You are on page 1of 26

REFLEKSI KASUS

ARTERIOVENOUS MALFORMATION

Disusun Oleh:

Saufi Nurkisti Lestari

20164011092

Pembimbing:

dr. Gama Sita SP, Sp. S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD KOTA SALATIGA

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul

ARTERIOVENOUS MALFORMATION

Disusun oleh:

Nama: Saufi Nurkisti Lestari

No. Mahasiswa: 20164011092

Telah dipresentasikan

Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:

Dosen Pembimbing,

dr. Gama Sita SP, Sp. S


BAB I

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Alamat : Salatiga
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : belum menikah
No RM :-
II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa
Keluhan utama : Tubuh terasa lemas
RPS / Kronologis
Pasien merupakan pasien rutin kontrol sudah 12 tahun dengan diagnosis
arteriovenous malformation. Pada mulanya saat masih kecil pasien sering merasa
pusing, kemudian berobat dan setiap berobat diberi anti pusing tapi tidak sembuh
sembuh. Puncaknya adalah ketika pasien kelas 6 SD suatu hari pasien muntah-
muntah, tiba tiba tidak bisa bicara, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan.
Kemudian pasien dirawat selama 1 bulan di RS.diagnosis pasien adalah stroke.
Setelah di rawat itu pasien masih sering pusing, sering pingsan, sering salah bilang
ucapan, lupa, melamun, kaki dan tangan seperti tidak ada kekuatan (lemas),
tremor, tidak bisa gerak cepat. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang CT
scan hasilnya ada sumbatan, EEG (hasilnya sudah tidak ada dan pasien lupa
hasilnya apa), kemudian MRI kepala menunjukan hasil ada nya gambaran AVM.
Pernah pasien berhenti meminum obat selama sebulan karena stres minum
obat terus dan beberapa kali ingin bunuh diri karena kondisinya, akan tetapi
sekarang pasien sudah dapat menerimanya. Saat ini pasien mengeluh badan lemas
dan kadang tremor
RPD : Riwayat Stroke (+)
Hipertensi ( - )
DM ( - )
Trauma kepala (-)
RPK : penyakit yang sama ( - )
Stroke ( - )
Hipertensi ( + )
Leukimia (+)
Riwayat pribadi : Rokok ( - )
Alkohol ( - )
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6 = 15
Keadaan umum : tampak lemas
Vital Sign
 TD : 110/70 mmHg
 Nadi : 86x/ menit
 RR : 20x/ menit
 Suhu : 36,4OC
 Status gizi : kesan baik

Status Internus

 Kulit : warna kulit sama dengan warna kulit sekitar.


 Kepala : normosefalus
 Mata : konjungtiva palpepbra pucat (+/+), ikterik (-/-)
 Hidung : warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, nafas cuping
hidung (-), deformitas (-), septum deviasi (-), konka hiperemis (-), pembesaran
konka (-), sekret (-).
 Telinga : dalam batas normal
 Mulut : Perot ke arah kiri, lipatan nasolabial (-/-), sudut mulut kanan
dan kiri tidak simetris, lembab (-), sianosis (-),
 Leher : kulit seperti warna sekitar, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-)
Status Neurologik

 Orientasi : Baik
 Jalan pikiran : Baik
 Kecerdasan : Baik
 Daya ingat baru : Baik
 Daya ingat lama : Baik
 Kemampuan bicara : baik
 Sikap tubuh : baik
 Cara berjalan : baik
 Gerakan abnormal : tremor

Nervi Cranialis

N I. (OLFAKTORIUS) Hidung Kanan Hidung Kiri


Daya Pembau Normal Normal

N II.(OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri


Visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pengenalan Warna + +
Lapang Pandang + +
Perdarahan Arteri/Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III(OKULOMOTORIUS) Mata Kanan Mata Kiri


Ptosis - -
Gerak Mata Atas + +
Gerak Mata ke Bawah + +
Gerak mata media + +
Pupil Diameter 3mm, isokor Diameter 3mm, isokor
Reflek pupil direct/indirect +/+ +/+
Reflek akomodasi + +
Strabismus divergen - -
N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata kiri
Gerak Mata Lateral bawah + +
Strabismus Konvergen Tidak di lakukan Tidak di lakukan

N V. (TRIGEMINUS) Kemampuan
Menggigit +
Membuka mulut +
Sensibilitas Muka atas +
Sensibilitas Muka Tengah +
Sensibilitas Muka bawah +
Reflek kornea Tidak dilakukan
Reflek bersin Tidak di lakukan
Reflek masseter Tidak di lakukan
Reflek zigomatikus Tidak di lakukan
Trismus -

N VI. ( ABDUSEN ) Kanan Kiri


Gerak mata lateral + +
Strabismus konvergen Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N VII. ( FASIALIS ) Kanan


Kerutan kulit dahi Sejajar kanan dan kiri
Kedipan mata +/+
Lipatan naso-labial +/+
Sudut mulut Kanan dan kiri simetris
Mengerutkan dahi +
Mengerutkan alis +
Menutup mata +
Meringis +
Tik fasial -
N VIII. Vestibulocochlearis Kanan Kiri
(AKUSTIKUS)
Mendengar suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mendengar detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.IX(GLOSOFARINGEUS) Kanan Kiri


Arkus faring Simetris Simetris
Daya kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek muntah + +

N X (VAGUS) Kanan Kiri


Arkus faring Simetris Simetris
Bersuara + +
Menelan + +

N XI (AKSESORIUS) Kanan Kiri


Memalingkan kepala + +
Sikap bahu Sejajar Sejajar
Mengangkat bahu + lemas + lemas

N XII (HIPOGLOSUS) Kanan Kiri


Sikap lidah - -
Artikulasi normal normal
Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah + +
Kekuatan lidah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
BADAN

 Trofi otot punggung : Susah dinilai


 Trofi otot dada : Normotrofi
 Nyeri membungkukkan badan : -
 Palpasi dinding perut : nyeri tekan (-), hepar tidak nyeri tekan, konsistensi normal,
tidak ada massa, permukaan halus. Lien dan ginjal tidak teraba
 Vertebra : Normal
 Nyeri tekan :-
 Gerakan : Tidak dilakukan
 Sensibilitas : +/+
 Reflek dinding perut : Tidak dilakukan
 Reflek cremaster : Tidak dilakukan

ANGGOTA GERAK ATAS

Inspeksi Kanan Kiri


Drop hand - -
Pitcher’s hand - -
Warna kulit Sawo matang Sawo matang
Claw hand - -
Kontraktur - -

Palpasi

Lengan Kanan Kiri


Motorik:
Gerakan + -
Kekuatan 4-/4-/4- 4-/4-/4-
Sensibilitas (Raba) + +

Sensorik:
Nyeri + +
Termis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Raba + +
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Fisiologik:
Biceps + +
Triceps + +
Reflek Patologis
Hoffman Trommer - -
ANGGOTA GERAK BAWAH

Inspeksi Kanan Kiri


Droop foot Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kontraktur Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Palpasi :

Tungkai Kanan Kiri


Motorik:
Gerakan - +
Kekuatan 4-/4-/4- 4-/4-/4-
Sensibilitas (Raba) + +
Sensorik:
Nyeri + +
Termis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Raba + +
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Fisiologik:
Patella + +
Acchiles + +
Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bechterrew - -
Rosolimo - -
Gonda - -
Klonus:
Patella - -
Kaki - -
FUNGSI VEGETATIF

Miksi : Inkontinentia urin (-), Retensio urin (-), Anuria (-), Poliuria (-)

Defekasi : Inkontinentia alvi (-), Retensio alvi (-)

HASIL CT SCAN DAN MRI


Hasil MRI :

Suspect AVM pada perifalk lobus frontoparietal kiri

Brain MRA : dalam Batas Normal. Tidak tampak infark, perdarahan maupun SOL

IV. DIAGNOSIS

Arteriovenous Malformation

V. TREATMENT

Phenitoin 1-0-1

Depakote 1 ½ -0-1 ½

Citicolin 500 mg 1-0-1


Kalxetin 10 mg 1-0-0

Gabapentin 150 mg 1-0-1


BAB II

PENDAHULUAN

Malformasi arterio-vena merupakan kelainan intrakranial yang relatif jarang terjadi


tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Lesi terjadi umumnya akibat kelainan kongenital,
biasanya dikenali setelah terdapat perdarahan. Seiring dengan berkembangnya teknologi
kedokteran, lesi unruptured AVM semakin sering ditemukan. Arterio-Venous Malformation
(AVM) atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang
saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di
otak. AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak
dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. Penyakit AVM umumnya adalah penyakit yang
tidak menunjukkan gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan intrakranial
atau subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala dan kejang
tanpa sebab.

AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak
dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. AVM dapat terjadi di area lobus otak manapun,
dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil. Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi
terlalu tinggi untuk diterima oleh vena dan ini menyebabkan vena mengembang .
Pengembangan ini mampu menyebabkan vena itu pecah dan berdarah. Saat pembuluh darah
mengalami perdarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak pada
perdarahan hipertensif atau stroke.Hilangnya fungsi neurologis tergantung pada lokasi AVM
dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak yang dilahirkan dengan AVM
pada pembuluh darah besar juga menderita gagal jantung karena malformasi yang
menyebabkan beban kerja jantung ikut bertambah. Penyakit AVM umumnya adalah
penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan
intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala
dan kejang tanpa sebab.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Malformasi arteriovena (arteriovenous malformation, AVM) ialah satu keabnormalan


pada pembuluh darah di mana arteri bersambung terus dengan vena tanpa melalui jaringan
kapilari terlebih dahulu. Arteriovenous Malformation adalah kelainan kongenital dimana
arteri dan vena pada permukaan otak atau di parenkim saling berhubungan secara langsung
tanpa melalui pembuluh kapiler. Nidus sering diketahui sebagai benda asing pada parenkhim
serebral dan terkadang membentuk lesi berukuran besar yang menempati lobus otak.

Malformasi arteriovenosa pada otak merupakan suatu konglomerasi dari arteri dan vena
yang berdilatasi didalam parenkhim otak, dimana kehilangan organisasi vaskuler yang
normal pada level subarteriolar dan kerusakan dari kapiler bed sebagai hasil dari shunting
abnormal arteri ke vena tanpa melalui kapiler. Malformasi arteriovenosa dapat terjadi dimana
saja di susunan saraf pusat.

3.2. Epidemiologi

Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti; berdasarkan
studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular pertahunnya sekitar 11
hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi. Jumlah malformasi arterio-vena (AVM) hampir
90% lebih jarang dibandingkan dengan insidens aneurisma intrakranial.

2.3. Etiologi
a. Faktor idiopatik
b. Faktor simtomatik
Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan daerah sistemik, kemampuan jantung memompa
daerah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortico vertebral dan kualitas darah
yang menentukan viskositasnya.

Faktor Intrinsik, berupa: autoregulasi arteri cerebral, faktor biokimiawi regional


(konsentrasi asam laktat dan ion hidrogen) dan peran susunan saraf otonom (tetapi hanya
sedikit).3
2.4. Patofisiologi

AVM umumnya terbentuk akibat malfungsi diferensiasi pembuluh darah primitive


pada embrio berusia 3 minggu, dapat terbentuk di bagian otak manapun dan melibatkan regio
permukaan otak dengan substansia alba. Pada gestasi minggu ke-3, mulai tampak sistem
vaskuler yang terdiri dari jaringan yang menjalin ruang-ruang darah pada mesenkim primitif.
Saat ini darah belum bersirkulasi dan pembuluh arteri dan vena belum dapat
diidentifikasi.Selanjutnya sistem vaskuler berkembang secara bertahap dengan proses
penggabungan dan diferensiasi seluler dan sebagai klimaks terjadi pemisahan arteri-vena.
Menurut Wallard (1922) proses ini terjadi melalui tiga tahapan:
1. Undifferentiated Stage (Stage I)

Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitif bergabung menjadi jaringan
kapiler yang lebih terorganisir. Arteri dan vena belum bisa dikenali.
2. Retiform Stage (Stage II)

Jaringan kapiler yang terbentuk pada Undifferentiated Stage bergabung menjadi


struktur jalinan atau pleksus yang lebih besar yang menjadi progenitor dari arteri dan vena.
3. Maturation Stage (Stage III)

Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri telah
tampak. Jaringan kaplier yang ada bertahan hingga saat dewasa diperkirakan berasal dari
sisa-sisa ruang darah pada Undifferentiated Stage.

Berdasarkan teori Wallard, dapat disimpulkan pada Stage I terjadi malformasi kapiler
dan vena perifer, sedangkan Stage II terjadi mikrofistula malformasi arteri vena (AVM) dan
vena embrional, dan Stage III terjadi makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya,
aneurisma v. poplitea, dan kelainan persisten sciatic artery.
Capillary
malformation

Microfistulous
AV malformation

Macrofistulous
AV malformation

Gambar 1. Malformasi kapiler, mikrofistul malformasi arteri vena, dan makrofistul


arteri vena

AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein. Nidus
disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit – belit. Feeding
artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein cenderung mengalami
dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya. Beberapa orang lahir dengan nidus
yang seiring dengan waktu cenderung melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh
arteri tidak dapat dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan
pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan di masa
yang akan datang.
Gambar 2. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal

Gambar 3. Nidus, draining vein, feeding arteries

AVM mengakibatkan disfungsi neurologis melalui 3 mekanisme utama. Yang


pertama, perdarahan terjadi di ruang subarahnoid, ruang intraventrikular atau yang paling
sering pada parenkim otak. Jika ruptur atau pendarahan terjadi, darah mungkin berpenetrasi
ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau ruang subarachnoid (subarachnoid hemorrhage)
yang terletak di antara meninges yang menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi,
kemungkinan terjadinya pendarahan berulang menjadi lebih besar. Perdarahan umumnya
muncul pada usia 55 tahun. Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui
gejala pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pembuluh darah yang abnormal di
dalam otak.

Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan mengalami
kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami pendarahan
menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah
ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan
kerusakan sel saraf (neuron) secara permanen.

Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :

1. Iskemia jaringan korteks.

2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM karena
perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin, mungkin terjadi karena
hilangnya bentuk karakteristik secara progresif (apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.

3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari daerah
AVM primer.

Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan
minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit neurologis progresif dapat muncul
pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah
menjauh dari jaringan otak (the "steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek
masa dari AVM yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins.

3.5 Klasifikasi

Berdasarkan alirannya, MV digolongkan menjadi dua kelompok:


 High flow malformation: apabila MV terjadi pada arteri dan arteri-vena
 Low flow malformation: apabila MV terjadi pada vena, kapiler, atau limfe

Selain itu MV juga dikelompokkan berdasarkan lokasi pembuluh yang mengalami


kelainan seperti dalam Hamburg Classification of Vascular Anomalies and
Malformations.

Tabel 1. Hamburg Classification of Vascular Anomalies and Malformations

MAIN CLASS SUBCLASS SUBGROUP


Arterial Truncular Obstructive
Dilating
Extratruncular Diffuse
Limited (localized)
Venous Truncular Obstructive
Dilating
Extratruncular Diffuse
Limited/localized
Arteriovenous Truncular Deep
Superficial
Extratruncular Diffuse/infiltrating
Limited/localized
Combined, mixed Truncular Venous and arterial
Hemolymphatic
Extratruncular Diffuse
Limited/localized

Tabel 2. Klasifikasi AVM berdasarkan kriteria Schobinger

I (quiescence) Lesi berwarna pink, hangat, dan terdapat shunt


arteriovaskular
II (expansion) Sama dengan stadium I, ditambah pembesaran,
pulsasi, thrill, bruit, dan vena yang berkelok-
kelok
III (destruction) Sama dengan stadium II, ditambah perubahan
distrofik pada kulit, ulserasi, perdarahan, nyeri
persisten, atau nekrosis jaringan
IV (decompensation) Sama dengan stadium III, ditambah gagal
jantung

2.6. Gejala

Malformasi arteriovenosa dapat menimbulkan berbagai macam gejala klinis dan


gejala yang timbul sesuai dengan lokasinya. Secara klinis lebih dari 50% pasien AVM
muncul dengan perdarahan intrakranial, 20-25% pasien muncul dengan kejang vokal maupun
umum, khususnya pada lesi kortikal supratentorial. Pasien AVM mengalami nyeri local
kepala akibat peningkatan aliran darah dan nyeri timbul biasanya atipikal serta dapat bersifat
difus atau lokal seperti migren. Lima belas pasien AVM mengalami gangguan gerak,
berbicara, maupun penglihatan.

Gejala klinis yang umum dari AVM akibat dari perdarahan intrakranial menyeluruh
akibat ruptur AVM. AVM yang berlokasi dipermukaan otak atau didalam ventrikel
menyebabkan perdarahan subarakhnoid atau intraventrikuler dan jarang berakibat gejala
fokal. Gejala berikut sering tampak ; (1) Konvulsi; (2) nyeri kepala; (3) defisit neurologis
hemisferik progresif, seperti hemiplegia, afasia, dan hemianopsia homoni ; (4) deteriorisasi
mental. Bruit kranial mungkin terdengar pada beberapa kasus. Kecuali sistema galenik, hanya
AVM yang sangat besar mengakibatkan kardiomegali atau gagal jantung kongestif dengan
semua tingkat frekuensi. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat
menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di
dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus. Kaku kuduk mungkin terjadi akibat penikatan
tekanan intracranial dan rangsangan pada meningen.

Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering. Biasanya


penderita mengalami kejang sebelum mengetahui bahwa mereka menderita AVM. Sebagian
pasien menderita nyeri kepala, yang tidak dihubungkan dengan AVM sebelum diperiksa
dengan CT Scan atau MRI. Pendarahan intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang
kesadaran, nyeri kepala hebat yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak dapat
dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur. Kaku leher yang dialami
dikarenakan peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang
menyebabkan iritasi. Perbaikan pada jaringan otak lokal yang pendarahan mungkin saja
terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis),
kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi tubuh, maupun defisit kemampuan dalam memproses
bahasa (aphasia). Variasi gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara
umum, nyeri kepala yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran,
merupakan indikasi pertama adanya AVM pada daerah cerebral.

3.7. Diagnosis

Diagnosa AVM ditegakkan dengan menggunakan neuroimaging setelah pemeriksaan


terhadap saraf dan pemeriksaan fisik dilakukan. Terdapat 3 teknik utama untuk menegakkan
diagnosa AVM yaitu Computed Tomography (CT), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Cerebral Angiography. CT-scan kepala biasanya merupakan pemeriksaan awal yang
dilakukan karena dapat menunjukan perkiraan dari lokasi perdarahan. Namun MRI lebih
sensitif dari CT-scan karena dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang lokasi dari
malformasi tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih spesifik dari pembuluh darah
AVM dapat menggunakan zat kontras radioaktif yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah
yang disebut Computed Tomography Angiogram dan Magnetic Resonance Angiography.
Gambaran terbaik untuk AVM melalui Cerebral Angiography.
Gambaran Umum

Petunjuk diagnostik terbaik “Bag of Black Worm” pada MR dengan minimal atau tanpa efek
massa.

Lokasi :
a. Bisa terjadi dimanapun di otak dan medula spinalis
b. 85% di supratentorial , 15% di fossa posterior
c. 98% soliter, sporadik
d. Jarang : Multipel AVM

Ukuran :
a. Bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besar
b. Pada umumnya yang menimbulkan gejala adalah 3-6 cm

Morfologi : membentuk massa yang terdiri dari pembuluh darah.

Imaging Recommendation
a. Imaging terbaik : DSA dengan superselective catherization
b. Saran prosedur : Standard MR (termasuk contrast-enhanced MRA, GRE sequences)

Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas yang rendah,


namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih dapat terlihat diakukan
pemberian kontras. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan
hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang menujukkan adanya
perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan informasi penting mengenai lokalisasi
dan topografi dari AVM bila intervensi akan dilakukan.

Arteriografi merupakan standar penting untuk menggambarkan anatomi arteri dan


vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi data penting
mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis tindakan. CT scan dengan kontras dan
didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada daerah parietal kiri, kemudian untuk
mengetahui anatominya dilakukan angiografi.
3.8. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Pengobatan farmakologis dilakukan untuk mengatasi gejala yang dialami pasien
seperti sakit kepala atau kejang. Terapi ini juga diberikan pada pasien yang tidak dapat
melakukan terapi operatif karena resiko yang terlalu besar. Fenitoin dapat diberikan untuk
mengontrol kejang.
2. Non Farmakologis
a. Operasi Reseksi
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada AVM yang ruptur dan diperkirakan
memberikan hasil yang sedikit lebih baik dibandingkan dengan unruptured AVM. Intervensi
bedah merupakan terapi definitif pada AVM. Ukuran, lokasi, perlekatan dengan daerah
sekitarnya, serta konfigurasi vaskular menentukan pertimbangan perlunya intervensi bedah.
Skala Spetzler Martin digunakan sebagai pertimbangan risiko dan manfaat operasi. Skala
Spetzler Martin yang terdiri atas tiga parameter yaitu ukuran nidus, drainase vena dan
kelancaran berbicara (eloquence). Derajat rendah bila grade 1,2. Derajat tinggi grade 4,5 dan
inoperable grade 6.

Tabel 1 Kalsifikasi AVM berdasarkan Spetzler Martin


Parameter Skor
Ukuran nidus
< 3 cm 1
3-6 Cm 2
>6 cm 3
Drainase Vena
superfisial 0
Profunda 1
Kelancaran berbicara
Tidak lancar 0
Lancar 1

b. Embolisasi

Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus dihilangkan.


Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM. Dengan x-ray, kateter
dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke daerah AVM yang diobati. Lalu
setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau kadang gulungan kabel ditempatkan untuk
memblok area tersebut. Namun, embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok
aliran darah ke daerah AVM.

c. Radiosurgery

Radiosurgery dilakukan dengan mengunakan alat yang disebut dengan gamma-knife,


efektif pada AVM yang berukuran < 2 cm, sedangkan pada lesi yang lebih besar terapi ini
kurang responsif. Paling tidak, malformasi dapat hilang selama dua tahun. Pilihan terapi
untuk pasien harus mempertimbangkan risiko yang akan terjadi pada setiap pilihan terapi.
Alternatif terapi baik sebagai terapi tunggal maupun dilakukan secara bersama-sama.
d. Terapi konservatif

Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar, tindakan
konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada pasien. Berbagai
keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang, umumnya berespons baik
terhadap terapi medikamentosa.

Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi pilihan,
mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat memperberat
keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat tindakan operatif sebagai
pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan unruptured AVM.

Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah sekitar 1-
2%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan mempercepat
timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah sakit kepala. Menurut
literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi tindakan operatif pada pasien
dengan unruptured AVM, karena tidak menghilangkan keluhan sakit kepala atau
menghilangkan kejang pada pasien.

Terapi dengan gamma-knife pada pasien ini juga tidak memungkinkan karena ukuran
lesi yang besar (> 3 cm). Dengan terapi konservatif (dan terapi simptomatik), risiko ruptur
AVM akan menurun seiring pertambahan usia. Terapi bergantung pada lokasi dan besar
AVM serta adakah perdarahan atau tidak.
3.9. Prognosis

Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara 1 dan 2%
setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur.

Semua AVM di otak sangat berbahaya. Resiko terjadinya hemoragi pertama adalah
seumur hidup, meningkat sesuai usia (2-4% per tahun, kumulatif). Sebagian besar akan
menimbulkan gejala seumur hidup pasien.

Sembuh spontan sangat jarang terjadi (< 1% kasus). 75 % merupakan lesi kecil (<
3cm) aliran vena tunggal dan 75 % memiliki ‘spontanneous’ ICH.
BAB IV

KESIMPULAN

Arteriovenous malformation atau AVM merupakan kelainan pada intrakranial yang


relatif jarang tetapi lesi ini semakin sering ditemukan. Insidens dan prevalensi malformasi
vaskular tidak diketahui secara pasti; berdasarkan studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens
malformasi vaskular pertahunnya sekitar 1.1 hingga 2.1 kasus dalam 100 000 populasi.
Jumlah malformasi arterio-vena (AVM) hampir 90% lebih jarang dibandingkan dengan
insidens aneurisma intrakranial. Pemeriksaan CT scan dan MRI otak sebagai alat diagnostik
unruptured AVM merupakan salah satu pemeriksaan pilihan. Namun, pemeriksaan CT scan
tanpa kontras memiliki sensitivitas yang rendah. Pemeriksaan ini memberikan gambaran lesi,
perkiraan jenis lesi, dan lokasi anatomisnya. Pilihan terapi untuk pasien harus
mempertimbangkan risiko yang akan terjadi pada setiap pilihan terapi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Shahi, Rustam. 2001. The Prognosis for Adults with Arteriovenous


Malformations of the Brain. A Systematic Review of the Literature.
Neurointerventionist Vol 3 No 1.Edinburgh. Diunduh pada tanggal 23 Juli 2013
2. Benndorf G, Campi A, Hell B, et al. 2001. Case report endovascular management of a
bleeding mandibular arteriovenous malformation by transfemoral venous
embolization with nbca. AJNR Am J Neuroradiol 22:359-62. Diunduh pada tanggal
22 Juli 2013
3. Chao, et al. 2006.Cerebral Amyloid Angiopathy: CT and MR Imaging Findings. Rad.
Vol.26 no.5: 1517-1531. Diunduh tanggal 24 Juli 2013
4. Geibprasert S, Pongpech S, Jiarakongmun P, Shroff MM, Armstrong DC, Krings T.
2010.Radiologic Assessment of Brain Arteriovenous Malformations: What Clinicians
Need to Know. RadioGraphics 2010; 30; 483-501. Rsna.org. Diunduh pada tanggal
23 Juli 2013
5. Grajkowska W, Kotulska K, Jurkiewicz E, Matyja E. 2010. Brain lesions in tuberous
sclerosis complex. Review. Folia Neuropathol;48:139-49.
6. Inci S, Spetzler RF. 2000. Intracranial aneurysms and arterial hypertension: a review
and hypothesis. Surg Neurol.pp :53(6):530-40; discussion 540-2. Diunduh tanggal 24
Juli 2013
7. Jarquin-Valdivia AA, Rich AT, Yarbrough JL, Thompson RC. 2005.Intraventricular
colloid cyst, hydrocephalus and neurogenic stunned myocardium. Clin Neurol
Neurosurg;107(5):361-5.
8. Jung MS, Ryu DM, Kim EJ, et al. 2007.A treatment of arteriovenous malformation on
mandible. J Kor. Oral Maxillofac. Surg. Vol 33 No.1. Diunduh pada tanggal 22 Juli
2013.
9. Jusi HD. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Edisi keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUi; hal. 18-20, 25-7
10. Krapf, H, Siekmann, R, et al. 2001.Spontaneous Occlusion of a Cerebral
Ateriovenous Malformation: Angiography ang MR Imaging Follow up and Review of
Literature.Germany.p: 1556-1560. Diunduh pada tanggal 22 Juli 2013.

You might also like