
Papiloma skuamosa sel dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan jinak
(non-kanker) kecil yang dimulai di sel skuamosa (tipis, sel datar) yang
ditemukan dalam jaringan yang membentuk permukaan kulit (epidermis),
saluran pernafasan dan saluran pencernaan dan pada lapisan organ berongga
tubuh.
3. EPIDEMIOLOGI
Hal ini dapat terjadi kapan saja sepanjang hidup, tetapi biasanya
didiagnosis pada orang antara 30-50 tahun.Lesi dapat mempengaruhi setiap
bagian dari permukaan oral tetapi biasanya ditemukan di lidah, di dalam
permukaan pipi, dan bibir.
4. ETIOLOGI
Human papilloma virus (HPV), yang termasuk keluarga
Papoviridae.Dengan penetrasi virus ke organisme menembus sel-sel basal
epitel, yang kemudian secara aktif diperbanyak.Sementara itu, papilloma
terjadi pada pasien hanya ketika melemah kekebalan, dengan penampilan di
papilloma kulit atau virus kutil menunjukkan aktivitas yang tinggi.risiko pada
manusia yang berhubungan seks, kebiasaan buruk (merokok, alkohol) dan
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Selain itu, sebagai alasan untuk
munculnya papiloma dapat bertindak penyakit gastro-intestinal, minum obat
tertentu, flu.Risiko infeksi yang tinggi ketika mengunjungi tempat-tempat
umum dan tempat-tempat dengan kelembaban tinggi (pantai atau kolam
renang).Saat lahir HPV akan diteruskan ke anak dari ibu.
5. GAMBARAN KLINIS
pedunkulata (didukung pada batang atau tangkai) dengan berbagai jari-seperti
proyeksi. Proyeksi mungkin panjang dan runcing atau pendek dan bulat jika
keratin (kulit pembentuk protein) telah built-up putaran lesi. Kurang lesi
keratinised pink atau merah dalam warna dan menyerupai rasberi, sementara
lesi sangat keratinised berwarna putih dan terlihat seperti kepala kembang kol.
6. DIAGNOSIS
Diagnosis kutil tidak terlalu banyak kesulitan.Mereka dengan mudah terdeteksi
selama ginekolog inspeksi atau dokter kulit.Untuk menentukan penyakit virus
menggunakan metode PCR, dimana DNA virus yang terdeteksi virus dalam
tubuh seorang smear yang diambil dari mukosa vagina dan kanker
serviks.Gejala penyakit ini dapat dideteksi dan oleh biopsi.
7. TERAPI
Papiloma oral tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat diobati.Mereka
tampaknya tidak berubah dalam ukuran, menyebar ke bagian lain dari rongga
mulut, atau berubah menjadi tumor ganas.
Jika pengobatan diindikasikan maka eksisi bedah konservatif yang
menghilangkan kepala dan dasar lesi dapat dilakukan. Kekambuhan tidak
mungkin. Papiloma yang ditemukan pada daerah hidung atau tenggorokan
meskipun berbagi gambaran klinis yang sama dan histologi seperti papiloma
lisan, berbeda dalam yang biasanya lebih dari satu lesi hadir, mereka
berkembang biak terus menerus dari waktu ke waktu dan sering kambuh.
Dalam beberapa kasus papiloma di daerah tenggorokan dapat berkembang biak
sehingga mereka menyebabkan mengancam jiwa sesak napas (mencegah
pernapasan)
8. GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

You might also like