Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri Sendi
1. Pengertian
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata
atau yang berpotensial untuk menimbulkan kerusakan jaringan
(Dharmady, 2004). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman
perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan.
Sendi adalah pertemuan antara dua tulang atau lebih, sendi
memberikan adanya segmentasi pada rangka manusia dan memberikan
kemungkinan variasi pergerakan diantara segmen-segmen serta
kemungkinan variasi pertumbuhan (Brunner & Sudarth, 2002).
Nyeri sendi adalah suatu akibat yang diberikan tubuh karena
pengapuran atau akibat penyakit lain.
2. Etiologi
Penyebab utama penyakit nyeri sendi masih belum diketahui secara
pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan,
hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus
terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikroplasma dan virus.
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab nyeri
sendi yaitu:
9
10
a. Mekanisme imunitas.
Penderita nyeri sendi mempunyai auto anti body di dalam
serumnya yang di kenal sebagai faktor rematoid anti bodynya
adalah suatu faktor antigama globulin (IgM) yang bereaksi
terhadap perubahan IgG titer yang lebih besar 1:100, Biasanaya di
kaitkan dengan vaskulitis dan prognosis yang buruk.
b. Faktor metabolik.
Faktor metabolik dalam tubuh erat hubungannya dengan proses
autoimun.
c. Faktor genetik dan faktor pemicu lingkungan.
Penyakit nyeri sendi terdapat kaitannya dengan pertanda genetik.
Juga dengan masalah lingkungan, Persoalan perumahan dan
penataan yang buruk dan lembab juga memicu pennyebab nyeri
sendi.
d. Faktor usia.
Degenerasi dari organ tubuh menyebabkan usia lanjut rentan
terhadap penyakit baik yang bersifat akut maupun kronik
(Brunner & Sudarth, 2002).
3. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi
penyakit nyeri sendi. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap
sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing
orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang
dapat digerakkan. Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler
membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang
licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam
kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan kedalam ruang antara-tulang.
Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber)
dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas
dalam arah yang tepat. Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena
inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit nyeri sendi.
11
E. Obat
1. Pengertian
PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993 mengemukakan bahwa obat
(jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa
sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau
hewan (Ansel (1985).
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat
mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang
sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini
dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar
mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai
gejala penyakit (Universitas Indonesia, 2000).
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat
penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam
tubuh. Obat merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa
mempengaruhi organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk
mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit (Universitas
Indonesia, 2000).
20
2. Penggolongan Obat
Obat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
a. obat bebas, merupakan obat yang ditandai dengan lingkaran
berwarna hijau dengan tepi lingkaran berwarna hitam. Obat bebas
umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok,
beberapa analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat
golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko obat, toko
kelontong, warung (Notoatmodjo, S 2007).
b. obat bebas terbatas, merupakan obat yang ditandai dengan
lingkaran berwarna biru dengan tepi lingkaran berwarna hitam.
Obat-obat yang umunya masuk ke dalam golongan ini antara lain
obat batuk, obat influenza, obat penghilang rasa sakit dan penurun
panas pada saat demam (analgetik-antipiretik), beberapa
suplemen vitamin dan mineral, dan obat-obat antiseptika, obat
tetes mata untuk iritasi ringan. Obat golongan ini hanya dapat
dibeli di Apotek dan toko obat berizin (Ansel (1985).
c. obat keras, merupakan obat yang pada kemasannya ditandai
dengan lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna
merah yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat
keras merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep
dokter. Obat-obat yang umumnya masuk ke dalam golongan ini
antara lain obat jantung, obat darah tinggi/hipertensi, obat darah
rendah/antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, dan
beberapa obat ulkus lambung. Obat golongan ini hanya dapat
diperoleh di Apotek dengan resep dokter (Notoatmodjo, S 2007).
d. obat narkotika, merupakan zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU.RI No. 22 Th 1997
21
4. Perilaku Kesehatan
1. Pengertian
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus atau objek yang berhubungan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman
serta lingkungan (Notoatmodjo S, 2010). Unsur-unsur dalam
perilaku kesehatan. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
merupakan respons internal dan ekstrenal seseorang dalam
menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respons
tetutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons
terbuka (tindakan nyata). Perilaku terhadap sakit dan penyakit
dapat diklasifikasikan menurut tingkat pencegahan sebagai
berikut:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (healt
promotion behavior).
Perilaku seseorang untuk memelihara dan meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap masalah kesehatan. Sebagai contoh,
melakukan senam pagi setiap hari jum’at bagi pegawai
negeri, kebiasaan sarapan pagi, makan-makanan bergizi
seimbang, dan melakukan meditasi.
b. Perilaku pencegahan penyakit (healt prevention behavior).
Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya
terhindar dari penyakit, misalnya imunisasi pada balita,
melakukan 3M, dan pendekatan spiritual untuk mencegah
seks bebas pada remaja.
c. Perilaku pencarian pengobatan (healt seeking behavior).
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit dan atau kecelakaan, mulai dari
mengobati sendiri (self-treatment) sampai mencari bantuan
ahli. Contohnya individu pergi ke pelayanan kesehatan saat
26
sakit, membeli obat dari warung atau toko obat, dan berobat
ke pelayanan tradisional.
d. Perilaku pemulihan kesehatan (healt rehabilitation behavior).
Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang
diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang
menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan
sosial. Sebagai contoh, penderita DM melakukan diet dengan
mengurangi konsumsi makanan manis, dan melakukan
kontrol rutin seminggu sekali.
e. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan.
Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem
pelayanan kesehatan modern dan atau tradisional, meliputi
respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan
kesehatan, perilaku terhadap petugas, dan respon terhadap
pemberian obat-obatan. Respons ini terwujud dalam bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan fasilitas, sikap
terhadap petugas, dan obat-obatan (Notoatmodjo,S 2003).
2. Klasifikasi perilaku kesehatan.
Menurut Becker (1979) seperti dikutip (Notoatmodjo,S 2003),
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Perilaku hidup sehat
Perilaku hidup sehat merupakan perilaku yang berkaitan
dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Hal ini mencakup makan dengan menu
seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum-
minuman keras dan narkoba, istirahat cukup, mengendalikan
stres. Selain itu, perilaku atau gaya hidup lain yang positif
bagi kesehatan (misalnya, tidak gonta-ganti pasangan,
adaptasi dengan lingkungan).
27
b. Perilaku sakit
Perilaku ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsi terhadap sakit, pengetahuan tentang
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan
usaha-usaha untuk mencegah penyakit.
c. Perilaku peran sakit
Perilaku peran sakit adalah segala aktivitas individu yang
menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Dari segi
sosiologi, orang sakit mempunyai peran yang meliputi hak
dan kewajiban orang sakit. Perilaku peran sakit meliputi hal-
hal berikut:
1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
2. Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sarana
pelayanan atau penyembuhan penyakit yang layak.
3. Mengetahui hak (misalnya, memperoleh perawatan,
memperoleh pelayanan kesehatan) dan kewajiban orang
sakit (memberitahu penyakitnya pada orang lain
terutama petugas kesehatan, tidak menularkan
penyakitnya pada orang lain).
3. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan pencarian Pelayanan
Kesehatan.
Menurut Notoatmodjo,S (2007) masyarakat atau anggota
masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit
(disease but no illness) tidak akan bertindak apa-apa terhadap
penyakitnya tersebut. Respons seseorang apabila sakit adalah
sebagai berikut:
a. Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action).
Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak
mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari.
anggapan bahwa tanpa bertindak gejala yang dideritanya
akan lenyap dengan sendirinya, fasilitas kesehatan yang
28
G. Kerangka Teori
Faktor presdisposisi:
1. Usia
2. Jenis
kelamin
3. Tingkat
pendidikan
4. Pekerjaan
5. Status
perkawinan
Perilaku
Faktor pendukung:
1. Dukungan
keluarga
a. Informasi
b. Penilaian
c. Instrumental penggunaan obat
d. Emosional nyeri sendi
Faktor pendorong:
1.
1. Petugas
2.
kesehatan
2. Keluarga
3. Kelompok
4. masyarakat
H. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Karakteristik Lansia
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat
pendidikan
4. Pekerjaan
5. Status
perkawinan Penggunaan obat nyeri
sendi
Dukungan keluarga
I. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas :
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas atau independen merupakan suatu variabel yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen
(terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Hidayat,
2008). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah
karakretistik lansia meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan dan status perkawinan, dukungan keluarga.
Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat atau dependen merupakan variabel yang dapat
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini
dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Hidayat,
2008). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penggunaan obat
nyeri sendi.
37
J. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara usia dengan penggunaan obat nyeri sendi pada
lansia.
2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan penggunaan obat nyeri
sendi pada lansia.
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan obat
nyeri sendi pada lansia.
4. Ada hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan obat nyeri sendi
pada lansia.
5. Ada hubungan antara status perkawinan dengan penggunaan obat
nyeri sendi pada lansia.
6. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan penggunaan obat
nyeri sendi pada lansia.
7. Ada hubungan antara karakteristik lansia yang meliputi usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan
dukungan keluarga dengan penggunaan obat nyeri sendi pada lansia.