You are on page 1of 21

ACARA VI

PENENTUAN KADAR VITAMIN

A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar vitamin C (asam askorbat) dalam sampel jeruk buah dan jeruk
nipis secara titrasi iodimetri.
2. Waktu Praktikum
Selasa, 29 Maret 2016
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Mataram.

B. LANDASAN TEORI
Pada dasarnya konsep analisis kimia dapat dibagi atas 2 bagian, yakni analisis
kualitaif dan analisis kuantitatif. Ada 2 aspek penting dalam analisis kualitatif yaitu
pemisahan dan identifikasi. Kedua aspek ini dilandasi oleh kelarutan, keasaman
pembentukan senyawa kompleks, oksidasi-reduksi, sifat penguapan, dan ekstraksi. Sifat-
sifat ini sebagai sifat periodic menunjukkan kecenderungan dalam kelarutan klorida,
sulfide, hidroksida, dan karbonat sulfat dan garam-haram lainnya dari logam. Analisis
kimia kuantitaif menyangkut analysis gravimetric dan titirimetri. Dalam analysis
gravimetri, zat yang akan ditentukan diubah ke dalam bentuk endapan yang sukar larut,
selanjutnya dipisahkan dan ditimbang. Sedangkan analisis titrimetri yang sering disebut
analisis volumetric, zat yang akan ditentukan dibiarkan berekasi dengan suatu perekasi
yang diketahui sebagai larutan standar (baku). Kemudian volume larutan tersebut yang
diperlukan untuk dapat bereaksi sempurna tersebut diukur (Barsasella, 2012 : 125).
Suatu metode titrimetric untuk analisis didasarkan pada sutu reaksi kimia seperti :
aA + tT → produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T, yang
disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara incremental), biasanya dari dalam
buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan kedua ini disebut
larutan standard dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses disebut standarisasi.
Penambahan titran diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia
setara dengan A. maka dikatakan telah tercapai titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk
mengetahui kapan penambahan titran itu, dapat menggunakan suatu zat, yang disebut
indicator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna. Titik
dalam titrasi pada saat indicator berubah warna disebut titik akhir (Day, 2002 : 49).
Banyak sekali metode volumetric yang berprinsipkan pada transfer elektron,
yaitu reaksi oksidasi reduksi yang berasal dari transfer langsung elektron dari donor ke
akseptor. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis volumetri asalkan
kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat.
Dan diperlukan juga adanya indicator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen
stoikiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan
mengunakan indicator warna. Salah satu system redoks yaitu kalum iodat yang banyak
dipakai dalam kimia analitik dan reaksi dalam titrasi Andrew’s. Pada pemakaian iodium
sebagai reagen redoks harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem
iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. Jika E° tidak bergantung pada
pH (pH<8,0) maka persamaan reaksinya :
I2 (s) + 2e → 2I E° = 0,535 V

I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relatif merupakan reduktor lemah.
Kelarutannya dalam air cukup baik dengan pembentukan triodida (KIO3). Iodium dapat
dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat
yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara
menyebabkan banyak kesalahan analisis. Cara lain standarisasi adalah dengan
Na2S2O3.5H2O. Larutan tiosulfat distandarisasi terlebih dahulu dengan K2Cr2O7.
Biasanya indicator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodide pada konsentrasi <10-5
M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada
pelarut yang digunakan. Kompoleks iodium-amilum mempuyai kelarutan yang kecil
dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2008 : 52).

Iodin adalah salah satu reagen yang paling populer pada analisis kimia. Pada
iodimetri, iodin digunakan sebagai titran pada titrasi langsung, dan juga pada titrasi tidak
langsung, berdasarkan pada reaksi antara agen pengoksidasi kuat dan ion iodida berlebih
untuk menghasilkan jumlah iodin yang equivalen dengan analit. Iodin kemudian dititrasi
dengan larutan standar dari agen pereduksi. Kondisi dari larutan juga memainkan peranan
penting selama tirasi iodimetri. Untuk menunjukkan reaksi yang cepat dan tepat dari
oksidan dengan potensial reduksi yang relatif rendah (contohnya natrium tiosulfat,
hidrogen sulfida), larutan asam dari iodin harus digunakan. Bagaimanapun, untuk
mengoksidasi agen pereduksi lemah (arsenic (III) atau ion antimonium (III) dengan iodin,
salah satu dari medium alkaline netral diperlukan. Potensial normal redoks dari pasangan
reversible I2/I adalah 0,535 V. Nilai ini tidak berpengaruh pada pH larutan sampai pH 9.
Pada pH yang lebih tinggi, iodin bereaksi dengan ion hidroksida untuk memproduksi ion
iodida dan iodat (Ciesielski, 2006)

Iodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodin (I2) dan
digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
oksidasi lebih kecil daripada system iodium-iodida sebagaimana persamaan di atas atau
dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup
kuat seperti vitamin C. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara
iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari
sistem iodin-iodida. Persamaan reaksi yang terjadi antara iodin dengan vitamin C adalah:
I3- + 2ē ⇌ 3IC6H6O6 + 2 H+ + 2ē → C6H8O6

Titik ekuivalen dalam titrasi kali ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi
ungu kehitaman, yang menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dengan iodin,
dan kemudian iodin bereaksi dengan larutan kanji sehingga menghasilkan warna ungu
kehitaman (Masitoh, 2014).

Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air, vitamin C bermanfaat untuk
memperkuat daya tahan tubuh dan menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh, serta
mampu menyerap zat besi dari makanan yang dibutuhkan untuk mencegah anemia.
Untuk menentukan kadar vitamin C digunakan metode iodimetri. Dasar dari metode
iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C (asam askorbat). Asam askorbat
merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara sederhana dapat dititrasi dengan larutan
baku iodium. Metode iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0,1 N) dapat
digunakan pada asam askorbat murni atau larutannya (Agustina, 2014).

Perbedaan teknik pengukuran dan proses pemerasan juga berpengaruh pada


kandungan vitamin C dalam jus buah. Faktor iklim, temperature dan jumlah pupuk
nitrogen yang digunakan pada penumbuhan tanaman dan kondisi iklim seperti cahaya
berpengaruh pada konsentrasi AA buah. Contohnya, peningkatan jumlah pupuk nitrogen
dari 80-120 kg/ha menurunkan kandungan vitamin C sebanyak 7% pada kembang kol.
Jumlah kandungan vitamin C pada jus buah juga bisa dipengaruhi oleh jenis
penyimpanan. Jus buah harus disimpan pada suhu dingin. Ketika jus buah ditempatkan
pada suhu dingin, kandungan vitamin C akan berkurang, bagaimanapun penyimpanan
vitamin C pada suhu yang dingin akan mengurangi kandungan vitamin C. Hal ini karena
vitamin C sangat sensitive terhadap temperature dan sangat mudah dioksidasi (Bekele,
2015).

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat-alat Praktikum
a. Alat pemeras jeruk
b. Alumunium foil
c. Buret 50 mL
d. Corong kaca 75 mm
e. Corong kaca kecil
f. Erlenmeyer 250 mL
g. Gelas kimia 250 mL
h. Klem
i. Labu takar 100 ml
j. Pipet gondok 10 mL
k. Pipet tetes
l. Pipet volume 2 mL
m. Rubber bulb
n. Statif
o. Timbangan analitik
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Aquades (H2O(l))
b. Indikator amilum 2 %
c. Jeruk buah
d. Jeruk nipis
e. Larutan asam sulfat (H2SO4) 1 N
f. Larutan asam sulfat (H2SO4) 2 N
g. Larutan iodine (I2)
h. Larutan kalium iodide (KI) 10%
i. Larutan kalium triodida (KIO3) 0,1 N
j. Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
D. SKEMA KERJA
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N

10 mL larutan KIO3 0,1 N


 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
 Ditimbang
 + 5 mL larutan KI 10%
 + 2 ml H2SO4 1 N
 Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna
kuning muda
Hasil
 + beberapa tetes indikator amilum 1 %
 Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai bening
Hasil

2. Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N

10 mL larutan I2
 Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai berwarna
kuning muda
Hasil
 + beberapa tetes indikator amilum 2 %
 Dititrasi dengan Na2S2O3 sampai bening
Hasil

3. Penentuan kadar Vitamin C dalam Larutan dengan Larutan Iodium Standar


a. Pembuatan Larutan Buah

Jeruk buah dan jeruk nipis


 Diperas masing-masing
 Dimasukkan ke wadah yang berbeda
Hasil
10 mL perasan jeruk buah dan jeruk nipis
 Ditimbang
Hasil

b. Titrasi Iodimetri Cara I

10 mL jeruk buah
 Diencerkan dengan aquades sampai 100 mL
Hasil
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
 + 6 mL H2SO4 2 N
 + beberapa tetes indikator amilum 2%
 Dititrasi dengan I2 standar sampai berwarna biru
Hasil
(Diulangi langkah di atas menggunakan air jeruk nipis)

c. Titrasi Iodimetri Cara II

10 mL jeruk buah
 Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
 + 6 mL H2SO4 2 N
 + beberapa tetes indikator amilum 2%
 Dititrasi dengan I2 standar sampai berwarna biru
Hasil
(Diulangi langkah di atas menggunakan air jeruk nipis)

E. HASIL PENGAMATAN
Tabel Perubahan Fisik
No Prosedur Hasil Pengamatan
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3
dengan Larutan KIO3 0,1 N
 10 mL larutan KIO3 0,1 N  Larutan KIO3 0,1 N tidak berwarna
dimasukkan ke dalam  Berat erlenmeyer kosong = 84,52 g
erlenmeyer dan ditimbang  Berat erlenmeyer+larutan KIO3 = 94,15
g
 Berat larutan KIO3 = berat
erlenmeyer+larutan KIO3 – berat
erlenmeyer kosong = 94,15 g – 84,52 g
= 9,63 g
 + 5 mL larutan KI 10%  Warna larutan setelah dicampurkan
dengan KI 10% tetap bening
 + beberapa tetes H2SO4 1 N  Setelah ditambahkan 10 tetes H2SO4,
warna larutan menjadi orange
kecoklatan dan terdapat endapan hitam
pada dasar erlenmeyer
 Dititrasi dengan larutan  Hasil titrasi warna larutan menjadi
Na2S2O3 0,1 N kuning muda
 + beberapa tetes amilum 2%  Larutan indikator amilum tidak
berwarna (bening)
 Setelah ditambahkan 2 mL indikator
amilum larutan berubah warna dari
kuning muda menjadi biru tua
 Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N  Hasil titrasi warna larutan menjadi
bening
2. Standarisasi Larutan I2 dengan
Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N
 10 mL I2 dititrasi dengan larutan  Warna awal larutan I2 kuning pekat.
Na2S2O3 0,1 N Setelah dititrasi warna larutan berubah
menjadi kuning muda
 + beberapa tetes amilum 2% dan  Setelah ditambahkan 1 tetes indikator
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 amilum warna larutan yang awalnya
0,1 N kuning muda berubah menjadi biru tua
 Setelah dititrasi warna larutan menjadi
bening (warna biru hilang)
3. Penentuan Kadar Vitamin C dalam
Larutan dengan Larutan Iodium
Standar
a. Pembuatan Larutan Buah
 Jeruk buah dan jeruk nipis  Warna perasan air jeruk buah orange
diperas dan ditempatkan pada sedangkan perasan air jeruk nipis
wadah yang berbeda berwarna kuning kehijauan
 10 mL air perasan jeruk buah  Berat erlenmeyer kosong = 90,33 g
dan jeruk nipis ditimbang  Berat erlenmeyer+perasan air jeruk =
98,40 g
 Berat perasan air jeruk = berat
erlenmeyer+perasan air jeruk – berat
erlenmeyer kosong = 98,40 g – 90,33 g
= 8,07 g
b. Titrasi Iodimetri Cara I
 10 mL jeruk buah/jeruk nipis  Warna perasan air jeruk buah setelah
diencerkan dengan 100 mL diencerkan orange bening
aquades dan dimasukkan ke  Warna perasan air jeruk nipis setelah
dalam erlenmeyer diencerkan kuning keruh
 + 6 mL H2SO4 2 N  Setelah ditambahkan asam sulfat warna
larutan jeruk buah dan jeruk nipis tidak
berubah
 + beberapa tetes indikator  Setelah ditambahkan indikator amilum
amilum 2% warna larutan jeruk buah dan jeruk
nipis tidak berubah
 Dititrasi dengan larutan I2  Hasil titrasi warna kedua larutan
standar menjadi biru tua
c. Titrasi Iodimetri Cara II
 10 mL perasan jeruk  Warna awal perasan air jeruk buah
buah/jeruk nipis dimasukkan orange
ke dalam erlenmeyer  Warna awal perasan air jeruk nipis
kuning kehijauan
 + 6 mL H2SO4 2 N  Setelah ditambahkan asam sulfat,
warna kedua larutan tidak berubah
 + beberapa tetes indikator  Setelah ditambahkan indikator amilum
amilum 2% warna kedua larutan tetap tidak
berubah
 Dititrasi dengan larutan I2  Hasil titrasi kedua larutan berwarna
standar biru tua

Tabel Perubahan Volume


No. Percobaan Hasil Pengamatan
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Vtit1 = 10 tetes = 0,67 mL
Larutan KIO3 0,1 N Vtit2 = 8 mL
Vtit-tot = Vtit1+Vtit2
= 0,67 mL+8 mL
= 8,67 mL

2. Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Vtit1 = 1 mL


Standar Na2S2O3 0,1 N Vtit2 = 4 tetes = 0,27 mL
Vtit-tot = Vtit1+Vtit2
= 1 mL+0,27 mL
= 1,27 mL
3. Penentuan kadar Vitamin C dalam
Larutan dengan Larutan Iodium Standar
a. Sampel jeruk buah  Volume titrasi cara 1 = 0,2 mL
 Volume titrasi cara 2 = 6,3 mL

b. Sampel jeruk nipis  Volume titrasi cara 1 = 4,6 mL


 Volume titrasi cara 2 = 0,3 mL
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan reaksi
a. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
Oksidator + KIO3(aq) → I2(aq) + KI(aq)

IO3–(aq) + 5I–(aq) + 6H+(aq) → 3I2(aq) + 3H2O(l)

I2(aq) + 2Na2S2O3(aq) → 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

I2(aq) + amilum(aq) → I2-amilum(aq)

 Titrasi kembali

I2-amilum(aq) + 2S2O32-(aq) → 2I–(aq) + amilum(aq) + S4O6–(aq)

b. Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Na2S2O3

I2(aq) + Na2S2O3(aq) → 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

I2(aq) + amilum(aq) → I2-amilum(aq)

 Titrasi kembali

I2-amilum(aq) + 2S2O32-(aq) → 2I–(aq) + amilum(aq) + S4O6–(aq)

c. Reaksi Vitamin C dengan Iodium

C6H8O6(aq) + I2(aq) → C6H6O6(aq) + 2I-(aq) + 2H+(aq)

2. Perhitungan
a. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan KIO3 0,1 N
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000
N KIO3 = × × valensi
𝑀𝑟 𝑉
9,63 𝑔 1000
= 214 𝑔/𝑚𝑜𝑙 × 10 𝑚𝐿 × 1

= 0,05 × 100 × 1
=5N

(N × V) Na2S2O3 = (N × V) KIO3
N × 8,67 mL Na2S2O3 = 5 N × 10 mL KIO3
5 𝑁 ×10 𝑚𝐿
N Na2S2O3 = 8,67 𝑚𝐿
50
N Na2S2O3 = 8.67

= 5,77 N

b. Standarisasi Larutan I2 dengan Larutan Natrium Tiosulfat


(N × V) I2 = (N × V) Na2S2O3
N × 10 mL I2 = 5,77 N × 1,27 mL Na2S2O3
5,77 𝑁 ×1,27 𝑚𝐿
N I2 = 10 𝑚𝐿
7,33
=
10

= 0,73 N

c. Kadar Vitamin C dalam Jeruk Buah


1. Cara I
𝑉𝐼2 ×0,88 ×0,00726
% b/b = 100
1,01 × ×𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,2 𝑚𝐿 ×0,88 ×0,00726


= 100
1,01 × ×10
8,07 𝑔𝑟

1,28 × 10−3
=
1,01 × 12,39 ×10

1,28 × 10−3
= 122,14

= 1,02 × 10−5%
= 0,00001%

2. Cara II
𝑉𝐼2 ×0,88 ×0,00726
% b/b = 100
1,01 × ×𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

6,3 𝑚𝐿 ×0,88 ×0,00726


= 100
1,01 × ×1
8,07 𝑔𝑟

0,04
= 1,01 × 12,39 ×1
0,04
= 122,51

= 0,0003%
d. Kadar Vitamin C dalam Jeruk Nipis
1. Cara I
𝑉𝐼2 ×0,88 ×0,00726
% b/b = 100
1,01 × ×𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

4,6 𝑚𝐿 ×0,88 ×0,00726


= 100
1,01 × ×10
8,07 𝑔𝑟

0,03
= 1,01 × 12,39 ×10
0,03
= 122,14

= 0,0002%

2. Cara II
𝑉𝐼2 ×0,88 ×0,00726
% b/b = 100
1,01 × ×𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑔𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,3 𝑚𝐿 ×0,88 ×0,00726


= 100
1,01 × ×1
8,07 𝑔𝑟

0,002
= 1,01 × 12,39 ×1
0,002
= 122,51

= 0,00002%

G. PEMBAHASAN
Praktikum yang berjudul penetapan kadar vitamin bertujuan untuk menentukan
kadar vitamin C (asam askorbat) dalam sampel jeruk buah dan jeruk nipis secara titrasi
iodimetri.
Vitamin merupakan golongan senyawa organik yang memiliki peran sangat
penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya
agar metabolisme berjalan normal. Terdapat banyak sekali vitamin baik yang berasal
dari alam maupun yang disintesis di laboratorium. Salah satunya adalah vitamin C.
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan senyawa yang bersifat asam dengan
rumus empiris C6H8O6 (berat molekul = 176,12 g/mol). Vitamin C dalam bentuk
murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu
190-192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C
sangat mudah larut dalam air (1g dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut
dalam alkohol (1 g larut dalam 50 ml alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak
larut dalam benzena, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil
dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, serta logam-logam seperti Cu, Fe,
dan cahaya. Rumus bangun vitamin C dapat dilihat yaitu :

Vitamin C (asam askorbat) bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar yang
menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air, dan katalisator
logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang
masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia
sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat
yang tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin C lagi.

Vitamin C merupakan asam gula yang banyak terdapat pada buah-buahan dan
sayur-sayuran segar. Kegunaan vitamin C adalah sebagai antioksidan dan berfungsi
penting dalam pembentukan kolagen, membantu penyerapan zat besi, serta membantu
memelihara pembuluh kapiler, tulang, dan gigi. Konsumsi dosis normal vitamin C
adalah 60-90 mg/hari.
Penentuan kadar vitamin C dalam suatu sampel dapat dilakukan dengan
iodimetri. Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan
menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2 jenis yaitu: (a) Iodimetri metode
langsung, merupakan titrasi iodimetri dimana bahan pereduksi langsung dioksidasi
dengan larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar asam askorbat atau
vitamin C dan (b) Iodimetri metode residual (titrasi balik), merupakan titrasi bahan
iodimetri dimana bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam
jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat.
Pada praktikum ini jenis titrasi iodimetri yang digunakan adalah jenis pertama
yaitu metode titrasi langsung yang digunakan untuk menentukan kadar vitamin C
dalam jeruk buah dan jeruk nipis. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi
oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial
oksidasi lebih rendah dari sistem iodin dengan menggunakan indikator amilum (kanji).
Titrasi ini dilakukan dalam suasana netral sedikit asam yaitu sekitar pH 5-8. Dalam
titrasi iodimetri, iodin digunakan sebagai agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan
bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang
dititrasi langsung dengan iodin. Dalam hal ini vitamin C merupakan pereduksi yang
sangat kuat, maka vitamin C tepat jika digunakan sebagai sampel dalam titrasi
iodimetri pada praktikum ini.
Dalam titrasi iodimetri, iodin akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan potensial reduksi iodin
(+0,535 volt). Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil (+0,116 volt)
dibandingkan potensial reduksi iodin, sehingga vitamin C dapat dititrasi secara
langsung dengan iodin. Deteksi titik akhir titrasi pada iodimetri dilakukan dengan
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman atau
ungu kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi (TAT).
Praktikum ini terdiri dari 3 percobaan, yaitu standarisasi larutan natrium
tiosulfat (Na2S2O3) dengan larutan KIO3 0,1 N, standarisasi larutan I2 dengan larutan
Na2S2O3 0,1 N, dan penetapan kadar vitamin C dalam larutan dengan larutan iodium
standar. Percobaan pertama yakni standarisasi larutan Na2S2O3 dengan larutan KIO3
0,1 N. Larutan KIO3 berperan sebagai larutan standar primer untuk menentukan
konsentrasi larutan standar sekunder Na2S2O3. Larutan baku primer adalah larutan
yang diketahui konsentrasinya dengan cara menimbang zat dan menghitung berat zat
terlarut yang dilarutkan dengan tepat. Syarat-syarat zat yang dapat digunakan untuk
larutan standar primer adalah mudah diperoleh, stabil, tidak higroskopis, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan, mempunyai masa ekivalen yang besar, dan
lain-lain. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang tidak diketahui dan harus
distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan standar primer. Kemudian syarat-syarat
zat untuk larutan baku sekunder adalah kemurniannya kurang dari larutan baku
primer, berat ekivalennya tinggi, larutannya stabil dalam penyimpanan, mudah
didapatkan. Contohnya NaOH, AgNO3, Na-EDTA, HCl, dan sebagainya. Standarisasi
pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan tersebut sehingga
dapat digunakan sebagai larutan baku sekunder. Larutan standar yang digunakan pada
percobaan ini, yang menggunakan metode iodimetri jenis kedua yaitu titrasi residual
(titrasi balik) biasanya adalah natrium thiosulfat. Natrium thiosulfat memiliki
kemurnian yang tinggi namun selalu terdapat ketidakpastian dari kandungan air yang
tepat, karena sifat fluoresen dari bentuk garamnya sehingga zat ini tidak memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku primer. Garam ini biasanya berbentuk
sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.
Tahap pertama dimasukkan larutan KIO3 0,1 N ke dalam erlenmeyer yang
sebelumnya sudah ditimbang, kemudian ditimbang kembali setelah dimasukkan
larutan KIO3 untuk mendapatkan massa KIO3 sehingga dapat dilakukan perhitungan.
Kemudian ditambahkan larutan KI 10% yang bertindak sebagai reduktor terhadap
larutan KIO3, sedangkan larutan KIO3 bertindak sebagai oksidator sehingga saat di
tambahkan larutan KI, kalium iodida akan terionisasi menjadi K+ dan I- , dimana I-
akan teroksidasi menjadi I2 dengan penaikan biloksnya dari -1 menjadi 0. Kalium
iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan asam untuk
membebaskan iodium :
IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O
Ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi (reduktor) yang cukup kuat
sedangkan iodium merupakan oksidator lemah. Pencampuran larutan ini menghasilkan
larutan bening. Setelah penambahan KI ke dalam suatu larutan (asam) dari suatu zat
pengoksid larutan tak boleh dibiarkan terlalu lama bersentuhan dengan udara, karena
akan terbentuk tambahan iodium oleh reaksi tersebut di atas. Kemudian larutan
ditambahkan H2SO4 pekat yang bertujuan untuk memberikan suasana asam pada
larutan karena larutan terdiri dari KIO3 dan KI yang berada dalam kondisi netral atau
memiliki keasaman rendah. Suasana asam diperlukan untuk senyawa yang memiliki
potensial reduksi yang rendah sehingga dapat direaksikan secara sempurna.
Penambahan larutan asam sulfat menghasilkan warna larutan orange kecoklatan dan
terdapat endapan hitam pada dasar erlenmeyer. Larutan berwarna orange kecoklatan
ini disebabkan karena terbentuknya I2, sehingga warna larutan yang cukup kuat ini
menyebabkannya dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Indikator ini berfungsi
untuk mengetahui perubahan warna yang terjadi pada saat diteteskan larutan basa
sehingga mudah untuk diidentifikasi bahwa larutan telah mencapai titik ekivalen.
Perubahan warna yang terjadi pada penambahan indikator tertentu disebabkan oleh
resonansi isomer elektron. Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena
larutan iodium yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik
akhir tercapai. Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan
penambahan larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk
kompleks dengan I2 yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada
saat mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus
I2 yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna biru
sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. Larutan lalu dititrasi
dengan Na2S2O3 (natrium thiosulfat) sampai berwarna kuning muda yang bertindak
sebagai pereduksi dimana reaksi antara I2 dengan S2O32- dari Na2S2O3 menyebabkan
iodine tereduksi menjadi iodide sesuai reaksi :
I2 (aq) + 2S2O32-(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Setelah proses titrasi, larutan di tambahkan indikator amilum 1%. Penambahan
indikator setelah titrasi disebabkan karena kanji mudah menyerap I2 sehingga jika
ditambahkan pada awal titrasi sebagian I2 akan terserap oleh kanji sebelum titrasi
sehingga amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula dan kompleks
amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat. Selain itu hal ini juga untuk menghindari
terjadinya hidrolisis amilum karena mediumnya berupa asam kuat. Iodida pada
konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya
tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai
kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi. Pada
titik akhir titrasi akan diperoleh warna larutan bening yang diakibatkan terbentuknya
senyawa kompleks antara kanji dengan iodium. Adapun volume titran yang digunakan
yaitu sebanyak 8,67 ml dengan konsentrasi yang diperoleh dari hasil analisis data
sebesar 5,77 N.
Hasil perhitungan ini tidak sesuai dengan yang di inginkan yaitu 0,1 N. Faktor-
faktor yang memepengaruhi hasil perhitungan ini antara lain kurangnya ketelitian saat
proses titrasi, kadar iodium berkurang karena iodium mudah menguap, sehingga titran
semakin banyak diperlukan, dan indikator amilum yang tidak baru. Indikator kanji
merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang
digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah
terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama
hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pengawet yang
biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam borat atau asam formiat.
Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa
bahan organik seperti metil dan etil alkohol.
Percobaan kedua yaitu standarisasi larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 (natrium
thiosulfat) 0,1 N. Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan
standar sekunder ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan
standar primer. Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan
dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi
(konsentrasi diketahui dari massa sampai volum larutan). Larutan standar sekunder
adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan melarutkan suatu zat
tertentu dengan kemurnian relatif rendah sehingga konsentrasi diketahui dari hasil
standarisasi. Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui normalitas larutan I2 yang
selanjutnya akan digunakan untuk titrasi iodimetri pada penentuan kadar vitamin C.
Standarisasi ini dilakukan dengan cara mentitrasi larutan I2 dengan larutan Na2S2O3
(natrium thiosulfat) 0,1 N sampai berwarna kuning muda dengan reaksi sebagai
berikut :

I2(aq) + Na2S2O3(aq) → 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

Titrasi ini terus dilakukan sampai larutan berwarna kuning muda yang menandakan
larutan iodium bereaksi dengan larutan Na2S2O3 (natrium thiosulfat). Karena volume
I2 lebih banyak daripada volume natrium tiosulfat (volume titrasi yaitu 1 mL) maka
masih terdapat iodin yang belum bereaksi dengan natrium tiosulfat (terdapat I2
berlebih). Kelebihan I2 ini kemudian ditambahkan dengan indikator amilum untuk
mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi
biru tua yang merupakan warna dari kompleks iodin berlebih-amilum yang terbentuk
sesuai reaksi:

I2 berlebih + kanji → kompleks iodin berlebih-amilum

Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 (natrium thiosulfat)


sampai menghasilkan larutan yang tidak berwarna (bening). Perubahan warna tersebut
menandakan titik akhir titrasi telah tercapai dan iodin telah habis bereaksi dengan
natrium tiosulfat. Volume titrasi total yang diperoleh sebesar 1,27 mL dan normalitas
I2 yang dihasilkan yaitu 0,73 N.
Percobaan ketiga yakni penetapan kadar vitamin C dalam larutan dengan
larutan iodium standar. Pada percobaan ketiga ini terdapat 3 perlakuan yaitu
pembuatan larutan buah, titrasi iodimetri cara I, dan titrasi iodimetri cara II. Adapun
buah yang digunakan adalah jruk buah dan jeruk nipis. Jeruk buah dan jeruk nipis
merupakan tumbuhan bermarga citrus dengan nama latin berturut-turut Citrus sinensis
dan Citrus aurantifolia. Kedua jenis jeruk ini merupakan sumber vitamin C dan asam
sitrat yang ditandai dengan rasanya yang masam dan segar pada daging buahnya
sehingga dipilih buah ini sebagai sampel dalam penentuan kadar vitamin C. Proses
pembuatan larutan jeruk buah dan jeruk nipis ini dilakukan dengan cara memotong
buah jeruk menjadi 2 bagian kemudian diperas untuk mendapatkan sarinya lalu
disaring agar didapatkan sari yang sudah terpisah dari ampasnya. Kemudian masing-
masing larutan tersebut dititrasi dengan 2 macam cara yaitu titrasi iodimetri cara I
(dengan pengenceran) dan titrasi iodimetri cara II (tanpa pengenceran).
Untuk cara I masing-masing larutan jeruk buah dan jeruk nipis diencerkan
sampai 100 mL dalam labu ukur. Kemudian ditambahkan dengan asam sulfat untuk
memberikan suasana asam pada proses titrasi sehingga proses titrasi bisa lebih cepat
berlangsung. Hal ini juga dilakukan karena larutan buah telah diencerkan dengan
aquades sebelumnya, sehingga kadar keasamannya akan menurun, dimana larutan ini
harus selalu berada dalam keadaan asam, sebab jika tidak maka hasil titrasi tidak akan
maksimal. Kemudian larutan buah tersebut diteteskan dengan indikator amilum untuk
mengetahui titik akhir titrasi nantinya yang ditandai dengan perubahan warna menjadi
biru yang menandakan terbentuknya kompleks iod-amilum yang berwarna biru tua
disebabkan molekul iod terikat kuat pada permukaan beta amilosa seperti amilum.
Setelah ditambahkan indikator, larutan jeruk buah dan jeruk nipis dititrasi dengan
larutan iodium standar. Kemudian larutan buah dititrasi secara perlahan-lahan dengan
larutan iodium. Ketika akan mencapai batas akhir titrasi larutan terkadang
menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru tersebut hilang kembali. Hal ini
dikarenakan masih ada vitamin C yang belum bereaksi dengan larutan iodium. Setelah
beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan yang berwarna biru mantap. Hal ini
menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai.
Warna biru terbentuk karena dalam larutan pati, terdapat unti-unit glukosa membentuk
rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini
menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat
masuk ke dalam spiralnya., sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks
tersebut. Berikut ini reaksi yang terjadi antara vitamin C dengan iodium :
C6H8O6 + I2 → C6H6O6 + 2I- + 2H+
Untuk titrasi iodimetri cara II, perlakuannya hampir sama hanya berbeda pada proses
pengencerannya. Jika titrasi cara I dilakukan pengenceran terlebih dahulu sebelum
dititrasi maka pada titrasi cara II ini tidak dilakukan pengenceran. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh faktor pengenceran pada proses titrasi dan penentuan
kadar vitamin C. Volume titrasi yang diperoleh dari titrasi cara I dan cara II untuk
sampel jeruk buah berturut-turut sebesar 0,2 mL dan 6,3 mL. Sedangkan volume
titrasi yang diperoleh dari titrasi cara I dan cara II untuk sampel jeruk nipis berturut-
turut sebesar 4,6 mL dan 0,3 mL. Dari volume titrasi tersebut dapat dihitung kadar
vitamin C yang terdapat dalam kedua sampel. Kadar vitamin C yang terdapat pada
jeruk buah untuk titrasi cara I dan cara II berturut-turut sebesar 0,00001% dan
0,0003%. Sedangkan kadar vitamin C yang terdapat pada jeruk nipis untuk titrasi cara
I dan cara II berturut-turut sebesar 0,0002% dan 0,00002%.

H. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
kadar vitamin C yang terdapat pada sampel jeruk buah dengan tirasi iodimetri cara I
dan II berturut-turut sebesar 0,00001% dan 0,0003%. Sedangkan kadar vitamin C
yang terdapat pada sampel jeruk nipis dengan titrasi iodimetri cara I dan cara II
berturut-turut sebesar 0,0002% dan 0,00002%.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, A dan Rahmi, N. 2014. Penetapan Kadar Vitamin C pada Buah Belimbing Wuluh
Averrhoa Bilimbi L.) secara Iodimetri. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional : Karanganyar.

Barsasella, D. 2012. Buku Wajib Kimia Dasar. Jakarta : TIM.

Bekele, D.A. dan Girma, S.G. 2015. Iodometric Determination of the Ascorbic Acid (Vitamin
C) content of some Fruits consumed in Jimma Town Community in Ethiopia. Ethiopia:
Jimma University.

Ciesielski, W dan Robert, Z. 2006. Iodimetric Titration of Sulfur Compounds in Alkaline


Medium. Polandia : University of £ódz.

JR, R.A. Day dan A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Masitoh, S.,dkk. 2014. Titrasi Iodimetri Penentuan Kadar Vitamin C. Jakarta : Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
LAPORAN MINGGUAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II

ACARA 6

PENENTUAN KADAR VITAMIN

OLEH

BAIQ NURHIKMAH SEPTIANA

G1C013009

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS MATARAM

2016

You might also like