You are on page 1of 22

ACARA II

LIPIDA DAN LIPASE

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara II “Lipida dan Lipase” yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh perlakuan suhu dingin terhadap kenampakan
beberapa jenis minyak/lemak.
2. Mengetahui kualitas minyak dengan uji ketengikan menggunakan metode
Kreiss Test.
3. Mengetahui kualitas pada minyak dengan uji angka asam.
4. Mengetahui adanya aktivitas enzim lipase dari sampel kacang tanah.

B. TUJUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Minyak kelapa sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester
asam lemakgliserol biasa disebut trigliserida. Minyak ini memiliki
tinggiproporsi asam palmitat jenuh (C16) yang mana mungkin saja
disebabkan nilainya dalam pembuatan sabun. Minyak sawit ini juga
mengandung lemak tak jenuh yang tinggi, terutama yang berasal dari asam
oleat. Dalam keadaan aslinya, minyak sawit mengandung karotenoid
(0,05-0,2%) yang memberikan warna merah (Njoku dan Onwu, 2010).
Minyak wijen mengandung asam lemak tidak jenuh jenis linolenat
yang masih berbentuk cair walaupun didinginkan pada suhu < 100C,
sedangkan lemak ayam dan lemak sapi mengandung asam lemak jenuh
jenis stearat sehingga berubah menjadi padat apabila didinginkan,
sedangkan minyak ikan (asam lemak tidak jenuh jenis linoleat) yang masih
berbentuk cair walaupun didinginkan pada suhu < 100C (Herlina, 2002).
Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol
dan lebih banyak mengandung asam lemak jenuh sehingga umumnya
berbentuk padat, seperti lemak sapi, lemak babi,lemak susu. Sedangkan
lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair, seperti minyak
jagung, minyak kelapa, minyak kacang tanah, dan lain-lain.Jadi, golongan
lemak jenuh pada sampel adalahlemak sapi. Sedangkan golongan lemak
tidak jenuh adalahminyak kelapa sawit, minyak wijen lama dan minyak
zaitun. Berdasarkan tingkatketidakjenuhan sampel, urutan sampel dari
yang tidak jenuh hingga sampel terjenuhdapat diurutkan menjadi minyak
zaitun, minyak wijen lama, minyak kelapa sawit dan lemak sapi. Lemak
merupakan bahan padat pada suhu kamar, diantaranya disebabkan
kandungannya yang tinggi akan asam lemak jenuh yang secara kimia tidak
memiliki ikatan rangkap, sehingga memiliki titik lebur yang lebih tinggi.
Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak.
Titik lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Makin
banyak ikatan rangkap ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih
rendah. Jadi semakin jenuh asam lemak pada suatu minyak/lemak pada
suhu dingin akan lebih cepat beku atau memadat. (Winarno, 2004).
Kandungan asam lemak jenuh terbesar terdapat pada lemak sapi
sebesar 65,53% dengan rasio (MUFA+PUFA)/SFA 0,35 sedangkan asam
lemak tak jenuh terbesar terdapat pada minyak zaitun sebsar 82,27%;
minyak goreng kemasan 66,19%. Minyak zaitun memiliki kandungan
asam lemak tak jenuh ganda sebesar 26,14%. Kandungan asam lemak tak
jenuh tunggal terbesar terdapat pada minyak goreng kemasan sebesar
53,87% dan minyak goreng curah sebesar 52,77%. Rasio
(MUFA+PUFA)/SFA terbesar diperoleh pada minyak ikan yaitu 5,38%;
kemudian minyak zaitun sebesar 3,67% dan lemak sapi 0,35%
(Hermanto, 2010).
Indikator PP (phenolphtalein) adalah Indikator asam-basa yang
digunakan dalam titrasi asidimetri dan alkalimetri. Indikator ini bekerja
karena perubahan pH larutan. Indikator ini merupakan senyawa organik
yang bersifat asam atau basa, yang dalam daerah pH tertentu akan berubah
warnanya. Indikator Phenol phtalein dibuat dengan cara kondensasi
anhidrida ftalein (asam ftalat) dengan fenol. Phenolphthaleinbiasa dipakai
sebagai indikator untuk titrasi asam basa. Tidak bewarna dalam larutan
asam dan berwarna fuksia (pink) bila dalam larutan basa.Fungsi
penambahan indikator fenolftalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik
ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna
pada larutan.Indikator PP dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator
yang baik untuk larutanbasa dimana indikator ini akan merubah warna
larutan dari bening menjadi merah muda akibat dari perubahan pH larutan
pada saat penitrasian. Fungsi dari penambahan NaOH adalah sebagai titer
utuk memberikan perubahan warna merah jambu bila mencapai pH
tertentu. NaCl digunakan sebagai blanko dan berfungsi untuk mengetahui
apakah benar enzim lipase bekerja pada pH optimal yaitu pH 7 dan
berperan mengaktifkan atau sebagai aktivator enzim lipase. Fungsi
penambahan pp adalah agar bereaksi dengan furfural membentuk
kompleks berwarna merah jambu yang akan menjadi dasar terhadap
analisis aktivitas lipase (Gunawan, 2003). Manfaat dari penambahan
alkohol pada pengujian aktivitas enzim lipase adalah untuk mensintesis
produk transfer berupa asam lemak yang telah mengalami reaksi hidrolisis
dan transesterfikasi trigliserida dari substrat yang digunakan. Dan enzim
lipase bertindak sebagai biokatalisatorya (Handayani, 2005).
2. Tinjauan Teori
Lipase ( triacylglycerol acylhydrolase; ec 3.1.1.3) yang diproduksi
oleh berbagai makhluk hidup baik sendiri atau bersama-sama dengan
esterase ( karboksilat dan ester hydrolases ec: 3.1.1.1 ). Ketidakpastian
yang dalam jenis substrates selalu menjadi problem dalam studi lipase.
Ketidakpastian ini juga tercermin dalam teknik penyaringan yang
diusulkan. Pemutaran lipase produsen di piring agar menggunakan
tributyrin sebagai substrat telah disampaikan. Tributyrin tidak dianggap
sebagai substrat, lipase tapi itu apakah membubarkan lebih mudah dalam
air. Zona kliring yang diproduksi pada piring tributyrin karena tributyrin
hidrolisis adalah, namun, kurang jelas terutama dengan rendah produsen
lipase. Metode lain utilises trioleinm (Samad, 1989).
Lipase ( 3.1.1.3 ) triacylglycerol hydrolases yang juga dikenal
sebagai enzim hidrolitik , yang mengkatalisasi hidrolisis ester dari rantai
panjang acylglycerols di oil-water interface. Enzim mikroba yang sering
lebih berguna daripada enzim yang berasal dari tanaman atau hewan
karena katalitik macam kegiatan yang tersedia, tingginya mungkin
menghasilkan, kemudahan manipulasi genetis, pasokan biasa karena tidak
adanya fluktuasi musiman dan cepat dari pertumbuhan mikroorganisme
pada media murah. Lipases dari sebagian besar bakteri, jamur, sumber
tumbuhan dan hewan yang telah dimurnikan untuk homogen
(Krastanov, 2008).
Lipase (triacylglycerol acylhydrolases, 3.1.1.3) yang mengkatalisis
hidrolisis dan membentuk sintesis ester dari gliserol dan asam lemak yang
rantai. Lipases terjadi secara luas di alam, mikroba ini hanya lipases
komersial penting. Termasuk aplikasi dari banyak organik syntheses
lipases khusus, hidrolisis lemak dan minyak, modifikasi dari lemak,
proses peningkatan dengan rasa makanan resolusi dari campuran racemic.
Dan analisis kimia.Pasal ini membahas produksi, pemulihan dan
menggunakan lipases mikroba. Enzim kinetika masalah, thermostability,
dan ini adalah bioactivity. Produksi lipases rekombinan yang
rinci.Membahas persiapan lipase yang bergerak.Untuk meningkatkan
pemahaman tentang pandangan mereka banyak dan lipase high-value
syntheses dan aplikasi dalam massal, seperti enzim mereka memiliki
enzim yang berdampak pada peningkatan bioprcessing (Sharma, 2001).
Wijen merupakan salah satu biji minyak yang paling dikenal di
seluruh dunia dan digunakan sebagai makanan tradisional. Biji wijen
digunakan dalam pembuatan tahin (mentega wijen) dan halva, dan untuk
penyusunan gulungan, kerupuk, kue dan pastry produk di toko roti
komersial. Karakteristik minyak wijen adalah minyak diekstrak bentuk
cair pada suhu ruang dan diekstraksi menggunakan soxhlet. Sesuai
dengan penelitian, menggunakan metode soxhlet memiliki hasil minyak
yang baik dan dapat mengalami pemisahan 2 fase cair dan lapisan organik
(Nzicou, 2009).
Asam lemak disebut jenuh bila semua atom-C dalam rantainya
diikat tidak kurang dari pada dua atom H, hingga dengan demikian tidak
ada ikatan rangkap. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat
diidentifikasi sebagai bagian dari lemak mempunyai atom C4 hingga
C26. Asam palmiat C16 terdapat paling banyak; senyawa tersebut
merupakan bagian dari hampir semua lemak. Sedangkan asam-asam
lemak yang didalamnyarantai karbonnya mengandung ikatan rangkap
disebut asam lemak tak jenuh. Derajat ketidak jenuhan dari minyak
tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap didalam asam lemak
(Sastrohamidjojo, 2005).
Faktor-faktor penyebab ketengikan adalah faktor kimiawi maupun
mikrobiologis seperti oksigen, cahaya, kelembaban dan suhu tinggi.
Oksidasi asam lemak dapat terjadi sehingga mengakibatkan perubahan
rasa dan penurunan kualitas. Pemanasan termasuk faktor penyebab
terjadinya ketengikan karena pemanasan membutuhkan suhu tinggi.
Semakin tinggi suhu yang terbentuk, maka mengalami degradasi dari
oksidasi termal untuk membentuk dekomposisi volatile dan non-volatile
produk. Selain itu, salah satu penyebab ketengikan adalah oksigen,
oksigen merupakan gas yang dapat mempercepat kerusakan lemak, yaitu
dengan terjadinya ketengikan secara oksidatif pada bahan pangan
(Maharani, 2012).
Uji Kreiss berprinsip pada reaksi kondensasi antara ephydrin-
aldehyda dengan phloroglucinol, sehingga menghasilkan warna merah
jambu/pink. Sampel yang digunakan adalah minyak baru, minyak
jelantah dan minyak lama dengan ditambah sedikit air. Langkah awal
yang dilakukan adalah menambah 1 mL HCl 1:1 kedalam 1 ml sampel
kemudian digojog supaya homogen. Fungsi dari HCl 1:1 adalah
untuk menghidrasi epyhidrin-aldehid menjadi furfural. Kedalam larutan
diatas ditambahkan phloroglusinol. Ploroglusinol ini berfungsi sebagai
penampak bercak. Ploroglusinol ini yang akan bereaksi dengan furfural
membentuk kompleks berwarna merah jamb. Warna merah jambu inilah
yang akan menjadi dasar terhadap analisis ketengikan secara kualitatif.
Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 10 menit untuk memberi kesempatan
reaksi terjadi dengan baik dan homogenkan. Jika larutan berwarna merah
muda maka minyak telah mengalami ketengikan. Semakin tinggi
intensitas warna merah muda yang terbentuk maka minyak semakin
tengik (Kataren, 1986).
Angka asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai untuk
menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak atau minyak
(Sudarmadji,1976) . Bilangan asam didefinisikan sebagai banyaknya
milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas
dalm 1 gram lemak. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa bilangan
asam akan meningkat pada lemak yang tengik (Girindra, 1990).
Prinsip uji angka asam adalah jumlah asam lemak bebas
ditunjukkan dengan angka asam yang biasanya dinyatakan sebagai
jumlah milligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak
bebas yang terdapat dalam 1 gram lemak/minyak. Angka asam ditentukan
dengan reaksi penyabunan, yaitu dengan cara mereaksikan lemak/minyak
dengan basa seperti KOH atau NaOH.Semakin tinggi angka asam maka
semakin jelek kualitas lemak/minyak. Karena angka asam menunjukkan
jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak/minyak, dan
asam lemak bebas ini biasanya dijadikan indikator awal terjadinya
kerusakan lemak/minyak karena proses hidrolisis. Pembentukan asam
lemak bebas akan mempercepat kerusakan oksidatif lemak/minyak karena
asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dalam
bentuk esternya. Cara kerja enzim dapat diterangkan dengan dua teori,
yaitu teori gembok dan kunci, serta teori kecocokan yang terinduksi.
Teori Gembok dan Kunci (Lock and Key Theory), pada teori gembok dan
kunci menyatakan bahwa enzim dan substrat akan bergabung bersama
membentuk kompleks, seperti kunci yang masuk ke dalam gembok. Di
dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang
rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk serta
membebaskan enzim. Teori Kecocokan yang Terinduksi (Induced Fit
Theory), Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk
menyesuaikan bentuk substrat. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim,
bentuk sisiaktif termodifikasi melingkupinya membentuk kompleks.
Ketika produk sudah terlepas dari kompleks, enzim kembali tidak aktif
menjadi bentuk yang lepas, hingga substratyang laindapat bereaksi
dengan enzim tersebut. Mekanisme reaksi enzimatis dipengaruhi oleh
berbagai faktor, meliputi: suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi
substrat, zat-zat pengikat (aktivator), dan zat-zat penghambat (inhibitor).
Enzim hanya dapat bekerja maksimum pada kisaran suhu 38°C -40°C dan
pH antara 6-8. Selain itu, penambahan konsentrasi enzim dan konsentrasi
substrat mengakibatkan kecepatan reaksi meningkat hingga dicapai
kecepatan konstan. Adanya zat kimia tertentu juga dapat meningkatkan
aktivitas kerja enzim. Sementara itu, dengan adanya inhibitor, enzim
tidak dapat berikatan dengan substrst sehingga tidak dapat menghasilkan
suatu produk (Poedjiadi, 1994).
Enzim menyesuaikan diri di sekitar substrat untuk membentuk
suatu kompleks enzim-substrat. Ikatan-ikatan substrat dapat menjadi
tegang oleh gaya tarik antara substrat dan enzim. Ikatan tegang memiliki
energi tinggi dan lebih mudah terpatahkan, oleh karena itu, reaksi yang
diinginkan berlangsung lebih mudah dan menghasilkan suatu kompleks
enzim produk. Dalam banyak hal, produk dan substrat itu tidak sama
bentuknya jadi kesesuaian antara produk itu menyebabkan kompleks itu
berdisosiasi, dan permukaan enzim siap untuk menerima molekul substrat
lain. Teori aktivitas enzim ini disebut induced-fit theory
(Fessenden, 1999).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Gelas beaker 500 ml
b. Tabung reaksi dan rak tabung reaksi
c. Pipet tetes
d. Buret dan statif
e. Thermometer
f. Vortek
g. Propipet
h. Erlenmeyer 250 ml dan 100 ml
i. Waterbath
j. Pendingin balik dan pemanas
k. Pipet volum 100 ml
l. Neraca analitik
m. Stopwatch
n. Pengaduk
o. Penjepit
2. Bahan
a. Minyak kelapa sawit
b. Lemak sapi
c. Minyak wijen
d. Minyak zaitun
e. Minyak baru + sedikit air
f. Minyak lama+ sedikit air
g. Minyak jelantah/bekas
h. Kacang tanah
i. Susu sapi
j. Air dingin suhu <10oC
k. HCl 0,1N
l. Phloroglucinol 1%
m. Alkohol 96%
n. Indikator PP
o. NaCl 0,1M
p. NaOH 0,1 N
q. NaOH 0,01N
r. Larutan enzim lipase
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Suhu Dingin Terhadap Kenampakan Beberapa Jenis Minyak
Minyak sawit, lemak sapi, minyak wijen dan minyak zaitun

Pengisian 4 tabung
reaksi

Pengamatan warna,
bau dan kenampakan

Air dingin suhu <10 oC Pemasukkan tiap


tabung kedalam gelas
beaker 500 ml

Pengamatan perubahan warna,


bau dan kenampakan
b. Pengujian ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss test
1 ml minyak baru, minyak jelantah, minyak baru+ air
minyak jelantah+air dan HCl

Penggojogan

Penambahan
1,5 ml phloro
glucinol 1%
Pembiaran 10 menit

Pendisentrifuse 2 menit
pada rotasi 1500 rpm

Pengamatan lapisan warna


pink bila minyak telah tengik

c. Pengujian Angka Asam Minyak


5 gram minyak baru/ bekas

Penimbangan

Pemasukkan dalam
Erlenmeyer 250 ml

50 ml alkohol Penambahan
95%

Pendidihan 10 menitdengan pemanas dan


pendingin balik

5 tetes phenolphtalein Penambahan

Larutan standar NaOH Penitrasian sampai tepat warna


0,1 N merah jambu

Penghitungan angka asam


d. Uji Aktivitas Lipase Kacang Tanah
 Penyiapan Enzim Lipase
10 gram Kacang tanah

Penghancuran

100 ml Nacl 0,1 N Penambahan

Pembiaran selama 30 menit

Penyaringan filtrat

 Uji Aktivitas Enzim


8ml substrat
Pemasukan kedalam erlenmeyer 100 ml

Penyeimbangan suhu dalam waterbath

Penambahan
2ml larutan enzim

Penginkubasian selama 10 menit pada


suhu 30 oC

Penambahan
40 ml alkohol

Penambahan
5 tetes pp

Penitrasian hingga warna merah jambu


NaOH 0,01 N

Pencatatan yang dibutuhkan untuk menitrasi


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Kenampakan Berapa Jenis Minyak Dalam Suhu Dingin
Kel Sampel Suhu Ruang Suhu Dingin (<10 oC)
Warna Bau Wujud Warna Bau Wujud
7/8 M. Agak Sangat Kental Kuning Sangat Padat
wijen bening menyengat pekat menyengat
Lemak Putuh Menyengat Padat Putih Cukup Padat
sapi pekat mengeras pekat menyengat
M. Agak Cukup Agak Kuning Kurang Padat
Kelapa keruh menyengat encer keruh menyengat
sawit
M. Bening Kurang Encer Bening Kurang Encer
Zaitun menyengat menyengat
Sumber : Laporan Sementara
Minyak kelapa sawit, seperti biji minyak lainnya, adalah ester asam
lemakgliserol biasa disebut trigliserida. Minyak ini memiliki tinggiproporsi
asam palmitat jenuh (C16) yang mana mungkin saja disebabkan nilainya
dalam pembuatan sabun. Minyak sawit ini juga mengandung lemak tak jenuh
yang tinggi, terutama yang berasal dari asam oleat. Dalam keadaan aslinya,
minyak sawit mengandung karotenoid (0,05-0,2%) yang memberikan warna
merah (Njoku dan Onwu, 2010).
Minyak wijen mengandung asam lemak tidak jenuh jenis linolenat
yang masih berbentuk cair walaupun didinginkan pada suhu < 100C,
sedangkan lemak ayam dan lemak sapi mengandung asam lemak jenuh jenis
stearat sehingga berubah menjadi padat apabila didinginkan, sedangkan
minyak ikan (asam lemak tidak jenuh jenis linoleat) yang masih berbentuk
cair walaupun didinginkan pada suhu < 100C (Herlina, 2002).
Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol dan
lebih banyak mengandung asam lemak jenuh sehingga umumnya berbentuk
padat, seperti lemak sapi, lemak babi,lemak susu. Sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair, seperti minyak jagung, minyak kelapa,
minyak kacang tanah, dan lain-lain.Jadi, golongan lemak jenuh pada sampel
adalahlemak sapi. Sedangkan golongan lemak tidak jenuh adalahminyak
kelapa sawit, minyak wijen lama dan minyak zaitun. Berdasarkan
tingkatketidakjenuhan sampel, urutan sampel dari yang tidak jenuh hingga
sampel terjenuhdapat diurutkan menjadi minyak zaitun, minyak wijen lama,
minyak kelapa sawit dan lemak sapi. Lemak merupakan bahan padat pada
suhu kamar, diantaranya disebabkan kandungannya yang tinggi akan asam
lemak jenuh yang secara kimia tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga
memiliki titik lebur yang lebih tinggi. Titik lebur suatu lemak atau minyak
dipengaruhi oleh sifat asam lemak. Titik lebur menurun dengan bertambahnya
jumlah ikatan rangkap. Makin banyak ikatan rangkap ikatan makin lemah,
berarti titik cair akan lebih rendah. Jadi semakin jenuh asam lemak pada suatu
minyak/lemak pada suhu dingin akan lebih cepat beku atau memadat.
(Winarno, 2004).
Kandungan asam lemak jenuh terbesar terdapat pada lemak sapi
sebesar 65,53% dengan rasio (MUFA+PUFA)/SFA 0,35 sedangkan asam
lemak tak jenuh terbesar terdapat pada minyak zaitun sebsar 82,27%; minyak
goreng kemasan 66,19%. Minyak zaitun memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh ganda sebesar 26,14%. Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal
terbesar terdapat pada minyak goreng kemasan sebesar 53,87% dan minyak
goreng curah sebesar 52,77%. Rasio (MUFA+PUFA)/SFA terbesar diperoleh
pada minyak ikan yaitu 5,38%; kemudian minyak zaitun sebesar 3,67% dan
lemak sapi 0,35% (Hermanto, 2010).
Asam lemak disebut jenuh bila semua atom-C dalam rantainya diikat
tidak kurang dari pada dua atom H, hingga dengan demikian tidak ada ikatan
rangkap. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai
bagian dari lemak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam palmiat C16
terdapat paling banyak; senyawa tersebut merupakan bagian dari hampir
semua lemak. Sedangkan asam-asam lemak yang didalamnyarantai karbonnya
mengandung ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh. Derajat ketidak
jenuhan dari minyak tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap
didalam asam lemak (Sastrohamidjojo, 2005).
Pada Tabel 2.1 digunakan 4 sampel antara lain minyak wijen, lemak
sapi, minyak kelapa sawit, dan minyak zaitu. Dari hasil percobaan didapatkan
bahwa minyak wijen berwujud padat setelah suhu dingin dari yang berwujud
kental, lemak sapi berwujud padat pada suhu dingin dan suhu ruang padat
mengeras. Untuk minyak kelapa sawit berwujud padat pada suhu dingin dan
pada suhu ruang berwujud agak encer. dan minyak zaitun berwujud encer
setelah pendinginan dan pada suhu ruang. Berdasarkan hasil percobaan
minyak zaitun sudah sesuai teori namun pada sampel minyak kelapa sawit dan
wijen tidak sesuai teori karena menurut Njoku (2010) dan Winarno (2008),
karena minyak kelapa sawit mengandung asam lemak tidak, maka berwujud
cair sedikit kental pada suhu dingin. Sedangkan, menurut Herlina (2002) dan
Winarno (2008), minyak wijen dan zaitun mengandung asam lemak tidak
jenuh, maka pada suhu dingin wujudnya tetap cair. Pada sampel lemak sapi
diperoleh hasil setelah diberi perlakuan pada suhu dingin wujudnya berubah
menjadi padat. Hal ini sudah sesuai dengan teori Herlina (2002) dan Winarno
(2008), semakin jenuh asam lemak pada suatu minyak/lemak pada suhu dingin
akan lebih cepat beku atau memadat dan lemak sapi termasuk golongan lemak
jenuh.
Tabel 2.2 Uji Ketengikan Minyak dengan Metode Kreiss test
Kel Sampel Sebelum Sesudah
7/8 Minyak baru Tidak menyengat, Tidak menyengat, putih
terdapat lapisan bening keruh dan bening
dan keruh
M.baru + air Terdapat lapisan Kuning dan bening dan tidak
bening dan keruh, tidak menyengat
menyengat
Minyak Cukup menyengat, Sangat menyengat, terdapat
jelantah lapisan bening dan lapisan warna pink dan putih
coklat keruh
M.jelantah + Terdapat lapisan Cukup menyengat ,putih
air bening dan kuning keruh dan bening
keruh
Sumber : Laporan Sementara

Faktor-faktor penyebab ketengikan adalah faktor kimiawi maupun


mikrobiologis seperti oksigen, cahaya, kelembaban dan suhu tinggi. Oksidasi
asam lemak dapat terjadi sehingga mengakibatkan perubahan rasa dan
penurunan kualitas. Pemanasan termasuk faktor penyebab terjadinya
ketengikan karena pemanasan membutuhkan suhu tinggi. Semakin tinggi suhu
yang terbentuk, maka mengalami degradasi dari oksidasi termal untuk
membentuk dekomposisi volatile dan non-volatile produk. Selain itu, salah
satu penyebab ketengikan adalah oksigen, oksigen merupakan gas yang dapat
mempercepat kerusakan lemak, yaitu dengan terjadinya ketengikan secara
oksidatif pada bahan pangan (Maharani, 2012).
Uji Kreiss berprinsip pada reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehyda
dengan phloroglucinol, sehingga menghasilkan warna merah jambu/pink.
Sampel yang digunakan adalah minyak baru, minyak jelantah dan minyak
lama dengan ditambah sedikit air. Langkah awal yang dilakukan adalah
menambah 1 mL HCl 1:1 kedalam 1 ml sampel kemudian digojog supaya
homogen. Fungsi dari HCl 1:1 adalah untuk menghidrasi epyhidrin-aldehid
menjadi furfural. Kedalam larutan diatas ditambahkan phloroglusinol.
Ploroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak. Ploroglusinol ini yang
akan bereaksi dengan furfural membentuk kompleks berwarna merah jamb.
Warna merah jambu inilah yang akan menjadi dasar terhadap analisis
ketengikan secara kualitatif. Selanjutnya, dibiarkan dulu selama 10 menit
untuk memberi kesempatan reaksi terjadi dengan baik dan homogenkan. Jika
larutan berwarna merah muda maka minyak telah mengalami ketengikan.
Semakin tinggi intensitas warna merah muda yang terbentuk maka minyak
semakin tengik (Kataren, 1986).
Pada Tabel 2.2 digunakan sampel minyak baru, minyak jelantah,
minyak baru + air, minyak jelantah+ air. didapatkan hasil setelah perlakuan
antara lain pada minyak baru bau tidak menyengat ,putih keruh dan ada
lapisan bening. Sampel minyak baru + air terdapat laipsan kuning, dan bening
namun bau tidak menyengat. Sampel minyak jelantah bau sangat menyengat,
terdapat lapisan pink dan putih keruh. Pada sampel minyak jelantah + air bau
cukup menyengat dan terdapat lapisan bening serta putih keruh. Berdasarkan
hasil praktikum sampel pada minyak jelantah mengalami ketengikan itu sesuai
dengan teori menurut Khomsan (2004), dimana minyak lama merupakan
minyak yang mengalami penyimpanan dalam waktu yang lama, bahkan
seringkali minyak lama sudah digunakan untuk penggorengan berkali-kali.
Sehingga menyebabkan minyak tersebut mengalami oksidasi dengan oksigen
dan menimbulkan bau yang tidak enak atau tengik.
Tabel 2.3 Data Pengujian Angka Asam
Kel Sampel Berat Minyak Vol NaOH Angka Asam
(gr) (ml)
7 Minyak baru 5 0,4 0,88
8 Minyak lama 5 1,3 1,04
Sumber : Laporan Sementara
Angka asam dinyatakan sebagai mg KOH yang dipakai untuk
menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram lemak atau minyak
(Sudarmadji,1976) . Bilangan asam didefinisikan sebagai banyaknya
milligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalm 1
gram lemak. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa bilangan asam akan
meningkat pada lemak yang tengik (Girindra, 1990).
Prinsip uji angka asam adalah jumlah asam lemak bebas ditunjukkan
dengan angka asam yang biasanya dinyatakan sebagai jumlah milligram
NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat
dalam 1 gram lemak/minyak. Angka asam ditentukan dengan reaksi
penyabunan, yaitu dengan cara mereaksikan lemak/minyak dengan basa
seperti KOH atau NaOH.Semakin tinggi angka asam maka semakin jelek
kualitas lemak/minyak. Karena angka asam menunjukkan jumlah asam lemak
bebas yang terkandung dalam lemak/minyak, dan asam lemak bebas ini
biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan lemak/minyak karena
proses hidrolisis. Pembentukan asam lemak bebas akan mempercepat
kerusakan oksidatif lemak/minyak karena asam lemak bebas lebih mudah
teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk esternya (Poedjiadji, 1994).
Indikator PP (phenolphtalein) adalah Indikator asam-basa yang
digunakan dalam titrasi asidimetri dan alkalimetri. Indikator ini bekerja karena
perubahan pH larutan. Indikator ini merupakan senyawa organik yang bersifat
asam atau basa, yang dalam daerah pH tertentu akan berubah warnanya.
Indikator Phenol phtalein dibuat dengan cara kondensasi anhidrida ftalein
(asam ftalat) dengan fenol. Phenolphthaleinbiasa dipakai sebagai indikator
untuk titrasi asam basa. Tidak bewarna dalam larutan asam dan berwarna
fuksia (pink) bila dalam larutan basa.Fungsi penambahan indikator
fenolftalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen dalam proses
penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan.Indikator PP
dengan range pH 8,0 ± 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutanbasa
dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah
muda akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian
(Gunawan, 2003).
Pada Tabel 2.3 tentang uji angka asam digunakan 2 sampel antara lain
minyak baru dan minyak lama. dari kedua sampel didapatkan angka asam
masing masing untuk minyak baru sebesar 0,88 dan minyak lama 1,04. Pada
percobaan dengan sampel minyak lama sesuai dengan standar yang diberikan
oleh SNI yaitu maksimal 2.
Tabel 2.4 Hasil Uji Aktivitas Enzim Lipase
Kel Sampel Warna Vol NaOH Aktivitas
Sebelum Sesudah (ml) Lipase
7/8 Susu Murni Putih Pink 26 26x10-3
Blanko Bening Pink 4,3 43 x 10-4
Sumber : Laporan Sementara
Enzim menyesuaikan diri di sekitar substrat untuk membentuk suatu
kompleks enzim-substrat. Ikatan-ikatan substrat dapat menjadi tegang oleh
gaya tarik antara substrat dan enzim. Ikatan tegang memiliki energi tinggi dan
lebih mudah terpatahkan, oleh karena itu, reaksi yang diinginkan berlangsung
lebih mudah dan menghasilkan suatu kompleks enzim produk. Dalam banyak
hal, produk dan substrat itu tidak sama bentuknya jadi kesesuaian antara
produk itu menyebabkan kompleks itu berdisosiasi, dan permukaan enzim
siap untuk menerima molekul substrat lain. Teori aktivitas enzim ini disebut
induced-fit theory (Fessenden, 1999).
Cara kerja enzim dapat diterangkan dengan dua teori, yaitu teori
gembok dan kunci, serta teori kecocokan yang terinduksi. Teori Gembok dan
Kunci (Lock and Key Theory), pada teori gembok dan kunci menyatakan
bahwa enzim dan substrat akan bergabung bersama membentuk kompleks,
seperti kunci yang masuk ke dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat
dapat bereaksi dengan energi aktivasi yang rendah. Setelah bereaksi,
kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan enzim. Teori
Kecocokan yang Terinduksi (Induced Fit Theory), Sisi aktif enzim bersifat
fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat.
Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisiaktif termodifikasi
melingkupinya membentuk kompleks. Ketika produk sudah terlepas dari
kompleks, enzim kembali tidak aktif menjadi bentuk yang lepas, hingga
substratyang laindapat bereaksi dengan enzim tersebut. Mekanisme reaksi
enzimatis dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi: suhu, pH, konsentrasi
enzim, konsentrasi substrat, zat-zat pengikat (aktivator), dan zat-zat
penghambat (inhibitor). Enzim hanya dapat bekerja maksimum pada kisaran
suhu 38°C -40°C dan pH antara 6-8. Selain itu, penambahan konsentrasi
enzim dan konsentrasi substrat mengakibatkan kecepatan reaksi meningkat
hingga dicapai kecepatan konstan. Adanya zat kimia tertentu juga dapat
meningkatkan aktivitas kerja enzim. Sementara itu, dengan adanya inhibitor,
enzim tidak dapat berikatan dengan substrst sehingga tidak dapat
menghasilkan suatu produk (Poedjiadi, 1994).
Fungsi dari penambahan NaOH adalah sebagai titer utuk memberikan
perubahan warna merah jambu bila mencapai pH tertentu. NaCl digunakan
sebagai blanko dan berfungsi untuk mengetahui apakah benar enzim lipase
bekerja pada pH optimal yaitu pH 7 dan berperan mengaktifkan atau sebagai
aktivator enzim lipase. Fungsi penambahan pp adalah agar bereaksi dengan
furfural membentuk kompleks berwarna merah jambu yang akan menjadi
dasar terhadap analisis aktivitas lipase (Gunawan, 2003). Manfaat dari
penambahan alkohol pada pengujian aktivitas enzim lipase adalah untuk
mensintesis produk transfer berupa asam lemak yang telah mengalami reaksi
hidrolisis dan transesterfikasi trigliserida dari substrat yang digunakan. Dan
enzim lipase bertindak sebagai biokatalisatorya (Handayani, 2005).
Pada Tabel 2.2 tentang uji aktivitas enzim lipase digunakan 2 sampel
yaitu susu murni dan blanko. Didapatkan hasil pada kedua sampel bahwa
pada sampel susu murni aktivitas lipase yaitu sebesar 26x10-3 dan untuk
sampel blanko sebesar 43 x 10-4. Sehingga dapat diketahui bahwa aktivitas
lipase pada substrat (susu sapi) lebih tinggi daripada blanko. Hal ini karena
substrat (susu sapi) merupakan bahan yang banyak mengandung lemak.
Sedangkan lipase menurut Winarno (1995) merupakan enzim hidrolase yang
dapat menghidrolisis lemak sehingga aktivitas lipase pada substrat menjadi
lebih tinggi.
E. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Titik lebur suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak.
Titik lebur menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Makin
banyak ikatan rangkap ikatan makin lemah, berarti titik cair akan lebih
rendah. Jadi semakin jenuh asam lemak pada suatu minyak/lemak pada
suhu dingin akan lebih cepat beku atau memadat.
2. Uji Kreiss berprinsip pada reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehyda
dengan phloroglucinol, sehingga menghasilkan warna merah jambu/pink.
Dimana sampel yang mengalami ketengikan yaitu sampel minyak jelantah
yang dimana muncul lapisan warna merah jambu.
3. Bilangan asam akan meningkat pada lemak yang tengik. Pada hasil
percobaan sampel minyak lama memiliki angka asam tertinggi artinya
minyak lama mengalami ketengikan.
4. Aktivitas lipase pada susu murni lebih tinggi dibandingkan dengan blanko
karena enzim hidrolase dapat menghidrolisis lemak sehingga aktivitas
lipase pada substrat menjadi lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Fessenden. 1999. Kimia Organik. Edisi Ketiga Jilid 2. Erlangga. Jakarta.


Girindra, Aisjah. 1990. Biokimia 1. Erlangga. Jakarta.
Gunawan, Mudji Triatmo. 2003. Analisis Pangan: Penentuan Angka Peroksida
Dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kedelai Dengan Variasi
Menggoreng. JSKA.Vol.VI.No.3.
Handayani, Rini dan Joko Sulistyo. 2005. Transesterifikasi Ester Asam Lemak
Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase. Biodiversita. Volume 6. Nomor
3. Halaman: 164-167.
Herlina, Netti dan M. Hendra S. Ginting. 2002. Lemak dan Minyak. Journal
Digitized by USU Digital Library. Jurusan Teknik KimiaUSU.
Hermanto, Sandra., Anna Muawanah., Prita Wardhani. 2010. Analisis Tingkat
Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat Proses Pemanasan.
Journal Digitized by UIN Digital Library. Jurusan Kimia UIN.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Krastanov,A. Grovindarajan, and D. Daniel. 2008. Studies On Lipase
Fermentation Using Candida Cylindracea Nrrl Y-175061N A Stired Tank
Bioreactor. Vol. 14, No. 3: 290-299.
Njoku, P. C and J. C. Onwu. 2010. The Study of the Characteristics and Rancidity
of Three Species ofElaeis guineensis in South East of Nigeria. Journal of
Nutrition. Vol. 9. No. 8. Hal: 759.
Nzikou, J.M, L.Matos, G. Bouanga, dkk. 2009. Chemical Composition the Seeds
and Oil of Sesame (Sesamum in dicum L.) Grown in Con go-Brazzaville.
Journal of Food Science and Thecnology. Vol. 1, No. 1: 6-11.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Samad, Moch Yusof, C. Nyonya, Abu Bakar, W.M Zin, dkk. 1989. A Plate Assay
for Primary Screening of Lipase Activity. Journal of Microbiological
Methode. Vol. 9: 51-56.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta.
Sharma, Rohit, Yusuf Cristi, Uttam Chand. 2001. Production, Purification,
Characterization, and Applications of Lipases. Vol. 19: 627-662.
Sudarmadji, Slamet. 1976. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Badan Penerbitan Bagian Hasil Pengolahan Hasil Pertanian
UGM. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

You might also like