You are on page 1of 26

ACARA I

PENGOLAHAN ANEKA TEPUNG


BERBAHAN BAKU KOMODITAS LOKAL

A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum Acara I Pengolahan Aneka Tepung Berbahan
Baku Komoditas Lokal adalah :
1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pembuatan tepung
dengan berbagai komoditi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses ekstraksi pati pada ubi kayu,
talas, ketela, beras, ketan, dan jagung.
3. Mahasiswa dapat menghitung besarnya randemen pada pembuatan
tepung dan pengekstrakan pati untuk beberapa komoditi.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu dari
tanaman pangan paling penting di daerah tropis. Produksi singkong
konsumsi telah diperkirakan 65% dari fermentasi singkong produk
makanan (lafun, fufu, tapioka, pupuru dan gari) sedangkan 25% adalah
untuk keperluan industri - sebagian besar sebagai pati dan 6% pakan ternak
sedangkan 10% hilang sebagai limbah. Fungsional dan sensorik sifat amala
terbuat dari air ubi (D. alata) tepung elubo bisa ditingkatkan jika bagian
dari yam tepung elubo air diganti dengan singkong tepung lafun sebagai
warna putih lafun dapat mengurangi warna coklat gelap tepung ubi air dan
yang tempel. Demikian juga semakin tinggi viskositas menyisipkan lafun
juga bisa memperbaiki tekstur air. Dengan demikian, tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengevaluasi kualitas atribut (pH, kadar HCN dan sifat
fungsional) air tepung ubi-ubi kayu elubo dan evaluasi sensorik dari amala,
dengan demikian, mengetahui yang terbaik tepung proporsi air yam untuk
singkong yang akan menguntungkan dibandingkan baik dengan ubi tepung
elubo (Barbajide, 2012).
Jagung (Zea mays L.) termasuk dalam famili Gramineae. Biji
jagung terdiri atas beberapa bagian yakni kulit biji, endosperm, embrio dan
bagian bawah yang menghubungkan antara biji engan tongkol. Kulit luar
dari endosperm adalah lapisan aleuron yang merupakan lapisan sel-sel yang
mengandung sebagian besar protein. Adapun endosperm jagung sebagian
besar tersusun dari zat pati. Endosperm jagung terdiri atas dua bagian yaitu
bagian keras yang mengandung granula-granula pati dan bagian lunak
dengan warna lebih keruh, yang mengandung lebih banyak protein. Embrio
atau lebaga terletak didasar bagian bawah, yang terhubungan erat dengan
endosperm. Embrio mengandung banyak lemak, protein, mineral dan
sejumlah gula. Biji jagung sebgai sumber karbohidrat memiliki kandungan
pati sebanyak sekitar 65,59%. Pati jagung mengandung senyawa amilosa
dan amilo pektin yang memegang peranan penting dalam proses pengolahan
biji jagung. Dalam pembuatan roti atau cake, granula-granula pati yang
berada diantara lapisan-lapisan film gluten yang mengelilingi rongga udara,
akan tergelatinisasi pada saat pemanasan. Keadaan ini menyebabkan
timbulnya ketegaran pada produk olahan yang dihasilkan
(Djaafar dkk, 2001).
Jagung memiliki kandungan gizi yang cukup baik, sebagai sesama
serelia kandungan karbohidrat pada jagung tidak berbeda dengan padi.
Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein
yang penting dalam menu masyarakat Indonesia. Kandungan gizi utama
jagung adalah pati (72-73%), dengan nisbah amilosa dan amilopektin 25-
30% : 70-75%, namun pada jagung pulut (waxy maize) 0-7% : 93- 100%.
Kadar gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar
antara 1-3%. Protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi, yaitu: albumin,
globulin, prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein (Darmajana, 2010).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman
hijau melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula
yang tidak larutdalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran
dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai
pengental dan penstabil dalam makanan (Fortuna et al.,2001). Komposisi
pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan
sisanya amilosa, dimana masing-masingmemiliki sifat-sifat alami yang
berbeda yaitu 10-20% amilosa dan 80-90% amilopektin. Amilosa tersusun
dari molekul-molekul -glukosa dengan ikatan glikosida -(1-4)
membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-rantai
amilosa (ikatan (1-4)) yang saling terikat membentuk cabang dengan
ikatan glikosida -(1-6). Sebagian besar pati alami seperti pati jagung,
gandum, tapioka, kentang dan sagu mengandung prosentase yang tinggi dari
rantai percabangan amilopektin. Pati kentang mengandung amilosa sekitar
23% dan amilopektin 77% (Sunarti. 2002).
Tepung tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkong
yang banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong
dalam beberapa produk pangan baik di rumah tangga maupun industri.
Salah satu penggunaan tepung tapioka dalam industri pangan adalah sebagai
penyalut pada produk kacang salut. Penyalut pada produk tersebut
diharapkan memiliki tingkat pengembangan dan kerenyahan yang baik,
namun dalam aplikasinya penggunaan jenis tepung tapioka yang berbeda
akan menghasilkan mutu penyalut yang berbeda pula. Perbedaan mutu
produk kacang salut yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh sifat atau
karakteritik tepung tapioka yang digunakan, namun belum ada penelitian
yang memberikan informasi tentang sifat atau karakteristik tepung tapioka
yang diperlukan bagi suatu penyalut kacang (Suprapti, 2005).
Tepung kasava adalah tepung yang dibuat dari isngkong yang telah
dikeringkan, dihaluskan, dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Untuk
mendapatkan tepung yang bermutu baik, singkong yang baru dipanen harus
segera diproses menjadi tepung. Singkong tua merupakan singkong yang
paling baik untuk pembuatan tepung, karena singkong tua memiliki kadar
air yang lebih rendah, sehingga tepung yang dihasilkan lebih banyak. Selain
tepung singkong yang dibuat secara sederhana, di pasaran sudah beredar
tepung mocaf (modified cassava flour). Mocaf adalah tepung singkong yang
proses dilakukan dengan cara fermentasi (Murtiningsih, 2011).
Tepung maizena (tepung jagung) memiliki karakter yang berbeda
dengan tepung terigu. Tepung maizena bisa larut dalam air, tetapi kurang
mampu menahan air. Tepung beras merupakan slaha satu pengganti tepung
maizena yang membantu memberi tekstur mudah digigit dan renyah.
Tekstur tepung maizena goreng cenderung lebih renyah dan mudah patah
saat digigit. Namun pemakaian tepung maizena yang berlebihan akan
membuat gorengan terasa kera (Suarni, 2009).
Tepung beras mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding
dengan terigu sehingga diperlukan modifikasi pada formula dan kondisi
proses pengolahan. Tepung beras memiliki jumlah air bebas lebih tinggi
dalam sistem adonan (batter system), karena ukuran granula pati kecil (3-8
mikron) sehingga mengabsorbasi air lebih sedikit. Tepung beras juga tidak
membentuk jaringan gluten dalam sistem dalam adonan sehingga
kemampuan menahan airnya lebih rendah daripada tepung terigu
(Larotonda et al., 2004).
Perlakukan yang dapat dilakukan dalam modifikasi pembuatan pati
yaitu secara enzimatik, pra gelatinisasi pati, pemanasan, dan kimia.
Modifikasi enzimatik pati adalah hidrolisis beberapa bagian dari pati
menjadi pati dengan berat molekul rendah (maltodekstrin) menggunakan
enzim amilolitik. Pati termodifikasi secara enzim biasanya digunakan untuk
industri makanan dan farmasi. Pati pra gelatinisasi dapat digunakan sebagai
pengental dalam air dingin. Sementara proses perlakuan panas
menyebabkan modifikasi fisik pati tanpa gelatinisas dan kerusakan granula.
Modifikasi kimia pati biasanya digunakan dalam industri farmasi dan tekstil
(Herawati, 2010).
Teknik modifikasi dapat dibagi dalam tiga tipe yaitu modifikasi
sifat rheologi, modifikasi dengan stabilisasi, dan modifikasi spesifik.
Termasuk dalam modifikasi sifat rheologi adalah depolimerisasi dan ikatan
silang. Proses depolimerasi akan menurunkan viskositas dan karena itu
dapat digunakan pada tingkat total padatan yang lebih tinggi. Cara yang
dapat dilakukan meliputi dekstrinisasi, konversi asam, dan konversi basa
dan oksidasi. Penelitian Murwani (1989) memperlihatkan bahwa modifikasi
asam dan oksidan dapat menurunkan viskositas pati jagung. Sifat pati
termodifikasi yang dihasilkan dipengaruhioleh pH, suhu inkubasi dan
konsentrasi pati yang digunakan selama proses modifikasi. Sedangkan
teknik ikatan silang akan membentuk jembatan antara rantai molekul
sehingga didapatkan jaringan makro molekul yang kaku. Cara ini akan
merubah sifat rheologi dari pati dan sifat resistensinya terhadap asam
(Wirakartakusumah, 1989).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Alat penepungan
b. Ayakan
c. Baskom
d. Cabinet dryer
e. Kain saring
f. Pemarut
g. Pengepres
h. Pisau
i. Plastik
j. Shake siever
k. Timbangan digital
2. Bahan
a. Air
b. Beras
c. Jagung
d. Larutan Na2S2O5
e. Ubi jalar kuning
f. Ubi kayu
3. Cara Kerja
a. Pengolahan Tepung Ubi Kuning

1 kg Ubi Kuning

Pencucian

Pengupasan

Pemotongan menjadi kotak-kotak kecil

Pengeringan dalam cabinet dryer pada suhu 60C selama 8


jam

Ubi Kering

Penggilingan

Tepung ubi kuning

Gambar 1.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ubi Kuning


b. Pengolahan Tepung Tapioka dari Ubi Kayu

1 kg Ubi Kayu

Pencucian

Pengupasan

Pemotongan

Larutan
Na2S2O5 Perendaman dalam larutan Na2S2O5 0,5% selama 15 menit
0,5%
Pemarutan

Hasil parutan

Air Penambahan (2 sampai 3 kali)

Pemerasan (2 sampai 3 kali)

Pengendapan selama 15 menit

Pemindahan ke dalam loyang

Pengeringan dalam cabinet dryer pada suhu 60C selama 8


jam

Gumpalan pati kering

Penggilingan

Pengayakan dengan ayakan 80 mesh

Tepung tapioka

Gambar 1.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Tapioka dari Ubi Kayu
c. Pengolahan Tepung Beras

1 kg Beras

Pencucian

Perendaman dalam air yang diberi larutan NaOH sebanyak 10


Larutan
ml/L air
NaOH

Penggantian dengan air bersih sambil berasnya dicuci

Perendaman dilanjutkan sampai 35-38 jam

Penggilingan

Tepung kasar

Air Pencampuran

Penyaringan dengan kain belacu

Tepung halus Tepung kasar

Penggilingan dan penyaringan lagi

Pengeringan

Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Beras


d. Pengolahan Tepung Jagung

1 kg Jagung

Pencucian

Perendaman selama 2 jam

Penirisan

Penggilingan

Tepung jagung kasar

Penggilingan ulang

Tepung jagung halus

Pengayakan dengan ayakan 80 mesh

Tepung jagung

Gambar 1.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Jagung


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tepung merupakan suatu partikel padat yang berbentuk butiran halus
atau sangat halus. Pengertian tepung sebenarnya meliputi produk-produk
bahan baku pangan maupun selain makanan. Berdasarkan sumbernya,
tepung-tepungan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tepung nabati dan
tepung hewani. Tepung yang tergolong dalam kelompok nabati antara lain
adalah tepung terigu, tepung kedelai, dan sagu. Sementara tepung yang
tergolong hewani misalnya adalah tepung tulang, tepung ikan, tepung darah
sapi, tepung susu, dan sebagainya (Herawati, 2010).
Tepung-tepungan juga dapat dikelompokkan berdasarkan
kandungannya, yaitu Tepung dan Pati. Dalam pengertian ini, Tepung adalah
hasil penghancuran bahan baku yang telah dikeringkan hingga sangat halus
sehingga kandungan karbohidrat, protein, lemak, mineral, serta vitaminnya
masih lengkap. Sementara Pati adalah hasil ekstraksi karbohidrat dari
tepung sehingga kandungan gizi yang lain (protein, lemak, vitamin, dan
mineral) sangat rendah serta tidak diharapkan masih terkandung dalam pati.
Contoh dari Tepung adalah tepung terigu, tepung kedelai, dan tepung beras.
Contoh dari Pati adalah tapioka (kanji) dan sagu (Murtiningsih, 2011).
Menurut Sani (2014), rendemen merupakan nilai yang menunjukkan
perbandingan berat akhir suatu produk dengan bewat awal produk sebelum
diproses. Hal ini dibenarkan oleh Ahmad dkk (2013), bahwa rendemen
suatu produk dihitung dari perbandingan berat akhir dengan berat awal
produk, sementara nilai rendemen sendiri disajikan dalam bentuk persen
(%). Cakupan rendemen tidak terbatas pada skala berat saja, namun juga
volume produk. Pengukuran randemen dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar komponen produk yang hilang akibat suatu proses.
Tabel 1.1 Hasil Randemen Tepung dan Berbagai Bahan Hasil Pertanian.
Berat Berat Randemen
Kelas Jenis Tepung Keterangan
awal (gr) akhir (gr) (%)
Tepung ubi
1000 279,8 27,98 -
kuning
Tepung
1000 421 4,21 -
THP tapioka
A Tanpa
Tepung beras 1000 202,4 20,24
perendaman
Tepung Tanpa
1000 829,9 82,99
jagung perendaman
Tepung ubi
1000 272,6 27,26 -
kuning
Tepung
1000 5,06 0,506 -
THP tapioka
B Perendaman
Tepung beras 1000 1210 60,5
3 jam
Tepung Perendaman
1000 928,2 92,82
jagung 3 jam
Sumber : Laporan Sementara

Pada praktikum didapatkan data Tabel 1.1 hasil randemen tepung


ubi kuning, tepung tapioka, tepung beras dan tepung jagung dari shift A dan
shift B. Pada shift A didapatkan data randemen tepung ubi kuning sebesar
27,98%; randemen tepung tapioka sebesar 4,21%; randemen tepung beras
sebesar 20,24% dan randemen tepung jagung sebesar 82,99%. Pada shift B
didapat data randemen tepung ubi kuning sebesar 27,26%; randemen tepung
tapioka sebesar 0,506%; randemen tepung beras sebesar 60,5% dan
randemen tepung jagung sebesar 92,82%. Dari hasil praktikum, untuk
jumlah rendemen dari tepung ubi kuning sudah sesuai dengan teori menurut
Antarlina (1999), yaitu rendemen tepung ubi jalar sebesar 20-30%
tergantung dari varietas ubi jalarnya. Pada tepung beras jumlah randemen
kedua shift tidak sesuai teori, karena menurut teori Suarni (2013), randemen
tepung beras berkisar antara 80-85%. Penyimpangan dikarenakan
banyaknya sisa tepung yang menempel pada alat penggilingan. Pada tepung
jagung hasil randemen kedua shift tidak sesuai dengan teori, karena hasil
yang didapat lebih besar daripada teori. Menurut Santosa (2005), randemen
tepung jagung adalah 54,4%. Hasil praktikum tidak menunjukkan
kesesuaian dengan teori. Penyimpangan ini dapat terjadi karena jenis
varietas jagung yang digunakan berbeda. Pada tepung tapioca hasil
rendemen kedua shift tidak sesuai dengan teori, karena hasil dari praktikum
lebih kecil dibandingkan dari data yang ada. Menurut Koswara (2009),
besarnya rendemen tepung tapioca adalah 15-25%. Penyimpanan terjadi
karena ketidaktelitian praktikan dalam bekerja, selain itu juga keterbatasan
alat yang menjadikan tepung menempel pada alat penggiling.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil rendemen menurut
Clements (2004), diantaranya yaitu mutu bahan, proses tidak maksimal, dan
mesin yang kurang baik. Penggunaan bahan dengan mutu yang baik akan
meningkatkan hasil rendemen dibandingkan dengan penggunaan bahan
bermutu biasa. Keadaan ini dipicu karena sifat internal dari bahan akan
menentuan proses penyeleksian produk hingga perhitungan rendemen.
Sebagai contoh, beberapa produk tepung mengharuskan bahan dicuci dahulu
agar air dapat meresap pada bahan sehingga proses penepungan mudah.
Proses dan mesin yang tidak maksimal dalam tahapan penepungan mampu
mengurangi rendemen produk sebab produk banyak yang tertinggal dalam
mesin atau terbuang.
Tabel 1.2 Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai bahan makanan
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk
1.2 Bau - Normal (bebas dari bau
1.3 Warna - asing
Putih, khas terigu
2 Benda Asing - Tidak ada
3 Serangga dalm semua bentuk - Tidak ada
stadia dan potongan-
potongannya yang tampak
4 Kehalusan, lolos ayakan 212 m % Min 95
No. 70 (b/b)
5 Kadar air (b/b) % Maks. 14,5
6 Kadar abu (b/b) % Maks. 0,6
7 Kadar Protein (b/b) % Min. 7,0
8 Keasaman mg Maks. 50
KOH/100g
9 Falling number (atas dasar kadar detik Min. 300
air 14%)
10 Besi (Fe) mg/kg Min. 50
11 Seng (Zn) mg/kg Min. 30
12 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg Min. 2,5
13 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Min. 4
14 Asam folat mg/kg Min. 2
15 Cemaran Logam
15.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks.1,00
15.2 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
15.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10
16 Cemaran Arsen mg/kg Maks. 0,50
17 Cemaran Mikroba
17.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 106
17.2 E.coli APM/g Maks. 10
17.3 Kapang Koloni/g Maks. 104
Sumber : SNI Tepung Terigu 01-3751-2006
Tabel 1.3 Syarat Mutu Tepung Jagung menurut SNI 01-3727-1995
Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan:
- Bau - Normal
- Rasa - Normal
- Warna - Normal
- Benda asaing - Tidak boleh
- Serangga - Tidak boleh
- Pati selain jagung - Tidak boleh
Kehalusan:
- Lolos 80 mesh % Min 70
- Lolos 60 mesh % Min 99
Kadar air % (b/b) Maks 10
Kadar abu % (b/b) Maks 1.5
Silikat % (b/b) Maks 0.1
Serat kasar % (b/b) Maks 1.5
Derajat asam ml N NaOH / 100 Maks 4.0
gr
Timbale Mg/kg Maks 1.0
Tembaga Mg/kg Maks 10
Seng Mg/kg Maks 40
Raksa Mg/kg Maks 0.04
Cemarana rsen Mg/kg Maks 0.05
Angka lempeng total Koloni / gr Maks 5 x 10^6
E. Coli APM / gr Maks 10
Kapang Koloni / gr Maks 10^4
Sumber : SNI 01-3727-1995
Tabel 1.4 Syarat Mutu Tepung Beras Berdasarkan SNI 3549-2008
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bentuk - Serbuk halus
1.2 Bau - Normal
1.3 Warna - Putih, khas tepung beras
2 Benda Asing - Tidak boleh ada
3 Serangga dalam semua bentuk - Tidak boleh ada
stadia dan potongan-potogannya
yang tampak
4 Jenis pati lain selain pati beras - Tidak boleh ada
5 Kehalusan, lolos ayakan 80 % Min. 90
mesh (b/b)
6 Kadar air (b/b) % Maks. 13
7 Kadar Abu (b/b) % Maks. 1,0
8 Belerang dioksida - Tidak boleh ada
9 Silikat (b/b) % Maks. 0,1
10 Ph - 5-7
11 Cemaran logam
11.1 Kadmium (Cd) Mg/kg Maks. 0,4
11.2 Timbal (Pd) Mg/kg Maks. 0,3
11.3 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks. 0,05
12 Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,5
13 Cemaran Mikroba
13.1 Angka Lempeng total Koloni/g Maks. 1x108
13.2 Eschericia coli APM/g Maks. 10
13.3 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1x104
14 Kapang Koloni/g Maks. 1x104
Sumber : SNI 3549-2008
Tabel 1.5 SNI 01-2997-1996 Tepung Singkong
KLASIFIKASI KETERANGAN
A Keadaan
1. Bau Normal
2. Warna Normal
3. Rasa Normal
B Benda Asing Tidak boleh ada
C Serangga (bentuk stadia dan potogannya) Tidak boleh ada
D Jenis pati lain Tidak boleh ada
E Air (%) Maksimum 13
F Abu (%) Maksimum 0,5
G Serat Kasar (%) Maksimum 0,1
H Derajat asam (MI NaOH 1N/100 gram) Maksimum 4
I SO2 (mg/kg) Maksimum 30
J Bahan tambahan makanan (bahan pemutih) Sesuia SNI 01-0222-1995
L Kehalusan, lolos ayakan 100 mesh (%) Maksimum 95
L Cemaran Logam
1. Timbal (Pb) Mg/Kg Maksimum 1,0
2. Tembaga (Cu) Mg/Kg Maksimum 10,0
3. Seng (Zn) Mg/Kg Maksimum 40,0
4. Raksa (Hg) Mg/Kg Maksimum 0,05
M Cemaran Arsen (As) Mg/Kg Maksimum 0,5
N Cemaran Mikroba
1. Angka lempengan total koloni/gram Maksimum 106
2. E.coli APM/gram
3. Kapang Koloni Maksimum 10
Maksimum 104
Sumber : SNI 01-2997-1996

Untuk menghasilkan tepung jagung, biji jagung pipilan kering


disortasi kemudian disosoh untuk melepaskan kulit luarnya. Jagung sosoh
lalu dibuat tepung dengan menggunakan metode basah atau metode kering.
Bila menggunakan metode basah, biji jagung yang telah disosoh direndam
dalam air selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan, dan diproses menjadi tepung
menggunakan mesin penepung. Tepung lalu dikeringkan hingga kadar air di
bawah 11%. Penepungan dengan metode kering dilakukan dengan langsung
menepung jagung yang telah disosoh, artinya tanpa perendaman
(Suarni, 2009).
Pembuatan tepung kasava dilakukan dengan cara menghancurkan
singkong segar dan mengeringkannya sehingga menghasilkan tepung.
Umumnya, tepung kasava mempunyai warna yang lebih putih dan bau yang
lebih harum khas ketela jika dibandingkan tepung gaplek. Tepung ketela
tidak sama juga dengan tepung tapioka. Tepung tapioka dibuat dengan cara
mengestrak ketela segar, mengeringkan, dan menghaluskannya hingga
menjadi tepung pati. Tepung tapioka merupakan bahan baku dalam
pembuatan kerupuk, lem dekstrin, gula cair, biskutit/kue kering, dan biji
mutiara (Soetanto, 2008).
Cara membuat tepung ubi jalar hampir sama dengan pembuatan
tepung lainnya. Umbi diparut atau digiling hingga halus, lalu ditambahkan
air hingga membentuk bubur. Kemudian campuran diperas dan disaring
menggunakan kain saring hingga menghasilkan larutan dan ampas. Larutan
tersebut diendapkan selama 4-12 jam. Hasil endapannya dikeringkan dengan
cara dijemur atau dioven pada suhu 60C. Hasilnya diperoleh pati kasar. Pati
kasar sebaiknya digiling hingga halus, lalu diayak menggunakan ayakan 80
mesh agar menghasilkan pati halus (Murtiningsih, 2011).
Tepung beras diperoleh dengan menggiling atau menumbuk beras
yang telah direndam (sebentar) dalam air. Tepung beras juga dapat dibeli di
pasaran. Ada perbedaan antara beras biasa dengan beras ketan dalam
penampakannya. Beras biasa mempunyai tekstur yang keras dan transparan,
sedangkan beras ketan lebih rapuh, butirnya lebih besar dan warnanya putih
opak (tidak transparan). Perbedaan lainnya adalah dalam hal bahan yang
menyusun pati. Komponen utama pati beras ketan adalah amilopektin,
sedangkan kadar amilosanya hanya berkisar antara 1 2% dari kadar pati
seluruhnya. Beras yang mengandung amilosa lebih besar dari 2% disebut
beras biasa atau bukan beras ketan. Pemasakan akan mengubah sifat beras
ketan menjadi sangat lengket, dan mengkilat. Sifat ini tidak berubah dalam
penyimpanan beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Ketan digunakan
sebagai bahan utama kue basah dalam bentuk tepung ketan atau ketan utuh
(Koswara, 2009).
Menurut Suarni (2009), pengembangan olahan kue kering banyak
menggunakan bahan tambahan seperti corn flake, choco chip dan emping
jagung Hal ini menunjukkan konsumen sudah menerima bahan pangan
berbasis jagung sehingga membuka peluang pemanfaatan tepung jagung
sebagai bahan dasar dalam pembuatan kue kering. Pengembangan kue
kering berbasis tepung jagung dapat mengurangi penggunaan terigu yang
harganya makin mahal. Kelebihan tepung jagung sebagai bahan pangan
adalah kandungan serat pangannya lebih tinggi dibandingkan dengan terigu.
Serat pangan ada yang larut dan tidak larut dalam air. Serat pangan yang
larut dalam air terutama berperan dalam memperlambat kecepatan
pencernaan bahan pangan dalam usus, memberikan rasa kenyang lebih
lama, serta memperlambat kemunculan glukosa darah sehingga insulin yang
dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan diubah
menjadi energi makin sedikit.
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting di
Indonesia dimana sebagian besar produksinya (89%) digunakan sebagai
bahan pangan. Ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti
karbohidrat (pati dan serat pangan), vitamin, dan mineral (kalium dan
fosfor). Dengan demikian, ubi jalar memiliki potensi yang baik untuk di
pertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang
berbasis pada tepung dan pati. Dalam pembuatan produk seperti saos ,
makanan bayi, salad dressing dan cake mix dibutuhkan tepung yang
memiliki tingkat viskositas yang tinggi (Anggraeni dkk., 2014).
Menurut Bradburry (2005), tepung mocaf yang dihasilkan dapat
digunakan untuk membuat aneka produk pangan, antara lain kue lapis
maupun produk bihun. Pati merupakan komponen terbesar pada tepung ubi
kayu sehingga upaya perbaikan karakteristik tepung dapat dilakukan melalui
perbaikan karakteristik patinya. Salah satu metode untuk memperbaiki
karakteristik pati adalah dengan proses pragelatinisasi parsial. Proses
pragelatinisasi parsial adalah proses modifikasi pati secara fisik
menggunakan metode pemanasan pada suhu di atas kisaran suhu gelatinisasi
pati (Hidayat dkk., 2009).
Tepung beras diperoleh dengan cara menggiling biji beras hingga
halus. Biasa digunakan untuk gorengan yang renyah, berbagai kue
tradisional seperti kue mangkok dan talam, serta membuat bihun (rice
vermicelli). Tepung beras bisa digunakan untuk membuat berbagai macam
makanan. Tepung beras dibuat dengan cara menggiling beras putih sampai
pada tingkat kehalusan tertentu. Kandungan gizi yang terdapat pada beras
antara lain: karbohidrat yang terdapat pada pati kurang lebih 80%, protein
15%, lemak 5%, dan air 5%. Biasanya tepung beras digunakan dalam
pembuatan kue tradisional, yang kebanyakan merupakan kue basah, seperti
nagasari, lapis dan sebagainya. Akan tetapi sekarang tepung beras pun
sering digunakan untuk membuat cake atau kue kering. Kue kering yang
dihasilkan dari ttepung beras teksturnya lebih renyah, sedangkan cake
tepung beras teksturnya lebih padat jika dibandingkan dengan cake dari
tepung terigu, hal ini disebabkan karena kandungan lemak dan protein
tepung beras lebih rendah dibandingkan tepung terigu
(Purnomowati dkk., 2008).
Perlakuan yang dapat dilakukan dalam modifikasi pembuatan pati
yaitu secara enzimatik, pra gelatinisasi pati, pemanasan, dan kimia.
Modifikasi enzimatik pati adalah hidrolisis beberapa bagian dari pati
menjadi pati dengan berat molekul rendah (maltodekstrin) menggunakan
enzim amilolitik. Pati termodifikasi secara enzim biasanya digunakan untuk
industri makanan dan farmasi. Pati pra gelatinisasi dapat digunakan sebagai
pengental dalam air dingin. Sementara proses perlakuan panas
menyebabkan modifikasi fisik pati tanpa gelatinisas dan kerusakan granula.
Modifikasi kimia pati biasanya digunakan dalam industri farmasi dan tekstil
(Herawati, 2010).
Teknik modifikasi dapat dibagi dalam tiga tipe yaitu modifikasi sifat
rheologi, modifikasi dengan stabilisasi, dan modifikasi spesifik. Termasuk
dalam modifikasi sifat rheologi adalah depolimerisasi dan ikatan silang.
Proses depolimerasi akan menurunkan viskositas dan karena itu dapat
digunakan pada tingkat total padatan yang lebih tinggi. Cara yang dapat
dilakukan meliputi dekstrinisasi, konversi asam, dan konversi basa dan
oksidasi. Modifikasi asam dan oksidan dapat menurunkan viskositas pati
jagung. Sifat pati termodifikasi yang dihasilkan dipengaruhioleh pH, suhu
inkubasi dan konsentrasi pati yang digunakan selama proses modifikasi.
Sedangkan teknik ikatan silang akan membentuk jembatan antara rantai
molekul sehingga didapatkan jaringan makro molekul yang kaku. Cara ini
akan merubah sifat rheologi dari pati dan sifat resistensinya terhadap asam
(Wirakartakusumah, 1989).
Ada beberapa cara untuk menyimpan tepung terigu agar saat akan
digunakan kondisinya tetap baik dan tidak berubah rasanya. Penyimpanan
tepung pada tempat kering serta jauh dari bahan yang berbau menyengat.
Saat menyimpan tepung terigu, hindari mencampur dengan tepung yang
lama dengan tepung yang baru. Meskipun tepung terigu tersebut dari merk
dan jenis yang sama. Hal ini penting agar, tepung terigu terjaga kualitasnya.
Tepung yang disimpan dalam lemari es akan lebih awet dan tahan lama.
Untuk menyimpan tepung dalam jangka waktu yang lama, freezer adalah
pilihan yang tepat. Kamu dapat menyimpan tepung dalam freezer selama 48
jam untuk membunuh srangga dan kutu dalam tepung. Lakukan hal ini
sebelum kamu memakai tepung yang akan kamu gunakan (Soetanto, 2008).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pembuatan tepung dengan beberapa komoditi lokal meliputi
pencucian, perendaman, penggilingan, pengeringan, dan pengayakan.
2. Proses pembuatan tepung ubi kuning meliputi pengupasan, pencucian,
perendaman, pemotongan, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan.
3. Proses pembuatan tepung tapioka meliputi pengupasan, pencucian,
perendaman, pemarutan, pengepresan, pengeringan, penggilingan, dan
pengayakan.
4. Proses pembuatan tepung beras meliputi perendaman, penggilingan, dan
pengayakan.
5. Proses pembuatan tepung jagung meliputi perendaman, penggilingan,
dan pengayakan.
6. Rendemen untuk tepung ubi kuning, tapioka, tepung beras, dan tepung
jagung dengan perlakuan tanpa perendaman berturut-turut sebesar
27,98%, 0,421%, 20,24%, dan 82,99%. Sedangkan untuk perlakuan
perendaman selama 3 jam berturut-turut sebesar 27,26%, 0,506%,
0,506%, 121% dan 92,82%.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Moh. Irwanto., Lucia C. Mandey, Tineke M. Langi, Jenny E.A. 2013.
Pengaruh Perbandingan Santan dan Air Terhadap Rendemen, Kadar
Air, dan Asam Lemak Bebas (FFA) Virgin Coconut Oil. Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 3(2):1-9.
Akbar, Mukhamad Ryan., dan Yunianta. 2014. Pengaruh Lama Perendaman
Na2S2O5 dan Fermentasi Ragi Tape terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung
Jagung. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2.
Anggraeni, Yenny Puspita dan Sudarminto Setyo Yuwono. 2014. Pengaruh
Fermentasi Alami Pada Chips Ubi Jalar (Ipomoea Batatas) Terhadap
Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar Terfermentasi. Jurnal Pangan dan
Agroindustri Vol. 2. No. 2.
Antarlina, SS., Utomo. 1999. Proses Pembuatan dan Penggunaan Tepung Ubi
Jalar Untuk Produk Pangan. Balitkabi. Jakarta.
Badan Standar Nasional Indonesia 1996. SNI Tepung Singkong 01-2997-1996.
Badan Standar Nasional Indonesia 1998. SNI Tepung Ubi Jalar 01-4493-1998.
Badan Standar Nasional Indonesia 2006. SNI Tepung Terigu 01-3751-2006.
Badan Standar Nasional Indonesia 2008. SNI Tepung Beras 6128-2008.
Barbajide. 2012. Chemical, Functional and Sensory Properties of Water Yam
Cassava Flour And Its Paste. International Food Research Journal.
Vol.2: 903-909.
Bradburry. 2005. Simple Wetting Method to Reduce Cyanogen Content of
Cassava Flour. Journal of Food Composition and Analysis School of
Botany and Zoology, Australian National University, Canberra. Vol.
2, No.1, page 388393.
Clements, Harry F. 2004. Interaction of Affecting Yield. International Journal of
Food Engineering. Vol 15 (1): 409-442.
Darmajana, Doddy A. 2010. Upaya Mempertahankan Derajat Putih Pati Jagung
Dengan Proses Perendaman Dalam Natrium Bisulfit. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia Kejuangan Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia ISSN 1693 4393.
Djaafar, Titiek F., Siti Rahayu dan Wiryatmi. 2001. Aneka Macam Produk
Olahan Jagung. Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz, Dedi, Nuri Andarwulan, Hanny Wijaya dan Ni Luh Puspitasari. 1992.
Petunjuk Praktikum Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional
Komponen Pangan. IPB Press. Bogor.
Herawati, Heny. 2010. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai
Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 30 (1): 31-39.
Hidayat, Beni., Kalsum Nurbani., dan Surfiana. 2009. Karakterisasi Tepung Ubi
Kayu Modifikasi yang Diproses Menggunakan Metode
Pragelatinisasi Parsial. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian.
Volume 14, No. 2. Lampung.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras. eBookPangan.com.
Larotando, D S. 2004. Biodegradablefilms Made from Raw Acetylated Cassava
Starch. Brazilian Archives and Technology. An International Journal 47
(3): 477-484.
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya.
Agro Media Pustaka. Jakarta.
Purnomowati, Ida; dkk.. 2008. Aneka Kudapan Berbahan Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Sani, Robby Nasrul., Fithri Choirun Nisa, Ria Dewi Andriani, Jaya Mahar
Maligan. 2014. Analisis Randemen dan Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol Mikroalga Laut Tetraselmis Chuii. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. Vol. 2 (2): 121-126.
Santosa, Sudaryono, dan Widowati. 2005. Evaluasi Teknologi Tepung Instan dari
Jagung Brondong dan Mutunya. Jurnal Pasca Panen. Vol. 2 (2): 18-
27.
Soetanto, Edy. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Kanisius. Yogyakarta.
Suarni, Firmansyah, dan Aqil. 2013. Keragaman Mutu Pati Beberapa Varietas
Beras. Jurnal Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 32(1):50-56.
Sunarti. 2002. Study on Outer Chains from Amylopectin between Imbolized and
Free Debranching Enzymes. J. Appl. Glycosci. 48 (1) : 1-10.
Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Wirakartakusumah, M.A., Rizal Syarief,Dahrul Syah. 1989. Pemanfaatan
Teknologi Pangan Dalam Pengolahan Singkong. Buletin
Pusbangtepa, 7 : 18. IPB. Bogor.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Rendemen tepung jagung:



= 100%

1210
100% = 30,25%
1000
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1.5 Penggilingan Jagung Gambar 1.6 Tepung Beras

You might also like