Professional Documents
Culture Documents
ARTERIOVENOUS MALFORMATION
Disusun Oleh:
20164011092
Pembimbing:
2017
HALAMAN PENGESAHAN
ARTERIOVENOUS MALFORMATION
Disusun oleh:
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Alamat : Salatiga
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : belum menikah
No RM :-
II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa
Keluhan utama : Tubuh terasa lemas
RPS / Kronologis
Pasien merupakan pasien rutin kontrol sudah 12 tahun dengan diagnosis
arteriovenous malformation. Pada mulanya saat masih kecil pasien sering merasa
pusing, kemudian berobat dan setiap berobat diberi anti pusing tapi tidak sembuh
sembuh. Puncaknya adalah ketika pasien kelas 6 SD suatu hari pasien muntah-
muntah, tiba tiba tidak bisa bicara, tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakkan.
Kemudian pasien dirawat selama 1 bulan di RS.diagnosis pasien adalah stroke.
Setelah di rawat itu pasien masih sering pusing, sering pingsan, sering salah bilang
ucapan, lupa, melamun, kaki dan tangan seperti tidak ada kekuatan (lemas),
tremor, tidak bisa gerak cepat. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang CT
scan hasilnya ada sumbatan, EEG (hasilnya sudah tidak ada dan pasien lupa
hasilnya apa), kemudian MRI kepala menunjukan hasil ada nya gambaran AVM.
Pernah pasien berhenti meminum obat selama sebulan karena stres minum
obat terus dan beberapa kali ingin bunuh diri karena kondisinya, akan tetapi
sekarang pasien sudah dapat menerimanya. Saat ini pasien mengeluh badan lemas
dan kadang tremor
RPD : Riwayat Stroke (+)
Hipertensi ( - )
DM ( - )
Trauma kepala (-)
RPK : penyakit yang sama ( - )
Stroke ( - )
Hipertensi ( + )
Leukimia (+)
Riwayat pribadi : Rokok ( - )
Alkohol ( - )
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6 = 15
Keadaan umum : tampak lemas
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/ menit
RR : 20x/ menit
Suhu : 36,4OC
Status gizi : kesan baik
Status Internus
Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Baik
Kecerdasan : Baik
Daya ingat baru : Baik
Daya ingat lama : Baik
Kemampuan bicara : baik
Sikap tubuh : baik
Cara berjalan : baik
Gerakan abnormal : tremor
Nervi Cranialis
N V. (TRIGEMINUS) Kemampuan
Menggigit +
Membuka mulut +
Sensibilitas Muka atas +
Sensibilitas Muka Tengah +
Sensibilitas Muka bawah +
Reflek kornea Tidak dilakukan
Reflek bersin Tidak di lakukan
Reflek masseter Tidak di lakukan
Reflek zigomatikus Tidak di lakukan
Trismus -
Palpasi
Sensorik:
Nyeri + +
Termis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Raba + +
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Fisiologik:
Biceps + +
Triceps + +
Reflek Patologis
Hoffman Trommer - -
ANGGOTA GERAK BAWAH
Miksi : Inkontinentia urin (-), Retensio urin (-), Anuria (-), Poliuria (-)
Brain MRA : dalam Batas Normal. Tidak tampak infark, perdarahan maupun SOL
IV. DIAGNOSIS
Arteriovenous Malformation
V. TREATMENT
Phenitoin 1-0-1
Depakote 1 ½ -0-1 ½
PENDAHULUAN
AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun
berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak
dan bahkan berisiko menimbulkan kematian. AVM dapat terjadi di area lobus otak manapun,
dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil. Tekanan dari darah yang melalui arteri menjadi
terlalu tinggi untuk diterima oleh vena dan ini menyebabkan vena mengembang .
Pengembangan ini mampu menyebabkan vena itu pecah dan berdarah. Saat pembuluh darah
mengalami perdarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak pada
perdarahan hipertensif atau stroke.Hilangnya fungsi neurologis tergantung pada lokasi AVM
dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak yang dilahirkan dengan AVM
pada pembuluh darah besar juga menderita gagal jantung karena malformasi yang
menyebabkan beban kerja jantung ikut bertambah. Penyakit AVM umumnya adalah
penyakit yang tidak menunjukkan gejala apapun dan baru diketahui setelah terjadi perdarahan
intrakranial atau subarahnoid. Penyakit ini biasanya memberikan gejala berupa sakit kepala
dan kejang tanpa sebab.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Malformasi arteriovenosa pada otak merupakan suatu konglomerasi dari arteri dan vena
yang berdilatasi didalam parenkhim otak, dimana kehilangan organisasi vaskuler yang
normal pada level subarteriolar dan kerusakan dari kapiler bed sebagai hasil dari shunting
abnormal arteri ke vena tanpa melalui kapiler. Malformasi arteriovenosa dapat terjadi dimana
saja di susunan saraf pusat.
3.2. Epidemiologi
Insidens dan prevalensi malformasi vaskular tidak diketahui secara pasti; berdasarkan
studi antara tahun 1980 dan 1990, insidens malformasi vaskular pertahunnya sekitar 11
hingga 21 kasus dalam 100.000 populasi. Jumlah malformasi arterio-vena (AVM) hampir
90% lebih jarang dibandingkan dengan insidens aneurisma intrakranial.
2.3. Etiologi
a. Faktor idiopatik
b. Faktor simtomatik
Faktor Ektrinsik, berupa: tekanan daerah sistemik, kemampuan jantung memompa
daerah ke sirkulasi sistemik, kualitas pembuluh darah kortico vertebral dan kualitas darah
yang menentukan viskositasnya.
Ruang-ruang darah yang ada pada mesenkim primitif bergabung menjadi jaringan
kapiler yang lebih terorganisir. Arteri dan vena belum bisa dikenali.
2. Retiform Stage (Stage II)
Struktur vaskuler tampak matur secara histologis, dan batang utama arteri telah
tampak. Jaringan kaplier yang ada bertahan hingga saat dewasa diperkirakan berasal dari
sisa-sisa ruang darah pada Undifferentiated Stage.
Berdasarkan teori Wallard, dapat disimpulkan pada Stage I terjadi malformasi kapiler
dan vena perifer, sedangkan Stage II terjadi mikrofistula malformasi arteri vena (AVM) dan
vena embrional, dan Stage III terjadi makrofistula AVM beserta cabang-cabangnya,
aneurisma v. poplitea, dan kelainan persisten sciatic artery.
Capillary
malformation
Microfistulous
AV malformation
Macrofistulous
AV malformation
AVM terdiri atas tiga bagian yaitu feeding arterti, nidus dan draining vein. Nidus
disebut juga sarang karena tampak seperti pembuluh darah yang berbelit – belit. Feeding
artery memiliki lapisan otot yang tidak adekuat dan draining vein cenderung mengalami
dilatasi karena kecepatan aliran darah yang melaluinya. Beberapa orang lahir dengan nidus
yang seiring dengan waktu cenderung melebar karena tekanan yang besar pada pembuluh
arteri tidak dapat dikendalikan oleh vena yang mengalirkannya. Mengakibatkan kumpulan
pembuluh darah besar yang tampak seperti cacing dapat mengalami perdarahan di masa
yang akan datang.
Gambar 2. Perbedaan antara aliran darah pada AVM dan yang normal
Kedua, pada pasien yang tidak mengalami perdarahan mungkin akan mengalami
kejang. Sekitar 15-40 % pasien mengalami kejang. AVM yang tidak mengalami pendarahan
menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah
ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan
kerusakan sel saraf (neuron) secara permanen.
2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM karena
perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin, mungkin terjadi karena
hilangnya bentuk karakteristik secara progresif (apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari daerah
AVM primer.
Namun, beberapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan
minor akibat kekusutan pembuluh darah lokal. Defisit neurologis progresif dapat muncul
pada 6-12 %. Defisit neurologis yang lambat ini dikaitkan dengan tersedotnya aliran darah
menjauh dari jaringan otak (the "steal phenomenon"). Defisit ini juga terjadi dikarenakan efek
masa dari AVM yang membesar dan hipertensi vena pada draining veins.
3.5 Klasifikasi
2.6. Gejala
Gejala klinis yang umum dari AVM akibat dari perdarahan intrakranial menyeluruh
akibat ruptur AVM. AVM yang berlokasi dipermukaan otak atau didalam ventrikel
menyebabkan perdarahan subarakhnoid atau intraventrikuler dan jarang berakibat gejala
fokal. Gejala berikut sering tampak ; (1) Konvulsi; (2) nyeri kepala; (3) defisit neurologis
hemisferik progresif, seperti hemiplegia, afasia, dan hemianopsia homoni ; (4) deteriorisasi
mental. Bruit kranial mungkin terdengar pada beberapa kasus. Kecuali sistema galenik, hanya
AVM yang sangat besar mengakibatkan kardiomegali atau gagal jantung kongestif dengan
semua tingkat frekuensi. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat
menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di
dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus. Kaku kuduk mungkin terjadi akibat penikatan
tekanan intracranial dan rangsangan pada meningen.
3.7. Diagnosis
Petunjuk diagnostik terbaik “Bag of Black Worm” pada MR dengan minimal atau tanpa efek
massa.
Lokasi :
a. Bisa terjadi dimanapun di otak dan medula spinalis
b. 85% di supratentorial , 15% di fossa posterior
c. 98% soliter, sporadik
d. Jarang : Multipel AVM
Ukuran :
a. Bervariasi mulai dari mikroskopik hingga besar
b. Pada umumnya yang menimbulkan gejala adalah 3-6 cm
Imaging Recommendation
a. Imaging terbaik : DSA dengan superselective catherization
b. Saran prosedur : Standard MR (termasuk contrast-enhanced MRA, GRE sequences)
b. Embolisasi
c. Radiosurgery
Bila alternatif terapi tidak dapat dilakukan atau risiko terapi terlalu besar, tindakan
konservatif dengan mengobati gejala yang timbul dapat dilakukan pada pasien. Berbagai
keluhan non-hemoragik, seperti sakit kepala ataupun kejang, umumnya berespons baik
terhadap terapi medikamentosa.
Pada berbagai literatur, terapi simptomatik pada unruptured AVM menjadi pilihan,
mengingat risiko pasca-operasi tidak menghilangkan gejala, bahkan dapat memperberat
keluhan pasien. Aminoff membuat suatu skema risiko dan manfaat tindakan operatif sebagai
pertimbangan tatalaksana pada pasien dengan unruptured AVM.
Insidens perdarahan intrakranial akibat ruptur AVM per tahunnya adalah sekitar 1-
2%, dan angka kecacatan akibat tindakan operatif juga tinggi, bahkan mempercepat
timbulnya disabilitas pada pasien.Selain itu, keluhan pasien adalah sakit kepala. Menurut
literatur, sakit kepala dan kejang bukan merupakan indikasi tindakan operatif pada pasien
dengan unruptured AVM, karena tidak menghilangkan keluhan sakit kepala atau
menghilangkan kejang pada pasien.
Terapi dengan gamma-knife pada pasien ini juga tidak memungkinkan karena ukuran
lesi yang besar (> 3 cm). Dengan terapi konservatif (dan terapi simptomatik), risiko ruptur
AVM akan menurun seiring pertambahan usia. Terapi bergantung pada lokasi dan besar
AVM serta adakah perdarahan atau tidak.
3.9. Prognosis
Risiko kejadian ruptur pada kasus AVM yang belum pecah berkisar antara 1 dan 2%
setiap tahunnya, dan sekitar 10% perdarahan intrakranial akibat ruptur.
Semua AVM di otak sangat berbahaya. Resiko terjadinya hemoragi pertama adalah
seumur hidup, meningkat sesuai usia (2-4% per tahun, kumulatif). Sebagian besar akan
menimbulkan gejala seumur hidup pasien.
Sembuh spontan sangat jarang terjadi (< 1% kasus). 75 % merupakan lesi kecil (<
3cm) aliran vena tunggal dan 75 % memiliki ‘spontanneous’ ICH.
BAB IV
KESIMPULAN