You are on page 1of 2

Perkembangan Eksplorasi Basin

PWC (2011) melaporkan bahwa Indonesia has a diversity of geological basins which continue to offer
sizeable oil and gas reserve potential. Of the estimated 128 oil basins, only 38 have been extensively
explored. Most oil production and exploration is currently carried out in the basins of Western
Indonesia (the bulk of Indonesia’s oil reserves being located onshore and offshore of central Sumatra
and East Kalimantan). Indonesia’s crude oil production declined over the last decade due to the
natural maturation of producing oil fields combined with a slower reserve replacement rate and
decreased exploration/investment. During 2010, Indonesia’s total crude oil production was 0.945
million barrels per day, a drop of 33 percent since 2000. The Government hopes to encourage
increased exploration and, with few significant oil discoveries in Western Indonesia in the last 10
years, Government incentives such as encouragement of 3D seismic surveys, have focused on
developing oil reserves in eastern Indonesia’s frontier and deep-sea areas.

Indonesia memiliki 60 cekungan sedimen yang tersebar di seluruh wilayah. Dari jumlah itu,
38 cekungan sudah dilakukan eksplorasi. Sedangkan 22 cekungan, belum pernah dilakukan
kegiatan eksplorasi.
Sebagian besar cekungan yang belum pernah dieksplorasi berada di Indonesia bagian
Timur dan berlokasi di offshore, antara lain di Sulawesi, Nusa Tenggara, Halmahera, Maluku
dan Papua. Cekungan yang belum terjamah ini merupakan peluang bagi investor dari dalam
maupun luar negeri untuk mengembangkannya.
Kegiatan eksplorasi dan produksi migas saat ini terkonsentrasi di Kawasan Barat Indonesia, yaitu
Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Di Kawasan Timur Indonesia kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas bumi masih kurang berkembang. Konsentrasi eksplorasi dan eksploitasi
migas masih pada cekungan produksi dan cekungan dengan penemuan hidrokarbon. Pada Kawasan
Timur Indonesia peluang untuk mendapatkan sumberdaya migas masih terbuka karena masih banyak
cekungan yang belum dilakukan pemboran

Keberadaan Minyak dan Gas Bumi


Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai
kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini
memiliki peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di
Indonesia. Dengan demikian peran minyak dan gas bumi dalam peningkatan perolehan devisa
negara masih sangat diperlukan. Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di
berbagai tempat dengan elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-cekungan besar di
wilayah Asia Tenggara merepresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada, yaitu
cekungan busur muka (forearc basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan
intra kraton (intracratonic basin), dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona
tumbukan (collision zone basin). Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai
sumber, telah diketahui ada sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas
yang cukup potensial. Diantaranya basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah,
Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem,
Banda, dll.
Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapangan-
lapangan minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat
flow dari proses penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gaya-gaya
kompresi telah menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap
struktur sebagai tempat akumulasi hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci,
perkembangan sistem cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat
dipengaruhi oleh tatanan struktur geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin
menentukan perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984). Perulangan
gaya kompresif dan ekstensional dari proses peregangan berarah utara-selatan mempengaruhi
pola pembentukan antiklinorium dan cekungan Palembang yang berarah N300oE
(Pulunggono, 1986). Demikian pula pola sebaran cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat
dipengaruhi oleh pola struktur berarah timur-barat (Brandsen & Mattew, 1992), sedang pola
cekungan di Laut Jawa bagian barat-laut berarah berarah timur-laut – baratdaya, sedang pola
cekungan di timur-laut berarah barat-laut – tenggara. Cekungan Kutai dan Tarakan
merupakan cekungan intra kraton (intracratonic basin) di Indonesia. Pembentukan cekungan
terjadi selama Neogen ketika terjadi proses penurunan cekungan dan sedimentasi yang
bersifat transgresif, dan dilanjutkan bersifat regresif di Miosen Tengah (Barber, 1985). Pola-
pola ini menjadiken pembentukan delta berjalan efektif sebagai pembentuk perangkap
minyak bumi maupun batubara.
Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan
dengan kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula,
Seram, Bituni dan Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi,
serta Buton, merupakan cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985).
Keberadaan endapan aspal di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro
kontinen Tukang Besi dengan lengan timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai
kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono, 1999). Kehadiran minyak di Papua berasosiasi
dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat
dengan tepi benua Australia (Barber, 1985). Sumber dan reservoar hidrokarbon terperangkap
struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal serta di bagian bawah hanging-wall sesar
sungkup (Simanjuntak dkk, 1994.

Reference:

PWC. Oil and Gas in Indonesia Investment and Taxation Guide August 2011 – 4 th edition
http://geoenviron.blogspot.com/2012/09/lempeng-tektonik-indonesia.html

You might also like