Professional Documents
Culture Documents
“ANALISIS PROTEIN”
KELOMPOK 3
Dosen Pembimbing :
IGA. Sri Dhynaputri, S.KM., M.PH
A. Definisi Protein
Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar kimia Belanda
bernama Mulder, yang merupakan salah satu dari orang-orang pertama yang
mempelajari kimia dalam protein secara sistematik. Ia secara tepat menyimpulkan
peranan inti dari protein dalam sistem hidup dengan menurunkan nama dari bahasa
Yunani proteios, yang berarti “bertingkat pertama”.
Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari
sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem
komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel.
Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam
sel, protein terdapat baik pada membrane plasma maupun membran internal yang
menyusun organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan
golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein
yang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di
dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada kompartemen dari organel sel. Protein
merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar
makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Protein merupakan komponen
utama bagi semua benda hidup termasuk mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.
Protein merupakan rantaian gabungan 22 jenis asam amino. Protein ini memainkan
berbagai peranan dalam benda hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi dan ciri-ciri
benda. Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N
(15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping C,
H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu
(sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Sudarmaji, S, dkk. 1989).
B. Fungsi Protein
Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi. Peran-peran
tersebut antara lain:
1. Katalisis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh enzim dan
hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik. Misalnya
transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan transportasi
oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3. Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh
lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan
sperma oleh flagela.
4. Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang merupakan protein
fibrosa.
5. Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta
berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisma
lain.
6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein
reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitive terhadap cahaya
ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada
sinapsis.
7. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh
protein faktor pertumbuhan. Misalnya faktor pertumbuhan saraf
mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon
merupakan protein (Santoso, H. 2008).
C. Penggolongan Protein
Protein merupakan polimer yang disusun oleh 20 macam asam amino standar.
Rantai asam amino dihubungkan dengan ikatan kovalen yang spesifik. Struktur dan
fungsinya ditentukan oleh kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat
fisik dan kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya. Penggolongan protein
dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
Berdasarkan struktur molekulnya
Struktur protein terdiri dari empat macam :
a.) Struktur primer (struktur utama)
Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama
lain secara kovalen melalui ikatan peptida.
Protein Majemuk
Adalah protein yang mengandung senyawa bukan hanya protein.
1.) Fosfoprotein
Protein yang mengandung fosfor, misalnya kasein pada susu, vitelin pada
kuning telur
2.) Kromoprotein
Protein berpigmen, misalnya asam askorbat oksidase mengandung Cu
3.) Fosfoprotein
Protein yang mengandung fosfor, misalnya kasein pada susu, vitelin pada
kuning telur
4.) Kromoprotein
Protein berpigmen, misalnya asam askorbat oksidase mengandung Cu
5.) Protein Koenzim
Misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
6.) Lipoprotein
Mengandung asam lemak, misalnya lesitin
7.) Metaloprotein
Mengandung unsur-unsur anorganik (Fe, Co, Mn, Zn, Cu, Mg dsb)
8.) Glikoprotein
Gugus prostetik karbohidrat, misalnya musin (pada air liur), oskomukoid
(pada tulang)
9.) Nukleoprotein
Protein dan asam nukleat berhubungan (berikatan valensi sekunder)
misalnya pada jasad renik (RH, 2008).
D. Sumber Protein
a. Protein Hewani
Merupakan protein yang terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari
hewan, seperti protein dari daging, protein susu, protein pada telur dan
lainnya.
b. Protein Nabati
Merupakan protein yang terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan, seperti protein pada jagung, protein pada terigu dan lainnya
(Jauhari, Ahmad. 2013).
E. Kualitas Protein
Pada dasarnya kualitas suatu protein pada makanan ditentukan oleh terdapat
tidaknya asam amino essensial masing-masing dalam kuantum yang mencukupi
kebutuhan tubuh untuk sintesa protein badan. Kualitas protein didasarkan pada
kemampuannya untuk menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan,
pertahanan dan memperbaiki jaringan tubuh. Secara umum kualitas protein
tergantung pada dua karakteristik berikut:
1. Digestibilitas protein (untuk dapat digunakan oleh tubuh, asam amino harus
dilepaskan dari komponen lain makanan dan dibuat agar dapat diabsorpsi. Jika
komponen yang tidak dapat dicerna mencegah proses absorpsi, maka asam
amino yang penting akan hilang bersama feses).
2. Komposisi asam amino seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis
protein tubuh harus tersedia pada saat yang sama agar jaringan yang baru
dapat terbentuk, dengan demikian makanan harus menyediakan setiap asam
amino dalam jumlah yang mencukupi untuk membentuk asam amino lain
yang dibutuhkan.
Biasanya yang diukur bukan protein makanan, tetapi nitrogen. NPU yang
ditentukan dengan kondisi-kondisi standar, standardized NPU (NPUst),
sedangkan yang ditentukan dalam kondisi yang meniru kondisi di masyarakat
(lapangan) yang mempergunakan bahan makanan sumber protein tersebut,
diberi nama operative NPU (NPUop).
NPUst dipergunakan, untuk membandingkan nilai NPU berbagai
bahan makanan sumber protein yang ditentukan oleh berbagai peneliti di
berbagai laboratorium, mempergunakan binatang percobaan yang sejenis.
Ditentukan dalam kondisi-kondisi standar karena banyak faktor yang
mempengaruhi hasil penentuan tersebut, sehingga bila kondisi percobaan
tidak sama, tidak dapat diperbandingkan hasilnya (not comparable).
NPUop berguna untuk menilai kualitas sumber protein tersebut seperti
yang sesungguhnya dikonsumsi di dalam masyarakat, jadi nilainya tidak dapat
dipakai untuk perbandingan dengan nilai pada kondisi lain.
x 100
(Digestibility)
(Biological Value)
H. Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara kualitatif
terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl,
metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan
metode spektrofotometri UV.
Analisa Kualitatif
Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui sampel mengandung protein
atau tidak dengan menggunakan metode biuret ditandai dengan warna ungu,
metode ninhidrin ditandai dengan warna biru, metode xantoprotein ditandai
dengan terbentuknya endapan kuning dan metode lainnya.
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan
protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah
menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada
inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk
protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan
pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini
dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah
dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan
perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein.
Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua
lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna
merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein
yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin.
Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan
warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-
senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat dilakukan dengan Metode konvensional, yaitu metode
Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi). Metode modern, yaitu metode
Lowry, metode spektrofotometri visible, dan metode spektrofotometri UV yang
menggunakan protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama
Johann Kjeldahl. Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali
dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan
modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih
akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar
protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung,
diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar
nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein)
digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata,
tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam
aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan
titrasi.
Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti
dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai
oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk
mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu),
selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).
Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk
nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO 2
dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada
dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-)
sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) → (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan
labu penerima (receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu
digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium
sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH → 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah
keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat
berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia
menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3 → NH4+ + H2BO3- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang
terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan
indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ → H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik
akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan
3).
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.
Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar = V NaOH blanko – V NaOH sampel x N NaOH x 14,008 x 100% x Fk
berat sampel (mg)
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16
2. Metode Spektrofotometri UV
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein
berdasarkan spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau
fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya
di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein
disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya.
Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang
gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan
utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau
pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis,
gugus inti dan agregat protein.
Prinsip
a. Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm.
Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan
sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan untuk
menentukan kadarnya.
Keuntungan metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-
destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm
dan sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar yang
bermakna. Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk mengatasi
masalah ini, antara lain : dengan pengukuran serapan pada dua panjang
gelombang yang berbeda.
a. Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan
ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua
bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen
ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian
diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik
ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi
melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus
samping spesifik.
b. Metode Lowry
Prinsip dari metode ini adalah mengkombinasikan pereaksi biuret
dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu
tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna
kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang
dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah
puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar protein dengan konsentrasi rendah. Kelebihan dari metode ini adalah
lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode
biuret. Kekurangan dari metode ini adalah metode Lowry tidak umum
digunakan dalam analisa protein pada produk pangan, tetapi digunakan pada
reaksi biokimia protein (protein yang telah dipurifikasi atau diisolasi).
c. Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya larut dapat dibuat mengendap dengan
penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan
protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein
dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih,
serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau
memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan dianalisis.
Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami sejumlah tahap
preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut,
sentrifugasi, filtrasi, dan sebagainya. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain
itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari jenis
makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana
protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan
lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda
mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula) (RH, 2008).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting
dalam pembentukan biomolekul. Protein merupakan makromolekul yang menyusun
lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen
utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh.
(Mustika, 2012).
Protein dapat bersumber dari hewani (protein dari daging, protein susu,
protein pada telur) dan nabati (protein pada jagung, protein pada terigu). Pada
dasarnya kualitas suatu protein pada makanan ditentukan oleh terdapat tidaknya asam
amino essensial masing-masing dalam kuantum yang mencukupi kebutuhan tubuh
untuk sintesa protein badan. Kualitas protein didasarkan pada kemampuannya untuk
menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan dan
memperbaiki jaringan tubuh (Jauhari, Ahmad. 2013).
Di Indonesia, parameter yang biasa dipergunakan untuk menilai kualitas
protein bahan makanan ialah PER dan NPU, dan kadang-kadang NDPCal%. Isolasi
merupakan proses pemisahan komponen tertentu dari suatu sistem. Proses isolasi
partikel dari bagian sel dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penghancuran sel
dan tahap pemisahan partikel tertentu dari suspensi melalui sentrifugasi. Pembuatan
isolat protein dilakukan berdasarkan kelarutan protein (Hermiastuti, 2013).
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara kualitatif
terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl,
metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan
metode spektrofotometri UV. Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui sampel
mengandung protein atau tidak, sedangkan analisa kuantitatif dilaukan untuk
mengukur atau menghitung kadar protein dalam sampel yang postif mengandung
protein (RH, 2008).
DAFTAR PUSTAKA