You are on page 1of 19

Referat

AMBLYOPIA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik Senior Pada
Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Mata FK Unsyiah BPK RSUDZA

Banda Aceh

Oleh:

Faradilla Savitri
1407101030063

Pembimbing
dr. Jamhur, Sp.M

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RUMAH SAKIT UMUM dr. ZAINOEL ABIDIN

BANDA ACEH

2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Amblyopia”. Shalawat
beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat
manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini merupakan
salah satu tugas dalam menjalankan kepanitraan senior pada Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Jamhur, Sp.M yang telah bersedia
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap laporan kasus ini. Semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, Desember 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Amblyopia adalah penurunan tajam penglihatan, walaupun sudah diberi koreksi yang
terbaik. Amblyopia dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior. Amblyopia
berasal dari bahasa yunani, yang berarti penglihatan tumpul atau pudar (amblus: pudar, ops:
mata). Klasifikasi amblyopia dibagi kedalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai
penyebabnya yaitu amblyopia strabismik, amblyopia anisometropik, amblyopia isometropia
dan amblyopia deprivasi.1
Amblyopia dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye) merupakan suatu
permasalahan dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2- 3% populasi, tapi bila
dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita. Insidensinya tidak
dipengaruhi jenis kelamin dan ras. Amblyopia tida dapat sembuh dengan sendirinya.
Amblyopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika
nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan
bergantung pada penglihatan buruk mata yang amblyopia, oleh karena itu amblyopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.2

Amblyopia ini dapat tanpa kelainan organik dan dapat pula dengan kelainan organik
yang tidak sebanding dengan visus yang ada. Biasanya amblyopia disebabkan oleh kurangnya
rangsangan untuk meningkatkan perkembangan penglihatan. Suatu kausa ekstraneural yang
menyebabkan menurunnya tajam penglihatan (seperti katarak, atigmat, strabismus atau suatu
kelainan refraksi unilateral atau bilateral yang tidak dikoreksi) merupakan mekanisme yang
mengakibatkan suatu penurunan fungsi visual pada orang yang sensitive. Beratnya amblyopia
berhubungan dengan lamanya mengalami kurangnya rangsangan untuk perkembangan
penglihatan macula. Bila amblyopia ini ditemukan pada usia dibawah 6 tahun maka masih
dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatan. Sebab amblyopia adalah anisometropia,
juling (strabismus), oklusi, dan katarak atau kekeruhan media penglihatan lainnya.1

Hampir seluruh amblyopia dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan deteksi dini
dan intervensi yang tepat. Umumnya penatalaksanaan amblyopia dilakukan dengan
menghilangkan penyulit, mengkoreksi kelainan refraksi, dan memaksakan penggunaan mata
yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan yang lebih baik. Anak dengan amblyopia
atau yang beresiko amblyopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana
prognosis keberhasilan terapi akan lebih baik. Prognosis juga ditentukan oleh jenis amblyopia
dan dalamnya amblyopia saat terapi dimulai.1
BAB II
Tinjauan Perpustakaan
1. Definisi

Amblyopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan
refraksinya. Amblyopia terjadi karena tidak normalnya perkembangan visus yang dialami
sejak usia dini, yaitu sejak lahir hingga usia 10 tahun. Kepekaan perkembangan yang
abnormal dan visus terutama terjadi pada usia beberapa bulan dan menurun sesudahnya,
dapat mengenai 1 atau 2 mata, pada umumnya disebabkan oleh pengenalan kurang terhadap
bayangan- bayangan detail terfokus.1

2. Epidemiologi

Prevalensi amblyopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap
literatur, berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3 % pada anak dengan
problema mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi
menderita amblyopia. Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005 yang lalu, sekitar
3 – 5 % atau 9 hingga 5 juta anak menderita amblyopia. Jenis kelamin dan ras tampaknya
tidak ada perbedaan. Usia terjadinya amblyopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan
mata. Resiko meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur dan atau
dijumpai adanya riwayat keluarga amblyopia.3

3. Etiologi

1. Strabismus adalah penyebab tersering amblyopia dimana satu mata digunakan terus
menerus untuk fiksasi, sedangakan mata yang lain tidak digunakan. Pada strabismus
yang alternating, biasanya tidak ditemukan amblyopia.
2. Gangguan refraksi (anisometropia) tinggi, adalah penyebab tersering kedua, apabila
gangguan refraksi ini tidak dikoreksi dengan lensa kaca mata.
3. Kelainan fiksasi juga menjadi penyebab amblyopia misalnya nistagmus pada usia
dini. Ketiga kelompok tersebut diatas disebut amblyopia fungsional yaitu secara
anatomis tidak terlihat kelainan pada masing-masing mata tetapi didapati gangguan
fungsi penglihatan binocular.
4. Kekeruhan pada media lintasan visual
5. Kelompok lain amblyopia adalah amblyopia toksik, oleh karena obat- obatan atau
meminum minuman keras yang mengandung metal alkohol. Amblyopia pada keadaan
ini adalah permanent hingga timbul kebutaan3

4. Patofisiologi
Mekanisme neurofisiologi terjadinya ambliopia masih belum jelas sampai
sekarang. Pengelihatan manusia mengalami perkembangan sejak bayi. Terdapat beberapa
periode penting untuk mencapai tingkat kematangan pengelihatan. Periode pertama adalah
periode yang paling menentukan, yaitu 6 bulan pertama kehidupan, periode berikutnya adalah
sampai 2 tahun dan sampai 5 tahun. Setelah 5 tahun masih ada perkembangan, tetapi sudah
tidak begitu pesat lagi sampai usia 9 tahun. Selama masa ini sistem pengelihatan peka
terhadap faktor ambliopagenik yaitu deprivasi cahaya, kurang fokusnya alat optik dan
strabismus.4
Saat lahir, sistem pengelihatan belum sempurna, jadi tajam pengelihatan adalah satu
per tak terhingga.Perkembangan tajam pengelihatan berlangsung selama bulan pertama
kehidupan. Retina, nervus optikus, dan koreksi visual mulai berkembang pada usia satu
minggu. Mielinisasi saraf optik perkembangan korteks visual dan pertumbuhan badan
genikulatum lateral berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan. Fovea yang
merupakan bagian dari retina yang paling sensitive, berkembang sempurna pada usia 4 tahun.
Rangsangan pengelihatan penting untuk perkembangan pengelihatan yang normal.
Perkembangan jaras pengelihatan di sistem saraf pusat membutuhkan otak yang dapat
menerima bayangan dengan jelas dan seimbang. Berbagai proses yang dapat mempengaruhi
atau menghambat perkembangan jaras pengelihatan pada otak dapat menimbulkan ambliopia

Pada amblyopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah


penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang
serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang
peka dalam berkembangnya keadaan amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang
diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus atau kelainan refraksi yang signifikan.
Secara umum, periode kritis untuk amblyopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
amblyopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan
strabismus ataupun anisometropia.4
Periode kritis tersebut adalah:

1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6) yaitu pada
saat lahir hingga usia 3-5 tahun
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi, yaitu di
usia beberapa bulan hingga usia 7- 8 tahun
3. Periode dimana kesembuhan amblyopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab amblyopia masih sangat belum jelas,


studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan percobaan
laboratorium pada manusia dengan amblyopia telah memberi beberapa masukan, pada
binatang percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang
dalam/ besar yang diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual
primer dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua
mata, dan sel yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga
terjadi pada neuron badan genikolatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat
disimpulkan.4

Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi


kompetitif atau jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk berkembang
hingga dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tetapi mereka harus belajar
bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara menggunakan kedua mata bersamaan.4

Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata. Bila
bayangan kabur pada satu mata atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua mata,
maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan dapat memburuk.
Bila hal ini terjadi, otak akan “mematikan” mata yang tidak fokus dan orang tersebut akan
bergantung pada satu mata untuk melihat.4

5. Klasifikasi

1. Ambliopia strabismus
2. Ambliopia refraktif (isometropia dan anisometropi)
3. Ambliopia deprivasi stimulus
Ambliopia strabismus diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi
antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu dari kedua mata, yang akhirnya akan
terjadi dominasi pusat pengelihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan
terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi. Penolakan kronis
dari mata yang berdeviasi oleh pusat pengelihatan binokular ini tampaknya merupakan faktor
utama terjadinya ambliopia strabismus, namun pengaburan bayangan foveal karena
akomodasi yang tidak ssuai dapat juga menjadi faktor tambahan.5
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri, yang walaupun telah dikoreksi
dengan baik, tidak langsung memberikan hasil pengelihatan normal. Tajam pengelihatan
membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu, biasanya beberapa bulan.
Pada ambliopia isometropia, hilangnya pengelihatan dapat diatasi dengan terapi pengelihatan
karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab. Mekanismenya
hanya karena akibat bayangan retina yang kabur saja.5
Ambliopia anisometropia merupakan jenis ambliopia kedua terbanyak setelah ambliopia
strabismus. Ambliopia ini terjadi karena adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang
menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea
pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang
tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Ambliopia anisometropia
mulai muncul bila perbedaan hipermetropia kedua mata lebih dari 2 dioptri, sedangkan untuk
mata miopi, ambliopia biasanya terjadi bila perbedaan miopi kedua mata lebih dari 5 dioptri.5
Ambliopia deprivasi stimulus terjadi paling sering karena katarak congenital dan
merupaka ambliopia yang memiliki respon paling buruk terhadap terapi. Ambliopia yang
terjadi biasanya unilateral. Semakin dini terdeteksi, semakin cepat pemberian terapi, maka
semakin baik prognosisnya.5

6. Gejala klinik
Anak- anak dengan amblyopia jarang sekali dapat menjelaskan gejala dan bahkan
terlihat sehat. Anak-anak ini mungkin mengedipkan mata, menutup satu mata dengan tangan,
atau mempunyai satu mata yang tidak melihat arah yang sama dengan mata yang lainnya,
semuanya dapat menunjukkan masalah bahwa memerlukan pemeriksaan. Jika salah satu mata
melihat baik dan yang lain tidak maka anak mengimbangi penglihatannya dengan baik.2
7. Diagnosis
Anamnesis

o Keluhan utama dan mengapa anak tersebut dibawa untuk


memeriksakan matanya
o Riwayat kelainan mata sebelumnya (gejala, diagnosis, dan pengobatan
yang telah diberikan). Misalnya strabismus,
o Riwayat kesehatan, berat badan lahir, usia gestasi, riwayat prenatal dan
perinatal yang mungkin berhubungan (misalnya penggunaan alcohol,
rokok dan obat-obatan saat hamil), riawayat perawatan di rumah sakit
dan operasi yang pernah diakukan. (dicari ada tidaknya keterlambatan
perkembangan dan cerebral palsy)
o Pengobatan saat ini dan ada tidaknya alergi
o Riwayat kelainan mata pada keluarga dan keadaan klinis lain yang
berhubungan1

Bila menemui pasien amblyopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan
harus dijawab dengan lengkap, yaitu :

1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik? (seperti strabismus,


anisometropia,dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat prognosisnya

Tabel 1. Faktor primer yang berhubungan dengan prognosis amblyopia4


Jelek s/d sedang Sedang s/d baik Baik s/d sempurna
Onset anomaly Lahir s/d usia 2 tahun 2 s/d 4 tahun 4 s/d 7 tahun
amblyiogenik
Onset terapi minus >3 tahun 1 s/d 3 tahun ≥1 tahun
onset anomaly
Bentuk dan Koreksi optikal Koreksi optikal Koreksi optikal
keberhasilan dari kemajuan VA (visus dan patching penuh patching
terapi awal acuty) minimal kemajuan VA (visus kemajuanVA
acuty) sedang signifikan. Latihan
(moderat) akomodasi,
koordinasi mata-
tangan dan fiksasi
adanya streopsis dan
alternasi
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d sedang Cukup/sangat patuh
Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita
strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang
anak menderita amblyopia. Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi.
Frekuensi strabismus yang ”diwariskan” berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia
diantara saudara sekandung,dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut, adalah
15%. Jika salah satu orangtuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. (Informasi ini
tidak mempengaruhi prognosis, tapi penting untuk keturunannya)

Pemeriksaan fisik
Tajam penglihatan
Penderita amblyopia kurang mampu untuk membaca bentuk/ huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang
dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu subnormal.
Telah diketahui bahwa penderita amblyopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun
linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan
meletakkan balok disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut”Crowding Phenomenon”

Terkadang mata amblyopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf isolasi
dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour interaction). Perbedaan
yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol, dimana
tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena
itu, amblyopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.
Menentukan tajam penglihatan mata amblyopia pada anak adalah pemeriksaan yang
paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit
pada pasien anak – anak, tapi untungnya penatalaksanaan amblyopia sangat efektif dan
efisien pada anak– anak. Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu
Snellen standar. Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes ”E” dan tes
”HOTV”. Tes lain adalah dengan simbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia ± 1 tahun
(todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV

Gambar 1. Simbol LEA

Gambar 2. Snellen Chart

Fiksasi mata

Pengukuran ketajaman penglihatan pada anak-anak membutuhkan pemeriksaan pola


fiksasi dan kemampuan mata untuk mengikuti suatu objek. Fiksasi dan mengikuti objek
diperiksan dengan cara mengalihkan perhatian anak pada wajah pemeriks, mainan atau objek
lainnya kemudian menggerakkan objek target tersebut perlahan-lahan. Setelah itu dilihat
apakah pola fiksasinya stabil, sentral dan terfiksasi.1

Apabila anak bersikeras untuk menutup salah satu mata, kemungkinan dapat
disebabkan karena mata tersebut mengalami gangguan. Penentuan pola fiksasi ini dilakukan
dengan grading, yaitu apakah mata tersebut tidak dapat terfiksasi pada suatu objek, terfiksasi
sebentar (selama beberapa detik), atau dengan melihat ada tidaknya kelainan spontan saat
mata terfiksasi pada objek tertentu
Binocular Red Reflex (Bruckner test)

Pada ruangan yang telah digelapkan, lampu oftalmoskop direk diarahkan menuju
kedua mata secara smultan pada jarak 45-75 cm. pemeriksaan ini dianggap normal jika
dijumpai refleks pada kedua mata, yang berwarna merah. Dianggap abnormal jika didapati
adanya kekeruhan pada refleks ini, hilangnya refleks, adanya refleks yang berwarna putih
atau kuning atau putih, atau adanya refleks yang tidak simetris pada kedua mata. Refleks ini
bervariasi tergantung dari pigmentasi retina dan tentunya tergantung juga dengan ras/etnisitas
pasien. Pada hiperopia yang tinggi, terdapat bentuk seperti bulan sabit yang terang di bagian
inferior sedangkan pada myopia yang tinggi, temuan ini terletak pada bagian superior.1

Pemeriksaan terhadap kedudukan bola mata dan gerakan mata


Pemeriksaan refleks kornea, binocular red reflex (Bruckner test), dan tes menutup
mata adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengetahui kedudukan bola mata. Tes tutup
mata dan buka tutup mata untuk pasien tropia dan tutup mata bergantian pada pasien phoria
(strabismus laten). Tes tutup mata membutuhkan visus yang cukup baik dan pasien yang
diperiksa harus kooperatif. Pergerakan mata juga dapat diperiksa dengan rotasi okulosefalik
(doll’s head maneuver) atau dengan pergerakan mata spontan pada anak yang tidak
kooperaif. Pada anak dengan strabismus, harus diperiksa juga fungsi M. oblik superior dan
inferior.1

Pemeriksaan pupil

Pupil harus diperiksa ukurannya, bentuk dan reflek langsung serta tidak langsungnya
terhadap cahaya.Pemeriksaan pupil pada bayi dan anak-anak seringkali sulit dilakukan karena
adanya hippus, kesulitan untuk memfiksaasi pandangan dan perubahan yang cepat pada status
akomodasi. Adanya anisokoria > 1 mm dapat mengindikasikan adanya pross yang patologis
(misalnya Horner syndrome, Adie tonic pupil atau gangguan parese N.III) Sedangkan bentuk
pupil yang irregular dapat dijumpai pada kerusakan sfingter traumatik, iritis dan abnormalitas
kongenital (misalnya coloboma). Gangguan afreren pada pupil basanya tidak dijumpai pada
ambliopia. Jika didapati, maka sebaiknya dicari etiologi lain yang menyebabkan terjadinya
penurunan penglihatan (misalnya kerusakan saraf dan retina).1

Pemeriksaan mata bagian luar


Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kelopak mata, bulu mata, apparatus lakrimalis,
dan orbita. Yang termasuk didalamnya adalah mengidentifikasi ada tidaknya proptosis, berat
atau tidaknya ptosis dan fungsi M. levator palpebra, ada tidanya retraksi kelopak mata, dan
posisi relatif bola mata pada orbita (hipoglobus atau hiperglobus), Pada anak yang cukup
besar, dengan keluhan proptosis dapat diperiksa dengan exophthalmometer. Sedangkan pada
anak yang lebih kecil dan tidak kooperatif, proptosis globus dapat dlihat dengan
membandingkan kedua mata dilihat dari atas kepala. Harus diperhatikan anatomi dan posisi
kepala.1

Pemeriksaan segmen anterior


Pemeriksaaan pada iris, lensa dan anterior chamber dan kornea sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan slit-lamp.1

Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopi, harus dievaluasi bagaimana keadaan diskus optiknya,


macula, retina, pembuluh darah dan koroid dengan menggunaakan oftalmoskopi indirek.
Karena pada anak-anak biasanya memeriksa retina perifer, maka seringkali dibutuhkan
pemberian sedasi.1

8. Penatalaksanaan
Amblyopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan, maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).

Penatalaksanaan amblyopia meliputi langkah- langkah berikut :


 Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak
 Koreksi kelainan refraksi
 Mengaktifkan penggunaan mata amblyopia dengan membatasi penggunaan mata yang
lebih baik
Pengangkatan Katarak
Katarak yang dapat menyebabkan amblyopia harus segera dioperasi, tidak perlu
ditunda – tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan,
sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak
bilateral, intervaloperasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1-2
minggu. Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun
harus diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang
mana katarak traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik. Kegagalan dalam
”menjernihkan” media, memperbaiki optikal, dan penggunaan regular mata yang terluka,
akan mengakibatkan amblyopia berat dalam beberapa bulan, selambat– lambatnya pada usia
6 hingga 8 tahun.

Koreksi refraksi
Bila amblyopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata amblyopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa
kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan
penampilannya (estetika) buruk. kemampuan mata amblyopia untuk mengatur akomodasi
cenderung menurun, sehingga ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi
seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk
menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit optikal
berat. Amblyopia anisometropik dan amblyopia isometropik akan sangat membaik walau
hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan

Oklusi dan degradasi optikal.


Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh
waktu (part-time).
A. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau
setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga. (Occlusion for all or all but one waking hour) hal ini
sangat penting dalam penatalaksanaan amblyopia dengan cara penggunaan mata yang
”rusak”. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches)
yang tersedia secara komersial. Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari
atau dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak
opak, atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi
iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan
hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching
mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular

Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu
untuk setiap tahun usia, misalnya penderita amblyopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus
memaka full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk
menghindarkan terjadinya amblyopia pada mata yang baik.

B. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama
dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat
amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun
dengan amblyopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-
time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain,
patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching
6jam/hari pada amblyopia sedang/moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien
usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama
1 jam/ hari. Idealnya, terapi amblyopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing– masing mata. Hasil ini tidak
selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan
harus tetap diteruskan.

2. Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan amblyopia adalah dengan menurunkan kualitas
bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari
mata yang amblyopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya
atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang
lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat. ATS
menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching
untuk amblyopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut
dilakukan pada anak usia 3– 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine
pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian
atropine harian yangdilakukan pada kelompok anak usia 3– 7 tahun dengan amblyopia
sedang. Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan patching pada 419
orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli
mata yang tadinya masih ragu-ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching. Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu
tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak
sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.Metode
pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan ukuran
tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropine.
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien dengan
mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi
memungkinkan penglihatan binocular.

9. Komplikasi dari Penatalaksanaan


Semua bentuk penatalaksanaan amblyopia memungkinkan untuk terjadinya
amblyopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan
harus dipantau dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian
oklusi dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak
(misalnya : 4 minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal,
observasinya tidak perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil
akhir terapi amblyopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,
tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata.
Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
 Derajat amblyopia
 Pilihan terapeutik yang digunakan
 Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
 Usia pasien
Semakin berat amblyopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih
lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan amblyopia strabismik
berat dalam1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai
penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau
lebih untuk dapat berhasil.

10. Prognosis

Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang
dapat dicapai bila usia lebih dari 10 tahun. Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan
amblyopia adalah sebagai berikut

 Jenis Amblyopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan amblyopia strabismik
prognosisnya paling baik.
 Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis
semakin baik.
 Dalamnya amblyopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan
awal pada mata amblyopia, maka prognosisnya juga semakin baik
BAB III
KESIMPULAN
Amblyopia adalah berkurangnya tajam penglihatan yang terjadi karena tidak
normalnya perkembangan visus yang dialami sejak usia dini, yaitu sejak lahir hingga usia 10
tahun. Kepekaan perkembangan yang abnormal dari visus terutama terjadi pada usia beberapa
bulan dan menurun sesudahnya, dapat mengenai 1 atau 2 mata, pada umumnya disebabkan
oleh pengenalan kurang terhadap bayang-bayang detail terfokus. Penyebab amblyopia adalah
strabismus, gangguan refraksi (anisometropia) tinggi, kelainan fiksasi, kekeruhan pada media
lintasan visual dan amblyopia toksik. Gejala klinik pada anak biasanya jarang dan biasanya
pada anak gejalanya berupa mengedipkan mata, menutup mata dengan satu tangan atau
mempunyai satu mata yang tidak melihat arah yang sama dengan mata yang lainnya.
Diagnosis berupa dari anamnesis baik dan pemeriksaan fisik berupa ketajaman penglihatan,
menentukan fiksasi, visuskopi. Penatalaksanaan seperti pengangkatan katarak, koreksi
refraksi, oklusi dan degredasi optikal harus dilakukan secepatnya karena prognosis semakin
baik bila ditangani dengan cepat dan tepat.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, NH. 2009. Amblyopia. Medan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ilyas,S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

3. Muslim, H. 2008. Akibat Strabismus Pada Anak dan Penatalaksanaannya. Padang.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

4. Afriansyah. 2011. Ambliopia. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

5. Riordan, Paul, Whitcher, John P. 2000. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.

Jakarta: EGC

You might also like