Professional Documents
Culture Documents
Acara semacam ini tidak hanya sekedar menumbuk saja. Alur ceritanya bahwa para ibu-
ibu rumah tangga dekat rumah akan diundang lalu mulai menumbuk. Dengan nada dan
tempo yang teratur, ibu-ibu tersebut pun kadang menyanyikan beberapa lagu yang masih
terkait dengan apa yang mereka kerjakan. Sedangkan anak-anak mereka bermain
disamping atau pun dibawah rumah.
Acara adat ini dulu umumnya dilakukan oleh masyarakat-masyarakat di berbagai daerah,
begitu selesai mereka lalu menjemur dibawah terik matahari . kegiatan ini merupakan hal
yang sangat sering dilakukan oleh para petani orang bugis. Dikenal juga Manre ase baru
yang meupakan lanjutan setelah mappadendang.
Mappadendang merupakan upacara syukuran panen padi dan merupakan adat masyarakat
bugis sejak dahulu kala.Biasanya dilaksanakan setelah panen raya biasanya memasuki
musim kemarau pada malam hari saat bulan purnama. Pesta adat itu diselenggarakan
dalam kaitan panen raya atau memasuki musim kemarau. Pada dasarnya mappadendang
berupa bunyi tumbukan alu ke lesung yang silih berganti sewaktu menumbuk
padiKomponen utama dalam acara ini yaitu 6 perempuan, 3 pria, bilik Baruga, lesung,
alu, dan pakaian tradisional yaitu baju Bodo.
Pakaian yang dikenakan pada saat Mappadendang, Pada saat acara Mappadendang
dimulai penari dan pemain yang akan tampil biasanya mengenakan pakaian adat yang
telah ditentukan :
Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter.
Lebarnya 50 cm Bentuk
lesungnya mirip perahu kecil (jolloro; Makassar) namun berbentuk persegi panjang.
Enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari kayu yang keras atau pun
bambu berukuran setinggi orang dan ada dua jenis alat penumbuk yang berukuran
pendek, kira-kira panjangnya setengah meter.
Tujuan Mappadendang
Di Makassar dan sekitarnya ritual ini dikenal dengan appadekko, yang berarti adengka
ase lolo, kegiatan menumbuk padi muda. Appadekko dan Mappadendang konon memang
berawal dari aktifitas ini. Bagi komunitas Pakalu, ritual mappadendang mengingatkan kita
pada kosmologi hidup petani pedesaan sehari-hari. Padi bukan hanya sumber kehidupan. Ia
juga makhluk manusia. Ia berkorban dan berubah wujud menjadi padi. Agar manusia
memperoleh sesuatu untuk dimakan, kata Ali yang seolah ingin menghidupkan kembali
mitos Sangiyang Sri, atau Dewi Sri di pedesaan Jawa, yang diyakini sebagai dewi padi yang
sangat dihormati
Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman
yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan
berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante
biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang
hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang
dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan
ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak
berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang
maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan
menggunakan golok. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk
melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau.
Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman
yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan
bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal
itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.
Makkarawa Bola terdiri dari dua kata yaitu Makkarawa (memegang) dan Bola
(rumah), jadi makkarawa bola bisa diartikan memegang, mengerjakan, atau membuat
peralatan rumah yang telah direncanakan untuk didirikan dengan maksud untuk memohon
restu kepada Tuhan agar diberikan perlindungan dan keselamatan dalam penyelesaian rumah
yang akan dibangun tersebut. Tempat dan waktu upacara ini diadakan di tempat dimana
bahanbahan itu dikerjakan oleh Panre (tukang) karena bahanbahan itu juga turut
dimintakan doa restu kepada Tuhan. Waktu penyelenggaraan upacara ini ialah pada waktu
yang baik dengan petunjuk panrita bola, yang sekaligus bertindak sebagai pemimpin upacara.
Bahanbahan upacara yang harus dipersiapkan terdiri atas : ayam dua ekor, dimana ayam ini
harus dipotong karena darahnya diperlukan untuk pelaksanaan upacara kemudian tempurung
kelapa daun waru sekurang kurangnya tiga lembar. Tahap pelaksanaan upacara makkarawa
bola ini ada tiga, yaitu 1. waktu memulai melicinkan tiang dan peralatannya disebut
makkattang, 2. waktu mengukur dan melobangi tiang dan peralatannya yang disebut mappa,
3. waktu memasang kerangka disebut mappatama areteng.
Setelah para penyelenggara dan peserta upacara hadir, maka ayam yang telah disediakan itu
dipotong lalu darahnya disimpan dalam tempurung kelapa yang dilapisi dengan daun waru,
sesudah itu darah ayam itu disapukan pada bahan yang akan dikerjakan. Dimulai pada tiang
pusat, disertai dengan niat agar selama rumah itu dikerjakan tuan rumah dan tukangnya dalam
keadaan sehat dan baikbaik, bila saat bekerja akan terjadi bahaya atau kesusahan, maka
cukuplah ayam itu sebagai gantinya. Selama pembuatan peralatan rumah itu berlangsung
dihidangkan kuekue tradisional seperti : Suwella, Sanggara, Onde-Onde, Rokoroko unti
sering juga disebut doko-doko, Peca Beppa, Barongko dan Beppa loka, dan lain lainnya.
Tujuan upacara ini sebagai permohonan doa restu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar
rumah yang didirikan itu diberkahi dan dilindungi dari pengaruh-pengaruh roh jahat yang
mungkin akan menganggu penghuninya. Upacara ini diadakan di tempat atau lokasi dimana
rumah itu didirikan, sebagai bentuk penyampaian kepada roh-roh halus penjaga penjaga
tempat itu bahwa orang yang pernah memohon izin pada waktu yang lalu sekarang sudah
datang dan mendirikan rumahnya. Sehari menjelang dirikan pembangunan rumah baru itu,
maka pada malam harinya dilakukan pembacaan kitab barzanji.
Adapun bahanbahan dan alatalat kelengkapan upacara itu terdiri tas : ayam bakka dua
ekor, satu jantan dan satu betina. Darah kedua ayam ini diambil untuk disapukan dan
disimpan pada tiang pusat rumah, ini mengandung harapan agar tuan rumah berkembang
terus baik harta maupun keturunannya. Selain itu, Bahanbahan yang ditanam pada tempat
posi bola (pusat atau bagian tengah rumah) dan aliri pakka yang akan didirikan ini terdiri atas
: awali (periuk tanah atau tembikar), sung appe (sudut tikar dari daun lontar), balu mabbulu
(bakul yang baru selesai dianyam), penno-penno (semacam tumbuh-tumbuhan berumbi
seperti bawang), kaluku (kelapa), Golla Cella (gula merah), Aju cenning (kayu manis), dan
buah pala. Kesemua bahan tersebut diatas dikumpul bersama sama dalam kuali lalu ditanam
di tempat dimana direncanakan akan didirikan aliri posi bola itu dengan harapan agar pemilik
rumah bisa hidup bahagia, aman, tenteram, dan serba cukup.
Setelah tiang berdiri seluruhnya, maka disediakan pula sejumlah bahan bahan yang akan
disimpan di posi bola seperti kain kaci (kain putih) 1 m, diikatkan pada posi bola, padi dua
ikat, golla cella (gula merah), kaluku (kelapa), saji pattapi (nyiru), sanru (sendok sayur), piso
(pisau), pakkerri (kukur kelapa). Bahanbahan ini disimpan diatas disimpan dalam sebuah
balai balai di dekat posi bola. Bahan ini semua mengandung nilai harapan agar kehidupan
dalam rumah itu serba lengkap dan serba cukup. Setelah kesemuanya itu sudah dilaksanakan,
barulah tiba saat Mappanre Aliri, memberi makan orang orang yang bekerja mendirikan
tiang tiang rumah itu. Makanan yangf disajikan terdiri atas sokko (ketan), dan pallise, yang
mengandung harapan agar hidup dalam rumah baru tersebut dapat senantiasa dalam keadaan
cukup. Tahap Upacara Menre Bola Baru (Naik Rumah Baru)
Tujuannya sebagai pemberitahuan tuan rumah kepada sanak keluarga dan tetangga
sedesa bahwa rumahnya telah selesai dibangun, selain sebagai upacara doa selamat agar
rumah baru itu diberi berkah oleh Tuhan dan dilindungi dari segala macam bencana.
Perlengkapan upacara yang disiapkan adalah dua ekor ayam putih jantan dan betina, loka
(utti) manurung, loka / otti (pisang) panasa (nangka), kaluku (kelapa), golla cella (gula
merah), tebbu (tebu), panreng (nenas) yang sudah tua. Sebelum tuan rumah (suami isteri)
naik ke rumah secara resmi, maka terlebih dahulu bahan bahan tersebut diatas disimpan di
tempatnya masing masing, yaitu : (1) Loka manurung, kaluku, golla cella, tebu, panreng
dan panasa di tiang posi bola. (2) Loka manurung disimpan di masingmasing tiang sudut
rumah.
Tuan rumah masingmasing membawa seekor ayam putih. Suami membawa ayam
betina dan isteri membawa ayam jantan dengan dibimbing oleh seorang sanro bola atau orang
tertua dari keluarga yang ahli tentang adat berkaitan dengan rumah. Sesampainya diatas
rumah kedua ekor ayam itu dilepaskan, sebelum sampai setahun umur rumah itu, maka ayam
tersebut belum boleh disembelih, karena dianggap sebagai penjaga rumah. Setelah peserta
upacara hadir diatas rumah maka disuguhkanlah makananmakanan / kuekue seperti
suwella, jompojompo, curu maddingki, lanalana (bedda), kondekonde (umbaumba), sara
semmu, dokodoko, lamelame. Pada malam harinya diadakanlah pembacaan Kitab Barzanji
oleh Imam Kampung, setelah tamu pada malam itu pulang semua, tuan rumah tidur di ruang
depan. Besok malamnya barulah boleh pindah ke ruang tengah tempat yang memang
disediakan untuknya.
Setelah rumah itu berumur satu tahun maka diadakanlah lagi upacara yang disebut maccera
bola. Maccera Bola artinya memberi darah kepada rumah itu dan merayakannya. Jadi sama
dengan ulang tahun. Darah yang dipakai maccera ialah darah ayam yang sengaja dipotong
untuk itu, pada waktu menyapukan darah pada tiang rumah dibacakan mantra, Iyyapa uitta
dara narekko dara manu, artinya nantinya melihat darah bila itu darah ayam. Ini maksudnya
agar rumah terhindar dari bahaya. Pelaku maccera bola ialah sanro (dukun) bola atau tukang rumah
itu sendi
5. ACCERA KALOMPOANG
Kebudayaan Suku Makassar Tak jauh berbeda dengan suku bugis, Suku Makassar
atau Orang Mangasara sebagian besar menetap di daerah Sulawesi Selatan. Selain berprofesi
sebagai pedagang, orang Makassar juga handal berlayar (senang merantau) dan itulah
sebabnya jika suku bangsa ini terdapat juga di luar Indonesia, misalnya di Singapura dan
Malaysia. Suku Makassar ini diakui akan kebudayaannya, dimana kebudayaan mereka tetap
dilestarikan sampai sekarang dan tidak tergerus oleh modernisasi.
Pencucian benda-benda kerajaan tersebut menggunakan air suci yang diawali dengan
pembacaan surat Al-Fatihah secara bersama-sama oleh para peserta upacara yang dipimpin
oleh seorang Anrong Gurua (Guru Besar). Khusus untuk senjata-senjata pusaka seperti keris,
parang dan mata tombak, pencuciannya diperlakukan secara khusus, yakni digosok dengan
minyak wangi, rautan bambu, dan jeruk nipis. Pelaksanaan upacara ini tidak hanya
disaksikan oleh para keturunan Raja-Raja Gowa, tetapi juga oleh masyarakat umum dengan
syarat harus berpakaian adat Makassar pada saat acara.