You are on page 1of 19

PRAKTIKUM BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN

ACARA V
ANALISISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA

Disusun oleh:
Risma Dewi N ( )
Rodiyah Tri U (13911)
Emeralda Wijaya ( )
Ghufran Shauma B (13943)

Gol/ Kelompok : A4/ 6


Asisten : 1. Irfan Ardiansyah
2. Dian Perwitasari
3. Raditha Pingky

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ACARA V
ANALISISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KELAPA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan komoditas strategis yang memiliki
peran sosial, budaya, dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. merupakan
tanaman tahunan yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tanaman kelapa dapat diambil
daging buahnya untuk memasak, air dari tanaman kelapa juga dapat dijadikan minuman segar
ataupun untuk obat, bahkan sabut kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk membuat sapu dan
peralatan rumah tangga lainnya. Tanaman kelapa sudah banyak dibudidayakan di wilayah
Indonesia karena sangat diperlukan untuk berbagai macam kebutuhan. Untuk memenuhi
permintaan kelapa yang tinggi maka produksi tanaman kelapa juga harus ditingkatkan.
Pada proses budidaya tanaman dibutuhkan kesesuaian lingkungan dengan sifat
tanaman. Kesesuaian lahan pastinya akan memberikan dampak yang positif bagi budidaya
tanaman. Faktor lingkungan meliputi sinar matahari, temperatur, curah hujan, kelembaban,
keadaan tanah dan kecepatan angin merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam
budidaya tanaman. Beberapa faktor lain yang perlu diperhatikan adalah letak lintang,
ketinggian tempat, curah hujan, temperatur, kelembaban, penyinaran matahari, dan
sebagainya untuk mengetahui tempat yang cocok untuk ditanami kelapa. Tanaman kelapa
tumbuh optimum pada 10º LS-10º LU, dan masih tumbuh baik pada 15ºLS- 15º LUº. Oleh
karena itu, kelapa banyak ditemui tumbuh di daerah tropis seperti Philipina, Indonesia,
Srilanka, dan Malaysia.
Kesesuaian lahan dan iklim adalah syarat utama dalam melaksanakan kegiatan
perluasan tanaman kelapa agar produktivitas potensial dapat dicapai disamping pengguinaan
bibit unggul. Cara yang dilakukan di masa lalu tanpa mempertimbangkan kesesuaian lahan
dan iklim mengakibatkan timbulnya berbagai masalah seperti tanaman kelapa rusak atau mati
akibat serangan penyakit busuk pucuk atau kekeringan.

B. Tujuan
1. Mempelajari kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa di Kulon Progo, Yogyakarta.
2. Mempelajari aspek teknis budidaya yang diterapkan di lapangan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dampak dari kelapa (Cocos nucifera L.) pada sejarah penyebaran manusia di daerah
tropis lembab tak tertandingi di kerajaan tanaman. Sebagai sumber portabel makanan dan air,
kelapa memainkan peran penting dalam kemampuan manusia untuk pelayaran, membentuk
rute perdagangan, dan menjajah di Lingkar Luar Pasifik dan daerah di seluruh daerah tropis
dunia lampau. Spesies ini terus memiliki ratusan kegunaan sebagai sumber makanan,
minuman, serat, bahan konstruksi, arang, dan minyak (digunakan dalam memasak, farmasi,
aplikasi industri, dan biofuel); lebih dari 12 juta hektar kelapa saat ini ditanam di seluruh
negara-negara tropis (Rahman et al., 2016).
Sejarah penyebaran dan budidaya spesies ini begitu mendasar terkait dengan sejarah
manusia di daerah tropis. Kesesuaian tanah merujuk pada kemampuan sebagian tanah
mentolerir produksi tanaman secara berkelanjutan. Evaluasi menyediakan informasi tentang
kendala dan peluang untuk penggunaan tanah dan karenanya keputusan panduan penggunaan
sumber daya optimal, pengetahuan yang brgitu penting menjadi prasyarat untuk perencanaan
penggunaan tanah dan pengembangannya. Selain itu, semacam analisis memungkinkan
mengidentifikasi terutama membatasi faktor-faktor untuk produksi pertanian dan
memungkinkan pengambilan keputusan seperti penggunaan tanah, menggunakan
perencanaan tanah, dan layanan pendukung pertanian untuk mengembangkan manajemen
tanaman sehingga mampu mengatasi kendala tersebut, dan mencapai peningkatan
produktivitas. Tanah bisa dikategorikan menjadi spasial didistribusikan potensi zona
pertanian berdasarkan sifat-sifat tanah, medan karakteristik dan menganalisis keefektivan
penggunaan tanah (Bandyopadhyay et al., 2009).
Produksi bisa dipenuhi melalui survei sistematis Tanah, mengevaluasi potensinya
untuk berbagai macam penggunaan pilihan tanah dan merumuskan rencana tanah yang
ekonomis serta penggunaan yang layak, dapat diterima secara sosial dan lingkungan (Sathish
and Niranjana, 2010). Kelapa merupakan tanaman serba guna karena setiap bagian tanaman
bermanfaat bagi manusia. Tanaman kelapa dijuluki “Tree of Life” karena memiliki berbagai
manfaat. Kelapa merupakan tanaman penting bagi negara-negara Asia –Pasifik. Beberapa
Negara berkembang banyak yang menggantungkan kehidupannya pada tanaman kelapa
sebagai sumber makanan, minuman, bahan bangunan, rumah, obat-obatan, kerajinan tangan,
bahkan kelapa juga dijadikan bahan baku pada sejumlah industri penting seperti kosmetik,
sabun, dan lain lain. Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.) penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya. Bagian tanaman kelapa yang paling bernilai ekonomi
adalah daging buah (Kriswiyanti, 2013).
Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu faktor pembentuk tanah yang dominan di suatu lokasi tersebut. Faktor – faktor
pembentuk tanah tersebut yaitu bahan induk, iklim, relief, organisme, dan waktu. Sifat bahan
induk berpengaruh terhadap aras perkembangan tanah dan kecepatan faktor lain dalam
mempengaruhi proses pembentukan tanah. Iklim secara langsung mempengaruhi suhu tanah
dan hubungannya dengan lengas tanah serta secara tidak langsung melalui tumbuhan.
Tumbuhan merupakan hasil interaksi antara batuan, iklim, dan tanah. Aktivitas manusia juga
dapat mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Ketinggian permukaan tanah, kemiringan, dan
aspek kemiringan, berpengaruh terhadap hubungan permukaan tanah dan kedalaman air
tanah, ketahanan terhadap erosi, dan gerakan air lateral di dalam tanah. Dalam proses
pembentukan tanah, faktor bahan dan energi bahan induk, iklim, tumbuhan, berinteraksi
menurut waktu (Sutanto, 2005).
Kelapa tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan antara 1300-2300
mm/tahun dengan drainase tanah yang baik. Kelapa sangat peka terhadap suhu rendah dan
tumbuh optimal pada suhu 20-27oC, dan mengalami perubahan fisiologis serta morfologis
pada suhu 15oC. kelapa menyukai sinar matahari dan lama penyinaran minimum 120
jam/bulan atau 2000 jam/tahun. Penaungan membuat tanaman terhambat pertumbuhannya.
Tanaman kelapa tumbuh baik pada ketinggian dari pinggir lau sampai 600 mdpl dan optimal
pada0-450 mdpl. Pada ketinggian 450-1000mdpl kelapa mengalami keterlambatan dalam
waktu berbuah, produksi sedikit dan kadar minyaknya rendah. Tanaman kelapa dapat tumbuh
pada tanah dengan pH 5-8 (Suhardiono, 1993).
Penurunan dalam hal produktivitas, kualitas, dan efisiensi pada lahan budidaya di
Indonesia terjadi karena lahan yang hilang kesuburannya akibat penggunaan pupuk kimia
yang tidak bijaksana atau berlebihan. Secara teknis, agar pemupukan efisien dan efektif perlu
memperhatikan jenis pupuk yang akan digunakan, waktu dan frekuensi pemupukan, cara
penempatan pupuk, dan jumlah (dosis) pupuk. Ketepatan waktu pemupukan akan
berpengaruh pada periode pertumbuhan (Sumarji, 2013). Penggunaan pupuk yang efisien
dapat mengurangi biaya produksi tanaman jika penghematan pupuk melebihi biaya pengujian
tanah. Selain itu, mengurangi jumlah aplikasi pupuk juga dapat mengurangi pencucian nutrisi
dan meningkatkan kualitas air tanah (Flemings et al., 1998). Pemupukan yang efisien juga
dapat mempertimbangkan hasil uji kesuburan tanah yang dapat mengeetahui potensi lahan
dan kendala yang harus diatasi, juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan yaitu
dengan melihat kenampakan fisik tanaman (Davidescu dan Davidescu, 1982).
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Budidaya Tanaman Tahunan Acara V yang berjudul “Analisis Kesesuaian
Lahan Untuk Tanaman Kelapa”, dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 25 Februari 2017 di
Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.. Bahan yang dibutuhkan adalah kebun kelapa
(Cocos nucifera) milik petani Bantul. Alat yang digunakan antara lain alat tulis menulis,
kendaraan, dan komputer atau laptop dengan koneksi internet.
Cara kerja dalam praktikum ini yaitu ke kebun kelapa yang dimiliki petani di daerah
yang telah ditentukan yaitu kabupaten Kulon Progo didatangi. Kemudian diamati keadaan
lingkungan yang terdapat dilokasi, yang dapat digunakan sebagai kriteria penentuan kelas
kesesuaian lahan. Kriteria tersebut diantaranya yaitu ketinggian tempat, jenis tanah,
kedalaman air tanah, suhu udara rata-rata tahunan, panjang penyinaran, dan tekstur tanah.
Pendekatan-pendekatan ilmiah digunakan agar kriteria beberapa lokasi dapat ditentukan,
misalnya kedalaman air tanah dapat dilihat dari kedalaman sumur milik petani yang
bersangkutan. Suhu udara rata-rata dapat dihitung dengan rumus Braak (berdasarkan
ketinggian tempat). Tekstur tanah dapat didekati dengan metode perabaan (praktis dilakukan
di lapangan). Untuk ketinggian tempat (altitude) dan latitude (letak garis lintang) dapat
ditentukan dengan teknologi informasi yang sudah sangat berkembang seperti sekarang ini.
Dengan diketahuinya nama desa atau kecamatan atau kabupatennya, altitude dan latitude
dapat dengan mudah diketahui dengan pemanfaatan wikimapia (www.wikimapia.org) atau
Google Earth (http://earth.google.com) di internet. Bahkan dapat juga ditampilkan peta
wilayah tersebut apabila dilihat dari ketinggian tertentu. Dari data kriteria kesesuaian lahan
yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya ditentukan kelas kesesuaian lahan lokasi yang dipilih
untuk budidaya tanaman kelapa. Setelah itu dibuat laporan tentang perbandingan antara
kondisi ideal (lampiran syarat tumbuh kelapa dilihat) dan kenyataan di lapangan dalam
kaitannya dengan budidaya tanaman kelapa.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Kelas kesesuaian lahan pada lahan yang diamati
No Kualitas Lahan Karakteristik
1 Ketinggian tempat 54 mdpl
2 Jenis tanah Grumusol dan Litosol
3 Kedalaman air Kedalaman sumur 12 m
Suhu udaha rata-rata 30oC atau 25,97 oC (menggunakan pendekatan
4
tahunan Metode Braak)
5 Topografi Dataran Rendah dan Bantaran Sungai
6 Tekstur dan warna tanah Lempung Hitam

B. Pembahasan
Tanaman kelapa banyak dibudidayakan karena memiliki berbagai macam manfaat.
Tanaman kelapa sendiri memiliki syarat tumbuh tertentu seperti lingkungan yang sesuai.
Menurut Suhardiman (1990) pertumbuhan kelapa dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor
tanah. Faktor-faktor tanah diantaranya adalah keasaman (pH) tanah, jenis tanah dan
permukaan air.Sedangkan faktor iklim diantaranya ketinggian (elevasi), suhu udara,
kelembabam udara, curah hujan dan intensitas penyinaran sianar matahari.
Rerata temperatur tahunan untuk pertumbuhan kelapa berkisar antara 20 sampai 35 oC
(Suratinojo dkk, 2013). Suhu rata‐rata tahunan adalah 27° C dengan fluktuasi 6‐7°C. Suhu
yang tinggi dapat mengakibatkan tanaman muda (yang sedang tumbuh berkembang) menjadi
kering dan tanaman produksi menjadi berkurang buahnya. Suhu yang sedikit lebih tinggi dari
optimal tidak akan berakibat jelek asalkan tidak dibarengi dengan rendahnya kelembaban,
angin yang kering dan panas, atau ketersediaan air yang kurang. Pada penurunan suhu secara
insidentil hingga 15° C dilaporkan tidak membahayakan tanaman, dan diduga suhu 10° C
yang terjadi secara insidentil merupakan suhu terendah bagi tanaman kelapa.
Curah hujan minimum sekitar 1000 mm/tahun dan yang optimal sekitar 1000 sampai
5000 mm per bulan atau antara 1800 ‐ 2200 mm per tahun dengan penyebaran yang merata
sepanjang tahun. Defisit air yang dianggap sesuai bagi tanaman kelapa adalah 200 mm per
tahun. Jika defisit air > 400 mm per tahun maka areal tersebut tidak disarankan untuk
pertanaman kelapa. Menurut Thampan (1981), produksi tanaman kelapa lebih berkaitan
dengan defisit air daripada jumlah curah hujan. Untuk setiap kenaikan defisit air sebesar 100
mm per tahun, diperkirakan dapat menurunkan produksi hingga + 300 kg kopra per hektar
per tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan tanaman karena akan
menghambat penyerbukan serta berkaitan erat dengan pendeknya penyinaran matahari,
tingginya kelembaban, serta rendahnya suhu.
Menurut Fremond (1966), kelembaban untuk kelapa harus selalu tinggi yaitu berkisar
antara 80 ‐ 90%. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan mengurangi
penguapan (transpirasi) yang berakibat menurunnya kemampuan pengambilan (up‐take)
unsur‐unsur hara, sehingga dapat berakibat menurunnya jumlah buah menyebabkan
berkembang dan menyebarnya penyakit cendawan.
Tanaman kelapa memerlukan sinar matahari yang cukup dengan jumlah lamanya
penyinaran > 2000 jam per tahun atau sekitar 160 jam per bulan.Penyinaran yang kurang
akan menghambat proses fotosintesis tanaman. Penyinaran matahari akan meningkatkan suhu
daun sehingga meningkatkan aktivitas tanaman.Tanaman yang tumbuh pada daerah yang
selalu berawan biasanya tidak memberikan hasil yang memuaskan walaupun faktor‐faktor
iklim lainnya cukup baik, begitu pula kelapa yang berada di bawah naungan di tempat
terlindung (Agro Ekologi Tanaman Kelapa, 2014).
1. Letak, Luas dan Batas Daerah Penelitian

Wilayah Kecamatan Sentolo berbatasan dengan :


 Utara : Kecamatan Namggulan
 Timur : Sungai Progo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Kecamatan
Moyudan Kabupaten Sleman
 Selatan : Kecamatan Lendah
 Barat : Kecamatan Pengasih dan Kecamatan Panjatan

Kecamatan Sentolo memiliki luas lahan 5.265,34 Ha. Berdasarkan pemetaan dalam
RTRW Kabupaten Kulon Progo, Kecamatan Sentolo termasuk dalam kawasan
pertanian/perkebunan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan
pertambangan (pasir batu dan batu gamping).

Desa Sukoreno berjarak 3,9 km dari pusat pemerintahan kecamatan dan dapat
ditempuh sekitar 10 menit dengan menggunakan kendaraan. Jarak Desa Sukoreno dari
Kabupaten Kulon Progo yaitu 12 km, sehingga untuk menuju ke Kabupaten Kulon Progo
dengan kendaraan diperlukan waku 30 menit. Adapun jarak Desa Sukoreno menuju Ibukota
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 20 km dengan waktu tempuh 50 menit dengan
memakai kendaraan. Jarak ke Ibukota Negara adalah 504 km yang cukup jauh. Jarak pusat
pemerintahan desa dengan pusat pemerintahan kecamatan, kabupaten dan ibukota provinsi
sangat berpengaruh dalam hal administrasi desa berkaitan dengan informasi, distribusi,
transportasi dan interaksi desa dengan wilayah desa lain. Desa Sukoreno berada cukup dekat
dari pusat perkotaan, sehingga fasilitasfasilitas umum misalnya fasilitas pendidikan,
kesehatan, pemerintahan sudah cukup memadai.

Luas Daerah dan Bagian-Bagian Desa Desa Sukoreno memiliki luas 849,40 Ha.
Wilayah ini memiliki tiga belas wilayah padukuhan, yaitu Dukuh Sidowayah, Sukoponco,
Mertan, Belimbing, 8 Banjaran, Banggan, Semen, Depok, Suren, Gembongan, Ngaglik,
Worawari dan Kalimenur. Desa Sukoreno dibagi menjadi 26 RW dan 52 RT.

2. Kondisi Iklim

Curah hujan
Kulon Progo memiliki iklim tropis. Musim panas di sini memiliki curah hujan yang
banyak. Suhu rata-rata tahunan di kulon progo adalah 30°C. Curah hujan di sini rata-rata
2500 mm/th.
3. Temperatur udara

Kecamatan Sukoreno, Kabupaten Kulon Progo berada pada ketinggian 54 m di atas


permukaan air laut. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Braak, dapat diketahui
rata-rata temperature harian adalah 25,97 °C.
4. Kondisi Tanah
Jenis tanah di Desa Sukoreno Kecamatan Sentolo, Kulon Progo adalah tanah jenis
grumusol dan litosol. Tanah grumusol merupakan tanah yang terbentuk dari batuan induk
kapur dan tuffa vulkanik yang umumnya bersifat basa sehingga tidak ada aktivitas
organik didalamnya. Hal inilah yang menjadikan tanah ini sangat miskin hara dan unsur
organik lainnya. Sifat kapur itu sendiri yaitu dapat menyerap semua unsur hara di tanah
sehingga kadar kapur yang btinggi dapat menjadi racun bagi tumbuhan. Tanah grumusol
masih membawa sifat dan karakteristik seperti batuan induknya. Pelapukan yang terjadi
hanyalah mengubah fisik dan tekstur unsur seperti Ca dan Mg yang sebelumnya terikat
secara rapat pada batuan induknya menjadi lebih longgar yang dipengaruhi oleh faktor
faktor luar seperti cuaca, iklim, air dan lainnya. Terkadang pada tanah grumusol terjadi
konkresi kapur dengan unsur kapur lunak dan terus berkembang menjadi lapisan yang
tebal dan keras (Sari, 2015).
Tanah litosol merupakan jenis tanah yang terbentuk dari batuan beku yang berasal
dari proses meletusnya gunung berapi dan juga sedimen keras dengan proses pelapukan
kimia (dengan menggunakan bantuan organisme hidup) dan fisika (dengan bantuan sinar
matahari dan hujan) yang belum sempurna. Hal ini tentu membuat struktur asal batuan
induknya masih terlihat. Hal ini pula yang menyebabkan bahwa tanah litosol disebut juga
dengan tanah yang paling muda, sehingga bahan induknya dangkal dan sangat sering
terlihat di permukaan sebagai batuan padat yang padu. Tanah litosol ini merupakan jenis
tanah yang belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengelami
perkembangan (Fatma, 2016). Tanah grumosol cocok untuk tanaman padi, palawija,
tanaman perkebunan dan tanaman keras, sedangkan tanah litosol adalah tanah yang hanya
cocok ditanami dengan rumput ternak, palawija, dan tanaman keras
Penggunaan lahan di Desa Sukoreno untuk pertanian adalah sebesar 301 ha tanah
sawah dan 55,52 ha tanah kering. Penggunaan lainnya adalah untuk bangunan sebesar
614,78 ha. Penggunaan lahan yang paling mendominasi di Desa Sukoreno adalah
bangunan. Hal ini dikarenakan Desa Sukoreno merupakan desa yang cukup maju
sehingga mayoritas penduduk di Desa Sukoreno memanfaatkan lahan sebagai tempat
tinggal, perkantoran, maupun pertokoan.

5. Kondisi Hidrologi

Sumber air yang utama di wilayah Desa Sukoreno berasal dari air sungai, mata air dan
air hujan. Penduduk di Desa Sukoreno menggunakan air tanah melalui sumur-sumur
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta untuk menyiram tanaman pada lahan
tegalan, sedangkan air sungai digunakan untuk kebutuhan irigasi pada lahan sawah.
Kondisi kandungan air tanah pada beberapa wilayah memiliki kandungan besi dan kapur.
Adanya kandungan kapur pada air tanah di beberapa wilayah dikarenakan adanya
kandungan batuan kapur di wilayah tersebut. Sistem irigasi pada Desa Sukoreno yaitu
irigasi teknis pada lahan sawah, irigasi sedehana pada lahan pekarangaan sedangkan
pada lahan tegalan digunakan irigasi semi teknis maupun irigasi sederhana.
Adapun penjelasan mengenai empat macam sistem irigasi yang digunakan untuk
pengairan (Asmara 2004), adalah sebagai berikut:

a. Irigasi teknis, yaitu saluran irigasi yang sempurna dan sudah memiliki bangunan
permanen dengan pembagian air dikelola oleh Petani Pemakai Pengguna Air (P3A).

b. Irigasi semi teknis, yaitu jaringan irigasi yang memiliki sedikit bangunan permanen.
Hanya memiliki satu alat pengukur aliran yang biasanya ditempatkan pada tempat
bendungan. Sistem pemberian air dan sistem pembangunan tidak selalu terpisah.
Pengaliran air ke sawah dapat diatur tetapi banyaknya aliran tidak dapat di ukur
sehingga pembagian air tidak dapat dilakukan dengan 15 seksama.

c. Irigasi sederhana, yaitu pemberian air dalam sistem irigasi ini dilakukan dengan
perkiraan saja sehingga pembagiannya tidak merata. Orang yang berpengaruh di desa
biasanya mendapatkan jumlah air yang lebih banyak.

d. Irigasi tadah hujan, yaitu pemberian air di areal pertanaman mengandalkan air hujan
pada musim penghujan.

6. Kondisi Topografi

Topografis Kecamatan Sentolo 45% wilayah berbentuk dataran, 35%


berombak sampai berbukit dan 20% daerah berbukit sampai pegunungan.
Analisis Kesesuaian Lahan
Syarat-Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa (Setyamidjaja, 1984) :

1. Iklim
A. Elevasi , mulai dari pesisir hingga 600-700 m di atas permukaan laut.
B. Suhu, Suhu rata-rata tahunan 270C dengan fluktuasi 6-70C.
C. Curah hujan, 1000-2250 mm per tahun. Pembudidayaan kelapa yang menguntungkan
menghendaki curah hujan antara 1800-2000 mm per tahun, yang jatuh tersebar merata
sepanjang tahun.
D. Sinar matahari, intensitas penyinaran tinggi dengan jumlah penyinaran tidak kurang
dari 2000 jam per tahhun.
E. Derajat lengas, kelembapan udara antara 60% - 80%.
2. Tanah

Syarat-syarat tanah yang baik adalah: struktur baik, peresapan air dan tata udara baik,
permukaan air letaknya cukup dalam dan minimal 1 meter dari permukaan tanah dan keadaan
air tanah hendaknya dalam keadaan bergerak (tidak menggenang). Tanah harus memiliki
kemampuan menahan air yang cukup besar. pH 5,0-8,0 dengan pH optimum 5,5-6,5. Tipe-
tipe tanah yang baik adalah tanah alluvial yang kaya atau tanah-tanah lempung yang cukup
lembab. Tanah-tanah latosol bertekstur lempung atau liat, juga tanah pasir.
Tabel 2. Parameter (Kualitas Lahan dan Karakteristik Lahan) Menurut Djaenudin (2000).
1. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa

Berikut adalah karakteristik lahan di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo


saat penelitian dilakukan, yaitu:
a. Temperatur

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Braak, dapat diketahui rata-rata


temperature harian Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo adalah 25,97oC. Rata-rata
temperatur udara tersebut masuk kedalam kelas kesesuaian lahan S1.
b. Ketersediaan air
Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo memiliki curah hujan yang tinggi
sekitar 2500 mm/ tahun. Jumlah curah hujan tersebut masuk ke dalam kelas kesesuian
lahan S1,
c. Bahaya erosi
1. Lereng

Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo relatif datar dengan tingkat


kemiringan sebesar 5°.Kemiringan lereng di daerah penelitian termasuk ke dalam
kelas kesesuaian lahan S1.
d. Retensi hara
1. pH

Berdasarkanhasil ujila boratorium, pH tanah di daerah pesisir Kecamatan


sentolo, Kabupaten Kulon Progo bersifat basa antara 6 sampai 7. sehingga
sesuaidengan syarattumbuh tanaman kelapa hibrida dan termasuk ke dalam kelas
kesesuaian lahan S1.
2. C-Organik

Berdasarkan hasil uji laboratorium, C-Organik yang terkandung diwilayah


penelitian yaitu Tanah grumusol umumnya memiliki kadar bahan organik berkisar
antara 0.06 persen hingga 4.5 persen. Kandungan C-Organik masuk pada kelas
kesesuaian lahan S1.

e. Bahaya banjir

Wilayah pengamatan tidak menunjukan indikasi terkena banjir. Dari hasil


wawancara kepada pemilik lahan tidak pernah terjadi banjir didaerah tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan menurut teori yang dikemukakan


oleh Setyamidjaja (1984) dan Djaenududin (2000) maka kelas kesesuaian lahan
tanaman kelapa milik Ibu termasuk kelas S1 (sangat sesuai) dimana lahan tersebut
tidak mempunyai faktor pembatas. Lahan tersebut berada pada ketinggian 54 mdpl,
kedalaman air sumur mencapai 12 m dengan jenis tanah grumusol dan lithosol,
tekstur tanah lempung serta suhu antara 25,970C.

Selain kesesuaian lahan, faktor teknis budidaya tanaman kelapa juga menjadi
faktor penting yang harus diperhatikan. Ketepatan dalam teknis budidaya menentukan
hasil yang baik pula pada tanaman kelapa tersebut. Secara singkat prosedur teknis
budidaya tanaman kelapa memperhatikan aspek-aspek seperti berikut (Setyamidjaja,
1984).
1. Peremajaan Kriteria

Umur tanaman kelapa lebih 50 tahun, tinggi batang kelapa lebih 15 meter, buah kurang
dan 3 butir per tahun atau 0,5 ton kopra per hektar per tahun
2. Benih/Bibit

Benih unggul berasal dari Blok Penghasil Tinggi (BPT), benih disiapkan 10 – 12 bulan
sebelum tanam, umur bibit 8 – 10 bulan.
3. Pembuatan Lubang

Diantara barisan kelapa tua dipasang ajir untuk tempat pembuatan lobang tanam sesuai
dengan jarak yang dipilih : 8,5 x 8,5 m atau 9 x 9 x 9 m segitiga.Sebulan sebelum bibit
ditanam, dibuat lobang dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm atau disesuaikan dengan berat
ringannya tanah diolah, ukuran lobang lebih besar untuk tanah berat dan lebih kecil untuk
tanah ringan.
4. Penanaman

2-4 minggu sebelum bibit ditanam, lobang ditimbun dengan tanah yang telah dicampur
dengan 20 kg pupuk kandang dan pupuk lainnya sesuai dengan kebutuhan. Bibit ditanam
dibagian tengah lobang dengan kedalaman sekitar 10 cm dari permukaan tanah.
5. Penebangan kelapa tua

Peremajaan yang dilakukan pada areal kelapa tua monokultur dengan jarak tanam tertaur
ditebang separoh pada tahun ketiga setelah penanaman tanaman pengganti dan sisanya pada
tahun keeenam atau setelah kelapa pengganti berbunga/berbuah.Peremajaan yang dilakukan
pada areal kelapa tua monokultur yang jarak tanamnya tidak teratur danberdekatan dengan
tanaman pengganti ditebang sebelum bibit ditanam.Peremajaan yang dilakukan pada areal
kelapa tua polikultur dan tidak teratur, semua tanaman yang berada dalam jalur barisan
tanaman kelapa pengganti selebar 4 m ditebang seluruhnya.
6. Pemeliharaan

Pengendalian gulma dilakukan setiap dua bulan, pada tanaman muda 1,0 m di sekitar
tanaman dan tanaman dewasa selebar 2,0 m.Pemupukan dilakukan dua kali setahun, pada
awal dan akhir musim penghujan dengan takaran pupuk per pohon 0,5 – 0,7 kg ura, 0,1 – 0,4
kg TSP, dan 0,6 – 1,0 kg KCL setiap kali pemupukan.Pupuk diberikan melingkar pohon
kelapa dengan jarak 1,0 m dari pohon untuk tanaman kelapa muda dan 2,0 m untuk tanaman
dewasa ke dalam tanah sekitar 15 cm.Kumbang penggerek pucuk Oryctes rhinoceros dan
cendawan Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk pada tanaman kelapa
merupakan hama dan penyakit utama. Hama oryctes dikendalikan secara hayati dengan
cendawan Metharizium danBaculvirus, sedang penyakit busuk pucuk dengan
fungisida Alliete melalui infis akar
7. Rehabilitasi Kriteria

Tanaman kelapa relative muda, umur kurang 40 tahun.Pertumbuhan kelapa tidak


normal, batang mulai mengecil akibat saluran drainase tidak berfungsi (pasang
surut).Pertanaman kelapa rusak akibat serangan hama, penyakit, gulma atau tidak pernah
dipupuk.Penanaman kelapa rusak sebagian akibat kemarau apanjang atau terbakar.Bila
tanaman kelapa tergenang air dibuatkan parit pembuangan (drainase)Tanaman kelapa yang
rusak berat atau mati disulam.Pengendalian gulma, hama dan penyakit seperti pada kegiatan
peremajaan serta pemupukan berimbang berdasarkan analisis status hara daun dan tanah.
Berdasarkan penjelasan singkat teknis budidaya tanaman kelapa menurut
(Setyamidjaja, 1984) maka pembudidayaan kelapa yang ada dilapanagn berdasarkan hasil
survey cukup sesuai. Kriteria pembbibitan serta praktik jarak tanam nya sudah sesuai, namun
dalam hal pemeliharaan petani tersebut tidak melakukan banyak tindakan pemeliharaan
(prosedural) melainkan hanya dibiarkan tumbuh begitu saja setelah selesai menanam bibit
kelapa hingga menjadi besar seperti sekarang.
V. KESIMPULAN

1. Lahan pengamatan yang terletak di Kecamatan Sentolo, kabupaten Kulon Progo


sangat cocok untuk ditanamami kelapa. Kelas kesesuaian masuk kelas S1 yang artinya
sangat cocok.
2. Teknis budidaya tanaman kelapa yang ditemukan di lapangan kurang sesuai dengan
standar budidaya tanaman kelapa. Pemupukan hanya dilakukan sekali saat awal
penanaman, pemeliharaan tidak dilakukan secara intensifkarena belum mengganggu
produktivitas tanaman kelapa
DAFTAR PUSTAKA

Abdel Rahman, M.A.E., A. Natarajan and R. Hegde. 2016. Assessment of land suitability and
capability by integrating remote sensing and GIS for agriculture in Chamarajanagar
district, Karnataka, India. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science
19 (1) : 125–141.
Agro Ekologi Tanaman Kelapa. 2014.
<http://fkrd.lk.ipb.ac.id/files/2014/05/AGROEKOLOGI TANAMAN-
KELAPA.pdf> Diakses pada 4 Maret 2017.
Asmara, R. 2004. Pendahuluan: Pembangunan Pertanian Indonesia.
<http://www.fp.brawijaya.ac.id/academic/pdf/13_7makalah.pdf>. Diakses pada tanggal 7
Maret 2017.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo. 2015. <
http://bappeda.kulonprogokab.go.id/> Diakses pada 7 Maret 2017
Bandyopadhyay, S., Jaiswal, R.K., Hegde, V.S., Jayaraman, V., 2009. Assessment of land
suitability potentials for agriculture using a remote sensing and GIS based approach.
Int. J. Remote Sens 30 (4): 879–895.

Davidescu, D dan V. Davidescu. 1982. Evaluation of Fertility by Plant and Soil Analysis.
Abacus Press. England.
Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk
Komoditas Pertanian.Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai
Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor,
Indonesia.
Fatma, D. 2016. Tanah Litosol: Pengertian, Karakteristik, dan Pemanfaatannya. <
http://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/tanah-litosol>. Diakses pada tanggal 7 Maret
2017.
Fleming, R. A., R. M. Adams, and D. E. Ervins. 1998. The role of soil test information in
reducing groundwater pollution. Journal of Agricultural and Resource Economics
23(1):20-38.
Kriswiyanti, E. 2013. Keanekaragaman karakter tanaman kelapa (Cocos nucifera L. ) yang
digunakan sebagai bahan upacara padudusan agung. Jurnal Biologi 17 : 15-19.
Sari, M. 2015. Tanah Grumusol: Pengertian, Karakteristik, dan Pemanfaatan. <
http://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/tanah-grumusol>. Diakses pada tanggal 7 Maret
2017.
Sathish, A., Niranjana, K.V., 2010. Land suitability studies for major crops in Pavagadataluk,
Karnataka using remote sensing and GIS techniques. J. Indian Soc. Remote Sens. 38
(1), 143–151.

Setyamidjaja, D. 1984. Bertanam Kelapa. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.


Suhardiman, P., 1990. Bertanam Kelapa Hibrida. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardiono, L. 1993. Tanaman Kelapa. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sumarji. 2013. Pengaruh waktu pemupukan dan pemberian pupuk pelengkap cair (ppc)
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi (oriza sativa l) varietas ciherang.
Jurnal Manajemen Agribisnis 13(1):83-89
Suratinojo. 2013. Potensi lahan untuk tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) di Kecamatan
Wori Kabupaten Minahasa Utara.
<http://download.portalgaruda.org/article.php?article=80942&val=1027>
Diakses pada 8 Maret 2017.
Sutanto, R. 2005. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

You might also like