You are on page 1of 28

ACARA II

ENZIM

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Enzim adalah:
1. Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diastase/amilase.
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim diastase/amilase.
3. Mengetahui aktivitas enzim amilase dari biji kacang hijau dan taoge.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk
reaksi-reaksi kimia di dalam sistem biologi. Satu jenis enzim
mengkatalisis satu jenis substrat saja, jadi enzim adalah katalisator
yang reaksi-spesifik. Enzim bekerja dengan mengurangi energi
aktivasi dari substrat tertentu. Mekanisme kerja enzim yaitu dengan
terikat sementara ke substrat untuk membentuk sebuah kompleks
enzim-substrat yang lebih tidak stabil dibanding substrat jika berdiri
sendiri. Ini menyebabkan substrat mudah bereaksi. Amilase adalah
enzim hidrolase glikosida yang mengkatalisis pemecahan pati menjadi
gula. Amilase merupakan salah satu enzim yang paling penting dalam
bioteknologi saat ini. Amilase merupakan enzim yang memecah pati
yang diproduksi oleh berbagai jenis mahluk hidup seperti dari bakteri,
jamur, tumbuhan, manusia. Sebagai diastase, amilase adalah enzim
pertama yang ditemukan dan diisolasi oleh Anselme Payen pada tahun
1833. Amilase mewakili sekitar 30% dari produksi enzim industri di
seluruh dunia (Ompusunggu dkk, 2011).
Jenis-jenis enzim amilase ada tiga, yaitu α-amilase, β-amilase, dan
γ-amilase. α-amilase adalah kalsium met alloenzymes, benar-benar
tidak dapat berfungsi dengan tidak adanya kalsium. α-amilase
memotong karbohidrat rantai panjang pada lokasi acak di sepanjang
rantai pati, yang pada akhirnya menghasilkan maltotriosa dan maltosa
dari amilosa, atau maltosa, glukosa dan "limit-dextrin "dari
amilopektin. α-amilase cenderung lebih cepat kerjanya dibanding β-
amilase karena dapat bekerja di mana saja pada substrat. Secara
fisiologis pada manusia, baik amilase ludah dan pankreas adalah α-
amilase. Juga ditemukan pada tumbuhan, jamur (ascomycetes dan
basidiomycetes) dan bakteri (Bacillus). β-amilase adalah bentuk lain
dari amilase disintesis oleh bakteri, jamur, dan tanaman. β-amilase
mengkatalisis hidrolisis ikatan glikosidik kedua α-(1,4), bekerja
membentuk ujung nonreducing, memecah maltosa menjadi dua unit
glukosa pada suatu waktu. Selama pematangan buah, β-amilase
memecah pati menjadi maltosa, sehingga menghasilkan rasa manis
pada buah yang matang. α-amilase dan β-amilase dijumpai dalam biji,
β-amilase muncul dalam bentuktidak aktif sebelum perkecambahan,
sedangkan α-amilase dan protease muncul setelah perkecambahan
dimulai. Jaringan hewan tidak mengandung β-amilase. γ-amilase/
glukoamilase memecah ikatan glikosidik α-(1,6), selain memecah
ikatan glikosidik α(1,4) terakhir pada ujung non-reducing dari amilosa
dan amilopektin, sehingga menghasilkan glukosa. Tidak seperti
bentuk lain dari amilase, γ-amilase yang paling efisien dalam
lingkungan asam dan memiliki pH optimum 3 (Winarno, 1983).
Uji enzim harus dilakukan pada keadaan yang sama agar
perbandingan aktivitasnya absah. Perhatian khusus harus diarahkan
pada pH dan suhu, karena keragaman kecil pada kedua keadaan ini
menyebabkan selisih yang besar pada aktivitas yang diperoleh.
Misalnya, bentuk anion dari rantai samping satu asam karboksilat
pada asam aspartat terlibat dalam pengikatan atau katalisis oleh enzim
tertentu. Pada pH dekat atau diatas netral, gugus ini terurai sempurna
menjadi anion karboksilat dan proton, dan keaktifan enzim akan
tinggi. Jika pH larutan berangsur-angsur diturunkan, fraksi anion
karboksilat menurun, dan fraksi asam karboksilat yang tak terurai
semakin meningkat. Pada pH yang sangat rendah, saat gugus asam
karboksilat dalam keadaan tak terurai, enzim sama sekali tidak aktif
(Wilbraham dan Michael, 1992).
Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang
menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim
menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton
yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi
yang diinginkan. pH optimum enzim tidak perlu sama dengan pH
lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada di
atas atau di bawah pH optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel
mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada pH medium lingkungan
(Lehninger, 1982).
Apabila aktivitas sebagian besar enzim digambarkan sebagai suatu
fungsi dari pH reaksi, biasanya akan tampak peningkatan kecepatan
reaksi seiring dengan pergeseran pH dari tingkat yang sangat asam
menuju rentang fisiologis, dan penurunan kecepatan reaksi sewaktu
pH bergerak ke rentang yang sangat basa. Bentuk kurva di daerah
asam mencerminkan ionisasi gugus fungsional spesifik di tempat aktif
(atau di substrat) akibat peningkatan pH, dan pembentukan ikatan
hidrogen lebih umum yang penting bagi konformasi keseluruhan
enzim. Hilangnya aktivitas pada sisi basa biasanya mencerminkan
ionisaqsi residu asam amino pada enzim yang tidak sesuai. Sebagian
besar enzim manusia juga memiliki suhu optimum sekitar 37ºC.
Peningkatan suhu dari 0ºC menjadi 37ºC meningkatkan kecepatan
reaksi karena meningkatkan energi getaran substrat. Aktivitas
maksimum untuk sebagian besar enzim manusia berlangsung dekat
suhu 37ºC karena pada suhu yang lebih tinggi terjadi denaturasi
(hilangnya struktur sekunder dan tersier) (Marks et al, 2000).
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting bagi
enzim untuk menjalankan fungsinya sebagai katalisator. Pada enzim
amilase bebas, pH inkubasi optimum adalah 7,0 dengan aktivitas unit
38,6950 x 10-2 unit/ml, sedangkan enzim amilase amobil pH inkubasi
optimumnya adalah 7,5 dengan aktivitas unit 1,7222 x 10-2 unit/ml.
Perubahan pH optimum ke arahbasa ini dapat disebabkan karena
muatan bahan pendukung kitosan bersifat positif, dengan counter ions
bermuatan negatif pada permukaanya, pH aktivitas enzim akan
bergeser ke arah basa (alkalis) bila muatan pengembanya bersifat
positif dan akan bergeser ke arah asam apabila bersifat negatif. Jika
enzim diadsorbsi pada zat pendukung yang mempunyai permukaan
yang bermuatan negatif, maka akan menunjukan pH optimum yang
lebih besar dari pH optimum enzim bebasnya (Laila dkk, 2007).
Pengamatan uji aktivitas enzim amilase secara kualitatif
menggunakan indikator larutan iodin 1%, bahwa diantara 6 tabung
yang diinkubasi, tabung urutan 6 yang menunjukan perubahan dari
biru menjadi bening setelah diinkubasi selama 60 menit yang
menandakan bahwa pati telah terhidrolisis sempurna oleh enzim
amilase menjadi glukosa, sedangkan substrat amilum yang terdapat
pada kelima tabung lainya belum terhidrolisis sempurna menjadi
glukosa (Mutia, 2010).
Pewarnaan iodin meryupakan salah satu metode untuk mendeteksi
aktivitas α-amilase dan berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya
amilase. Zona bening yang terbentuk memiliki diameter, yaitu
diameter inti pusat (dalam) sebesar 3 mm dan diameter luar sebesar
9mm. Hasil ini mendekati hasil yang diperoleh oleh Arkan (2008)
yang menghasilkan 8 mm zona diameter medium agar pati
(Sarah dan Herdayanto, 2010).
Reaksi enzim terletak pada kemampuan untuk mencaari potensi
dari reaksi urutan, dimana produk reaksi obat tertentu untuk
mempengaruhi. Hal ini juga dapat memainkan berbagai peran dalam
kelas termologi yang berbeda, misalnya asam amino yang mungkin
dari kedua protein seringkali memerlukan penyelidikan yang luas
referensi sastra, untuk contoh menentukan asam amino
(Kevin dkk, 2000).
Efek dari suhu pada kegiatan dan stabilitas amilase .Untuk
menentukan suhu optimal,kegiatan amilase ini diukur pada temperatur
yang berbeda selama 5 min pada pH 6 . Untuk stabilitas termal ,
enzim solusi ditahan pada temperatur yang berbeda selama 60 min di
buffer fosfat dan kemudian segera didinginkan dalam es , dan residu
kegiatan ini diukur pada bagian suhu optimal. Dampak dari stabilitas
pH pada kegiatan dan stabilitas amilase. Untuk menentukan pH
optimum, kegiatan amilase ini diukr pada nilai pH yang berbeda untuk
suhu 30°C selama 5menit. Untuk stabilitas pH enzim pada suatu
larutan pH yang diinginkaan 4°C selama 24jam untuk disimpan dan
kemudian diukur pada suhu optimal (Dutta, 2006).
Hidrolisis mulai stabil denga diproduksi dari ketegangan amilase
bacillus adalah subtilis xk 86 dilakukan dengan tingkat maksimum
pada pH 7 konsentrasi 250g,dan substrat konsentrasi enzim 12 unit per
ml 90c suspensi dan suhu. Substrat berpengaruh menghambat aktivitas
enzim dalam jumlah besar dari 250gr enzim dapat membentuk jika
tingkat tinggi hidrolisis dan dengan demikian mengurangi kadar gula
tinggi yang relatif singkat 4 jam 15 menit (Kolusheva, 2007).
Amilase adalah kelompok enzim yang menghidrolisis ikatan
glikosidik dalam molekul besar dari amilosa dan amilopektin untuk
molekul kecil, dekstrin, maltosa, dan atau glukosa. Amilase sangat
penting bagi organisme hidup apapun, termasuk prokariota dan
neukariota. Karena amilase sepenuhnya mengkatalisis pati menjadi
glukosa untuk digunakan sebagai sumber utama bio-energi. Enzim ini
memiliki aplikasi yang cukup di bidang bioteknologi, makanan,
deterjen, pengelolaan limbah, dan produk farmasi. Secara umum,
amilase ditemukan di berbagai sumber, misalnya hewan (air liur dan
usus) dan mikroorganisme (jamur dan bakteri) (Laloknam, 2009).
Larutan Benedict diperlukan saat uji amilase. Filtrat diberi
benedict dengan reagen benedict dan dipanaskan pada waterbath.
Endapan merah oranye menunjukkan adanya gula pereduksi
(Subrajot, 2010).
2. Tinjauan Bahan
Dekstrin memiliki banyak manfaat dalam industri pangan dan
farmasi diantaranya yaitu pada produksi makanan beku, roti, bahan
minuman prebiotik, dan bahan penyalut lapis tipis (film coating)
tablet. Dekstrin dimanfaatkan sebagai pengganti guladan untuk
mempertahankan produk tetap beku. Kebutuhan dekstrin di bidang
industri ini semakin meningkat, sedangkan sebagian dekstrin yang
dibutuhkan masih impor. Hal ini menyebabkan diperlukan adanya
produksi dekstrin yang dapat memenuhi kebutuhan industri tersebut
terutama yang berasal dari sumber lokal seperti ubi kayu (manihot
esculenta crantz) (Zusfahair dan Dian, 2012).
Pertumbuhan tanaman yang berasal dari biji diawali dari proses
perkecambahan. Dalam pertumbuhannya memerlukan energi, dan
energi tersebut berasal dari perombakan bahan-bahan organik seperti
karbohidrat lemak dan protein,. Enzim yang digunakan untuk
merombak protein adalah enzim protease, perombakan lemak adalah
enzim lipase dan pati memerlukan enzim amilase. Enzim-enzim
tersebut secara bersamaan dihasilkan tumbuhan selama proses
perkecambahan (Bahri dkk, 2012).
Glikogen merupakan salah satu bentuk simpanan energi di dalam
tubuh yang dapat dihasilkan melalui konsumsi karbohidrat dalam
sehari-hari dan merupakan salah satu sumber utama yang digunakan
oleh tubuh pada saat berolahraga. Sekitar 67% dari simpanan glikogen
yang terdapat di dalam tubuh akan tersimpan di dalam otot dan
sisanya akan tersimpan di dalam hati. Di dalam otot, glikogen
merupakan simpanan energi utama yang mampu membentuk hampir
2% dari total massa otot. Glikogen yang terdapat di dalam otot hanya
dapat digunakan untuk keperluan energi di dalam otot tersebut dan
tidak dapat dikembalikan ke dalam aliran darah dalam bentuk glukosa
apabila terdapat bagian tubuh lain yang membutuhkanya. Berbeda
dengan glikogen hati dapat dikeluarkan apabila terdapat bagian tubuh
lain yang membutuhkan. Glikogen yang terdapat di dalam hati dapat
dikonversi melalui proses glycogenolysis menjadi glukosa dan
kemudian dapat dibawa oleh aliran darahmenuju bagian tubuh yang
membutuhkan seperti otak, sistem saraf, jantung, otot, dan organ
tubuh lainya (Irawan, 2007).
Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim α-amilase karena
dalam bentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4
ppm, fenolik 11,3 ppm. Senyawa tersebut merupakan antioksidan
yang sangat penting terhadap kesehatan terutama balita. Senyawa
fenolik dengan antioksidan lainya pada konsentrasi rendah dapat
melindungi bahan pangan tersebut dari kerusakan oksidatif. Selain itu,
kacang hijau memiliki kelebihan dari segi ekonomis dan agronomis
dibandingkan dengan tanaman kacang-kacangan yang lain
(Suarni, 2007).
C. Metodologi
1. Alat
a. Pipet tetes
b. Pipet ukur
c. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
d. Gelas ukur
e. Gelas beaker
f. Cawan porselen
g. Penangas air
h. Waterbath
i. Mortar
j. Timbangan analitik
k. Stopwatch
l. Penjepit kayu
m. Kain saring
n. Karet
o. Termometer
2. Bahan
a. Biji kacang hijau
b. Taoge
c. Larutan buffer pH 4
d. Larutan buffer pH 6
e. Larutan buffer pH 8
f. Enzim amilase
g. Larutan amilum 1%
h. Larutan dekstrin 1%
i. Larutan glikogen 1%
j. Reagen benedict
k. Larutan Iod 0,01 N
3. Cara Kerja
a. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
6 ml buffer pH 4, 6 ml buffer pH 6, 6 ml
buffer pH 8, 3x3 ml larutan amilum 1%, 3x3
ml larutan dekstrin 1%, 3x3 ml larutan
glikogen 1%

Penyiapan 9 tabung yang bersih,


kemudian diisi masing-masing
dengan larutan

Penambahan ke dalam masing-


2 ml amilum 1%, 2 ml larutan
masing tabung dan dicampur
amilase
baik-baik

Pencatatan waktu pada saat


penambahan larutan tersebut

Penginkubasian pada penangas


air yang bersuhu 40ᵒC

Pengamatan tabung 1-9 setiap 5


menit dengan cara pengambilan
1 tetes larutan tersebut, ,
diteteskan ke lempeng porselen

1 tetes larutan Iod 0,01 N Penambahan

Pencatatan perubahan warna


yang terjadi
Perbandingan warnanya dengan
amilum 1% + Iod, dekstrin 1% +
Iod, glikogen 1% + Iod

2 ml reagen Benedict, 1 ml Pemasukan ke dalam tabung


larutan sampel reaksi

Pemasukan tabung reaksi ke


dalam penangas air selama 5
menit

Pengamatan

Gambar 2.1 Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase


b. Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase

Penyiapan 6 tabung reaksi yang


bersih

2 ml amilum 1% 2 Pengisian pada masing-masing


ml larutan amilase tabung

Penyiapan penangas air dengan


suhu 40ᵒC, 100ᵒC dan suhu ruang

Penginkubasian tabung ke 1 dan ke


2 pada suhu 40ᵒC selama 30 menit

Penginkubasian tabung ke 3 dan ke


4 pada suhu 100ᵒC selama 10 menit

Penginkubasian tabung ke 5 dan ke


6 pada suhu kamar selama 30 menit

1 ml Iod 0,01 N Penambahan

Pengamatan perbedaan warna yang


terjadi

Gambar 2.2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase


c. Pengujian Amilase dari kecambah
50 gram biji kacang hijau, 50
gram taoge

Penyiapan 2 macam bahan


dihancurkan dengan mortar

Penambahan, kemudian
50 ml aquades disaring dengan kain saring

Penyiapan 4 tabung reaksi yang


bersih

3 ml amilum 1%, 6 ml larutan Pemasukan dan pengaturan pH


buffer pH 6

1 ml ekstrak kacang hijau Penambahan pada tabung 1


dan 2

Ekstrak taoge Penambahan pada tabung 3


dan 4

Penginkubasian pada penangas


air pada suhu 40ᵒC

Pengambilan 1 tetes bahan


pada lempeng porselen pada
menit ke 0 dan 20

1 tetes larutan Iod 0,01 N Penambahan

Pencatatan perubahan warna


yang terjadi

Gambar 2.3 Pengujian amilase pada kecambah


D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 2.1.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Diastase / Amilase

Ke Substra Buff Warna


l t er 0’ 5’ 10’ 15’ 20’
Benin
Amilu g
1 pH 4 Ungu tua Ungu Ungu Ungu
m agak
keruh
Benin
Biru
Amilu g Biru Biru
2 pH 6 keungua Biru
m agak ungu ungu
n
keruh
Benin
Biru
Amilu g Biru Biru
3 pH8 keungua Biru
m agak ungu ungu
n
keruh
Dekstri Benin Orange
4 pH 4 Orange Orange Orange
n g terang
Orange Orange Orange
Dekstri Benin
5 pH 6 kemerah kemerah Orange kemerah
n g
an an an
Orange Orange Orange
Dekstri Benin
6 pH 8 Orange kemerah kemerah kemerah
n g
an an an
1, Glikog Benin Kuning Kuning
pH 4 Kuning Kuning
4 en g cerah cerah
Orange
2, Glikog Benin Kuning
pH 6 Kuning Kuning kemerah
5 en g cerah
an
Orange
3, Glikog Benin Kuning
pH 8 Kuning Kuning kemerah
6 en g cerah
an
Sumber: Laporan Sementara

Amilase merupakan salah satu enzim yang paling penting dalam


bioteknologi saat ini. Amilase merupakan enzim yang memecah pati yang
diproduksi oleh berbagai jenis mahluk hidup seperti dari bakteri, jamur,
tumbuhan, manusia. Sebagai diastase, amilase adalah enzim pertama yang
ditemukan dan diisolasi oleh Anselme Payen pada tahun 1833. Amilase
mewakili sekitar 30% dari produksi enzim industri di seluruh dunia
(Ompusunggu dkk, 2011). Amilase adalah kelompok enzim yang
menghidrolisis ikatan glikosidik dalam molekul besar dari amilosa dan
amilopektin untuk molekul kecil, dekstrin, maltosa, dan atau glukosa.
Amilase sangat penting bagi organisme hidup apapun, termasuk prokariota
dan neukariota. Karena amilase sepenuhnya mengkatalisis pati menjadi
glukosa untuk digunakan sebagai sumber utama bio-energi. Enzim ini
memiliki aplikasi yang cukup di bidang bioteknologi, makanan, deterjen,
pengelolaan limbah, dan produk farmasi. Secara umum, amilase ditemukan
di berbagai sumber, misalnya hewan (air liur dan usus) dan mikroorganisme
(jamur dan bakteri) (Laloknam, 2009).
Enzim diastase adalah suatu enzim kombinasi dari alpHa dan beta
amylase dan berfungsi mengubah pati yang rusak menjadi gula maltosa.
Cara kerja dari enzim diastase adalah mengubah karbohidrat kompleks atau
polisakarida menjadi karbohidrat dengan rantai karbon yang sederhana atau
monosakarida. Aktivitas enzim diastase dari rentang penelitian pH efektif
diastase 4-9 dengan optimum, pada 6-7 dan diamati bahwa suhu tampaknya
tidak mempengaruhi nilai pH optimum (Eyster, 1959).
Jenis-jenis enzim amilase ada tiga, yaitu α-amilase, β-amilase, dan γ-
amilase. α-amilase adalah kalsium met alloenzymes, benar-benar tidak dapat
berfungsi dengan tidak adanya kalsium. α-amilase memotong karbohidrat
rantai panjang pada lokasi acak di sepanjang rantai pati, yang pada akhirnya
menghasilkan maltotriosa dan maltosa dari amilosa, atau maltosa, glukosa
dan "limit-dextrin "dari amilopektin. α-amilase cenderung lebih cepat
kerjanya dibanding β-amilase karena dapat bekerja di mana saja pada
substrat. Secara fisiologis pada manusia, baik amilase ludah dan pankreas
adalah α-amilase. Juga ditemukan pada tumbuhan, jamur (ascomycetes dan
basidiomycetes) dan bakteri (Bacillus). β-amilase adalah bentuk lain dari
amilase disintesis oleh bakteri, jamur, dan tanaman. β-amilase mengkatalisis
hidrolisis ikatan glikosidik kedua α-(1,4), bekerja membentuk ujung
nonreducing, memecah maltosa menjadi dua unit glukosa pada suatu waktu.
Selama pematangan buah, β-amilase memecah pati menjadi maltosa,
sehingga menghasilkan rasa manis pada buah yang matang. α-amilase dan
β-amilase dijumpai dalam biji, β-amilase muncul dalam bentuktidak aktif
sebelum perkecambahan, sedangkan α-amilase dan protease muncul setelah
perkecambahan dimulai. Jaringan hewan tidak mengandung β-amilase. γ-
amilase/ glukoamilase memecah ikatan glikosidik α-(1,6), selain memecah
ikatan glikosidik α(1,4) terakhir pada ujung non-reducing dari amilosa dan
amilopektin, sehingga menghasilkan glukosa. Tidak seperti bentuk lain dari
amilase, γ-amilase yang paling efisien dalam lingkungan asam dan memiliki
pH optimum 3 (Winarno, 1983).
Pewarnaan iodin meryupakan salah satu metode untuk mendeteksi
aktivitas α-amilase dan berfungsi sebagai reagen pendeteksi adanya amilase.
Zona bening yang terbentuk memiliki diameter, yaitu diameter inti pusat
(dalam) sebesar 3 mm dan diameter luar sebesar 9mm. Hasil ini mendekati
hasil yang diperoleh oleh Arkan (2008) yang menghasilkan 8 mm zona
diameter medium agar pati (Sarah dkk, 2010).
Pengamatan uji aktivitas enzim amilase secara kualitatif
menggunakan indikator larutan iodin 1%, bahwa diantara 6 tabung yang
diinkubasi, tabung urutan 6 yang menunjukan perubahan dari biru menjadi
bening setelah diinkubasi selama 60 menit yang menandakan bahwa pati
telah terhidrolisis sempurna oleh enzim amilase menjadi glukosa, sedangkan
substrat amilum yang terdapat pada kelima tabung lainya belum terhidrolisis
sempurna menjadi glukosa (Mutia, 2010). Hidrolisis mulai stabil denga
diproduksi dari ketegangan amilase bacillus adalah subtilis xk 86 dilakukan
dengan tingkat maksimum pada pH 7 konsentrasi 250g,dan substrat
konsentrasi enzim 12 unit per ml 90c suspensi dan suhu. Substrat
berpengaruh menghambat aktivitas enzim dalam jumlah besar dari 250gr
enzim dapat membentuk jika tingkat tinggi hidrolisis dan dengan demikian
mengurangi kadar gula tinggi yang relatif singkat 4 jam 15 menit
(Kolusheva, 2007).
Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang
menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim
menggambarkan pH pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang
penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang
diinginkan. pH optimum enzim tidak perlu sama dengan pH lingkungan
normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada di atas atau di bawah
pH optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian
oleh perubahan pada pH medium lingkungan (Lehninger, 1982).
Sebagian besar enzim manusia juga memiliki suhu optimum sekitar
37ºC. Peningkatan suhu dari 0ºC menjadi 37ºC meningkatkan kecepatan
reaksi karena meningkatkan energi getaran substrat. Aktivitas maksimum
untuk sebagian besar enzim manusia berlangsung dekat suhu 37ºC karena
pada suhu yang lebih tinggi terjadi denaturasi (hilangnya struktur sekunder
dan tersier) (Marks et al, 2000).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan digunakan substrat 1%
amilum, 1% dekstrin, dan 1% glikogen sebanyak 3 ml kemudian masing-
masing substrat dicampur dengan larutan buffer pH 4, 6, dan 8 sebanyak 6
ml. Pada percobaan yang pertama larutan ditambah enzim amilase 1 ml
kemudian digojok supaya homogen yang membuat larutan substrat amilum
berubah warna menjadi bening agak keruh sedangkan dekstrin dan glikogen
tetap bening. Larutan tersebut dipanaskan ke dalam penangas air selama 20
menit dengan dilakukan uji Iod setiap 5 menit.
Uji Iod dilakukan dengan meneteskan larutan sampel ke cawan
porselen dan ditambahkan 1 tetes larutan Iod. Sehingga didapatkan
perubahan warna sampel amilum pH 4 dari bening agak keruh menjadi ungu
tua kemudian ungu sampai menit ke 20. Pada sampel amilum pH 6
didapatkan perubahan warna dari bening agak keruh kemudian biru
keunguan pada menit ke 5 dan 10, kemudian menjadi biru dan kembali ke
biru keunguan lagi. Pada sampel amilum pH 8 didapatkan perubahan warna
sama seperti pada amilum pH 6. Pada sampel dekstrin pH 4 didapatkan
perubahan warna dari bening kemudian menjadi orange pada 15 menit
pertama dan kemudian menjadi orange terang pada menit ke 20. Pada
sampel dekstrin pH 6 didapatkan perubahan warna dari bening menjadi
orange kemerahan pada 10 menit pertama kemudian orange dan berakhir
berwarna orange kemerahan lagi. Pada dextrin pH 8 terjadi perubahan
warna dari bening kemudian menjadi orange dan berubah menjadi orange
kemerahan sampai menit ke 20. Pada sampel larutan glikogen pH 4, 6, dan 8
terjadi perubahan warna dari bening menjadi kuning sampai menit ke 10
kemudian menjadi kuning cerah sampai menit ke 20.
Perbedaan warna yang terjadi dikarenakan setiap enzim memiliki pH
optimum masing-masing. Dari praktikum yang talah dilakukan dapat
diketahui bahwa pH optimum enzim amilase rata-rata dari semua substrat
adalah 6. Hal ini ditandai dengan perubahan warna dari berwarna agak
bening menjadi lebih bening setelah dipanaskan. Hal ini sudah sesuai
dengan teori, enzim amilase pada percobaan bekerja pada pH 5-7 yang pada
umumnya enzim tersebut bekerja pada sekitar pH tersebut (Mutia, 2010).
Tabel 2.1.2 Uji Benedict Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Diastase

Kel Substrat Buffer Perubahan warna


1 Amilum pH 4 Biru menjadi hijau lumut
2 Amilum pH 6 Biru menjadi tosca
3 Amilum pH 8 Biru menjadi biru kehijauan (bening)
4 Dekstrin pH 4 Biru menjadi biru ada endapan
5 Dekstrin pH 6 Biru menjadi dua lapisan atas cokelat dan bawah biru
6 Dekstrin pH 8 Biru menjadi hijau kebiruan ada endapan
1, 4 Glikogen pH 4 Biru menjadi biru tosca
2, 5 Glikogen pH 6 Biru menjadi hijau
3, 6 Glikogen pH 8 Biru menjadi hijau
Sumber: Laporan Sementara

Uji Benedict dilakukan untuk membuktikan adanya gula pereduksi,


larutan uji dicampurkan dengan pereaksi Benedict kemudian dipanaskan.
Apabila hasil positif maka akan terbentuk endapan berwarna biru
kehijauan, merah, atau kuning tergantung kadar gula pereduksi yang ada.
Uji benedict menggunakan prinsip bahwa larutan CuSO4 dalam suasana
alkali akan bereaksi dengang gula yang mempunyai gugus aldehida
sehingga cupri oksida (CuO) tereduksi menjadi Cu2O yang berwarna
merah bata. Gugus aldehida merupakan gugus yang menyusun mono
sakariga glukosa, galaktosa, manosa, dan xilosa. Gugus aldehid terdapat
pada sampel glukosa, laktosa, maltosa, dan sukrosa. Hasil positif
ditunjukan oleh semua sampel kecali amilum. Namun pada pengujian
fruktosa diperoleh hasil positif terkait dengan tidak terdapatnya gugus
aldehid pada monosakarida fruktosa, hal ini dapat disebabkan kesalahan
teknis pada saat pengujian atau sampel yang digunakan telah tercampur
dengan bahan lain yang mengandung gugus aldehid (Alviah dkk, 2015).
Filtrat diberi benedict dengan reagen benedict dan dipanaskan pada
waterbath. Endapan merah oranye menunjukkan adanya gula pereduksi
(Subrajot, 2010). Pereaksi terdiri dari kupri sulfat, natrium sitrat, dan
natrium karbonat. Kedalam 5 ml pereaksi dalam tabung reaksi
ditambahkan 8 tetes larutan contoh, kemudian tabung reaksi ditempatkan
dalam air mendidih selama 5 menit. Timbulnya endapan warna hijau,
kuning, merah oranye menunjukan adanya gula pereduksi dalam contoh
(Winarno, 1983).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan larutan substrat ber
pH tersebut diberi 2 ml reagen Benedict yang kemudian diinkubasi di
dalam penangas air selama 5 menit. Setelah dipanaskan, amilum pH 4
berubah warna menjadi hijau lumut, amilum pH 6 berubah warna menjadi
hijau tosca, dan amilum pH 8 berubah warna menjadi biru kehijauan
(bening). Sedangkan dekstrin pH 4 berubah warna menjadi biru dengan
ada endapan, dekstrin pH 6 berubah menjadi dua lapisan yaitu lapisan atas
berwarna cokelat dan lapisan bawah berwarna biru, dan dekstrin pH 8
berubah warna menjadi biru kehijauan dan ada endapan. Glikogen pH 4
berubah warna menjadi hijau kebiruan dan ada endapan, glikogen pH 6
dan 8 berubah warna menjadi hijau. Percobaan ini sudah sesuai dengan
teori bahwa reaksi positif apabila terdapat endapan warna hijau, kuning,
merah oranye menunjukan adanya gula pereduksi dalam contoh
(Winarno, 1983).
Tabel 2.2 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Diastase

Waktu
Kel Suhu Perubahan warna
inkubasi
1 40º 30 Bening menjadi ungu kemerahan
2 Ruang 30 Bening menjadi ungu
3 100º 10 Bening menjadi ungu kebiruan
4 40º 30 Bening menjadi ungu kemerahan
5 Ruang 30 Bening menjadi ungu
6 100º 10 Bening menjadi ungu kebiruan
Sumber: Laporan Sementara

Sebagian besar enzim manusia juga memiliki suhu optimum sekitar


37ºC. Peningkatan suhu dari 0ºC menjadi 37ºC meningkatkan kecepatan
reaksi karena meningkatkan energi getaran substrat. Aktivitas maksimum
untuk sebagian besar enzim manusia berlangsung dekat suhu 37ºC karena
pada suhu yang lebih tinggi terjadi denaturasi (hilangnya struktur sekunder
dan tersier) (Marks et al, 2000). Umumnya aktivitas enzim amilase terjadi
pada suhu 30ºC -40ºC dan aktivitasnya akan menurun pada kisaran suhu
45ºC-50ºC, hal ini disebabkan karena enzim mengalami denaturasi
akibatnya molekul-molekul enzim rusak sehingga kehilangan spesifitasnya
(Suarni, 2007).
Efek dari suhu pada kegiatan dan stabilitas amilase .Untuk
menentukan suhu optimal,kegiatan amilase ini diukur pada temperatur
yang berbeda selama 5 min pada pH 6 . Untuk stabilitas termal , enzim
solusi ditahan pada temperatur yang berbeda selama 60 min di buffer
fosfat dan kemudian segera didinginkan dalam es , dan residu kegiatan ini
diukur pada bagian suhu optimal. Dampak dari stabilitas pH pada kegiatan
dan stabilitas amilase. Untuk menentukan pH optimum, kegiatan amilase
ini diukr pada nilai pH yang berbeda untuk suhu 30°C selama 5menit.
Untuk stabilitas pH enzim pada suatu larutan pH yang diinginkaan 4°C
selama 24jam untuk disimpan dan kemudian diukur pada suhu optimal
(Dutta, 2006).
Pada suhu 40ºC enzim bekerja secara optimum. Hal ini ditandai
dengan perubahan warna dari bening menjadi ungu kemerahan. Ini
menandakan bahwa amilum negatif iod, dan berarti enzim berhasil
memecah polisakarida menjadi monosakarida. Pada suhu ruang, terjadi
perubahan warna dari bening menjadi ungu. Ini menandakan bahwa enzim
negatif iod, dan berarti enzim berhasil memecah polisakarida menjadi
monosakarida. Pada suhu ruang enzim bekerja kurang maksimum. Pada
suhu 100ºC enzim tidak bekerja karena terjadi denaturasi yang disebabkan
suhu yang terlalu tinggi. Perubahan warna yang terjadi yaitu dari bening
menjadi ungu kebiruan yang menandakan amilum positif iod karena enzim
tidak bekerja. Sehingga amilum tidak pecah menjadi monosakarida. Hasil
percobaan kali ini sudah sesuai dengan teori karena enzim bekerja secara
optimum pada suhu 40ºC, hal ini sesuai dengan teori Suarni (2007).
Tabel 2.3 Aktivitas Enzim Amilase dari Ekstrak Kacang Hijau dan
Tauge
Perubahan Warna
Kel Substrat
Menit ke-0 Menit ke-20
3 ml amilum
1% + 6 ml
Keruh
buffer pH 6 Keruh menjadi biru
1, 2, 3 menjadi biru
+ 1 ml pekat
pekat
ekstrak biji
kacang hijau
3 ml amilum
1% + 6 ml
Keruh
buffer pH 6 Keruh menjadi biru
1, 2, 3 menjadi biru
+ 1 ml pekat
pekat
ekstrak biji
kacang hijau
3 ml amilum
1% + 6 ml
Bening
buffer pH 6 Bening menjadi biru
4, 5, 6 menjadi biru
+ 1 ml pudar
pekat
ekstrak
kecambah
3 ml amilum
1% + 6 ml
Bening
buffer pH 6 Bening menjadi biru
4, 5, 6 menjadi biru
+ 1 ml pudar
pekat
ekstrak
kecambah
Sumber: Laporan Sementara
Ekstrak enzim amilase yang terkandung dalam kacang hijau
tersebut dapat dimanfaatkan pada modifikasi pati atau tepung-tepungan.
Sebaiknya pemanfaatan enzim tersebut dengan bahan sumbernya.
Berdasarkan pertimbangan ekonomis, karena tidak perlu mengekstrak
enzimnya. Selain itu, kecambah kacang hijau pada hari ketiga
mengandung gizi tinggi terutama senyawa antioksidan seperti senyawa
tokoferol (pro vitamin E) 936,4 ppm, fenolik 11,3 ppm. Senyawa fenolik
dengan antioksidan lainya pada konsentrasi rendah dapat melindungi
bahan pangan tersebut dari kerusakan oksidatif. Menggunakan enzim
amilase dalam pengolahan bahan pangan sangat menguntungkan, karena
lebih aman dan adanya tambahan nutrisi dari bahan tersebut. Misalnya
pada bahan sumber karbohidrat yang mengandung pati beramilosa tinggi
dalam serelia (Suarni, 2007).
Pembuatan ekstrak enzim dari kecambah kacang hijau. Biji kacang
hijau disortasi hingga diperoleh biji bersih dan utuh, dicuci, direndam,
dengan aquades selama 30 menit, ditiriskan, kemudian diperam dalam
wadah berpori sampai terjadi perkecambahan. Waktu perkecambahan (1,
2, 3, 4, dan 5 hari).
Kecambah dibersihkan dengan melepas kulit luarnya, sebagian
diambil sebagai sampel untuk analisis kadar protein dan air. sebagian
ditimbang kemudian dihancurkan dengan blender, di mana untuk 1 gram
kecambah ditambahkan 5 ml buffer asetat 0,2 M pH 5. Kecambah yang
sudah hancur disimpan selama 10 menit sambil sekali-sekali dikocok
kemudian dilakukan penyaringan dengan kapas. Filtrat yang dihasilkan
disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu 5ºC.
Supernatan (ekstrak enzim) yang dihasilkan diukur volumenyadan
ditempatkan ke dalam wadah steril untuk dianalisis antara lain aktivitas
enzim α-amilase, pH, dan protein pelarut (Suarni, 2007).
Pada percobaan menggunakan ekstrak kacang hijau dengan
substrat 3 ml amilum 1% , 6 ml buffer pH 6, dan 1 ml ekstrak kacang hijau
pada menit ke 0 berwarna keruh dan setelah ditetesi Iod menjadi biru
pekat. Pada menit ke 20 terjadi perubahan warna dari keruh menjadi biru
pekat. Pada percobaan menggunakan ekstrak tauge dengan substrat 3 ml
amilum 1% , 6 ml buffer pH 6, dan 1 ml ekstrak tauge pada menit ke 0
berwarna keruh dan setelah ditetesi Iod menjadi biru pekat. Pada menit ke
20 terjadi perubhan warna dari keruh menjadi biru pudar. Ekstrak kacang
hijau berwarna lebih pekat daripada ekstrak kecambah. Hal ini
menandakan bahwa biji kacang hijau dan kecambah positif mengandung
amilase. Kecambah memiliki lebih banyak amilase daripada biji kacang
hijau ditandai dengan perubahan warna dari keruh menjadi biru pudar. Hal
ini dikarenakan pada proses perkecambahan cadangan makanan dalam
biji-bijian diubah untuk membentuk struktur akar, batang, dan daun. Salah
satu komponen cadangan makanan adalah amilum yang harus mengalami
hidrolisis terlebih dahulu menjadi glukosa atau dekstrin sebelum diubah
menjadi karbohidrat struktural (selulosa). Untuk menghidrolisis amilum
dibutuhkan enzim amilase yang banyak (Suarni, 2007).
E. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan acara II Enzim ini dapat disimpulkan
bahwa:
1. pH mempengaruhi kerja enzim dan pH optimum enzim yaitu 6
diitandai dengan perubahan warna menjadi agak bening pada uji Iod.
2. Suhu mempengaruhi kerja enzim dan suhu optimum enzim yaitu
30ºC-40ºC sesuai dengan teori (Suarni, 2007).
3. Ekstrak kecambah mengandung enzim amilase lebih banyak daripada
biji kacang hijau ditandai dengan perubahan warna menjadi pudar pada
kecambah.
DAFTAR PUSTAKA

Alviah, Anisah, Eulis Safitri, Hamidah Nur, Irsan Luthfan, Nuri


Purwanti, dan Siti Nurmilah. 2015. Analisis Kualitatif
Karbohidrat. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Bahri, Syaiful, Moh Mirzan dan Moh Hasan. 2012. Karakterisasi
Enzim Amilase DariKecambah Biji Jagung Ketan (Zea
mays ceratina L.). Vol.1 No. 1. Hal. 1-2. Jurnal Natural
Science.
Dutta Tapan. 2006. The Effect of Temperature, pH and Salt on
Amylase in Heliodiaptomus viduus (Gurney) (Crustasea:
Copepoda: Calanoida). Vidyasagar University. India.
Irawan, M. Anwari. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief.
Kevin, Humphreys, George Demetriou dan Robert Gaizauskas. 2000.
Two Application of Information Extraction to Biological
Science Journal Article: Enzyme Interactions and Protein
Structures. Departement of Computer Science.
Kolusheva T, A Marinova. 2007. A Study of The Optimal Conditions
for Starch Hydrolysis Through Thermostable α-amylase.
Vo. 41 No. 1. Hal. 1. Journal of the University of Chemical
Technology and Met allurgy.
Laila, Aspita, Aida Fetra, John Hendri, dan Irwan Ginting Suka. 2009.
Peningkatan Stabilitas Enzim Amilase Melalui Amobilisasi
pada Polimer Kitosan. Vol. 13 No. 2. Universitas Lampung.
Lampung.
Laloknam, Surasak, Supaporn Sirisopana, PHornpHan AttapHinyo,
Suwipa Poohuarai, and Somkiat PHornpHisutthimas. 2009.
Detection of Amylase Activity from Fruit and Vegetables in
An Undergraduate Classroom. Srinakharinwirot University.
Thailand.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Marks, Dawn B, Allan D. Marks, Collen M. Smith. 1996. Biokimia
Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Penerbit
EGC. Jakarta.
Mutia, Mufti. 2010. Isolasi dan Karakteristik Enzim Amilase dari
Akar Rimpang Alang-Alang (Imperata cylindrica).
Universitas Hasanuddin.
Omposunggu, Henny Erlina Saurmauli., Juwita dan Ramlan Silaban.
2011. Kajian Biomedik Enzim Amilase dan
Pemanfaatannya di Bidang Industri. Universitas HKBP.
Medan.
Sarah., Surya Rosa Putra dan Herdayanto Sulistyo Putro. Isolasi α-
Amilase Termostabil dari Bakteri Termofilik. Institut
Teknoogi Sepuluh November.
Suarni, Rauf Patong. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai
Sumber Enzim α-Amilase. Universitas Hassanudin.
Makassar.
Subrajot, Kaur. 2010. Comparative Study of Anthelmintic Activity of
Aqueos and Ethanolic of Bark of Holoptelea Integrifolia
Wilbraham, Antony C, Michael S. Matta. 1992. Pengantar Kimia
Organik dan Hayati. Penerbit ITB. Bandung.
Winarno, F. G. 1983. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.
Zusfahair dan Dian Riana Ningsih. 2012. Pembuatan Dekstrin dari
Pati Ubi Kayu Menggunakan Katalis Amilase Hasil dari
Fraksinasi dari Azospirillum sp. JG3. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
LAMPIRAN

Gambar 2.1.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Diastase/Amilase

Gambar 2.1.2 Uji Benedict Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim


Diastase
Gambar 2.2 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim Amilase

Gambar 2.3 Aktivitas Enzim Amilase dari Ekstrak Kacang Hijau dan
Tauge

You might also like