You are on page 1of 24

ACARA IV

ISOLASI ENZIM AMILASE DARI KECAMBAH BIJI DAN REAKSI


PENCOKLATAN ENZIMATIS

A. TUJUAN
Tujuan dari Acara IV Isolasi Enzim Amilase Dari Kecambah Biji Dan
Reaksi Pencoklatan Enzimatis adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas enzim amilase selama perkecambahan biji.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap reaksi
pencoklatan enzimatik pada permukaan potongan buah.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim α-amilase karena
dalam bentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4
ppm, fenolik 11,3 ppm. Senyawa tersebut merupakan antioksidan yang
sangat penting terhadap kesehatan terutama balita. Senyawa fenolik
dengan antioksidan lainnya pada konsentrasi rendah dapat melindungi
bahan pangan tersebut dari kerusakan oksidatif. Hasil penelitian
menunjukkan kenaikan kadar air dan penurunan protein, sedangkan pada
ekstrak enzim terjadi kenaikan aktivitas α-amilase. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian protein kecambah membentuk enzim α-
amilase. Umumnya aktivitas enzim α-amilase terjadi pada suhu 30-40ºC
dan aktivitasnya akan mengalami penurunan pada kisaran suhu 45-50ºC,
hal ini disebabkan karena enzim mangalami denaturasi akibatnya molekul-
molekul enzim rusak sehingga kehilangan spesifitasnya (Suarni, 2007).
Fungsi larutan pati 4% adalah sebagai substrat dari enzim amilase.
pH optimum dari enzim amilase adalah 6. Enzim amilase stabil pada range
pH 4,6-6,8 dan tidak stabil pada pH dibawah 3,5 dan diatas pH 10.
Amilase stabil pada larutan NaCl. Berdasarkan hal tersebut, fungsi NaCl
adalah sebagai pemberi suasana kerja enzim pada pH optimum. Fungsi iod
yaitu sebagai indikator adanya amilum dalam sampel. Jika warna berubah
menjadi biru maka terdapat amilum dalam sampel dan jika warna sampel
tidak berubah menjadi biru menandakan bahwa amilum dalam sampel
sudah terhidrolisis menjadi gula sederhana (Dutta, 2006).
Buah apel dan kulit buah jeruk kaya akan pektin. Pentingnya
senyawa ini adalah sebagai agensia pembentukan gel, khususnya pada
pembuatan selai buah-buahan. Dalam beberapa keadaan. Adanya pektin
tidak dikehendaki. Pektin yang tidak diinginkan dapat dihilangkan dengan
penambahan enzim pektolitik. Jumlah asam askorbat salam sayuran dan
buah-buahan sangat bervariasi, bahkan dalam varietas yang sama
sekalipun. Asam askorbat diperlukan untuk pembentukan semua jaringan
tubuh, terutama pembentukan jaringan ikat. Asam askorbat membantu
absorpsi zat besi dalam usus halus (Gaman, 1992).
Disamping menurunkan pH, penambahan asam askorbat yang
bersifat pereduksi kuat akan berfungsi sebagai antioksidan. Dengan
penambahan asam askorbat, oksigen yang menjadi pemacu reaksi
browning enzimatis dapat dieliminasi. Selain menurunkan pH,
penambahan asam sitrat juga dapat mengikat tembaga yang merupakan
sisi aktif enzim, sehingga aktivitas enzim dapat dihambat. Berdasarkan
hasil pengamatan reaksi enzimatis diketahui bahwa pada sampel apel,
perlakuan menggunakan asam askorbat menunjukkan sampel yg
mengalami pencoklatan dengan kadar warna agak coklat (+). Sedangkan
pada sampel pisang, tidak terjadi reaksi pencoklatan (-) yang ditunjukkan
dengan tidak adanya perubahan warna menjadi kecoklatan. Dimana
sampel yang direndam ke dalam asam askorbat menghasilkan warna
sedikit mencoklat bila dibandingkan dengan perlakuan pada perendaman
Na-bisulfit maupun larutan gula, hal ini menandakan reaksi browning
enzimatis dapat dieliminasi pada perendaman dengan asam askorbat
(Harianingsih,2010).
Fungsi gula dalam bidang pangan adalah untuk pengawetan,
minuman fermentasi dan sulingan, pembuatan roti dan kue penggang,
pembuatan minuman penyegar dan minuman ringan, pembuatan selai dan
jeli, sebagai laburan gula dan krim, sebagai pengubah dan penambah
citarasa, sebagai sumber kalori dan mempengaruhi reaksi Maillard. Sifat-
sifat cita rasa dan warna dari banyak bahan pangan yang dimasak dan
diolah sangat tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dan kelompok
asam amino yang menghasilkan zat warna coklat dan macam-macam
komponen cita rasa. Oleh karena itu, glukosa, gula invert dan gula itu
sendiri mempunyai peranan yang penting dalam hubungan ini
(Buckle, 1985).
Pencoklatan enzimatik buah apel (Malus domestica×Borkh.)
Adalah faktor utama bertanggung jawab atas kualitas penurunan diproses
produk sepertijus, irisan segar dan keripik. Irisan segar apel yang
dicelupkan ke dalam 1% sebagai larutan asam corbik untuk satu menit dan
air panas dengan 50°C selama dua menit. Hasil menunjukkan bahwa kedua
panas dan asam askorbat perawatan bisa secara signifikan mengurangi cut
pencoklatan permukaan, meskipun pengobatan asam askorbat adalah
beberapa lebih efektif (Javdani, 2013).

Bila sel-sel apel, kentang, dan beberapa sayuran serta buah-buahan


yang lain dipotong dan dibiarkan terkena udara, enzim yang terdapat
dalam sel menimbulkan reaksi oksidasi, senyawa yang tidak berwarna
diubah menjadi senyawa yang berwarna coklat. Enzim dikenal sebagai
protein yang berhasil mengurai urease. Enzim semacam ini (holoenzim)
terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan protein gugus bukan
protein ini yang dinamakan kofaktor ada yang terikat kuat pada protein,
ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat kuat pada
bagian protein artinya sukar terurai dalam larutan disebut gugus prostetik,
sedangkan yang
tidak begitu kuat ikatannya disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun
koenzim merupakan bagian enzim yang memungkinkan enzim bekerja
terhadap substrat, yaitu zat-zat yang dirubah atau direaksikan oleh enzim

(Poedjiadi, 1994).
2. Tinjauan Teori
Proses perkecambahan merupakan tahap awal dari proses
terbentuknya individu baru pada tumbuhan berbiji. Untuk tetap menjamin
kelangsungan jenisnya, kelompok tumbuhan berbiji menghasilkan biji
yang merupakan propagaul untuk tumbuh menjadi individu baru. Di dalam
biji tersebut terdapat berbagai komposisi kimia yang berperan sebagai
embrio yang dapat aktif tumbuh menjadi individu baru apabila berada
pada kondisi lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan yang sesuai
untuk perkecambahan biji ini mancakup kesesuaian akan air, udara, cahaya
dan panas. Proses pengaktifan komponen-komponen kimiawi dalam biji
yang berperan sebagai embrio dan selanjutnya tumbuh sebagai individu
baru dalam bentuk seedling disebut sebagai proses perkecambahan
(Mudiana, 2007).
Penampakan bau, tekstur dan nilai gizi adalah empat parameter
yang dinilai oleh konsumen dalam memilih makanan. Penampakan
dipengaruhi oleh warna, dan merupakan parameter pertama yang dinilai
untuk mengevaluasi makanan. Warna dapat dipengaruhi oleh beberapa
komponen, yaitu pembentukan pigmen, khlorofil, karotenoid, antosianin,
dan lain-lain, atau pembentukan warna melalui reaksi enzimatis dan
nonenzimatis (Suhandana, 2013).
Amilase merupakan enzim yang mampu memecah molekul-
molekul pati dan glikogen, sehingga banyak digunakan dalam berbagai
industri, seperti industri tekstil, deterjen dan gula cair non tebu. Hingga
saat ini kebutuhan akan enzim amilase di Indonesia belum dapat dipenuhi
sehingga masih harus diimpor. Padahal, mikroba lokal terseleksi dapat
digunakan sebagai penghasil enzim. Beberapa jenis mikroba dari
kelompok bakteri, kapang dan khamir dilaporkan sebagai penghasil
amylase, diantaranya kapang Aspergillus sp., serta khamir Endomyces sp,
dan saccharomycopsis fibuligera (Naiola, 2008).
Mekanisme kerja enzim yaitu dengan terikat sementara ke substrat
untuk membentuk sebuah kompleks enzim-substrat yang lebih tidak stabil
disbanding substrat jika berdiri sendiri. Ini menyebabkan substrat mudah
bereaksi. Dengan demikian substrat tereksitasi ke tingkat energy lebih
rendah dengan membentuk produk reaksi yang baru. Selama
berlangsungnya reaksi, enzim dilepaskan dalam keadaan tidak berubah.
Pelepasan enzim tetap utuh sehingga bias terus bereaksi dan menyebabkan
enzim tetap efektif meski dalam jumlah yang sangat kecil. Kegiatan enzim
dapat berlangsung dengan baik jika kondisi lingkungannya mendukung
(Ompusunggu,2010).
Enzim menyesuaikan diri di sekitar substrat untuk membentuk
suatu kompleks enzim-substrat. Ikatan-ikatan substrat dapat menjadi
tegang oleh gaya tarik antara substrat dan enzyme. Ikatan tegang memiliki
energi tinggi dan lebih mudah terpatahkan, oleh karena itu, reaksi yang
diinginkan berlangsung lebih mudah dan menghasilkan suatu kompleks
enzyme-product. Dalam banyak hal, produk dan substrat itu tidak sama
bentuknya jadi kesesuaian antara produk itu menyebabkan kompleks itu
berdisosiasi, dan permukaan enzyme siap untuk menerima molekul
substrat lain. Teori aktivitas enzim ini disebut induced-fit theory
(Lehninger, 1993).
Amilase menunjukkan aktivitas pada kisaran pH yang luas, dengan
pH yang optimum 9, karakteristik yang diinginkan yang dapat
menyebabkan aplikasi dalam deterjen sebagai aditif dan desizing tekstil.
Enzim juga relatif termostabil. Karena ini mengalami isolasi dihasilkan
konsentrasi amilase sangat rendah, upaya dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas dengan mengoptimalkan sifat dan relatif konsentrasi sumber
karbon dan nitrogen (Aiyer, 2004).
Reaksi pencoklatan enzimatis (enzymatic browning) merupakan
hilangnya nilai gizi pada produk dan dapat merusak flavor dari bahan
pangan itu sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
meminimalisasi adanya penurunan mutu produk yaitu dengan
mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis. Beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk meminimalisasi adanya penurunan mutu produk yaitu
dengan mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis yaitu,
blasir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH, dehidrasi, iradiasi, HPP
(High Pressure Processing), penambahan inhibitor, ultrafiltrasi, dan juga
ultrasonikasi. pencoklatan pada buah ini tergolong pada pencoklatan
enzimatis, hal ini dikarenakan buah apel atau pada buah-buahan pada
umumnya banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak
sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalm proses
pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Di samping katekin
dan turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta
leukoantosianin dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Pencolatan
pada buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh aktifitas
enzim polypenol oxidase, yang dengan bantuan oksigen akan mengubah
gugus monophenol menjadi O-hidroksi fenol, yang selanjutnya diubah lagi
menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat
(Chandra, 2013).
Pencoklatan enzimatis merupakan reaksi perubahan warna yang
terjadi di buah-buaham dam sayuran. Rekasi pencoklatan membutuhkan
adanya oksigen, senyawa fenolik dan polifenol oksidasi (PPO) dan
biasanya dilakukan oleh enzimatik yang oksidasi monophenols ke o-
diphenols dan o-diphenols ke kuinon, yang kemudian berlanjut ke
polimerisasi non-enzimatik yang mengarah ke pembentukan pigmen.
Meskipun pencoklatan enzimatis bermanfaat untuk pengembangan warna
dan rasa tertentu seperti teh, kopi dan kakao, namun merusak kualitas buah
segar-potong. Berbagai buah-buahan dan sayuran, seperti selada, kentang,
apel, pir, pisang dan peach, rentan terhadap pencoklatan enzimatis selama
pemrosesan dan penyimpanan (He, 2008).
Pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik yang telah banyak
digunakan adalah dengan penambahan sulfit dan perendaman dalam air
panas (blansir) atau kombinasi dari keduanya. Penambahan sulfit sebagai
zat anti pencoklatan telah dilarang karena dapat menyebabkan asmatik
pada konsumen. Aktifitas fenolase mencapai optimum pada pH 4-7, dan
aktifitasnya sangat kecil pada pH 3. Oleh sebab itu penggunaan asam-
asam organik sebagai penghambat dapat digunakan untuk menghambat
reaksi pencoklatan dengan menurunkan pH dibawah 3. Asam organik yang
dapat digunakan untuk menghambat reaksi pencoklatan enzimatik
diantaranya adalah asam sitrat, asam malat dan asam tartrat
(Nurdjannah, 2008).
Pencoklatan pada buah-buahan mentah adalah masalah utama
dalam industri makanan dan dipercaya menjadi salah satu penyebab utama
penurunan kualitas selama pasca panen penanganan dan pengolahan.
Browning dapat menyebabkan perubahan yang merugikan dalam
penampilan dan sifat organoleptik makanan, nilai pasar, dan dalam
beberapa kasus, lengkap pengecualian produk makanan dari pasar tertentu.
Biasanya, pencoklatan enzimatik bisa diukur menggunakan indikator
browning melalui indeks biokimia, misalnya menggunakan aktivitas
polifenol oksidase atau dengan indikator fisik, yaitu perubahan warna pada
permukaan bahan pangan (Quevedo, 2009).
Polifenol oxydase dikatalisasi pencoklatan terjadi dalam buah-
buahan dan sayuran berdasarkan memar selama penanganan atau
pengangkutan, dan bila terkena udara dalam pemotongan, pengirisan atau
menjadikan pulpy. Alternatif untuk menghambat terjadinya rekasi
pencoklatan adalah direndam ke dalam sulfit, diantaranya adalah asam
askorbat, ascorbic acid phospate, sodium ascorbate, citric acid, benzoic
acid, sodium benzoate, sodium chloride, calcium chloride, zinc chloride,
cinnamic acid, sodium cinnamate, cysteine, glutathione (Patricia, 1993).
Sulfit secara ekstensif sudaha efektif digunakan untuk menghambat
terjadinya reaksi pencoklatan. Namun, tentunya ada beberapa efek
samping yang terjadi akibat penambahan sulfit tersebut (Kaur, 2000).
Perlakuan blanching ataupun perendaman dalam bahan kimia
merupakan langkah pendahuluan yang dilakukan dalam mengantisipasi
terjadinya perubahan warna, bau, cita rasa, tekstur, gizi inaktif pada buah
atau sayuran sebelum diolah lebih lanjut, seperti pengeringan, pengalengan
dan dibekukan sehingga diperoleh kualitas yang baik. Semakin lama
proses blanching, akan semakin efektif dalam menginaktifkan enzim-
enzim yang berpengaruh pada reaksi pencoklatan. Perlakuan yang
diberikan terdiri dari dua tahap yaitu proses blanching dan perendaman
dalam air kapur, masing-masing diberikan perlakuan yang berbeda yaitu
blanching tanpa perlakuan, perlakuan dengan perendaman dengan air
panas, perendaman natrium metabisulfit dan perendaman air kapur.
Browning (pencoklatan) banyak terjadi misalnya jika makanan mengalami
perlakuan mekanis. Ada dua macam mekanisme dari reaksi browning,
yaitu browning enzimatis dan browning non enzimatis. ). Aplikasi
blanching diterapkan pada keripik pisang, selama proses pengolahan akan
menyebabkan perubahan warna pada keripik pisang. Perendaman pisang
setelah dikupas dimaksudkan untuk mengurangi proses browning yang
akan mengakibatkan warna coklat pada buah pisang yang menyebabkan
warna keripik pisang kurang menarik (Putri, 2010).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Corong
b. Gelas ukur
c. Gelas Beaker
d. Kertas saring
e. Pipet tetes
f. Pipet ukur
g. Piring
h. Pisau
i. Rak tabung reaksi
j. Sendok pengaduk
k. Stopwatch
l. Tabung reaksi
2. Bahan
a. Apel
b. Biji kacang hijau direndam 12 jam
c. Biji kacang hijau kering
d. Kecambah direndam 12 jam
e. Kecambah direndam 24 jam
f. Larutan 0,1 M NaCl
g. Larutan enzim
h. Larutan gula
i. Larutan Iod 0,01 N
j. Larutan Na-bisulfit
k. Larutan pati 4%
l. Larutan vitamin C
m. Pisang
3. Cara Kerja
a. Isolasi enzim amilase kecambah biji
5 gr biji kacang hijau

Penghancuran

50 ml larutan NaCl 0,1 M Penambahan

Pembiaran campuran selama


30 menit

Pengadukan campuran
Filtrat
dengan kertas filter

Filtrat yang diperoleh


merupakan larutan enzim
kasar
b. Uji Aktivitas Amilase Secara Kualitatif
Larutan pati 4%

Penggunaan

0,5 ml larutan enzim, Penambahan 1 ml substrat


yang sudah dibuat

Pengamatan aktivitas
5 tetes larutan iod warna biru pati
amilase

Penginkubasian pada suhu


kamar selama 60 menit
dengan pengamatan setiap
10 menit
c. Reaksi Pencoklatan Enzim
Apel/ pisang

Pengupasan Kulit

Apel/Pisang kupas

Pemotongan

10 Potongan apel/pisang

2 potong apel/pisang 2 potong apel/pisang 2 potong apel/pisang 2 potong apel/pisang 2 potong apel/pisang

Perendaman Perendaman Pemblanching Perendaman Pembiaran


dalam larutan dalam larutan an selama 30 dalam larutan dalam suhu
Vitamin C (30 NaHCO3 (30 detik gula (30 detik) ruang (60
detik) detik) menit)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Pengamatan Aktivitas Selama Perkecambahan Biji Kacang Hijau
Kel Sampel Waktu
0’ 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
7 0,5 ml larutan enzim - + +++ +++ ++++ ++++ ++++
(Perkecambahan 12 jam)+ 1
ml larutan pati+5 tetes iodin
0,5 ml larutan enzim - + +++ +++ +++ ++++ ++++
(perkecambahan 24 jam)+ 1
ml larutan pati+5 tetes iodin
8 0,5 ml larutan enzim (biji +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++
kering)+ larutan 1 ml larutan
pati + 5 tetes iodin
0,5 ml larutan enzim (biji _ +++ +++ +++ +++ +++ +++
direndam 12 jam)+ 1 ml
larutan pati + 5 tetes iodin
Sumber : Laporan sementara
Keterangan :
- : biru pekat
+ : warna biru mulai memudar
++ : biru muda
+++ : putih kebiruan
++++ : putih
Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa pada kacang hijau untuk
biji yang dikecambahkan selama 12 jam sebelum diinkubasi (menit ke-0) belum
tampak adanya perubahan warna yaitu tetap biru pekat, pada menit ke 10 warna
biru mulai memudar, menit ke 20 sampai menit ke 30 menjadi putih kebiruan.,
pada menit 40 sampai 60 warna menjadi putih. Pada kacang hijau untuk biji
yang dikecambahkan selama 24 jam didapatkan hasil pada menit ke 0 belum ada
perubahan warna dimana warna masih biru pekat, pada menit ke-10 warna mulai
memudar, pada menit ke 20 sampai 40 warna menjadi putih kebiruan , pada
menit ke 50 sampai 60 warna menjadi putih .Pada biji kacang hijau kering
didapatkan hasil pada menit ke-0 sampai ke 60 warna menjadi putih kebiruan.
pada perlakuan biji kacang hijau direndam 12 jam didapatkan hasil pada menit
ke 0 belum ada perubahan warna yaitu biru pekat, pada menit ke 10 sampai 60
warna berubah menjadi putih kebiruan. Hasil praktikum tidak sesuai dengan
teori (Bahri, 2012), dimana yang aktivitas enzim amilase paling cepat dengan
perubahan warna biru pekat menjadi putih yaitu pada sampel kecambah
direndam selama 24 jam. Berdasarkan teori, aktivitas enzim amilase paling cepat
dan baik terjadi perkecambahan selama 24 jam. Hal tersebut terjadi karena pada
awal perkecambahan diperlukan energi yang cukup besar, untuk itu diperlukan
enzim amilase yang banyak untuk merombak karbohidrat. Setelah beberapa
waktu, fase perkecambahan dialihkan menjadi fase pertumbuhan, sehingga
pembentukan enzim amilase menjadi menurun. Namun hasil praktikum
menunjukkan bahwa aktivitas enzim amilase yang cepat terjadi pada perlakuan
perkecambahan 12 jam , ini terjadi karena kesalahan teknis saat praktikum.
Amilase merupakan enzim yang mampu memecah molekul-molekul pati
dan glikogen, sehingga banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti
industri tekstil, deterjen dan gula cair non tebu. Hingga saat ini kebutuhan akan
enzim amilase di Indonesia belum dapat dipenuhi sehingga masih harus diimpor.
Padahal, mikroba lokal terseleksi dapat digunakan sebagai penghasil enzim.
Beberapa jenis mikroba dari kelompok bakteri, kapang dan khamir dilaporkan
sebagai penghasil amylase, diantaranya kapang Aspergillus sp., serta khamir
Endomyces sp, dan saccharomycopsis fibuligera (Naiola, 2008).
Mekanisme kerja enzim yaitu dengan terikat sementara ke substrat untuk
membentuk sebuah kompleks enzim-substrat yang lebih tidak stabil disbanding
substrat jika berdiri sendiri. Ini menyebabkan substrat mudah bereaksi. Dengan
demikian substrat tereksitasi ke tingkat energy lebih rendah dengan membentuk
produk reaksi yang baru. Selama berlangsungnya reaksi, enzim dilepaskan
dalam keadaan tidak berubah. Pelepasan enzim tetap utuh sehingga bias terus
bereaksi dan menyebabkan enzim tetap efektif meski dalam jumlah yang sangat
kecil. Kegiatan enzim dapat berlangsung dengan baik jika kondisi
lingkungannya mendukung (Ompusunggu,2010).
Fungsi larutan pati 4% adalah sebagai substrat dari enzim amilase. pH
optimum dari enzim amilase adalah 6. Enzim amilase stabil pada range pH 4,6-
6,8 dan tidak stabil pada pH dibawah 3,5 dan diatas pH 10. Amilase stabil pada
larutan NaCl. Berdasarkan hal tersebut, fungsi NaCl adalah sebagai pemberi
suasana kerja enzim pada pH optimum. Fungsi iod yaitu sebagai indikator
adanya amilum dalam sampel. Jika warna berubah menjadi biru maka terdapat
amilum dalam sampel dan jika warna sampel tidak berubah menjadi biru
menandakan bahwa amilum dalam sampel sudah terhidrolisis menjadi gula
sederhana (Dutta, 2006).
Tabel 4.2 Pengamatan Pengaruh yang Berbeda terhadap Reaksi Pencoklatan
Kel Perlakuan 0’ 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’
a b a b a b a b a b a b a b
7/8 Blanching - - + + + + + ++ + ++ ++ +++ ++ +++
30 detik
Blanching - - - - - - - + - + - ++ + ++
3 menit
Kontrol - - + - ++ + ++ + ++ + +++ ++ +++ ++
(suhu
ruang)
Vitamin C - - - - + - + - + + ++ ++ ++ ++
Na-bisulfat - - - - - - - - - - - - - -
Larutan - - + - + + + + ++ + ++ ++ +++ ++
gula
Sumber : Laporan sementara
Keterangan : a : Apel
b : Pisang
- : Tidak coklat
+ : Agak coklat
++ : Coklat
+++ : Sangat coklat
Pada Tabel 4.2 pengamatan pengaruh yang berbeda terhadap reaksi
pencoklatan didapatkan hasil bahwa pada sampel apel penambahan larutan
Na-bisulfat tidak ada reaksi pencoklatan dari menit ke-0 hingga menit ke-60,
penambahan larutan vitamin C pana menit ke-0 sampai menit ke 10 warna
tetap putih , lalu pada menit ke 20 sampai 40 terjadi perubahan warna agak
coklat, hingga menit ke 50 sampai ke 60 perubahan menjadi warna coklat.
Penambahan larutan gula pada menit ke 0 belum terjadi perubahan warna,
lalu pada menit ke 10 sampai 30 sudah terjadi perubahan warna agak coklat,
menit ke 40 sampai 50 terjadi perubahan warna coklat dan pada menit ke 60
ada perubahan warna sangat coklat. Pada suhu kamar perubahan warna yang
terjadi pada menit ke 0 belum terjadi, pada menit ke 10 warna agak coklat,
pada menit 20 sampai 40 warna berubah menjadi coklat dan pada menit 50
hingga 60 warna sudah menjadi sangat coklat.
Pada sampel pisang perubahan warna yang terjadi pada suhu kamar
menit ke 0 sampai ke 10 belum terjadi perubahan warna, pada menit 20
sampai 40 terjadi perubahan warna agak coklat dan pada menit ke 50 sampai
60 perubahan warna menjadi coklat. Penambahan larutan vitamin C pada
menit ke 0 sampai 30 belum terjadi perubahan warna , pada menit 40 terjadi
perubahan warna agak coklat, dan pada menit 50 sampai 60 warna sudah
berubah menjadi coklat. Penambahan Larutan Na-bisulfat pada menit ke 0
sampai ke 60 tidak ada perubahan warna menjadi coklat. Penambahan larutan
gula pada menit ke 0 sampai ke 10 belum terjadi perubahan warna, pada
menit 20 smpai 40 terjadi perubahan warna agak coklat dan pada menit ke 50
sampai 60 terjadi perubahan warna menjadi coklat. Dari hasil pengamatan
yang didapat bahwa sudah sesuai teori, karena hasil pengamatan
menunjukkan dengan penambahan Na-bisulfat maka reaksi pencoklatan tidak
terjadi pada kedua sampel apel dan pisang. Berdasarkan teori
(Nurdjannah, 2008) bahwa pencegahan reaksi pencoklatan enzimatik yang
telah banyak digunakan adalah dengan penambahan sulfit dan perendaman air
panas atau kombinasi dari keduanya. Aktifitas fenolase mencapai optimum
pada pH 4-7, dan aktifitasnya sangat kecil pada pH 3.
Larutan gula tidak menghambat reaksi pencoklatan karena justru
larutan gula merupakan penyebab terjadinya reaksi pencoklatan. Apabila
buah direndam dalam sukrosa dapat mengalami reaksi Maillard yang
membentuk warna coklat, sebagai akibat dari pemecahan ikada glikosida dari
sukrosa yang menghasilkan glukosa dan fruktosa. Dari hasil percobaan
diketahui bahwa pada sampel apel dan pisang yang diberi perlakuan
perendaman sukrosa (larutan gula) sudah sesuai dengan teori karena pisang
dan apel mengalami pencoklatan. Percobaan yang dilakukan sudah sesuai
dengan teori Manab (2007), karena hasil percobaan pada buah yang direndam
ke dalam larutan gula menghasilkan warna coklat, tetapi tidak secoklat pada
perlakuan suhu ruang, dimana tingkat warna pencoklatan buah apel lebih
coklat daripada buah pisang.
Reaksi pencoklatan enzimatis (enzymatic browning) merupakan
hilangnya nilai gizi pada produk dan dapat merusak flavor dari bahan pangan
itu sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan untuk meminimalisasi adanya
penurunan mutu produk yaitu dengan mengendalikan reaksi pencoklatan
enzimatis. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi adanya
penurunan mutu produk yaitu dengan mengendalikan reaksi pencoklatan
enzimatis. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan reaksi
pencoklatan enzimatis yaitu, blasir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH,
dehidrasi, iradiasi, HPP (High Pressure Processing), penambahan inhibitor,
ultrafiltrasi, dan juga ultrasonikasi. pencoklatan pada buah ini tergolong pada
pencoklatan enzimatis, hal ini dikarenakan buah apel atau pada buah-buahan
pada umumnya banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak
sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalm proses
pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Di samping katekin
dan turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta
leukoantosianin dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Pencolatan pada
buah apel dan buah lain setelah dikupas disebabkan oleh aktifitas enzim
polypenol oxidase, yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus
monophenol menjadi O-hidroksi fenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi
O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat
(Chandra, 2013).
Pencoklatan enzimatis merupakan reaksi perubahan warna yang
terjadi di buah-buaham dam sayuran. Rekasi pencoklatan membutuhkan
adanya oksigen, senyawa fenolik dan polifenol oksidasi (PPO) dan biasanya
dilakukan oleh enzimatik yang oksidasi monophenols ke o-diphenols dan o-
diphenols ke kuinon, yang kemudian berlanjut ke polimerisasi non-enzimatik
yang mengarah ke pembentukan pigmen. Meskipun pencoklatan enzimatis
bermanfaat untuk pengembangan warna dan rasa tertentu seperti teh, kopi dan
kakao, namun merusak kualitas buah segar-potong. Berbagai buah-buahan
dan sayuran, seperti selada, kentang, apel, pir, pisang dan peach, rentan
terhadap pencoklatan enzimatis selama pemrosesan dan penyimpanan
(He, 2008).
Disamping menurunkan pH, penambahan asam askorbat yang bersifat
pereduksi kuat akan berfungsi sebagai antioksidan. Dengan penambahan
asam askorbat, oksigen yang menjadi pemacu reaksi browning enzimatis
dapat dieliminasi. Selain menurunkan pH, penambahan asam sitrat juga dapat
mengikat tembaga yang merupakan sisi aktif enzim, sehingga aktivitas enzim
dapat dihambat. Berdasarkan hasil pengamatan reaksi enzimatis diketahui
bahwa pada sampel apel, perlakuan menggunakan asam askorbat
menunjukkan sampel yg mengalami pencoklatan dengan kadar warna agak
coklat (+). Sedangkan pada sampel pisang, tidak terjadi reaksi pencoklatan (-)
yang ditunjukkan dengan tidak adanya perubahan warna menjadi kecoklatan.
Dimana sampel yang direndam ke dalam asam askorbat menghasilkan warna
sedikit mencoklat bila dibandingkan dengan perlakuan pada perendaman Na-
bisulfit maupun larutan gula, hal ini menandakan reaksi browning enzimatis
dapat dieliminasi pada perendaman dengan asam askorbat
(Harianingsih,2010).
Polifenol oxydase dikatalisasi pencoklatan terjadi dalam buah-buahan
dan sayuran berdasarkan memar selama penanganan atau pengangkutan, dan
bila terkena udara dalam pemotongan, pengirisan atau menjadikan pulpy.
Alternatif untuk menghambat terjadinya rekasi pencoklatan adalah direndam
ke dalam sulfit, diantaranya adalah asam askorbat, ascorbic acid phospate,
sodium ascorbate, citric acid, benzoic acid, sodium benzoate, sodium
chloride, calcium chloride, zinc chloride, cinnamic acid, sodium cinnamate,
cysteine, glutathione (Patricia, 1993). Sulfit secara ekstensif sudaha efektif
digunakan untuk menghambat terjadinya reaksi pencoklatan. Namun,
tentunya ada beberapa efek samping yang terjadi akibat penambahan sulfit
tersebut (Kaur, 2000).
Perlakuan blanching ataupun perendaman dalam bahan kimia
merupakan langkah pendahuluan yang dilakukan dalam mengantisipasi
terjadinya perubahan warna, bau, cita rasa, tekstur, gizi inaktif pada buah atau
sayuran sebelum diolah lebih lanjut, seperti pengeringan, pengalengan dan
dibekukan sehingga diperoleh kualitas yang baik. Semakin lama proses
blanching, akan semakin efektif dalam menginaktifkan enzim-enzim yang
berpengaruh pada reaksi pencoklatan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari
dua tahap yaitu proses blanching dan perendaman dalam air kapur, masing-
masing diberikan perlakuan yang berbeda yaitu blanching tanpa perlakuan,
perlakuan dengan perendaman dengan air panas, perendaman natrium
metabisulfit dan perendaman air kapur. Browning (pencoklatan) banyak
terjadi misalnya jika makanan mengalami perlakuan mekanis. Ada dua
macam mekanisme dari reaksi browning, yaitu browning enzimatis dan
browning non enzimatis. ). Aplikasi blanching diterapkan pada keripik
pisang, selama proses pengolahan akan menyebabkan perubahan warna pada
keripik pisang. Perendaman pisang setelah dikupas dimaksudkan untuk
mengurangi proses browning yang akan mengakibatkan warna coklat pada
buah pisang yang menyebabkan warna keripik pisang kurang menarik
(Putri, 2010). Metode yang dilakukan untuk menghambat reaksi pencoklatan
yaitu dengan menurunkan Ph, penambahan asam sitrat, penambahan senyawa
sulfit, misal natrium bisulfit, natrium sulfit dan lain-lain
(Harianingsih, 2010).
E. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Amilase merupakan enzim yang mampu memecah molekul-molekul
pati dan glikogen, sehingga banyak digunakan dalam berbagai
industri, seperti industri tekstil, deterjen dan gula cair non tebu.
Hingga saat ini kebutuhan akan enzim amilase di Indonesia belum
dapat dipenuhi sehingga masih harus diimpor. Padahal, mikroba lokal
terseleksi dapat digunakan sebagai penghasil enzim. Beberapa jenis
mikroba dari kelompok bakteri, kapang dan khamir dilaporkan
sebagai penghasil amylase, diantaranya kapang Aspergillus sp., serta
khamir Endomyces sp, dan saccharomycopsis fibuligera.
2. Berdasarkan percobaan urutan reaksi enzimatis dariyang paling tinggi
ke paling rendah pada sampel apel dan pisang yaitu suhu ruang,
larutan gula, vitamin C dan Na-bisulfat.
DAFTAR PUSTAKA

Aiyer, P V Pharani. 2004. Effect of C:N Ratio on Alpha Amylase Production by


Bacillus licheniformis SPT 27. Journal of Biotechnology Vol.3 (10) : 519-
522.
Buckle, dkk. 1985. Ilmu Pangan. Erlangga. Jakarta.
Chandra, Andy. 2013. Pengaruh Ph dan Jenis Pelarut Pada Perolehan dan
Karakterisasi Pati Dari Biji Alpukat. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan.
Gaman and Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting Menjadi Kitosan
Sebagai Bahan Pelapis Pada Buah Stroberi. Jurnal Nasional.
He, Qiang, Yaguang Luo, dan Pei Chen. 2008. Inhibition of Enzymatic Browning
in Apples, Potatoes adn Mushrooms. International Journal of Scientific
and Industrial Research, Vol. 59 : 389-394.
Javdani, Zahra. 2013. A Comparison Of Heat Treatment And Ascorbic Acid
On Controlling Enzymatic Browning Of Fresh-Cuts Apple Fruit.
International Journal of Agriculture and Crop Sciences, Vol 2, No. 3, Hal.
186-193.
Kaur, Charanjit dan Harish C Kapoor. 2000. Inhibition of Enzymatic Browning in
Apples, Potatoes and Mushrooms. International Journal of Scientific and
Industrial Research, Vol. 59 : 389-394.
Lehninger, Albert L. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Manab, Abdul. 2007. Kajian Penggunaan Sukrosa Terhadap Pencoklatan Non-
enzimatis Dodol Susu. Jurnal Ternak Tropika. Vol. 6, No. 2: 58-63.
Mudiana, Deden. 2007. Perkecambahan Syzygium Cumini (L). Skeels. Jurnal
Biodiversitas. Vol. 8, No. 1: 39-42.
Naiola, Elidar. 2008. Mikrobia Amilolitik pada Nira dan Laru dari Pulau
Timor, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Biodiversitas Vol. 9 (3) : 165-
168.
Nurdjannah, Nanan dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman dalam Asam
Organik dan Metoda Pengeringan Terhadap Mutu Lada Hijau Kering.
Bul. Litro Vol. XIX (2) : 181-196.
Ompusinggu, Henny Erina, Juwita, dan Ramlan Silaban. 2010. Kajian Biomedik
Enzim Amilase dan Pemanfaatannya Dalam Industri. Jurnal Biokimia.
Poedjiadi, Anna. 1994. Biokimia. UI Press. Jakarta..
Putri, Annisa R, Supratomo, dan I.S. Tulliza. 2010. Pengaruh Kadar Air
Terhadap Tekstur dan Warna Keripik Pisang Kepok (Musa parasidiaca
formatypica). Jurnal Teknologi Pertanian.
Quevedo, Roberto, Marcela Jaramillo, Oscar Diaz, Franco Pedreschi dan Jose
Miguel. 2009. Quantification of Enzymatic Browning in Apple Slices
Applying The Fractal Texture Fourier Image. International Journal of
Food Engineering 95 : 285-290.
Suarni. dan Rauf Patong. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber
Enzim Α-Amilase. Jurnal Indo. J. Chem Vol. 7 (3) : 332-336.
Suhandana, Made, Tati Nurhayati dan Laksmi Ambarsari. 2013. Karakterisasi
Ekstrak Kasar Enzim Polyphenoloxidase Dari Udang Windu (Penaeus
monodon). Jurnak Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol. 5, No. 2:
353-364.
DOKUMENTASI
LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA PANGAN

Disusun Oleh

Nama : Debie Sekar Sari W

NIM : H3115019

Kelompok : 08

PROGRAM STUDI D III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016

You might also like