You are on page 1of 6

AMBANG BATAS EKONOMI

OLEH

I MADE SURYA ADI PUTRA, SP

I. PENDAHULUAN

Tuntutan untuk menghasilkan kebutuhan pangan yang lebih tinggi menyebabkan


manusia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berbagai cara
dilakukan, namun hasilnya selalu belum memuaskan. Setelah dilakukan pengamatan yang
mendalam, maka diketahui penyebab berkurangnya hasil usaha tani karena faktor abiotis dan
biotis. Faktor abiotis itu berupa gangguan yang disebabkan oleh faktor fisik atau kimia,
seperti keadaan tanah, iklim dan bencana alam. Sedangkan faktor biotis adalah makhluk
hidup yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti manusia, hewan/binatang,
serangga, jasad mikro ataupun submikro dan lain sebagainya. Setelah diketahui kedua faktor
tersebut sebagai pembatas, maka usaha untuk meningkatkan dan mengurangi kehilangan hasil
mulai dilaksanakan. Setelah perang dunia kedua, yakni pada tahun lima puluhan, terjadi
penggunaan pestisida dan pupuk kimia yaitu pemakaian bubur bordeux dan DDT yang
berlebihan. Memang pada kenyataan terjadi peningkatan hasil (Horsfall, 1977; Zadoks dan
Richard, 1979). Sehingga pemakaian bahan ini menjadi hal yang penting dalam dunia
pertanian.Tetapi setelah diketahui efek negatifnya, maka penggunaan DDT dilarang. Pada
tahun enam puluhan terjadi revolusi hijau (”Green revolution”) yang lebih intensif dalam
penggunaan varietas berpotensi hasil tinggi, anakan yang banyak, pengaturan tata air,
perlindungan tanaman dan pemupukan (Horsfall, 1977). Pada awalnya, usaha 3 ini dapat
memberikan hasil pertanian yang memuaskan, namun beberapa tahun berikutnya terlihat
gejala-gejala negatif mempengaruhi pertanian itu sendiri, lingkungan dan kesehatan. Efek
negatif tersebut berupa timbulnya hama dan patogen yang tahan terhadap pestisida,
munculnya hama baru, terjadinya peningkatan populasi hama dan patogen sekunder,
berkurangnya populasi serangga yang bermanfaat, keracunan terhadap ternak dan manusia,
residu bahan kimia dalam tanah dan tanaman, dan kerusakan tanaman (Zadoks dan Richard,
1979). Memperhatikan berbagai efek negatif yang terjadi dari penggunaan bahan kimia
tersebut, maka mulai diadakan penelitian-penelitian yang mengarah kepada penggunaan jasad
hidup untuk penanggulangan kerusakan di dunia pertanian, yang dikenal dengan
pengendalian biologi (”Biologic control”). Dalam metode ini dimanfaatkan serangga dan
mikro organisme yang bersifat predator, parasitoid, dan peracun (Zadoks dan Richard, 1979).
Usaha untuk meningkatkan hasil pertanian terus berlanjut dengan memperhatikan aspek
keamanan lingkungan, kesehatan manusia dan ekonomi, maka muncul istilah ”integrated pest
control”, integrated pest control dan selanjutnya menjadi integrated pest management (IPM),
yang dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). penentuan sampling merupakan
aspek kunci dalam pengendalian hama terpadu. sampling yang diambil menentukan tindakan
yang akan diambil sebagai cara pencegahan atau pengobatan. Pengendalian hama terpadu
memegang prinsip bahwa hama dan penyakit harus dikendalikan jika sudah memasuki
ambang batas ekonomi. jadi serangan hama dan penyakit sudah dianggap merugikan dari sisi
ekonomi.

II. Pengertian Ambang Batas Ekonomi


Menurut Soejitno dan Edi (1993), Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau
kerusakan oleh hama yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE
populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya
pengendalian. 6 Menurut Stern et al (1959) cit. Soejitno dan Edi (1993), Ambang Ekonomi
adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian untuk mencegah
peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE
(Economic Injury Level). Sedangkan ALE didefinisikan sebagai padatan populasi terendah
yang mengakibatkan kerusakan ekonomi. Kerusakan ekonomi terjadi bila nilai kerusakan
akibat hama sama atau lebih besarnya dari biaya pengendalian yang dilakukan, sehingga
tidak terjadi kerugian. Dengan demikian AE merupakan dasar pengendalian hama untuk
menggunakan pestisida kimia.
AE ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut
AE (serangga/m 2 ) = Biaya penyemprotan (Rp/ha)
Nilai komoditas x Kehilanganhasil/serangga
(Rp/kg) (kg/ha per serangga/m2 )

III. Metode Sampling Dalam Penentuan Ambang Batas Ekonomi


Pengambilan keputusan adalah aspek kunci dari manajemen hama terpadu saat ini
(IPM) program ini dan akan terus memainkan peran penting sebagai program IPM. IPM
memerlukan protocol dalam menentukan kebutuhan akan tindakan yang akan dilakukan
seperti penilaian dari populasi hama yang terdpat pada lingkungan tersebut dan jumlah musuh
alami yang terdapat di sana.
Protocol IPM menggunakan 3 data dalam pengambilan keputusan yaitu (1) prosedur
kepadatan hama, (2) Ambang ekonomi dan (3) perkiraan fenologi. maka perkiraan waktu
yang tepat untuk melakukan penilaian sangat menentukan keberhasilan protokol. Sampai saat
ini untuk studi ekologi dan pelaksanaan program PHT di kenal ada 3 metode pokok
pengambilan sampel yaitu :

1. Metode mutlak

Metode pengambilan sampel mutlak menghasilkan angka pendugaan populasi dalam bentuk
jumlah individu per satuan unit permukaan tanah atau habitat serangga yang diamati dengan
angka kepadatan populasi yang di proleh tersebut langsung dapat dilakukan pendugaan
kepadatan populasi pada suatu wilatah pengamatan tertentu. Dalam pelaksanaan sampling
terlebih dahulu di tetapkan unit sampel, dalam hal ini berupa satuan luas permukaan tanh
misal 1x1 m². semua individu serangga yang diamati dan berada pada unit sampel kemudian
di kumpulkan dan di hitung jumlahnya. Untuk suatu petak pengamatan biasanya diambil
beberapa unit sampel, angka kepadatan yang terkumpul dari beberapa unit sampel dapat
untuk menghitung kepadatan populasi dari suatu petak pengamatan. Apabila ingin menduga
berapa jumlah populasi serangga dalam suatu wilayah yang luasnya 1000 m², dapat
mengalikan angka rata rata kepadatan per m² dengan kelipatan 1000

2. Metode Nisbi

Metode pengambilan sampel nisbi menghasilkan angka penduga populasi yang sulit di
konversikan dalam unit permukaan tanah karna banyaknya faktor yang mempengaruhi angka
penduga tersebut. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan alat alat perangkap
serangga seperti perangkap jebakan ( pitfall trap) atau perangkap lampu ( light trap). Data
hasil penangkapan serangga akan sulit di konversikan pada unit permukaan tanah. Demikian
juga cara pengambilan sampel dengan jarring ayun ( sweep net) dapat dimasukkan dalam
metode nisbi. Dibandingkan dengan metode mutlak, metode nisbi merupakan metode yang
lebih mudah dan praktis karna umumnya dengan metode ini individu serangga lebih mudah
tertangkap dan di hitung.tetapi dilihat dari segi ketelitian statistic metode ini termasuk rendah.

3. Metode Indeks Populasi

Apabila pada metode mutlak dan metode nisbi untuk menduga sifat populasi masih di
kumpulkan dan di hitung individu serangga yang teramati, tetapi pada metode indeks
populasi pengamat hanya mengukur dan menghitungg apa yang di tinggalkan oleh serangga
tersebut yang biasanya berupa kotoran, kokon, sarang dan lain lain (Binus, 1992).

IV. Penyusunan Program Pengambilan Sampel

Dalam penyusunan secara lengkap program pengambilan sampel pada suatu wilayah
pengamatan perlu di lakukan kegiatan kegiatan yang bertujuan untuk menetapkan beberapa
kriteria atau ketentuan tentang pengambilan sampel. Ketentuan tersebut meliputi penetapan
tentang :

1. Unit sampel

2. Interval pengambilan sampel

3. Ukuran sampel

4. Desain pengambilan sampel

5. Mekanik pengambilan sampel

Penagambilan sampling juga dapat dilakukan dengan metode Pengembangan Program


Pengambilan Sampel Beruntun

Pengambilan sampel dengan ukuran sampel tetap memerlukan biaya, tenaga pengamat dan
waktu pengamatan yang besar. Akibatnya untuk sejumlah tenaga dan biaya yang tersedia
daerah cakupan program pengamatan menjadi terbatas, serta proses pengambilan kesimpulan
menjadi lebih lama. Untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dasar hasil
pengamatan yang di perlukan tehnik pengambilan sampel yang lebuh peraktis dan kurang
memerlukan waktu yang lama.salah satu tehnik sampling yang memenuhi persyaratan
tersebut adalah tehnik pengambilan sampel beruntun.

Berbeda dengan teknik pengambilan sampel konvensional yang memerlukan jumlah


unit sampel yang tetap pada setiap pengamatan, sampling beruntun tidak memerlukanya
karna jumlah unit sampel di tentukan oleh kepadatan populasi hama. Apabila populasi cukup
tingi atau cukup rendah pengamatan tidak memerlukan jumlah unit sampel yang banyak
untuk sampai pada pengambilan keputusan pengendalian.keputusan dapat berupa perlu
pengendalian bila populasi hama tinggi atau tidak perlu pengendalian bila populasi rendah,
dengan demikian dapat di hemat biaya dan waktu karna jumlah unit sampel yang di periksa
lebih sedikit. Apabila kepadatan populasi hama sedang jumlah unit sampel yang diamati akan
menjadi lebih banyak. Di bandingkan dengan dengan cara sampling konvensional dengan
ukuran sampel tetap, sampling beruntun dapat menghemat biaya, waktu, dan tenaga
pengamatan tanpa mengorbankan ketelitian dan program sampling bruntun untuk hama
tertentu di perlukan informasi dasar yang di proleh dari kegiatan penelitian (Roja, 2009).

V. Analisis Agroekosistem dalam PHT

Setelah sampel diambil dan diamati lalu dilakukan analisis Agroekosistem dimana
sampel dari serangan hama dibandingkan dengan ekosistem yang ada di sekitar.
penggambaran agroekosistem meliputi Penggambaran agroekosistem meliputi : kondisi
tanaman, gambaran populasi hama, gejala serangan, gambar keadaan lingkungan (keadaan
air, cuaca, matahari, kelembaban. Gambaran perlakuan petani seperti tindakan petani
memupuk dan menyemprot pestisida. Setelah semua data terkumpul maka dilakukan rapat
untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan.

Contoh pengambilan keputusan berdasarkan agroekosistem.

Hama
Hama pengisap (kutu daun) Trips dan tungau
Jika jumlah kutu daun 7 ekor per 10 rumpun daun contoh atau kerusakan tanaman oleh hama
pengisaplebih dari 15 % pertanaman contoh. Disemprot dengan pestisida sesuai anjuran
Kutu daun 7 ekor/10 daun
Spodoptera spp yaitu 12,5 % kerusakan daun /tanaman
Ulat Grayak
Jika intensitas kerusakan daun oleh serangan ulat garak lebih 12.5 pertanaman contoh
dilakukan penyemprotan pada senjahari
Lalat Buah
Buah cabe yang terserang lalat buah dikumpulkan dan dihitung jumlahnya lalu musnahkan
Penyakit
Pengendalian penyakit Virus dan layu bakteri atau layu fusarium
Tanaman cabe yang memperlihatkan gejala serangan penyakit tersebut dicabut dan
dimusnahkan
Penyakit Cercospora
Jika gejala serangan penyakit bercak daun semakin luas dilakukan penyemprotan dengan
fungisida
Penyakit busuk buah
Buah buah cabe yang terserang busuk buah dikumpulkan lalu dimusnahkan (Anshori, 2015)

DAFTAR PUSTAKA

Anshori Muslim. 2015. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. BPTPH Propinsi Banten

Binus. M. R. 1992. Sampling Insect Populations for The Purpose Of Ipm Decision Making.
University of Florida

Roja Atman. 2009. Pengendalian Hama Dan Penyakit Pada Padi Sawah. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat

You might also like