You are on page 1of 27

ACARA I

KARBOHIDRAT

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara I “Karbohidrat” adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa.
2. Mengetahui Pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa.
3. Mengetahui peristiwa gelatinisasi pati tepung tapioka dan tepung maizena.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Fungsi penambahan NaHCO3 kristal bertujuan untuk memberikan
suasana sedikit basa. Pada suasana basa, reduksi ion Cu2+ dari CuSO4 oleh
gula pereduksi akan berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu2O yang
merupakan endapan merah bata. Benedict tidak dapat bekerja dengan baik
pada kondisi asam. Sehingga pada tabung ke-2 yang berisi HCl, yang
bersifat asam ditambah dengan NaHCO3 kristal. Apabila sukrosa ditambah
Benedict dengan menggunakan katalis NaHCO3 reaksinya akan
menghasilkan CuO2, asam, dan H2O yang menimbulkan endapan berwarna
merah bata. Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang
mengandung gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk kupro
oksida berwarna. Larutan Benedict mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana basa
yang menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana basa,
reduksi ion Cu2+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan
cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata.
Pereaksi Benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat. Hasil positif
ditunjukkan bila terdapat endapan berwarna hujau, kuning, atau merah
bata (Bintang, 2010).
Pati adalah polisakarida yang paling umum digunakan dalam gizi
manusia. Hal tersebut adalah salah satu komponen cadangan karbohidrat
yang tersimpan dalam tanaman. Hal ini dapat ditemukan di banyak organ
tanaman yang berbeda termasuk biji, buah-buahan, umbi-umbian dan akar
dimana komponen tersebut digunakan sebagai sumber energi. Sampel
tepung jagung/maizena yang banyak digunakan oleh produsen dengan
komponen sebagai berikut: air 11,11% dan pati 88,89% (Herceg, 2010).
Pati singkong dipersiapkan mengikuti metode sebagai berikut yaitu
singkong dikupas, dicuci dan hancur dalam mesin kisi. Kemudian jala
singkong bergerak memutar dan dicampur dengan air dalam rasio 1:5.
Mesh disaring melalui lapisan ganda kain nilon untuk mendapat pati
larutan. Pati dipisahkan dari air oleh sedimentasi dan dekantasi. Pati
dikeringkan menggunakan oven (Akpa, 2012).
Sukrosa merupakan bahan yang sangat diperlukan tubuh manusia,
hewan, dan tumbuhan. Senyawa ini dalam jaringan tumbuhan tertentu
seperti tebu dan bit disimpan sebagai cadangan makanan. Pada tanaman
aren sukrosa ditransfer dari daun ke empulur batang dalam bentuk sukrosa.
Hidrolisa sukrosa dengan HCl akan menyebabkan polisakarida ikut
terhidrolisa yang kemudian akan terukur sebagai sukrosa. Dipihak lain,
kebutuhan untuk mengetahui kandungan sukrosa dari kedua bahan tersebut
sangat dibutuhkan dalam kegiatan rutin penelitian dan pengembangan
tanaman aren maupun kualitas nira dan gula aren. Berbagai metode analisa
sukrosa dalam bahan yang mengandung berbagai komponen karbohidrat
lainnya telah dikembangkan, seperti kromatografi cair, kromatografi gas,
dan enzim (Pontoh, 2013).
2. Tinjauan Teori
Karbohidrat adalah sesuatu atau beberapa senyawa kimia termasuk
gula, pati dan serat yang mengandung atom Carbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O2) dengan rumus kimia CN (H2O)n. Karbohidrat merupakan
senyawa sumber energi utama bagi tubuh. Kira-kira 80% kalori yang
didapat tubuh berasal dari karbohidrat. Orang dewasa dengan aktivitas
sedang memerlukan karbohidrat rata rata 8-12 gram/KgBB/hari,
sedangkan kebutuhan minimal setiap orang adalah 50-100 gr/hari untuk
mencegah ketosis. Ketosis adalah meningkatnya kadar keton atau sisa
produk hati yang tidak dapat dioksidasi dalam darah sehingga
mengakibatkan pembakaran lemak berlebihan, gejala ketosis antara lain
produksi urine meningkat, depresi, mual, lelah dan pening
(Surbakti, 2010).
Karbohidrat mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bahan bakar dan
sebagai bahan penyusun struktur sel. Contoh karbohidrat yang tergolong
dalam kelompok pertama adalah glukosa, pati dan pada kelompok kedua
adalah selulosa, kitin dan lain sebagainya. Karbohidrat adalah
polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton, yang mempunyai rumus
molekul umum (CH2O)n. Yang pertama lebih dikenal sebagai golongan
aldosa dan yang kedua adalah ketosa (Martoharsono, 1990).
Glukosa adalah gula sederhana (monosakarida) yang berfungsi
sebagai sumber utama energi di dalam tubuh. Glukosa adalah gula utama
yang dibuat tubuh. Tubuh membuat glukosa dari protein, lemak dan,
terutama, karbohidrat. Glukosa dihantarkan ke setiap sel melalui aliran
darah. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa proses aturan generasi
normatif menghasilkan pencocokan dalam percobaan terhadap sukrosa
adalah fungsi ketersediaan glukosa (McMahon, 2010).
Glukosa dan asam dan alkali digunakan untuk merangsang
perubahan warna yang dinamis dan tanggapan yang diperoleh.
Berdasarkan perubahan warna yang terjadi dipengaruhi oleh oleh beberapa
hal yaitu asam, basa, dan suhu. Perubahan warna mengakibatkan
dekomposisi merupakan peristiwa pencoklatan non enzimatis pada
senyawa gula (Zawalich, 2004).
Disakarida terdiri dari dua monosakarida yang berikatan kovalen
terhadap sesamanya. Pada kebanyakan disakarida ikatan kimia yang
menggabungkan kedua unit monosakarida disebut ikatan glikosida dan
dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan karbon
anomer pada gula yang kedua. Ikatan glikosida segera terhidrolisa oleh
asam tetapi tahan terhadap basa. Jika disakarida dapat dihidrolisa
menghasilkan komponen monosakarida bebasnya dengan perebusan oleh
asam encer. Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan
fruktosa. Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman, tetapi tidak terdapat
pada hewan tingkat tinggi. Berlawanan dengan maltosa dan laktosa,
sukrosa tidak mengandung atom karbon anomer bebas, karena karbon
anomer kedua komponen unit monosakarida pada sukrosa berikatan satu
dengan yang lain (Lehninger, 1993).
Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung
gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk kupro oksida
berwarna. Larutan Benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana basa yang
menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana basa,
reduksi ion Cu2+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan
cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata.
Pereaksi Benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat. Hasil positif
ditunjukkan bila terdapat endapan berwarna hujau, kuning, atau merah
bata (Bintang, 2010).
Sukrosa pada kondisi asam dapat terhidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya gugus OH bebas yang
reaktif . Sukrosa bersifat non pereduksi karena tidak mempunyai gugus
OH bebas yang reaktif, tetapi selama pemasakan dengan adanya asam,
sukrosa akan terhidrolisis menjadi gula invert yaitu fruktosa dan glukosa
yang merupakan gula reduksi. Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu,
waktu pemanasan dan pH larutan. Oleh karena itu pH larutan yang asam
dapat meningkatkan kadar gula reduksi gula merah (Erwinda, 2014).
Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pada
waktu mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali
ke bentuk semula. Gelatinisasi juga disebut sebagai peristiwa koagulasi
koloid dengan ikatan rantai polimer atau penyerapan zat terlarut yang
membentuk jaringan tiga dimensi yang tidak terputus sehingga dapat
mengakibatkan terperangkapnya air dan terhentinya aliran zat cair yang
ada di sekelilingnya kemudian mengalami proses pengorientasian partikel
(Jading, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati yaitu suhu
gelatinisasi, konsentrasi, pH, penambahan gula. Suhu gelatinisasi
tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut
makin lmabat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah,
bahkan kadang-kadang turun. Makin tinggi konsentrasi, gel yang terbentuk
makin kurang kental dan setelah beberapa waktu viskositas akan turun.
Selain konsentrasi, pembentukan gel juga dipengaruhi pula oleh pH
larutan. Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi,
pembentukan gel makin cepat tercapai tapi cepat turun lagi, sedangkan
bila pH terlalu rendah terbentuknya gel lambat dan bila pemanasan
diteruskan, viskositas akan turun lagi. Pada pH 4-7 kecepatan
pembentukan gel lebih lambat daripada pH 10, tapi bila pemanasan
diteruskan, viskositas tidak berubah. Penambahan gula juga berpengaruh
pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan,
hal ini disebabakan gula akan mengikat air, sehingga pembengkakan butir-
butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi.
Adanya gula juga menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan
mekanik (Winarno, 2008).
Reaksi pencoklatan nonenzimatik fruktosa dan sistem model yang
berair fruktosa-lisin yang diselidiki pada 100C antara pH 4,0 dan pH 12,0
dengan mengukur hilangnya reaktan dan pemantauan pola UV-absorbansi
dan pengembangan warna coklat. Pada semua nilai pH diuji, hilangnya
fruktosa lebih rendah pada kehadiran dibandingkan dengan tidak adanya
lisin. Dan, dalam larutan fruktosa lisin yang mengandung, gula
menghilang lebih cepat dibandingkan dengan asam amino
(Ajandouz, 2001).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Propipet
d. Mikroskop
e. Gelas Objek
f. Gelas Penutup
g. Termometer
h. pH universal
i. Penangas air
j. Pengaduk
k. Sendok
l. Kompor listrik
2. Bahan
a. Sukrosa murni 5 %
b. Glukosa 0,1 M
c. NaOH 0,1 N
d. HCl 0,1 N
e. Aquades
f. NaHCO3 kristal
g. Pereaksi Benedict
h. Tepung tapioka
i. Tepung maizena
j. Iodin 0,01 N
3. Cara Kerja
1. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap sukrosa
2ml sukrosa 5%

Pemasukkan dan 3 tabung reaksi

Penambahan HCl Penambahan NaOH Penambahan


0,1 N sebanyak 5ml 0,1 N sebanyak 5 ml Aquades sebanyak 5
pada tabung 1 pada tabung 2 ml pada tabung 3

Pemanasan sampai mendidih selama 3 menit

Penambahan pada tabung 1

NaHCO3 kristal Pengamatan perubahan warna

Pemindahan sebanyak 2ml larutan dari


masing-masing tabung pada 3 tabung reaksi
Penambahan pereaksi pada setiap tabung lalu
2ml benedict pemanasan dalam penangas selama 5 menit

Pengamatan perubahan warna atau endapan

Gambar 1.1 Cara kerja pengaruh asam dan alkali dengan sukrosa

2. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa


5ml Glukosa 0,1 M

Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi

Penambahan HCl Penambahan NaOH Penambahan


0,1 N sebanyak 0,1 N sebanyak 2ml Aquades sebanyak
2ml pada tabung 1 pada tabung 2 5 ml pada tabung 3

Pemanasan sampai mendidih selama 3


menit

Pengamatan perubahan warna

Gambar 1.2 Cara kerja pengaruh asam dan alkali dengan glukosa
3. Pengaruh Gelatinisasi pati dan maizena
Pati tapioka dan maizena

Pemasukkan dalam 9 gelas beker masing-masing 30


gram

Penambahan
Aquadest suhu 400C,
500C, 600C , 650C ,
700C,750C, 800C , 850C
Pengambilan 1 tetes

Pengolesan pada gelas benda

iod 0,01 N Penambahan

Penutupan dengan gelas penutup

Pengamatan dengan mikroskop perbesaran 40x 10

Gambar 1.3 Pengaruh Gelatinisasi pati dan maizena


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa
Kelompok Larutan Pemanasan I Pemanasan II
Awal Akhir Awal Akhir
7 dan 8 HCl 0,1 N Bening Bening Bening Orange
dengan
endapan
merah bata
NaOH 0,1 N Bening Bening Bening Biru
kehijauan
Aquades Bening Bening Bening Biru
kehijauan

Karbohidrat adalah sesuatu atau beberapa senyawa kimia termasuk


gula, pati dan serat yang mengandung atom Carbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O2) dengan rumus kimia CN (H2O)n. Karbohidrat merupakan
senyawa sumber energi utama bagi tubuh. Kira-kira 80% kalori yang
didapat tubuh berasal dari karbohidrat. Orang dewasa dengan aktivitas
sedang memerlukan karbohidrat rata rata 8-12 gram/KgBB/hari,
sedangkan kebutuhan minimal setiap orang adalah 50-100 gr/hari untuk
mencegah ketosis. Ketosis adalah meningkatnya kadar keton atau sisa
produk hati yang tidak dapat dioksidasi dalam darah sehingga
mengakibatkan pembakaran lemak berlebihan, gejala ketosis antara lain
produksi urine meningkat, depresi, mual, lelah dan pening
(Surbakti, 2010).
Karbohidrat mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai bahan bakar dan
sebagai bahan penyusun struktur sel. Contoh karbohidrat yang tergolong
dalam kelompok pertama adalah glukosa, pati dan pada kelompok kedua
adalah selulosa, kitin dan lain sebagainya. Karbohidrat adalah polihidroksi
aldehida atau polihidroksi keton, yang mempunyai rumus molekul umum
(CH2O)n. Yang pertama lebih dikenal sebagai golongan aldosa dan yang
kedua adalah ketosa (Martoharsono, 1990).
Disakarida terdiri dari dua monosakarida yang berikatan kovalen
terhadap sesamanya. Pada kebanyakan disakarida ikatan kimia yang
menggabungkan kedua unit monosakarida disebut ikatan glikosida dan
dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula bereaksi dengan karbon
anomer pada gula yang kedua. Ikatan glikosida segera terhidrolisa oleh
asam tetapi tahan terhadap basa. Jika disakarida dapat dihidrolisa
menghasilkan komponen monosakarida bebasnya dengan perebusan oleh
asam encer. Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan
fruktosa. Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman, tetapi tidak terdapat
pada hewan tingkat tinggi. Berlawanan dengan maltosa dan laktosa,
sukrosa tidak mengandung atom karbon anomer bebas, karena karbon
anomer kedua komponen unit monosakarida pada sukrosa berikatan satu
dengan yang lain (Lehninger, 1993).
Larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung
gugus aldehida atau keton bebas, dengan membentuk kupro oksida
berwarna. Larutan Benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana basa yang
menyebabkan terjadinya transformasi isomerik. Pada suasana basa,
reduksi ion Cu2+ dari CuSO4 oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan
cepat dan membentuk Cu2O yang merupakan endapan merah bata.
Pereaksi Benedict terdiri dari logam Cu dan larutan basa kuat. Hasil positif
ditunjukkan bila terdapat endapan berwarna hujau, kuning, atau merah
bata (Bintang, 2010).
Sukrosa pada kondisi asam dapat terhidrolisis menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula reduksi karena adanya gugus OH bebas yang
reaktif . Sukrosa bersifat non pereduksi karena tidak mempunyai gugus
OH bebas yang reaktif, tetapi selama pemasakan dengan adanya asam,
sukrosa akan terhidrolisis menjadi gula invert yaitu fruktosa dan glukosa
yang merupakan gula reduksi. Kecepatan inversi dipengaruhi oleh suhu,
waktu pemanasan dan pH larutan. Oleh karena itu pH larutan yang asam
dapat meningkatkan kadar gula reduksi gula merah (Erwinda, 2014).
Pada Tabel 1.1 percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap
sukrosa dilakukan oleh 2 kelompok . Kedua kelompok menggunakan
perlakuan yang sama, Dimana perlakuan menggunakan larutan HCl 0,1 N,
NaOH 0,1 N dan Aquades pada pemanasan I tidak mengalami perubahan
warna, yaitu tetap bening. Sedangkan pada pemanasan II larutan NaOH
0,1 N mengalami perubahan warna menjadi biru kehijauaan, untuk larutan
HCl 0,1 N menjadi warna orange dengan endapan merah bata dan aquade
mengalami perubahan warna menjadi biru kehijauaan. Berdasarkan hasil
praktikum, hasil akhir NaOHyitu biru kehijauaan . Hal ini sudah sesuai
dengan teori dimana dalam suasana basa, sukrosa yang merupakan
disakarida akan mempertahankan stabilitasnya. Sedangkan pada larutan
HCl hasil akhir yaitu orange endapan merah bata , Jika disakarida dapat
dihidrolisa menghasilkan komponen monosakarida bebasnya dengan
perebusan oleh asam encer. Hal ini sudah sesuai dengan teori dimana pada
suasana asam disakarida akan terhidrolisis menjadi monosakarida
(Lehninger, 1993). Aquades merupakan larutan netral sehingga sukrosa
tidak terhidrolisis pada suasana netral.
Tabel 1.2 Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Glukosa
Kelompok Larutan Pemanasan
Awal Akhir
7 dan 8 HCl 0,1 N Bening Bening
NaOH 0,1 N Bening Kuning
Aquades Bening Bening
Monosakarida adalah kelompok karbohidrat yang paling sederhana
yang disusun hanya satu monomer. Dengan demikian, monosakarida tidak
memiliki ikatan glikosidik. Struktur molekul monosakarida dapat ditulis
dengan rumus umum CnH2nOn. Monosakarida dapat dikelompokkan
berdasarkan gugus fungsional utamanya yaitu gugus aldehid/karbonil dan
gugus keton. Monosakarida yang memiliki gugus fungsional aldehid disebut
aldosa, sedangkan yang memiliki gugus keton disebut gula ketosa
(Kusnandar, 2011).
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam
dan alkali terhadap glukosa. Larutan glukosa 0,1 M sebanyak 5 ml masing-
masing diberi tiga perlakuan berbeda yaitu dengan penambahan NaOH untuk
pengaruh basa, penambahan HCl untuk pengaruh asam dan penambahan
aquades sebagai kontrol untuk mewakili larutan yang bersifat netral. Kemudian
ketiga larutan tersebut dipanaskan bersama-sama dan diamati perubahan yang
terjadi.

Pada Tabel 1.2 tentang pengaruh asam dan alkali terhadap Glukosa
didapatkan hasil dari kedua kelompok perlakuan 5 ml glukosa 0,1 M ditambah
2 ml NaOH 0,1 N, setelah pemanasan mengalami perubahan warna, yaitu dari
bening menjadi kuning. Pada suasana basa glukosa yang merupakan
monosakarida mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non
enzimatis sehingga warna akhir yang terbentuk adalah kecoklatan. Pada
perlakuan 5 ml glukosa 0,1 M ditambah 2 ml HCl 0,1 N, setelah pemanasan
tidak mengalami perubahan warna, yaitu tetap berwarna bening. Pada suasana
sedikit asam, glukosa yang merupakan monosakarida relatif mempertahankan
kestabilannya. Pada perlakuan 5 ml glukosa 0,1 M ditambah 2 ml aquades,
setelah pemanasan tidak mengalami perubahan warna, yaitu tetap berwarna
bening. Hal ini terjadi karena aquades merupakan larutan netral. Hal ini sudah
sesuai dengan teori. Menurut Martoharsono (1990), monosakarida mudah
mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non enzimatis bila
dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit
basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis.
Tabel 1.3 Pengamatan Gelatinisasi Pati
Kel Sampel Gambar Ket

Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
Maizena suhu Jarak : rapat
8
kamar Kondisi : tidak
pecah
Perbesaran 40 x 10

Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
8 Maizena 40 °C Jarak :rapat
Kondisi : tidak
pecah
Perbesaran 40 x 10

Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
8 Maizena 50 °C Jarak : rapat
Kondisi : tidak
pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran :
sedang
8 Maizena 60 °C Jarak : rapat
Kondisi : tidak
pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : Bulat
tidak beraturan
Ukuran : Besar
8 Maizena 65 °C Jarak : Tidak
rapat
Kondisi : Pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : Bulat
tidak beraturan
Ukuran : Besar
8 Maizena 70 °C Jarak : Tidak
rapat
Kondisi : Pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : Bulat
tidak beraturan
Ukuran : Besar
8 Maizena 75 °C Jarak : Tidak
rapat
Kondisi : Pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : Bulat
tidak beraturan
Ukuran : Besar
8 Maizena 80 °C Jarak : Tidak
rapat
Kondisi : Pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : Bulat
tidak beraturan
Ukuran : Besar
8 Maizena 85 °C Jarak : Tidak
rapat
Kondisi : Pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
Tapioka suhu dan besar
7
kamar Jarak : rapat
Kondisi : tidak
pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
dan besar
7 Tapioka 40 °C Jarak : rapat
Kondisi : tidak
pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
dan besar
7 Tapioka 50 °C Jarak : sedikit
tidak rapat
Kondisi : tidak
Perbesaran 40 x 10 pecah

Bentuk : bulat
samar-samar
Ukuran : besar
7 Tapioka 65 °C Jarak : tidak
rapat
Kondisi : pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
dan besar
7 Tapioka 60 °C Jarak : sebagian
rapat
Kondisi : pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
dan besar
7 Tapioka 70 °C Jarak : tidak
rapat
Kondisi : pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : kecil
dan besar
7 Tapioka 75 °C Jarak : tidak
rapat
Kondisi : pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
tidak beraturan
Ukuran : besar
7 Tapioka 80 °C Jarak : tidak
rapat
Kondisi : pecah
Perbesaran 40 x 10
Bentuk : bulat
Ukuran : besar
7 Tapioka 85 °C Jarak :tidak
rapat
Kondisi : pecah
Perbesaran 40 x 10
Gelatinisasi adalah perubahan yang terjadi pada granula pada waktu
mengalami pembengkakan yang luar biasa dan tidak dapat kembali ke bentuk
semula. Gelatinisasi juga disebut sebagai peristiwa koagulasi koloid dengan
ikatan rantai polimer atau penyerapan zat terlarut yang membentuk jaringan
tiga dimensi yang tidak terputus sehingga dapat mengakibatkan
terperangkapnya air dan terhentinya aliran zat cair yang ada di sekelilingnya
kemudian mengalami proses pengorientasian partikel (Jading, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati yaitu suhu
gelatinisasi, konsentrasi, pH, penambahan gula. Suhu gelatinisasi tergantung
pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lmabat
tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-
kadang turun. Makin tinggi konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang
kental dan setelah beberapa waktu viskositas akan turun. Selain konsentrasi,
pembentukan gel juga dipengaruhi pula oleh pH larutan. Pembentukan gel
optimum pada pH 4-7. Bila pH terlalu tinggi, pembentukan gel makin cepat
tercapai tapi cepat turun lagi, sedangkan bila pH terlalu rendah terbentuknya
gel lambat dan bila pemanasan diteruskan, viskositas akan turun lagi. Pada pH
4-7 kecepatan pembentukan gel lebih lambat daripada pH 10, tapi bila
pemanasan diteruskan, viskositas tidak berubah. Penambahan gula juga
berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan
kekentalan, hal ini disebabakan gula akan mengikat air, sehingga
pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi
lebih tinggi. Adanya gula juga menyebabkan gel lebih tahan terhadap
kerusakan mekanik. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan
merupakan suatu kisaran. Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati.
Makin kental larutan, suhu tersebut makin lmabat tercapai, sampai suhu
tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Makin
tinggi konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah
beberapa waktu viskositas akan turun. Dengan viskometer suhu gelatinisasi
dapat ditentukan, pada maizena 55-75 oC (Winarno, 2008). Suhu gelatinisasi
tapioka berkisar antara 55-75°C, bergantung pada varietas ubi kayu yang
digunakan untuk memproduksi tapioka. Jika suspensi pati dalam air
dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dengan granula ini mulai
menggelembung. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60oC sampai 85oC
(Surangallo, 2011). Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya
lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar,
campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85oC granula pati pecah dan
isinya terdispersi merata ke seluruh air di sekelilingnya. Molekul berantai
panjang mulai membuka atau terurai dan campuran pati atau air menjadi
makin kental, membentuk sol. Pada pendinginan, jika perbandingan pati dan
air cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air
terkurung didalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini
dinamakan gelatinisasi (Gaman, 1981).
Tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dan dimanfaatkan
sebagai bahan pangan atau bahan pembantu industri nonpangan. Namun,
pemanfaatan tapioka asli ini masih sangat terbatas karena sifat fisik dan kimia
tapioka yang kurang universal untuk digunakan secara luas. Nilai ekonomi
tapioka akan lebih tinggi jika sifat-sifatnya dimodifikasi melalui perlakuan
fisik, kimia, atau kombinasi keduanya. Tapioka memiliki komposisi kimia
pati 73,3−84,9%, lemak 0,08−1,54%, protein 0,03−0,60%, dan abu
0,02−0,33%. Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin.
Tapioka memiliki karakteristik yang spesifik terkait dengan suhu gelatinisasi,
kemampuan mengembang (swelling power), dan kelarutan dibandingkan
dengan pati lainnya. Tapioka memiliki kisaran suhu gelatinisasi yang cukup
lebar. Tapioka juga memiliki kemampuan mengembang yang cukup tinggi
dibandingkan dengan produk serupa. Selain itu, tapioka mempunyai
karakteristik gel yang cukup kuat dan transparan yang sangat mendukung
sebagai komponen bahan pengisi serta perekat (Herawati, 2012).
Pati jagung atau maizena merupakan salah satu produk dari hasil
pengolahan jagung pasca panen. Seperti kelompok pati pada umumnya,
maizena merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan alfa-glikosidik.
Mizena terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dari air panas, yaitu
fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin.
Perbandingan amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat pati. Makin kecil
kandungan amilosa atau semakin besar amilopektin, kekentalan yang
dhasilkan semakin tinggi. Biasanya, pati mengandung lebih banyak
amilopektin daripada amilosanya. Pada masizena nisbah amilosa terhadap
amilopektin mendekati perbandingan 1-3 ( Sari, 2011).
Pada percobaan kali ini pada Tabel 1.3 bertujuan untuk mengetahui
kenampakan granula pati tepung tapioka dan tepung maizena pada beberapa
suhu. Dilakukan empat perlakuan yaitu pada suhu kamar, suhu 40oC, suhu
50oC, suhu 600C, suhu 650C, suhu 700C, suhu 750C, suhu 80oC dan suhu 85
o
C dengan masing-masing perlakuan ditambah air sebanyak 30 ml, dan
diambil larutan iodin encer sebanyak dua tetes untuk diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 40 x10. Pada kelompok 7 dengan perlakuan
tepung tapioka dalam suhu ruang, terdapat globula-globula masih rapat,bulat,
belum pecah dan ukuran masih kecil. Pada kelompok 8 dengan perlakuan
tepung maizena dalam suhu ruang, bentuk terdapat globula-globula rapat, dan
belum pecah serta ukuran masih kecil dan bulat. Pada kelompok 7 dengan
perlakuan tepung tapioka+suhu 400C, bentuk terdapat globula-globula yang
belum pecah dan ukuran agak besardan beberapa kecil. Pada kelompok 8
dengan perlakuan tepung maizena+suhu 400C, terdapat globula-globula belum
pecah dengan ukuran kecil, rapat dan bulat. Pada kelompok 7 dengan
perlakuan tepung tapioka+750C, terdapat bentuk globula ada yang bulat ada
yang sudah tidak berbentuk dan sudah mulai pecah (terjadi gelatinisasi). Pada
kelompok 8 dengan perlakuan tepung maizena+suhu 600C, bentuk globula-
globula sudah mulai pecah dan ukuran agak besar. Pada kelompok 8 dengan
perlakuan tepung maizena+600C, bentuk globula-globula berukuran sedang
dan sudah belum pecah. Pada kelompok 7 dengan perlakuan tepung
tapioka+30 ml air 500C, bentuk granula pati kecil, belum pecah, sedikit tidak
rapat dan kecil. Pada kelompok 8 dengan perlakuan tepung maizena+30 ml air
suhu 50 oC, bentuk granula pati bulat dengan ukuran granula pati kecil, rapat
tidak pecah. Pada kelompok 7 dengan perlakuan tepung tapioka+30 ml air
suhu 65oC, bentuk granula pati bulat namun samar-samar, besar tidak rapat
dan sudah pecah atau sudah tergelatinisasi. Pada kelompok 8 dengan
perlakuan tepung maizena+30 ml air suhu 70 oC, bentuk granula pati tidak
beraturan karena sudah pecah. Pada kelompok 7 dengan perlakuan tepung
tapioka+30 ml air suhu 600C, bentuk granula pati bulat ,ukuran kecil dan besar
, tidak rapat dan sudah tergelatinisasi. Pada kelompok 8 dengan perlakuan
tepung maizena+30ml air suhu 800C, bentuk granula pati pecah tidak
beraturan dan sudah tergelatinisasi. Pada kelompok 8 dengan perlakuan
tepung maizena+30 ml air suhu 700C, bentuk granula pati pecah dan mulai
tergelatinisasi. Pada kelompok 7 dengan perlakuan tepung tapioka +30ml air
suhu 850C, bentuk granula pati pecah tidak beraturan, besar dan sudah
tergelatinisasi. Pada kelompok 8 dengan perlakuan tepung maizena+30 ml air
suhu 850C, bentuk granula pati pecah, tidak rapat, tidak beraturan dan mulai
tergelatinisasi Hal ini sudah sesuai dengan teori dari Sarungallo (2009) dimana
suhu gelatinisasi pada tepung tapioka 55-75°C. Sehingga pada suhu 70 oC,
sebagian granula pati pada tepung tapioka sudah mengalami gelatinisasi dan
granula pati pecah. Sedangkan pada tepung maizena juga sudah sesuai dengan
teori dari Sarungallo (2009) dimana suhu gelatinisasi tepung maizena yaitu
55-75 oC. Sehingga pada suhu 70 oC, sebagian granula pati pada tepung
maizena sudah mengalami gelatinisasi dan granula pati pecah.
E. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Monosakarida stabil pada suasana asam dan mengalami dekomposisi pada
suasana basa. Sedangkan pada disakarida cenderung stabil pada suasana
basa dan akan mengalami hidrolisis pada suasana asam.
2. Berdasarkan percobaan, tepung tapioka tergelatinisasi pada suhu 70°C,
sedangkan menurut Sarungallo (2009) suhu gelatinisasi tepung tapioka
adalah 55-75°C.
3. Berdasarkan percobaan, tepung beras tergelatinisasi pada suhu 70°C,
sedangkan menurut Sarungallo (2009), suhu gelatinisasi tepung beras
adalah 55-75°C.
DAFTAR PUSTAKA

Ajandouz, E.H, L.S, Tchiakpe, F. Dalle Ore, and A. Puigserver. 2001. Effects of
PH Caramelization and Mallard Rection Kinetics in Fructose-Lysine
Model Systems. Journal of Chemistry and Toxicology. Vol. 66, No. 7.
Hal:926-931
Akpa, Gunorubon Jackson, dan Dagde. 2012. Modification of Cassava Starch for
Indstrial Uses. Journal of Engineering and Technology. Vol. 2, No. 6, Hal:
913-919.
Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta
Gaman, PM. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Herceg, Ivana Ljuric, Anet Rezek, Drago Subaric. Texture and Pasting Properties
of Ultrasonically Treated Corn Starch. Journal Food Science. Vol. 28, No.
2, Hal: 83-93.
Jading, Abadi, Eduard Tethool, Paulus dan Sarman. 2011. Karakteristik
Fisiokimia Pati Sagu Hasil Pengeringan Secara Fluidisasi Menggunakan
Alat Pengering Cross Flow Fluidized Bed Bertenaga Surya dan Biomassa.
Jurnal Reaktor. Vol. 13, No. 3: 155-164.
Kusnandar. 2010. Kimia Pangan: Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Lehninger. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Martoharsono, Soeharsono. 1990. Biokimia. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.
McMahon, Anthony J., dan Matthew H. Scheel. 2010. Glucose Promotes
Controlled Proccessing: Matching, Maximizing, and Root Beer. Journal
Judgment and Decission Making. Vol. 5, No. 6, Hal: 450-457.
Sarungallo, Zita Letviany, Budi Santoso dan Eduard Frasisco Tethool. Sifat
Fisiokimia dan Fungsional Pati Buah Aibon (Brugueira gymnirhiza L.).
Jurnal Natur Indonesia. Vol. 12, No. 2, Hal: 156-162.
Surbakti, Sabar. 2010. Asupan Bahan Makanan dan Gizi Bagi Atlet Renang.
Jurnal Ilmu Keolahragaan. Vol. 8, No. 2.Hal: 108-122.
Winarno, F G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Zawalich, W.S., H. Yamazaki, K. C. Zawalich and G. Cline. 2004. Comparative
Effects of Amino Acids and Glucose on Insulin Secretion from Isolated
Rat or Mouse Islets. Journal of Endocinology. Vol. 183, Hal: 309-319.
Erwinda, Maya Dwi. 2014. Pengaruh Ph Nira Tebu (Saccharum Officinarum) Dan
Konsentrasi Penambahan Kapur Terhadap Kualitas Gula Merah. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. Vol. 2, No .3, Hal: 54-64.
Herawati, Heny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient Dari Tapioka
Termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 31, No. 2, Hal: 68-76.
Sari, Mulya. 2011. Maizena Sebagai Alternatif Pengganti Pektin Dalam
Pembuatan Selai Belimbing (Averhoa Carambdal). Jurnal Sainstek. Vol.3,
No.1, Hal: 44-51.
Pontoh. 2013. Penentuan Kandungan Sukrosa Pada Gula Aren Dengan Metode
Enzimatik. Jurnal Chem. Prog. Vol. 6, No.1. Hal: 26-33.
DOKUMENTASI

Gambar 1.4 Pemanasan I Gambar 1.5 Pemanasan Tapioka

Gambar 1.5 Awal Pemanasan Tapioka Gambar 1.6Hasil Setelah Pemanasan II


Gambar 1.7 Larutan HCl 0,01N Gambar 1.8 Larutan Aquadest

Gambar 1.8 Hasil setelah pemanasan II Gambar 1.9 Larutan NaHCO3


Kristal

Gambar 1.10 Larutan NaOH 0,1N Gambar 1.11 Penimbangan Tapioka


Gambar 1.12 Pemanasan I Gambar 1.13 Pengukuran Suhu
Tapioka

You might also like