Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus. Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta
balita dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia
adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, klurang
pengetahuan, intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun
2005-2009 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan
sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota Medan 71,0%.
Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%,
imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan Akademi/PT masing –
masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%,
jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan
meninggal 4,8%.
Jika broncopnemonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada
broncopnemonia dapat menimbulka empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan
asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam
mengenai penyakit broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan
keperawatan pada pasien bronkopnemonia dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit
broncopneumonia.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk memahami tentang penyakit Broncopneumonia yang terjadi pada anak.
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak Broncopneumonia dengan aplikasi
NANDA NIC NOC.
BAB II
PEMBAHASAN
3. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain cyanosis, nafas cuping hidung,
takikardia, dipsnea, gelisah, stridor, retraksi otot dada dan sesak, dimana tanda dan gejala
tersebut dapat menimbulkan masalah kerusakan pertukaran gas dan pola nafas tak efektif. Tanda
dan gejala lain yang timbul adalah kelemahan, keletihan, kelelahan yang akan menimbulkan
masalah intoleransi aktifitas. Jika kuman terbawa bersama makanan akan masuk ke lambung dan
terjadi peningkatan asam lambung, hal inilah yang menyebabkan mual, muntah dan anoreksia,
sehingga timbul masalah pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, selain itu bisa juga
terjadi demam dan berkeringat yang dapat menimbulkan masalah risiko kekurangan volume
cairan dan hipertermia. Batuk dan pilek merupakan reaksi tubuh akibat adanya infeksi traktus
respiratori yang akan menimbulkan masalah bersihan jalan nafas tak efektif. Masalah risiko
penularan infeksi juga dapat terjadi jika kuman sudah masuk ke dalam alveoli dan bronkiolus.
Dengan timbulnya tanda dan gejala dan disertai dengan kurangnya pemahaman orangtua
sehingga keluarga bertanya-tanya tentang penyakit pasien, maka timbullah masalah kecemasan
orangtua.
4. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, mikroplasma, jamur dan aspirasi makanan yang
melalui inhalasi droplet akan teraspirasi masuk ke saluran nafas atas kemudian masuk ke saluran
nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menginfeksi jaringan interstisial parenkim paru.
Dengan daya tahan tubuh yang menurun, terjadilah infeksi pada traktus respiratorius atau jalan
nafas. Adanya infeksi jalan nafas akan timbul reaksi jaringan berupa edema alveolar dan
pembentukan eksudat. Hal tersebut akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke
bronkioli, alveoli dan paru-paru. Terjadinya proliferasi mengakibatkan sumbatan dan daya
konsolidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 menjadi terhambat dan
terjadilah gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus
menyebabkan terjadi peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam
kapiler atau hipoventilasi yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal tersebut
menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu
membuang CO2 sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah
gangguan difusi dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenasi ke jaringan
tidak memadai. Jika gangguan ventilasi, difusi dan perfusi tidak segera ditanggulangi akan
menyebabkan hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan beberapa manifestasi klinis.
5. WOC
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner
b. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi
c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
d. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
e. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi tuberkulosis jika
anak tidak berespon terhadap pengobatan
f. jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial
g. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya
penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
h. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
i. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
j. virus
7. Komplikasi
Komplikasi dapat muncul jika terjadi penyebaran infeksi seperti meningitis, otitis media,
perikarditis, bronkiektasis, empiema dan lain-lain.
8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan supportive bila virus pneumonia
b. Bila kondisi berat harus dirawat
c. Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena
d. Antibiotik sesuai dengan program
e. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotic
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
b. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
e. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungan dengan kejang
3. Intervensi
NO Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil NIC
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas.
Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik :
1. Batuk tidak ada
2. Bunyi napas tambahan
3. Perubahan dalam frekuensi napas
4. Perubahan dalam irama pernapasan
5. Sianosi
6. Dyspnea
7. Sputum terlalu banyak
8. Batuk tidak efektif
9. Mata terbelalak ( Melihat ) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam jalan
napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
2 Kerusakan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat.
Definisi :
Penurunan jalanya gas oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan system vaskuler.
Batasan Karakteristik :
1. Abnormalnya gas darah arteri
2. Abnormalnya pH arteri
3. Abnormalnya pernapasan
4. Abnormalnya warna kulit
5. Hipoksemia
6. Takikardi
7. Diphoresis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam ventilasi dan pertukaran
gasefektifi dengan kriteria hasil :
Indikator skala :
1: ekstrim
2: berat
3: sedang
4: ringan
5: Tidak ada NIC :
Aktivitas
Manajemen asam basa
Aktivitas :
1. Pertahankan kepatenan akses IV
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Pantau kadar eletrolit
4. Pantau pola nafas
5. Sediakan terapi oksigen
Terapi Oksigen
Aktivitas :
1. Bersihkan secret mulut dan trakea
2. Jaga kepatenan jalan napas
3. Sediakan peralatan oksigen, sistim humadifikasi
4. Pantau aliran oksigen
5. Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien
6. Monitor aliran oksigen dalam liter
7. Monitor posisi pemasangan alat oksigen
3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi.
Definisi :
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
Batasan Karakteristik :
1. Napas dalam
2. Perubahan gerakan dada
3. Bradipnea
4. Penurunan tekanan ekspirasi
5. Penurunan tekanan inspirasi
6. Dispnea
7. Napas cuping hidung
8. Ortopnea Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam …x 24 jam pola napas efektif dengan
criteria hasil :
Indikator skala :
1: ekstrim
2 : Berat
3: sedang
4: ringan
5: tidak ada
NIC :
Manajemen Jalan Napas
Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan
4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan
5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
Bantuan Ventilasi
Aktivitas :
1. Jaga kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi yang mengurangi dyspnea
3. Bantu perubahan posisi dengan sering
4. Pantau kelemahan oto pernapasan
5. Mulai dan jaga oksigen tambahan
6. Pantau status respirasi dan respirasi.
4 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea.
Definisi :
Suatu keadaan yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intra selular.
Faktor resiko :
1. Penyimpanan yang mempengaruhi akses cairan
2. Penyimpangan yang memperngaruhi pemasukan cairan
3. Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama … x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan criteria hasil :
NOC: Hidrasi
1. Dehidrasi kulit
2. Membran mucus yang basah
3. Edema perifer
4. Nafas pendek tidak ditemukan
5. Mata cekung tidak ditemukan
6. Bunyi napas tambahan tidak ditemukan
Indikator skala :
1: ekstrim
2: Sangat
3: Sedang
4: Sedikit
5: tidak ada NIC:
Manajemen cairan
Aktivitas :
1. Timbang BB tiap hari
2. Hitung haluaran
3. Pertahankan intake yang adekuat
4. Monitor status hidrasi
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan resiko cidera dapat di
hindari, dengan kriteria hasil :
NOC :
a. Monitor factor resiko lingkungan
b. Monitor factor resiko individu
c. Melakukan strategi control resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
Indikator skala :
1 : tidak adekuat
2 : sedikit adekuat
3 : kadang – kadang adekuat
4 : Adekuat
5 : Sangat adekuat
1 NIC:
Manajemen kejang
Aktivitas :
1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera.
2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang.
3. Longgarkan pakaian klien
4. Temani klien selama kejang
Mengatur airway
Aktivitas :
1. Berikan oksigen bila perlu
2. Berikan terapi iv line bila perlu
3. Monitor status neurology
4. Monitor vital sign
5. Orientasikan kembali klien setelah kejang
6. Laporkan lamanya kejang
7. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan
kejang.
8. Dokumentasikan informasi tentang kejang
9. Kelola medikasi (kolaborasi)
10. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
Manajemen Lingkungan
Aktivitas:
1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk klien,
menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
2. Memasang pengaman tempat tidur
3. Memberikan penerangan yang cukup
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan keluarga adanya perubahan
status kesehatan
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal
yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,
intelektual dan teknikal. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen, dependen
atau tidak mandiri serta inter-dependen atau sering disebut intervensi kolaborasi, (Gaffar, 1999).
Implementasi berdasarkan intervensi yang telah disusun.
5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan SOAP dan disesuaikan dengan kriteria
hasil atau NOC yang pada intervensi keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama alveoli atau
parenkim yang sering menyerang pada anak – anak. Penyebab Broncopneumonia adalah
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara
lain cyanosis, nafas cuping hidung, takikardia, dipsnea, gelisah, stridor, retraksi otot dada
dan sesak. Komplikasi dapat muncul jika terjadi penyebaran infeksi seperti meningitis,
otitis media, perikarditis, bronkiektasis, empiema dan lain-lain.
B. Saran
Penulis mengharapakan makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memberikan
asuhan keperawatan dan dijadikan sebagai tambahan sumber bahan kuliah pada mata
kuliah keperawatan anak di program S1 Keperawatan.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari salah dan
kekhilafan, untuk itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.
ASKEP BRONCHOPNEUMONIA
BAB I
PENDAHULUAN
1. I. LATAR BELAKANG MASALAH
Visi pemerintah Indonesia dalam pembangunan kesehatan yaitu Indonesia sehat 2010 dapat diwujudkan
dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan penurunan angka kesakitan serta kematian pada
balita. Dari data di suatu rumah sakit didapatkan data 10 besar penyakit anak yaitu: diare, febris, tipoid,
bronkopnemoni, talasemia, febris kejang, bronchitis, meningitis, demam berdarah, nefrotik sindrom dan
hepatitis. Salah satu dari 10 besar penyakit anak di atas adalah bronkopnemoni yaitu penyakit radang
paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan bena asing. Aadapun ciri-ciri penyakit ini
adalah batuk, napas cepat, napas sesak dan demam. Penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan
ataupun ditangani tetapi kebanyakan bayi atau anak meninggal karena tidak mendapatkan pengobatan
semestinya atau terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit bronkopnemoni ini.
Bronkopnemoni merupakan masalah ksehatan di dunia karena angka kematiannya yang tinggi, tidak
hanya di negara berkembang seperti Indonesia tetapi juga di negara maju seperti di Amerika Serikat
misalnya terdapat 2-2 juta kasus pertahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang. Di Indonesia
penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan TBC.
Tingginya angka kematian pada balita yang disebabkan oleh penyakit Bronkopnemoni tertarik untuk
lebih mendalami kasus pada pasien Bronkopnemoni melalui asuhan keperawatan.
1. II. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan dan mempelajari lebih dalam tentang penyakit Bronchopneumonia
melalui pendekatan proses keperawatan secara komprehensif.
1. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pendekatan pengkajian pada anak dengan Bronchopneumonia
2. Mahasiswa mampu menganalisa atau menemukan masalahkeperawatan
3. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk mengatasi
masalah keperawatan yang muncul.
4. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan dalam pemecahan
masalah keperawatan
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
BAB II
PEMBAHASAN
1. I. KONSEP DASAR
1. A. PENGERTIAN
* Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang
ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate. (Whalley and Wong, 1996)
* Bronchopneumonia adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan
gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G Bare, 1993)
* Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
* Bronchopneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. (Ngastiah, 2003)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bronchopneumonia adalah
radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
1. B. ETIOLOGI
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotic yang tidak sempurna.
1. C. PATOFISIOLOGI
Bronchopneumonia merupakan infeksi sekuler yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernapasan sehingga terjadi peradangan broncus dan
alveolus. Inflamasi broncus ditandai adanya penumpukan sekret sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi
yang terjadi adalah kolaps alveoli, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas dan napas ronchi. Fibrosis bisa
menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang
berfungsi untuk melembabkan rongga pleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga
paru) adalah tindak lanjut daripembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas,
hipoksemia, asidosis respiratori pada klien terjadi sianosis, dipneu dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal napas.
1. D. MANIFESTASI KLINIS
n Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi bagian
atas
n Sakit kepala
n Nyeri otot
n Anoreksia
Terjadi di daerah lobus paru. Gejalanya seperti demam, anoreksia, napas cepat dan batuk.
1. Lobubaris
Biasanya didahului oleh saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh 39-40oC dan
kadang disertai kejang demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dipsneu, pernapasan cepat, dan dangkal
disertai pernapasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung san mulut. Kadang disertai muntah dan
diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa hari mula-
mula kering kemudian menjadi produktif.
1. Interstitial (Bronkhiolus)
Terjadi di daerah interstitial. Pada jaringan ini ditemukan infiltrat sel radang, juga dapat ditemukan
edema, dan akumulasi mucus serta eksudat. Karena adanya edema dan eksudat maka dapat terjadi
obstruksi partial atau total pada bronkhiolus.
1. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
n Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan tes
resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
n Pemeriksaan Laboratorium
n Pemeriksaan radiologis
1. G. PENULARAN
Penyakit ini merupakan penyakit menular dengan cara penularan sebagai berikut:
1. H. PENCEGAHAN
1. I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Kemoterapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 x 500 mg sehari atau
tatrasiklin 3-4 mg sehari. Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada
kasus yang berat.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat, umunya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat di rumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Diberikan mukolitik untuk mengencerkan lendir dan ekpektoran untuk memudahkan pengeluaran
dahak atau getah radang dari paru.
4. Bila terdapat obtruksi jalan napas, dan lendir diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diberikan kecuali kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah
antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.
6. Cairan intravena D5% dan KAEN 3A
7. Atipiterik diberikan apabila demam
8. Diet TKTP, selama masih sesak napas hati-hati dalam pemberian makanan per oral.
1. J. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat
kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Terjadi apabila penumpukan sekret akibat berkurangnya
daya kembang paru-paru terus terjadi. Penumpukan sekret ini akan menyebabkan obstruksi bronchus
intrinsik. Obstruksi ini akan menyebabkan atelektasis obstruksi dimana terjadi penyumbatan saluran
udara yang menghambat masuknya udara ke dalam alveolus.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu
tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. Ini disebabkan apabila terjadi penyebaran virus
hemofilus influenza melalui hematogen ke sistem saraf sentral. Penyebaran juga bisa dimulai saat terjadi
infeksi saluran pernapasan.
1. Riwayat Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
3. Observasi
1. Pernapasan
Gejala : pernapasan dangkal, penggunaan obat aksesorius, dipneu, takipneu, tanda bunyi napas ronchi
halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau kulit
Gejala : Kelelahan, kelemahan, insomnia, penurunan toleransi aktivitas, sirkulasi takikardi, dan pucat
Tanda : Hiperaktivitas bunyi usus, distensi abdomen, turgor kulit buruk, kakeksia.
1. B. PATHWAY KEPERAWATAN
Virus
Saluran Pernapasan
Bersihan Jalan
Hipertermi
Penurunan Kecepatan
Difusi Gas
Kelemahan
Intoleransi Aktivitas
1. C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX I
KH:
1. DX II
KH:
* Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan.
* Tidak ada gejala distress pernafasan.
* GDA dalam rentang normal.
o pH= 7,35-7,45
o PaO2= 80-100 mmHg
o SaO2= 95%-100%
o Pa CO2= 35-45 mmHg
o HCO3= 22-26 mEq/liter
1. Observasi warna kulit dan kelembaban mukosa yang merupakan tanda sianosis.
2. Kaji status mental.
3. Awasi suhu tubuh.
4. Pertahankan istirahat tidur.
5. Ajarkan relaksasi.
6. Monitor GDA.
7. Kolaborasi pemberian oksigen.
1. DX III
KH:
* Nadi
2 tahun 25 x/menit
4 tahun 23 x/menit
6 tahun 21 x/menit
8 tahun 20 x/menit
14 tahun 18 x/menit
16 tahun 17 x/menit
1. DX IV
KH:
1. DX V
NOC: Termoregulasi
KH:
1. Observasi TTV
2. Berikan minuman per oral
3. Kompres dengan air hangat
4. Kolaborasi pemberian antipiretik
1. E. EVALUASI
1. Tidak ada dipsneu
1. DX I
4 : Jarang terjadi
5 : tidak ada
2. DX II
3 : Hampir normal
4 : Cukup Normal
5 : Normal
3. DX III
5 : Pasien mandiri
3 : Hampir normal
4 : Cukup Normal
5 : Normal
4. DX IV
1. Mempertahankan BB
3 : BB turun sampai 1 kg
4 : BB turun sampai ½ kg
5 : BB stabil
3 : Energi sedang
4 : Energi cukup
5 : Energi adekuat
5. DX V
3 : Hampir normal
4 : Cukup Normal
5 : Normal
DAFTAR PUSTAKA
Berhman. Kliegman, Arwin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Vol 2. Jakarta: EGC.
Betz, C.L. & Sowden, L.A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Divisi Ilmiah. 1994. Buku Pintar Anak. Fakultas Kedokteran Yogyakarta: UGM..
Nanda, 2001. Diagnosis Keperawatan NANDA: Klasifikasi dan Definisi 2001-2002. Alih Bahasa: Ani
Haryani, dkk, Jakarta: PSIKO-BOZ UGM.
Prince, S.A. & Wilson L.M. 1005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi IV. Jilid 2.
Jakarta: EGC.
Reaksi:
Posting Komentar
Pengikut
Arsip Blog
► 2013 (1)
▼ 2012 (1)
o ▼ Maret (1)
ASKEP BRONCHOPNEUMONIA
► 2010 (4)
► 2009 (4)
Mengenai Saya
Just Beto
Simple.