Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
a. Identitas Pasien
a. Nama/ Jenis Kelamin/ Umur : Tn.R/ laki-laki/22 Tahun
b. Pekerjaan/ Pendidikan : Pedagang
c. Alamat : RT. 02 Lebak Bandung
1
Pasien, laki-laki usia 22 tahun dikunjungi di rumahnya untuk kontrol jalan. Pasien
mengaku obat yang dikonsumsinya sudah habis sejak 1 hari yang lalu. Sejak obat habis,
pasien menjadi sedikit emosional menjadi cepat marah, tetapi tidak ada gangguan dalam
pola tidur.
Pasien pernah mendengar suara atau bisikan-bisikan seperti orang mengobrol, pasien tidak
pernah mengenal suara itu. Entah suara laki-laki atau perempuan ataupun dari orang-orang
yang pernah pasien kenal. Suara atau bisikan-bisikan itu hampir setiap hari di dengar pasien
dan perasaan pasien menjadi cemas karena bisikan-bisikan itu terus ada terdengar
ditelingga pasien. Namun seiring perjalanan waktu, pasien mulai menghiraukan bisikan-
bisikan yang terdengar dari dalam dirinya.\
Pasien mengaku melihat adanya bayangan atau penampakan menyerupai kuntilanak yang
sering, berada didekatnya tetapi sosok penampakan itu tidak sampai menganggu pasien.
Pasien juga mengaku pernah merasakan menghidu bau-bauan busuk yang hanya dihidu
oleh dirinya sendiri, sedangkan lingkungan sekitar tidak menghidu bau busuk yang
dikeluhkan pasien..
Pasien mengaku tetangganya kerap mengejek, menertawakan, dan pasien juga merasa
pikirannya bisa dibaca ataupun dikendalikan oleh orang lain. Selama ini, pasien merasakan
seperti ada seseorang yang mengikuti atau bahkan seperti mengancam ingin membunuh
pasien. Selain itu, pasien merasa seperti ada seseorang yang mengontrolnya. Ini terungkap
ketika pasien sedang berada di luar rumah dan ingin kembali pulang, ketika separuh jalan
pulang pasien kembali ke tempat semula karena seperti ada yang mengontrol dan
menyuruhnya kembali ke tempat awal.
Sebenarnya, keluhan pasien sudah beberapa tahun sebelumnya (kira kira 3-4 tahun
sebelumnya). Pasien merasa sering emosional tanpa sebab jelas,dan suka tertawa sendiri.
Dengan adanya keluhan tersebut, keluarga pasien membawa pasien berobat ke RS Jiwa
Jambi dan di rawat inap sampai 2x karna tidak teratur minum obat. Setelah itu pasien
dilakukan rawat jalan biasa dan kontrol setiap bulannya serta diberikan 3 macam obat-
obatan antara lain: Chlorpromazin 100 mg 1x1, Haloperidol 5mg 3x1 dan Trihexilphrenidil
2mg 3x1. Pasien merasa cocok diberi obat-obatan tersebut. Setelah meminum obat yang
diberikan dokter pasien mengaku keluhan seperti sulit tidur atau mendengar suara-suara
2
berkurang. Keluarga juga menyatakan dengan obat-obatan tersebut, emosi pasien jauh
lebih terkontrol sehingga tidak marah-marah.
Pasien pernah mengalami riwayat trauma kepala, seperti terbentur namun tidak sampai
mengakibatkan di rawat inap. Pasien mengungkapkan bahwa keluarganya ada yang
mengalami keluhan yang sama seperti pasien yaitu sepupu kandung pasien. Pasien
mengaku tidak pernah mengkonsumsi atau riwayat menggunakan zatpsikotropik NAPZA
yaitu cimeng dan alkohol. Pasien juga mengaku sampai sekarang sehari-harinya masih
mengkonsumsi rokok . Pasien dari dulu hingga sekarang belum pernah menikah, padahal
dahulu pasien mengaku mempunyai banyak teman wanita yang dekat dengannya. Sampai
saat ini pasien ingin sekali menikah, menjadi orang kaya dan naik haji.
Pada saat ini pasien tinggal di rumah pribadi milik orang tuanya. Ibu kandung sudah
meninggal saat usia pasien masih 3 tahunan, setelah itu ayah pasien tidak mau menikah
lagi karna mau serius mengurus anaknya. Pasien tinggal bersama ayah kandungnya saja.
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasien juga memiliki tiga orang saudara
tiri. Hubungan antara pasien ayah pasien cukup baik, begitu pula hubungan dengan saudara
yang tinggal di sekitar rumah pasien. Walaupun tidak taat setiap waktu, dalam
kesehariannya pasien melaksanakan ibadah solat lima waktu. Keluarga pasien sangat
mendukung kesembuhan pasien hal ini bisa dilihat dari kepedulian ayahnya dan saudaranya
ikut mengantar kan kerumah sakit. Saat ini pasien memiliki pekerjaan membuat stampel
dibantu adik pasien dan pekerjaan ini adalah pekerjaan turunan dari ayah pasien.
Pasien lahir secara normal. Tidak ada penyulit sejak masa kandungan hingga proses
kelahiran. Pasien tumbuh dan berkembang sesuai usianya. Pasien menjalani pendidikan
hingga SD saja dan tidak melanjutkan pendidikannya. Masa kecil pasien hingga remaja
berjalan baik tanpa ada masalah interaksi sosial dan pasien dikenal sebagai kriteria yang
pendiam dalam keluarga. Pasien cenderung hanya fokus untuk merawat ayahnya yang
sudah kesulitan dalam melihat dan hanya tampak bersosialisasi kepada saudara nya saja.
3
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, kanker dalam keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Gastritis :-
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal
Riwayat allergi :-
f. Status Mentalis
Deskripsi Umum
1. Penampilan
Laki - laki usia 22 tahun, tampak tidak sesuai dengan usia, berpakaian tidak rapi, ekspresi
tenang, warna kulit sawo matang.
2. Kesadaran
Kesadaran umum : Compos mentis
Kontak Psikis : Tidak wajar
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Cara berjalan : Baik
Aktifitas psikomotor : Pasien kooperatif, tenang, kontak mata baik, tidak ada
gerakan involunter dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
4. Pembicaraan
Kuantitas : Baik, pasien dapat menjawab pertanyaan dokter dan dapat
mengungkapkan isi hatinya dengan jelas.
Kualitas : Bicara spontan, volume bicara normal, artikulasi jelas dan pembicaraan
dapat dimengerti.
Tidak ada hendaya berbahasa
5. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien kooperatif.
Keadaan Afektif
1. Mood
Pasien mengatakan alam perasaannya saat ini sedih
2. Afek
Ekspresi afektif luas
4
3. Keserasian
Mood dan afektif tidak serasi
4. Empati
Pemeriksa tidak dapat merabarasakan perasaan pasien saat ini.
2. Daya kosentrasi
Baik, pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik dari awal sampai dengan
selesai. Pasien juga dapat menjawab dengan benar pertanyaan penjumlahan angka
yang diberikan oleh dokter (100-7=93).
3. Orientasi
Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu saat berobat siang hari
Tempat :Baik, pasien mengetahui dia sedang berada di RS.Persahabatan
Orang : Baik, pasien mengetahui pemeriksa adalah dokter.
Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang konsultasi dan
wawancara.
Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien bersekolah SD dan teman
pasien saat SD
5
Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien dapat mengingat bahwa pasien dapat menuju ke pasar untuk
menjual stampel dibantu adik dan ayahnya.
Daya ingat segera
Baik, pasien dapat mengingat 5 nama kota yang disebutkan oleh dokter.
Akibat hendaya daya ingat pasien
Tidak terdapat hendaya daya ingat pada pasien saat ini.
4. Pikiran abstrak
Baik, pasien mengerti makna dari pribahasa ungkapan “ air susu dibalas air tuba”.
5. Bakat kreatif
Pasien memiliki kegemaran berorasi dan bernyanyi.
6. Kemampuan menolong diri sendiri
Cukup, karena pasien harus diberi perintah oleh pihak keluarga terlebih dahulu
dalam mengerjakan sesuatu, termasuk dalam mengurus dirinya sendiri.
Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi
Halusinasi : Terdapat riwayat halusinasi
Halusinasi auditorik : mendengar suara orang
berbicara,tetapi tidak tampak orangnya.
Halusinasi visual : melihat kuntilanak yang orang lain
tidak dapat melihatnya.
Halusinasi olfaktorik : mencium bau busuk.
Halusinasi taktil : merasa ada yang mencolek bagian
tertentu dari anggota badannya.
Halusinasi gustatorik : merasakan mengecap rasa asin
padahal tidak sedang makan.
Ilusi : Tidak terdapat ilusi
2. Depersonalisasi dan derealisasi
Depersonalisasi : Tidak dilakukan
Derealisasi : Tidak dilakukan
6
Proses Pikir
1. Arus pikir
a. Produktivitas : Baik, pasien dapat menjawab spontan bila diajukan
pertanyaan.
b. Kontinuitas : Koheren, mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan.
c. Hendaya berbahasa : tidak terdapat hendaya berbahasa
2. Isi pikiran
a. Preokupasi
Tidak terdapat preokupasi.
b. Gangguan pikiran, terdapat :
waham kejar
delution of reference
delution of control
thought broadcasting
tought withdrawal
Pengendalian Impuls
Cukup, karena pasien belum bisa mengendalikan dirinya untuk tidak tertawa lepas.
Daya Nilai
Norma Sosial : Pasien mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Uji Daya Nilai : Baik, ketika ditanya apa yang akan pasien lakukan jika melihat
anak kecil menanggis terpisah dari ibunya di keramaian, pasien menjawab akan
membantu anak tersebut mencari ibunya, dan jika dia tidak bisa menemukan ibu
anak tersebut, dia akan meminta bantuan orang lain juga untuk membantu
menemukan ibu si anak.
Penilaian realitas : Pada pasien saat ini terdapat gangguan penilaian realitas yaitu
terdapat halusinasi auditorik,visual, olfaktorik, taktil,gustatorik visual, delusion of
reference , delusion of control, thought broadcasting, thought withdrawal serta ada
waham kejar.
7
Persepsi Pasien terhadap diri sendiri dan Kehidupannya
Menurut penilaian pemeriksa sebagai dokter terhadap pasien yaitu pasien saat ini
menyadari dirinya dalam keadaan sakit.
Tilikan / Insight
Tilikan derajat 5, pasien merasa dirinya sakit namun tidak mengikuti terapi karena
sampai telat kontrol.
g. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital
Tekanan Darah : 110/ 70 mmHg
Frekuensi Napas : 18 x/menit
Frekuensi Nadi : 72 x/menit
Suhu : 36,50C
d. Kepala Normochepali, rambut hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
8
j. Thoraks
Jantung : BJ I/II reguler normal, murmur(-), gallop(-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki (-), wheezing(-)
k. Abdomen : Datar, Supel, nyeri tekan (-), NL(-), BU (+) normal
l. Ekstermitas sup/inf : akral hangat, edema (-) , CRT < 2”
i. Diagnose Kerja :
Diagnosis Aksis I
Pada pasien ini tidak terdapat kelainan fisik yang menyebabkan disfungsi otak,
sehingga pasien ini bukan gangguan mental organik(F.0).
Dari anamnesis tidak didapatkan riwayat penggunaan zat psikoaktif dan minuman
beralkohol.Maka pasien ini bukan gangguan mental dan perilaku akibat
NAPZA(F.1).
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita, yang ditandai
dengan adanya riwayat halusinasi visual, auditorik, olfaktorik, taktil, gustatorik,
delusion of reference , delusion of control, thought broadcasting, thought
withdrawal.Maka pasien termasuk gangguan psikotik (F.20).
Gangguan berupa halusinasi tersebut berlangsung lebih dari 1 bulan yaitu 12 tahun
yang lalu, sehingga dikatakan menderita skizofrenia (F.2)
Pada pasien ini ditemukan adanya riwayat halusinasi merasa ada yang
mengejarnya dan ingin membunuhnya. Maka pasien ini dikatakan menderita
gangguan skizofrenia paranoid (F20.0).
Diagnosis Aksis II
Tumbuh kembang pada masa anak-anak baik, dapat bersosialisai maka dari itu
pasien tidak terdapat gangguan kepribadian. Pasien hanya dapat mendapat
pendidikan maksimal sampai SD saja. Fungsi kognitif baik, tidak terdapat
9
retardasi mental, oleh karena itu tidak ditemukan gangguan kepribadian dan
gangguan retardasi mental. Maka pada aksis II tidak ada diagnosis.
Diagnosis Aksis IV
Pasien merupakan anak ke-4 dari 6 bersaudara. Pasien tinggal bersama ayah dan
hidup untuk merawat ayahnya, bekerja membuat stampel dibantu adik pasien.
Maka diagnosis Aksis IV pada pasien ini adalah terdapatnya gangguan
dalam perekonomian, pekerjaan.
Diagnosis Aksis V
Pada pasien didapatkan gejala sedang (moderate), disabilitas sedang. Maka pada
aksis V didapatkan GAF Scale 60-51.
I. Evaluasi multiaksial
Aksis I : Gangguan skizofrenia paranoid
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Gangguan perekonomian, dan pekerjaan
Aksis V : GAF Scale 60 - 51.
j. Manajemen:
1. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien hal-hal yang dapat menyebabkan stress
- Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara mengatasi dan menghadapi stress
sebagai pemicu skizofrenia
10
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini perlu pengobatan yang berjangka
waktu lama dan disiplin
2. Preventif :
- Edukasi pentingnya minum obat secara teratur dan kontrol rutin setiap bulan.
- Jika ada suara-suara jangan dipedulikan.
- Bila pada saat keluhan datang dan pasien merasa ketakutan, pasien dapat mencari
perlindungan dari anggota keluarganya atau jika masih mengganggu juga segera kontrol
ke dokter.
- Mencoba mengalihkan pikiran-pikiran negatif dengan mengisinya dengan kegiatan positif
yang bermanfaat.
- Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Kuratif :
- Farmakologik
4. Rehabilitatif :
- Minum obat sesuai anjuran dan sampai tuntas
- Jika sakit semakin bertambah berat, maka segera ke RS atau puskesmas
11
Dinas Kesehatan Kota Jambi
SIP : G1A216006
STR : 100767598929247
S 3 dd tab 1
S 1 d d tab1
S3 dd tab 1
Pro : Tn.R
Umur : 22 thn
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SKIZOFRENIA
berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan
dengan sikap yang dapat diterima secara social. Gangguan ini berlangsung selama
sedikitnya 6 bulan dan termasuk minimal satu bulan yang diakibatkan gangguan susunan
Sekitar 25% pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada
tingkat premorbid (sebelum muncunya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan
pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat (Harris dalam Craighed, Craighed,
2.2 Etiologi
Menurut Kaplan, Sadock & Grebb, 1994 dalam Fausiah Fitri, 2005, factor
13
memiliki kerentanan spesifik (diathesis), yang jika mengalami stress akan dapat memicu
munculnya simtom skizofrenia. Stressor atau diathesis ini bersifat biologis, lingkungan
atau keduanya. Komponen lingkungan biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (seperti
Pada pasien Skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu.
Namun sampai saat ini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada
bagian otak tertentu dengan munculnya skizofrenia. Penelitian pada beberapa dekade
terakhir mengindikasikan peran patofisiologi dari area tertentu di otak; termasuk system
limbik,korteks frontal, dan ganglia basalis. Hipotesa Dopamin: Menurut hipotesa ini,
Penelitian yang luas tentang genetik menunjukkan bukti kuat adanya komponen
genetik yang berperan pada skizofrenia. Predisposisi genetic pada pasien skizofrenia,
Jika pada populasi normal prevalensi penderita skizofrenia sekitar 1% maka pada
skizofrenia (bukan kembar) prevalensinya 8%. Anak dengan salah satu orang tua
menderita skizofrenia memiliki prevalensi 12%. Jika kedua orang tuanya mengalami
skizofrenia,prevalensi ini meningkat pesat hingga 40%. Sedangkan pada penelitian anak
14
kembar, ditemukan bahwa pasien skizofrenia yang kembar dua telur memiliki prevalensi
12%, dan untuk kembar satu telur prevalensinya meningkat menjadi 47%.
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, dan
merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Kerusakan ego memberikan konstribusi
interprestasi terhadap realitas dan control terhadap dorongan dari dalam. Sedangkan
stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama anak-anak dan
dengan onset akut sebagai respon terhadap factor pemicu/pencetus, dan erat kaitanya
dengan adanya konflik. Simtom negative berkaitan erat dengan factor biologis,
kerusakan intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang
mendasar.
Teori Belajar
cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi orang tua yang juga memiliki
masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien
skizofrenia berkembang karena pada masa anak-anak mereka belajar dari model yang
buruk.
15
2) Teori Tentang Keluarga
berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku keluarga yang pagtologis yang secara
skizofrenia.
3) Teori Sosial
skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam
Secara klinis untuk mengatakan seseorang menderita skizofrenia atau tidak diperlukan
criteria diagnotik paling sedikit terdapat 1 dari 6 kriteria selama dalam suatu fase
penyakit. Delusi atau waham yang aneh (isinya jelas tak masuk akal), dan tidak
atau waham lainya yang bukan waham kejar atau cemburu; delusi atau waham kejar atau
cemburu dan waham tuduhan yang diseratai halusinasi dalam bentuk apapun
pendengaran yang dapatberupa suara yang selalu memberikan komentar tentang tingkah
laku ayai pikiranya, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap-cakap; halusinasi
pendengaran yang terjadi beberapa kali yang berisi lebih dari satu atau dua kata dan tidak
asosiasi pikiran yang jelas, jalaan pikiran yang tidak masuk akal, isi pikiran atau
16
Sebelum seseorang secara nyata aktif menunjukkan gejala-gejala skizofrenia,
yang bersangkutan terlebih dahulu menunjukksn gejala awal yang disebut gejala
prodromal. Sebaliknya bila penderita skizofrenia tidak lagi aktif menunjukkan gejala-
6) Hendaya yang nyata dalam fungsi peran pencari nafkah (tidak mau bekerja),
10) Tingkah laku yang aneh dan nyata misalnya mengumpulkan sampah, menimbun
11) Hendaya yang nyata dalam hygiene (kebersihan/perawatan) diri dan berpakaian,
misalnya tidak mau mandi dan berpakaiaan kumal (berpenampilan lusuh dan
kumuh).
12) Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar dan tidak serasi,
14) Ide atau gagasan yang aneh dan tidak lazim atau pikiran magis, seperti takhayul,
ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip waham yang menyangkut diri sendiri.
17
15) Penghayatan persepsi yang tak lazim seperti ilusi yang berulang, merasa
Baik gelaja prodromal maupun gejala residual sewaaktu-waktu dapat aktif kembali yang
biasanya didahulu oleh faktor pencetus, yaitu adanya stresos psikososial. Oleh karena
itu pemberian obat (psikofarma) sebaiknya jangan terputus dan secara berkala control
kepada dokter.
penyakit. Ada gejala yang dapat ditemuan dalam kelainan lain, ada yang paling sering
timbul pada skizofrenia yang merupakan tanda utama diagnosis (Ingram et al,1993)
a. Delusi (waham), suatu keyakinan yang salah yang tidak dapat dijelaskan oleh latar
oleh orang lain bahwa keyakinanya salah, meskipun banyak bukti kuat yang dapat
b. Halusinasi adalah persepsi yang salah, tidak terdapat stimulus sensorik yang
keliru, tetapi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran dan hausinasi
penglihatan.
c. Pembicaraan kacau, terdapat asosiasi yang terlalu longgar. Asosiasi mental tidak
diatur oleh logika, tetapi oleh aturan-aturan tertentu yang hanya dimiliki oleh
pasien.
d. Tingkah laku kacau, bertngkah laku yang tidak terarah pada tujuan
18
tertentu,misalnya membuka baju di depan umum
yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya didominasi dengan hal- hal
sebagai berikut:
disorganized type atau ”kacau balau” yang ditandai dengan gejala-gejala aantara lain: a.
Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
c. Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri
suatu kesatuan.
19
2.4.2. Skizofrenia tipe Katatonik
gejala yaitu:
e. Sikap Tubuh Katatonik, yaitu sikap yang tidak wajar atau aneh.
gejala yaitu:
a. Waham kejar atau waham kebesaran, misalnya kelahiran luar biasa, misi
seringkali ditemukan.
20
menentu, kemarahan, suak bertengkar dan berdebat dan tindak
kekerasan
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala Skizofrenia yang tidak begitu
menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan mendatar serta tidak serasi
(inapropiate), penarikan diri dari pergaulan social, tingkah laku eksentrik, pikiraan tidak
logis dan tidak rasional atau pelonggaran asosiasi pkiran. Meskipun gejala- gejala
hendaknya pihak keluarga tetap mewaspadainya dan membawanya berobat agar yang
bersangkutan dapat menjalankan fungsi kehidupanya sehari hari dengan baik dan
produktif.
Tipe ini memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia tetapi ini tidak
dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah diuraikan di muka, hanya gambaran
menstabilkan pengobatan, demi keamanan diri pasien dan orang lain (yang mungkin
terancam karena perilaku penderita yang kacau dan tidak sesuai), juga dikarenakan pasien
yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Pada saat
perawatan di rumah sakit ini orang tua atau orang yang merawat turut dilibatkan dalam
21
2.5.2 Pendekatan Biologis
besar, yaitu:
Antagonis (DRA). DRA dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu high potency
Antogonis (SDA)
kerugian yang akan diperoleh dari suatu pendekatan. Termasuk dalam pendekatan
psikososial ini adalah terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, bentuk-
1. Terapi Individu
Pada terapi ini dapat dilakukan beberapa hal, antara lain (Davison & Neale,
2001)
tanda kekambuhan.
antipsikotik.
22
• Menghindari Saling menyalahkan dalam keluarga.
keluarga.
3. Terapi Kelompok
2.6 KEKAMBUHAN
kembalinya suatu penyakit setelah suatu pemulihan yang jelas (Yakita 2003).
merefleksikan perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan atau
lingkunganya. Tingkat kekambuhan sering di ukur dengan menilai waktu antara lepas
rawat dari perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya dan jumlah rawat inap pada
Keputusan untuk melakukan rawat inap di rumah sakit pada pasien skizofenia
adalah hal utama yang dilakukan atas indikasi keamanan pasien karena adanya
23
kekambuhan yang tampak dengan tindakan seperti ide bunuh diri atau mencelakakan
orang lain, dan bila terdapat perilaku yang sangat terdisorganisasi atau tidak wajar
termasuk bila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar berupa makan, perawatan
diri dan tempat tinggalnya. Selain itu rawat inap rumah sakit diperlukan untuk hal-hal
yang berkaitan dengan diagnostic san stabilitas pemberian medikasi (Durand, 2007)
kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga
yang berlebihan. Tingkat kekambuhan dipengaruhi juga oleh stress dalam kehidupan,
seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Keluarga merupakan bagian
keluarga yang baik akan mengurangi angka perawatan di rumah sakit, kekambuhan dan
kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, tetapi parameter ini cukup signifikan dalam
beberapa aspek. Setiap kekambuhan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan
pembengkakan biaya.
Faktor yang paling penting dengan kekambuhan pada skizofrenia adalah ketidakpatuhan
meminum obat. Salah satu terapi pada pasien skzofrenia adalah pemberian antipsikosis.
24
Obat tersebut bekerja bila dipakai dengan benar tetapi banyak dijumpai pasien
skizofrenia tidak menggunakan obat mereka secara rutin. Kira-kira 7% orang-orang
yang diberi resep obat-obat antipsikotik menolak memakainya
(Hoge,1990)
kurang pahamnya pasien tentang tujuan pengobatan yang ditetapkan sehubungan dengan
prognosisnya, sukarnya memperoleh obat di luar rumah sakit, mahalnya harga obat, dan
pembelian atau pemberian abat kepada pasien. Terapi obat yang efektif dan aman hanya
dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta kegunaanya.
1. Pada pasien rawat jalan atau rawat inap dalam 72 jam menunjukkan > dua
episode dari:
diberikan
2. Pasien rawat inap dengan riwayat tidak patuh pada pengobatan sewaktu
Pasien rawat jalan dengan riwayat ketidakpatuhan yang sangat jelas seperti sudah
pernah dilakukan keputusan untuk mengawasi dengan ketat oleh orang lain
4. Pasien rawat inap yang mengatakan dirinya tidak dapat menelan obat-
25
obatan walaupun tidak ditemukan kondisi medis yang dapat mengakibatkan
hal tersebut.
antara lain:
pria, cenderung mempunyai tingkat kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan. Alasan
untuk hal ini kemungkinan bahwa pada dewasa muda sehubungan dengan
segala bentuk terapi atau mengatur perjanjian, mereka menganggap dirinya istimewa
Sedangkan pada orang tua, kemungkinan memiliki defisit memori sehingga dapat
mempengaruhi kepatuhan. Selain itu,pada orang tua sering mendapat berbagai macam
terhadap pengobatan dibandingkan dengan pria, begitu juga wanita muda menunjukkan
26
kepatuhan yang lebih baik dibandingkan yang tua.
Keadaan penyakit pasien sendiri juga mempunyai pengaruh yang kuat dalam
penerimaan terhadap pengobatan. Pasien yang merasa tersiksa atau khawatir akan
Banyak orang menilai bahwa skizofrenia adalah penyakit yang kurang penting dan tidak
begitu serius dibandingkan dengan penyakit-penyakit lain seperti kanker. Jadi jelas
bahwa jika mereka mempercayai penyakitnya tidak begitu serius dan tidak penting untuk
berdiskusi dan jika memungkinkan mencoba untuk merubah sikap pasien terhadap
pengobatan dengan antipsikotik bervariasi dari yang sangat negative sampai sangat
positif. Sikap negatif terhadap pengobatan berhubungan dengan simtom positif dan efek
samping. Selain itu juga pasien skizofrenia sering mengalami kejenuhan minum obat.
mungkin tidak mampu untuk membeli obat atau walaupun mampu jarak tempuh
27
Pasien yang tidak mengalami efek samping terhadap pengobatan
menurunkan kepatuhan. Efek samping yang umum dan penting adalah efek
ekstrapiramidal, gangguan seksual dan penambahan berat badan. Namun pada data
ternyata tidak ada hubungan antara regimen terapi dan profil efek samping dengan
kepatuhan terhadap pengobatan. Kenyataanya pasien yang tidak patuh tidak berbeda dari
antipsikotik kerja obatnya lambat, sehingga pasien tidak merasakan dengan segera
efek positif dari antipsikotik. Malahan kadang-kadang pasien terlebih dahulu merasakan
efek samping sebelum efek obat terhadap penyakitnya tersebut. Begitu juga dengan
pasien skizofrenia yang sudah dalam remisi biasanya kekambuhan tidak langsung segera
terjadi bila pengobatan dihentikan. Kekambuhan dapat terjadi beberapa minggu atau
bahkan beberapa bulan setelah obat antipsikotik dihentikan, jadi penghentian obat tidak
terlalu berhubungan dengan buruknya keadaan pasien. Sebagai akibatnya pasien yang
Pasien yang tinggal sendirian secara umum mempunyai angka kepatuhan yang rendah
Kemungkinan lain, sikap negative dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan
28
psikiatri atau terhadap pasien sendiri dapat mempengaruhi kepatuhan yang biasanya bila
memberikan dukungan untuk menambah sikap positif terhadap pengobatan pada pasien.
Lingkungan terapetik juga harus diperhitungkan. Dalam pasien rawat inap dimana teman
sekamar pernah mengalami pengalaman buruk terhadap satu jenis obat dan
menceritakannya maka akan merubah sikap pasien terhadap obat yang sama.
penentu utama untuk pengertian serta sikap pasien terhadap kesakitannya dan regimen
terapi. Salah satu kebutuhan terbesar pasien adalah dukungan psikologis yang
diberikan dengan rasa sayang. Selain itu, telah diamati bahwa pasien cenderung untuk
lebih mematuhi instruksi sang dokter yang mereka kenal betul dan dihormati, serta dari
siapa saja mereka menerima informasi dan kepastian tentang kesakitan dan obat-obat
mereka. Berbagai faktor berikut adalah di antara faktor yang dapat mempengaruhi
kepatuhan secara merugikan, jika perhatian yang tidak memadai diberikan pada lingkup
Apabila seorang pasien mengalami suatu waktu menunggu yang signifikan untuk
dapat berkontribusi pada kepatuhan yang lebih buruk terhadap instruksi yang
29
diberikan. Dari suatu penelitian ditunjukkan bahwa 31% dari pasien yang
biasanya menunggu lebih dari 60 menit untuk bertemu dalam 30 menit, 67% dari
di rumah sakit mencakup dingin, tidak tertarik, tidak sopan, agresif, kasar, dan
otoriter. Walaupun demikian tidak demikian bagi banyak praktisi yang mengabdi
dan terampil, sikap yang tidak pantas terhadap pasien telah cukup terbukti
pasien tidak dapat mengerti dengan mudah, mereka sering kurang penetahuan tentang
teori dan praktik perilaku, dan mereka mempunyai kesadaran yang terbatas pada tingkat,
penulis resep, pasien sering merasa bahwa instruksi dinyatakan kurang jelas.
Ketepatan waktu dan kejelasan suatu pesan sangat kuat mempengaruhi bagaimana ini
diterima, dimengerti, dan diingat. Pasien mengingat dengan sangat baik instruksi pertama
yang diberikan, instruksi yang perlu penekanan adalah lebih baik diingatkan kembali;
makin sedikit instruksi yang diberikan, semakin besar bagian yang diingat. Jadi suatu
pesan tidak saja harus jelas dinyatakan, tetapi juga harus diorganisasikan dan
30
Alasan utama untuk tidak patuh adalah pentingnya terapi obat dan akibat yang
mungkin, jika obat tidak digunakan sesuai dengan instruksi yang tidak
kesakitan mereka, apalagi manfaat dan masalah terapi yang diakibatkan terapi
obat.
Oleh karena itu, mereka menyimpulkan pikiran sendiri berkenaan dengan kondisi
dan pengharapan yang berkaitan dengan efek terapi obat. Jika terapi tidak memenuhi
pengharapan, mereka cenderung menjadi tidak patuh. Perhatian yang lebih besar
diperlukan untuk memberikan edukasi pada pasien tentang kondisinya, dan manfaat serta
keterbatasan dari obat, akan berkontribusi pada pengertian yang lebih baik dari pihak
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang yang memaksa orang tersebut
untuk beradaptasi.
Perhatian utama ditujukan bagi semua emosi yang diekspresikan (expressed emotion)
dan resiko terjadinya relaps pada skizofrenia. Sebagai salah satu faktor, yang
dimaksud dengan expressed emotion dalam hal ini adalah berupa kebiasaan
memperlihatkan kritik atau emosi yang berlebihan orang tua terhadap anak-anaknya.
terhadap gaya afektif negative (negative affaective style), seperti mengkritik yang
31
Pasien skizofrenia yang tinggal dalam lingkungan keluarga dengan expressed
emotion yang kuat atau gaya afektif negative secara signifikan lebih sering mengalami
relaps dibandingkan dengan yang tinggal dalam keluarga dengan expressed emotion
yang rendah, atau gaya yang normal. Studi keluarga menunjukkan bahwa pasien
skizofrenia yang kembali ke lingkungan rumah yang sering terjadi keadaan kritis,
Studi WHO menunjukkan outcome yang lebih baik pada pasien skizofrenia secara
keluarga terhadap terapi mungkin dapat menurunkan atau paling tidak akan
memperlambat relaps pada pasien. Intervensi yang dapat dilakukan keluarga adalah lebih
dapat menerima bentuk menejemen yang kebanyakan pasien tidak dapat menerimanya.
Selain itu, percobaan intervensi social keluarga penderita skizofrenia dengan pengobatan
ternyata menghasilkan angka relaps yang sangat rendah dibandingkan dengan hanya
merupakan bagian dari sekumpulan sikap dengan pengekspresian emosi yang rendah.
Sikap dari keluarga merupakan salah satu predikator yang sangat kuat terhadap relaps
pada skizofrenia.
skizofrenia. Yang dimaksud dengan stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
orang tersebut untuk beradaptasi atau mengulangi. Biasanya stressor terjadi dalam
kurun waktu satu tahun sebelum gangguan jiwa saat ini. Yang termasuk stressor
psikososial adalah:
32
2.8.1 Masalah dengan kelompok pendukung.
Kelompok pendukung dalam hal ini adalah keluarga. Salah satu kendala dalam
masyarakat. Banyak keluarga yang menganggap bahwa gangguan jiwa skizofrenia adalah
penyakit yang memalukan dan bukan penyakit yang dapat disembuhkan dengan
tindakan medis. Penerimaan keluarga dan lingkungan pada klien skizofrenia akan
skizofrenia. Keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk
subjektif maupun objektif bagi penderita dan keluarganya. Bagi penderita hal tersebut
menjadi halangan baginya untuk mendapatkan perlakuan yang layak, kesulitan dalam
(Irmansyah,2001).
Tempat tinggal yang terlalu ramai dan bising akan mempercepat orang
33
mengalami stres. Rasa tidak aman dan tidak terlindungi membuat jiwa seseorang
Biaya pengobatan yang mahal ditambah dengan kemampuan ekonomi yang lemah
menngakibatkan beberapa keluarga pasien tidak menebus resep yang telah diberikan,
sehingga pasien tidak meminum obat sesuai dengan yang telah dianjurkan oleh dokter.
untuk tetap menjaga agar tidak terjadi kekambuhan. Tersedianya pelayanan kesehatan
diatasi.
34
BAB III
ANALISIS KASUS
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar
Terdapat hubungan antara penyakit pasien dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien ini
- Sudah kehilangan sosok ibu dari usia pasien masih kecil
- Pendidikan pasien yang hanya sebatas Sekolah Dasar membuat pasien rendah diri dan tidak
percaya diri.
- Meskipun saudara tinggal disekitar rumah pasien, namun pasien hanya sendirian merawat
ayah pasien.
e. Analisis untuk mengurangi paparan/ memutus rantai penularan dengan faktor resiko atau
etiologi pada pasien ini
- Edukasi pentingnya minum obat secara teratur dan kontrol rutin setiap bulan.
- Jika ada suara-suara jangan dipedulikan.
35
- Bila pada saat keluhan datang dan pasien merasa ketakutan, pasien dapat mencari
perlindungan dari anggota keluarganya atau jika masih mengganggu juga segera kontrol
ke dokter.
- Mencoba mengalihkan pikiran-pikiran negatif dengan mengisinya dengan kegiatan
positif yang bermanfaat.
- Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 467
2. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of Stapled Hemorrhoidectomy –
Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No. 12, December, 2002,
http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. last update Desember 2009.
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html. Last update
Desember 2009.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 – 675
5. Werner Kahle ( Helmut Leonhardt,werner platzer ), dr Marjadi Hardjasudarma ( alih bahasa ),
1998, Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat – Alat Dalam,Hal: 232
6. Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK UI,
Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 – 324.
7. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 – 59
8. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H, Ronardy,
Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
37