Professional Documents
Culture Documents
Kafir artinya orang yang tidak beriman kepada Allah dan seluruh petunjuk-Nya.
Petunjuk Allah itu meliputi i’tiqad (keyakinan) dan syariat (tuntunan amal). Jikapun
ada yang percaya kepada Allah tapi tak mau mengakui satu saja dari petunjuk-Nya yang
telah diketahui secara pasti dalam agama ini maka dia tetap dikatakan kafir.
Ada orang yang kafir setelah beriman dan ini yang biasa disebut murtad, ada pula
yang memang belum pernah beriman kepada Allah maupun Rasulullah Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam, inilah yang disebut kafir asli yang kemudian istilahnya
diperhalus menjadi non muslim.
Secara ukhrawi keduanya punya hukum yang sama di sisi Allah, tapi secara
duniawi keduanya punya perlakuan hukum yang berbeda. Islam menolerir kafir asli yang
bisa dijadikan ahli dzimmah ataupun mu’ahad, tapi untuk yang murtad maka hukum
Islam padanya hanyalah tobat kembali ke Islam atau mati. Itupun tak gampang
menetapkan seseorang murtad, harus dilakukan pihak berwenang dengan syarat dan
ketentuan yang ketat.
Belakangan ada orang kafir asli yang mencoba mengambil hati ummat Islam
dengan membayar zakat, menyerahkan hewan kurban dan lain-lain. Mungkin ada yang
bertanya-tanya, adakah amalnya ini diterima?
Amal Kafir Tidak Diterima di Akhirat Bila Mati dalam Keadaan Kafir
Dalil-dalil untuk hal ini adalah:
1.Firman Allah:
َ صابَتْ َح ْر
ث َ َ ون فِي َه ِذ ِه ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َك َمث َ ِل ِريحٍ فِي َها ِص ٌّر أ َ َُمث َ ُل َما يُ ْن ِفق
َ س ُه ْم يَ ْظ ِل ُم
ون َ َُّللاُ َولَ ِك ْن أ َ ْنف
س ُه ْم فَأ َ ْهلَ َكتْهُ َو َما َظلَ َم ُه ُم ه
َ ُقَ ْو ٍم َظلَ ُموا أ َ ْنف
“Perumpamaan yang mereka infaqkan dalam kehidupan dunia ini seperti angin yang
membawa hawa amat dingin yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri
sendiri sehingga memusnahkan tanaman itu. Allah sama sekali tidak menzalimi
mereka, tapi mereka sendirilah yang zalim.”
(Qs. Ali Imran : 117).
Abu Ja’far Ath-Thabari menerangkan, “Perumpamaan apa yang mereka infakkan
atau yang disedekahkan oleh orang kafir ini dari hartanya sendiri yang dia sumbangkan
dalam rangka mendekatkan diri kepada tuhannya, padahal dia ingkar akan keesaan
Allah serta mendustakan kerasulan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Maka semua
itu tidak akan bermanfaat lantaran kekafiran itu. Dia akan lenyap begitu saja saat
dibutuhkan, hilang padahal telah banyak harapan yang ia sematkan pada sumbangan
tersebut……..”[1]
Al-Qurthubi mengatakan, “Makna ayat ini adalah perumpamaan sumbangan orang
kafir dalam hal kebatilan dan kemusnahannya serta unusualnya seperti tanaman yang
terkena angin dingin atau api yang membakarnya sehingga musnah. Akibatnya, sang
pemilik tak bisa memanfaatkannya sedikitpun, padahal dia telah berharap-harap akan
manfaat dan kegunaan tanaman tersebut.”[2]
َ س ِر
ين َ ان فَقَ ْد َح ِب َط
ِ ع َملُهُ َو ُه َو ِفي ْاْلَ ِخ َر ِة ِم َن ا ْل َخا ِ ْ َو َم ْن يَ ْكفُ ْر ِب
ِ اْلي َم
“Maka siapa yang kafir terhadap keimanan maka terhapuslah amalnya dan dia di
akhirat nanti termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-Maidah : 5).
Ath-Thabari menyebutkan beberapa riwayat dari para ulama salaf di kalangan
sahabat dan tabi’in bahwa maksud ayat ini adalah mereka yang kufur kepada Allah
dengan tidak mau melaksanakan perintahnya. Mereka itulah yang terhapus amalnya.
Jadi, kafir pada keimanan berarti kafir kepada Allah dan tak mengakui keesaan-Nya.[3]
Al-Baidhawi juga menafsirkan iman dalam ayat ini,
“Maksud iman di sini adalah syariat Islam, dan yang dimaksud kafir di sini adalah yang
tak mau melaksanakannya.”[4]
Hal senada juga diungkapkan oleh Al-Qasimi dalam Mahasin At-Ta`wil 4/60.
Apalagi rangkaian ayat ini menyebut ahli kitab yang meski telah beriman kepada
kitab-kitab mereka, tapi mereka tidak beriman kepada apa yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, dan itulah yang membuat mereka mendapat
cap kafir, sehingga amal-amal merekapun tak berguna di akhirat nanti. Sebagaimana
disebutkan oleh Al-Qurthubi bahwa ketika kebolehan menikahi wanita ahli kitab turun
maka para wanita ahli kitabpun mengatakan, “Sekiranya Allah tidak ridha dengan
agama kami niscaya Dia tidak akan membolehkan kalian menikahi kami”, maka turunlah
ayat, “Siapa yang kafir terhadap keimanan…..” Artinya kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.[5]
Dengan demikian, setiap orang kafir yang tak mau masuk ke dalam Islam, maka
otomatis dia enggan menjalankan perintah agama dan meninggalkan larangan agama
dan itulah kekafiran yang membuat amal baiknya selama di dunia menjadi sia-sia.
الري ُح ِفي يَ ْو ٍم ِ شتَدهتْ ِب ِه ْ ِين َكفَ ُروا ِب َر ِب ِه ْم أ َ ْع َمالُ ُه ْم ك ََر َما ٍد اَ َمث َ ُل الهذ
علَى ش َْيءٍ ذَ ِلكَ ُه َو ال ه
ض ََل ُل ا ْلبَ ِعي ُد َ سبُوا َ ون ِم هما َك َ ف ََل يَ ْقد ُِر
ٍ َاص
ِ ع
“Perumpamaan orang-orang yang kafir terhadap Tuhan mereka, amal mereka seperti
abu yang ditiup angin kencang di hari yang berbadai. Mereka tak mampu mengambil
manfaat sedikitpun dari apa yang mereka lakukan. Itulah kesesatan yang jauh.”
(Qs. Ibrahim : 18).
Abu Ja’far Ath-Thabari menerangkan ayat ini:
“Ini adalah perumpamaan yang Allah buat menggambarkan amal orang-orang kafir. Di
hari kiamat nanti, amal mereka di dunia yang mereka sangka dipersembahkan untuk
Allah tak ubahnya seperti abu yang diterbangkan angin di hari berbadai. Angin itu
menghilangkannya tak berbekas. Begitulah amalan orang kafir di hari kiamat nanti.
Mereka tak mendapatkan apapun manfaat dari amal itu yang mereka bisa bawa ke
hadapan Allah demi menyelamatkan mereka dari azab-Nya. Sebab, mereka melakukan
itu bukan tulus karena Allah, tapi juga menyertakan niat untuk berhala dan patung.”[6]
Syekh Muhammad Amin Asy-Syinqithi juga menjelaskan,
“Demikian pula amalan kafir seperti menyambung silaturrahim, memuliakan tamu,
menyelamatkan kesusahan orang lain, baktinya kepada kedua orang tua dan lain-lain
semua dibatalkan oleh kekafiran. Kekafiran itulah yang memusnahkan amal tersebut
sebagaimana angin menerbangkan debu tadi.”[7]
Saya (Anshari) katakan, Dengan demikian kekafiran itu merupakan penghapus
amal dengan sendirinya. Sebagaimana firman Allah yang lain yaitu surah Al-Maidah ayat
5 di atas.
Agar amal itu tak terhapus maka kekafiran itu yang harus dihapus dengan cara masuk
ke dalam Islam, mengucapkan dua kalimat syahadat dan melaksanakan konsekuensinya
sebelum ajal menjemput.
6. Hadits dari Aisyah yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
Allah maha adil, sehingga apapun kebaikan seseorang akan dibalas Allah sesuai
keadilan-Nya. Diantara keadilan Allah itu adalah memberikan jatah balasan amal baik
seorang kafir di kehidupan dunia.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يُ ْع َطى ِب َها ِفي ال ُّد ْنيَا َويُ ْج َزى ِب َها ِفي،ًسنَة َ ِإ هن هللاَ ََل يَ ْظ ِل ُم ُم ْؤ ِمنًا َح
َحتهى إِذَا،ّلِل فِي ال ُّد ْنيَا َ َوأ َ هما ا ْلكَافِ ُر فَيُ ْطعَ ُم ِب َح،ْاْل ِخ َر ِة
ِ سنَا
ِ ت َما ع َِم َل ِب َها ِ ه
سنَةٌ يُ ْج َزى ِب َها َ أ َ ْف
َ لَ ْم تَك ُْن لَهُ َح،ضى ِإلَى ْاْل ِخ َر ِة
“Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi orang mukmin, dia akan diberikan (balasan)
di dunia dan diganjar lagi di akhirat. Sedangkan orang kafir maka akan diberikan di
dunia atas amal baik yang dia lakukan karena Allah, hingga nanti di akhirat dia tak lagi
menyisakan kebaikan yang akan diganjar.”
(HR. Muslim, no. 2808).
An-Nawawi menjelaskan point bahasan kita dari hadits ini:
Jika Kafir Masuk Islam Maka Amal Baiknya Di Kala Kafir Dipulihkan
Ini berdasarkan hadits Hakim bin Hizam yang diriwayatkan oleh Muslim dengan
empat jalur semua bermuara pada Urwah bin Zubair, salah satunya dengan redaksi:
َو ِإ هن ا ْل ُم ْؤ ِم َن لَيَ ْع َم ُل ا ْل َخ ِطيئ ََة، س ا ْل ِح َم ِار ُ ج نَ ْف ُ س ا ْلكَافِ ِر تَسِي ُل َك َما تَ ْخ ُر َ َوإِ هن نَ ْف
َ ُسنَةَ فَي
س هه ُل َ َو ِإ هن ا ْلكَافِ َر لَيَ ْع َم ُل ا ْل َح، ت ِليُ َكفه َر ِب َهاِ علَ ْي ِه ِع ْن َد ا ْل َم ْو
َ ش هد ُد ِب َها َ ُفَي
.ت ِليُ ْج َزى ِب َها ِ علَ ْي ِه ِع ْن َد ا ْل َم ْو
َ
“Ahmad bin Muhammad bin Shadaqah Al-Baghdadi menceritakan kepada kami, Hammad
bin Husain bin Anbasah Al-Warraq menceritakan kepada kami, Hajjaj bin Nushair
menceritakan kepada kami, Al-Qasim bin Muthayyab Al-Ijli menceritakan kepada kami,
Al-A’masy menceritakan kepada kami, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang
berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya jiwa seorang mukmin itu keluar dalam keadaan berkeringat, sementara
orang kafir jiwanya keluar mengalir layaknya keledai.
Orang mukmin akan melakukan kesalahan sehingga itu menyebabkan dia merasa berat
saat sakaratul maut agar menjadi penghapus kesalahan itu, sedangkan orang kafir akan
melakukan amal baik dan itu membuatnya mudah dalam sakaratul maut sebagai
ganjaran amal baiknya itu.”
Dalam sanad Ath-Thabarani ini ada Al-Qasim bin Muthayyab yang dianggap
matruk oleh Ibnu Hibban, dan Ibnu Hajar mengatakannya, “Padanya ada sedikit
kelemahan”, serta Al-Haitsami mengatakannya dhaif.[13]
Juga ada Hajjaj bin Nushair yang dikatakan oleh Al-Hafizh dhaif, menerima
talqinan orang. Abu Daud mengatakan, “Mereka meninggalkan haditsnya”, Al-Bukhari
mengatakan, “Mereka tak berkomentar tentangnya”, An-Nasa`iy dan Ad-Daraqtuhni
mengatakannya dhaif, begitu pula Abu Hatim.”[14]
Tapi ada riwayat yang shahih secara mauquf hanya sampai perkataan Ibnu Mas’ud
yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah dalam mushannaf mereka
masing-masing.
Berikut saya pilihkan redaksi Ibnu Abi Syaibah:
ِ علَ ْي ِه ِع ْندَ ْال َم ْو
ت َ ُشدَّدَ ُس ِيئَةَ فَي ُ َو ِإنَّهُ َي ُك,س ْال ُمؤْ ِم ِن تَ ْخ ُر ُج َر ْش ًحا
َ ون قَ ْد
َّ ع ِم َل ال َ ِإ َّن نَ ْف
ِ س ْال ِح َم
,ار ِ َس ْال َكافِ ِر أ ِو ْالف
ُ اج ِر لَت َ ْخ ُر ُج ِم ْن ِش ْدقِ ِه َك َما ت َ ْخ ُر ُج نَ ْف َ َو ِإ َّن نَ ْف,ِليَ ُكونَ بِ َها
ِ علَ ْي ِه ِع ْندَ ْال َم ْو
.ت ِليَ ُكونَ بِ َها َ ع ِم َل ْال َح
َ سنَةَ فَيُ َه َّو ُن َ َو ِإنَّهُ َي ُكو ُن قَ ْد
“Jiwa mukmin itu akan keluar dalam keadaan berkeringat, dan dia kadang melakukan
amal buruk dan itu membuatnya berat saat mati sebagai balasannya, sedangkan nyawa
kafir atau fajir itu keluar dari sudut mulutnya sebagaimana keluarnya nyawa keledai.
Kadang dia melakukan amal baik dan dengan itu diperinganlah kematiannya sebagai
balasan (kebaikan tersebut).”
Ini bisa dihukumi marfu’ karena tidak mungkin diucapkan Ibnu Mas’ud atas dasar
pendapatnya sendiri kalau dia tidak mengambilnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam.
Dengan demikian benarlah bahwa orang kafir itu kadang ringan saat dicabut
nyawanya lantaran amal baiknya di dunia, dan itulah balasannya yang disegerakan
untuknya sehingga dia tidak lagi menerima balasannya di akhirat. Wallahu a’lam.
Adapun riwayat bahwa Abu Thalib diperingan siksanya di akhirat, maka para
ulama yang berpendapat bahwa siksaan orang kafir tidak diperingan mengatakan itu
khusus untuk Abu Thalib semata karena dia diberi syafaat oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam.
Sedangkan riwayat bahwa Abu Lahab diberi keringanan siksa lantaran
memerdekakan Tsuwaibah setelah menyusui Rasulullah, maka riwayat itu lemah tak
bisa dijadikan hujjah. Wallahu a’lam bis Shawab.
Anshari Taslim
28 September 2015.