You are on page 1of 25

ANALISA MAKANAN DAN MINUMAN

“ANALISIS PROTEIN”

KELOMPOK 3

NI PUTU NIA NURATMINI P07134016003


NI KOMANG SETYANINGSIH P07134016013
NI WAYAN APRILIA WATI P07134016023
DWI KARTIKA SARI P07134016032
DESAK MADE HARUMAYANTI P07134016057

Dosen Pembimbing :
IGA. Sri Dhynaputri, S.KM., M.PH

JURUSAN ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Makanan adalah bahan yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan


hidup manusia, karena tubuh manusia memerlukan energi yang digunakan untuk
melaukan aktifitas sehari-hari. Bahan makanan umumnya terdiri dari zat-zat kimia
yang terbentuk secara alami atau sintesis dalam beragam kombinasi dan berperan
sama pentingnya bagi kehidupan (Almatsier, 2001). Unsur gizi yang perlu ada dalam
makanan adalah karbohidrat, protein, mineral, lemak dan komponen minor lainnya
seperti vitamin dan enzim. Senyawa dan unsur tersebut dibutuhkan sebagai makanan
bagi sel-sel tubuh seperti syaraf, darah, sel-sel otot untuk membentuk tubuh
(Sediaoetama, 2004).
Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting
dalam pembentukan biomolekul. Protein merupakan makromolekul yang menyusun
lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen
utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh
(Mustika, 2012). Protein sebagai sumber energi memberikan 4 Kkal per gramnya.
Jumlah total protein tubuh adalah sekitar 19% dari berat daging, 45% dari protein
tubuh adalah otot. Kebutuhan protein bagi orang dewasa adalah 1 gram/kg berat
badan setiap hari. Untuk anak-anak yang sedang tumbuh diperlukan protein yang
lebih banyak, yaitu 3 gram/kg berat badan. Untuk menjamin agar tubuh benar-benar
mendapatkan asam amino dalam jumlah dan jenis yang cukup, sebaiknya untuk orang
dewasa seperlima dari protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari
hewan, sedangkan untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein yang diperlukan
(Mustika, 2012).
Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua
kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada
tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin adalah beton, maka protein struktural
adalah dinding batu-batanya. Beberapa protein struktural, fibrous protein, berfungsi
sebagai pelindung, sebagai contoh α dan β-keratin yang terdapat pada kulit, rambut,
dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada juga yang berfungsi sebagai perekat,
seperti kolagen. Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena
seperti halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat
mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan sebagai
biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup. Makromolekul ini
mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks untuk menjaga
kelangsungan hidup suatu organisme. Suatu sistem metabolisme akan terganggu
apabila biokatalis yang berperan di dalamnya mengalami kerusakan (Hertadi, 2008).
Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, dimana protein
merupakan sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti
lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti penting
bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga merupakan
komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur
keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan sebagainya.
Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampu meningkatkan laju reaksi
biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan atau merusak.
Di dalam analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan sifat
fungsional dari protein sangat penting. (RH, 2008).
Dalam paper ini akan dibahas lebih mendalam mengenai analisa protein pada
makanan beserta metode yang digunakan dalam penentuan kadar protein pada
makanan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Protein
Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar kimia Belanda
bernama Mulder, yang merupakan salah satu dari orang-orang pertama yang
mempelajari kimia dalam protein secara sistematik. Ia secara tepat menyimpulkan
peranan inti dari protein dalam sistem hidup dengan menurunkan nama dari bahasa
Yunani proteios, yang berarti “bertingkat pertama”.
Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari
sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem
komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel.
Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam
sel, protein terdapat baik pada membrane plasma maupun membran internal yang
menyusun organel sel seperti mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan
golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein
yang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian besar berupa enzim banyak terdapat di
dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada kompartemen dari organel sel. Protein
merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar
makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Protein merupakan komponen
utama bagi semua benda hidup termasuk mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.
Protein merupakan rantaian gabungan 22 jenis asam amino. Protein ini memainkan
berbagai peranan dalam benda hidup dan bertanggungjawab untuk fungsi dan ciri-ciri
benda. Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N
(15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping C,
H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu
(sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Sudarmaji, S, dkk. 1989).
B. Fungsi Protein
Protein memegang peranan penting dalam berbagai proses biologi. Peran-peran
tersebut antara lain:
1. Katalisis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh enzim dan
hampir semua enzim adalah protein.
2. Transportasi dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion-ion ditansport oleh protein spesifik. Misalnya
transportasi oksigen di dalam eritrosit oleh hemoglobin dan transportasi
oksigen di dalam otot oleh mioglobin.
3. Koordinasi gerak
Kontraksi otot dapat terjadi karena pergeseran dua filamen protein. Contoh
lainnya adalah pergerakan kromosom saat proses mitosis dan pergerakan
sperma oleh flagela.
4. Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang merupakan protein
fibrosa.
5. Proteksi imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal serta
berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel dari organisma
lain.
6. Membangkitkan dan menghantarkan impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh oleh protein
reseptor. Misalnya rodopsin adalah protein yang sensitive terhadap cahaya
ditemukan pada sel batang retina. Contoh lainnya adalah protein reseptor pada
sinapsis.
7. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pada organisme tingkat tinggi, pertumbuhan dan diferensiasi diatur oleh
protein faktor pertumbuhan. Misalnya faktor pertumbuhan saraf
mengendalikan pertumbuhan jaringan saraf. Selain itu, banyak hormon
merupakan protein (Santoso, H. 2008).

C. Penggolongan Protein
Protein merupakan polimer yang disusun oleh 20 macam asam amino standar.
Rantai asam amino dihubungkan dengan ikatan kovalen yang spesifik. Struktur dan
fungsinya ditentukan oleh kombinasi, jumlah dan urutan asam amino sedangkan sifat
fisik dan kimiawi dipengaruhi oleh asam amino penyusunnya. Penggolongan protein
dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain:
 Berdasarkan struktur molekulnya
Struktur protein terdiri dari empat macam :
a.) Struktur primer (struktur utama)
Struktur ini terdiri dari asam-asam amino yang dihubungkan satu sama
lain secara kovalen melalui ikatan peptida.

b.) Struktur sekunder


Protein sudah mengalami interaksi intermolekul, melalui rantai
samping asam amino. Ikatan yang membentuk struktur ini, didominasi
oleh ikatan hidrogen antar rantai samping yang membentuk pola
tertentu bergantung pada orientasi ikatan hidrogennya. Ada dua jenis
struktur sekunder, yaitu: α-heliks dan β-sheet.

c.) Struktur Tersier


Terbentuk karena adanya pelipatan membentuk struktur yang
kompleks. Pelipatan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida,
interaksi ionik, ikatan hidrofobik, ikatan hidrofilik.
d.) Struktur Kuartener
Terbentuk dari beberapa bentuk tersier, dengan kata lain multi sub
unit. Interaksi intermolekul antar sub unit protein ini membentuk
struktur keempat/kuartener.

 Berdasarkan Bentuk dan Sifat Fisik


1. Protein globular
Terdiri dari polipeptida yang bergabung satu sama lain (berlipat rapat)
membentuk bulat padat. Misalnya enzim, albumin, globulin, protamin.
Protein ini larut dalam air, asam, basa, dan etanol.
2. Protein serabut (fibrous protein)
Terdiri dari peptida berantai panjang dan berupa serat-serat yang tersusun
memanjang, dan memberikan peran struktural atau pelindung. Misalnya
fibroin pada sutera dan keratin pada rambut dan bulu domba. Protein ini
tidak larut dalam air, asam, basa, maupun etanol.

 Berdasarkan Fungsi Biologi


Pembagian protein didasarkan pada fungsinya di dalam tubuh, antara lain:
1. Enzim (ribonukease, tripsin)
2. Protein transport (hemoglobin, mioglobin, serum, albumin)
3. Protein nutrien dan penyimpan (gliadin/gandum, ovalbumin/telur,
kasein/susu, feritin/jaringan hewan)
4. Protein kontraktil (aktin dan tubulin)
5. Protein Struktural (kolagen, keratin, fibrion)
6. Protein Pertahanan (antibodi, fibrinogen dan trombin, bisa ular)
7. Protein Pengatur (hormon insulin dan hormon paratiroid)

 Berdasarkan Daya Larutnya


1. Albumin
Larut air, mengendap dengan garam konsentrasi tinggi. Misalnya albumin
telur dan albumin serum
2. Globulin Glutelin
Tidak larut dalam larutan netral, larut asam dan basa encer. Glutenin
(gandum), orizenin (padi).
3. Gliadin (prolamin)
Larut etanol 70-80%, tidak larut air dan etanol 100%. Gliadin/gandum,
zein/jagung
4. Histon
Bersifat basa, cenderung berikatan dengan asam nukleat di dalam sel.
Globin bereaksi dengan heme (senyawa asam menjadi hemoglobin). Tidak
larut air, garam encer dan pekat (jenuh 30-50%). Misalnya globulin serum
dan globulin telur.
5. Protamin
Larut dalam air dan bersifat basa, dapat berikatan dengan asam nukleat
menjadi nukleoprotamin (sperma ikan). Contohnya salmin.

 Protein Majemuk
Adalah protein yang mengandung senyawa bukan hanya protein.
1.) Fosfoprotein
Protein yang mengandung fosfor, misalnya kasein pada susu, vitelin pada
kuning telur
2.) Kromoprotein
Protein berpigmen, misalnya asam askorbat oksidase mengandung Cu
3.) Fosfoprotein
Protein yang mengandung fosfor, misalnya kasein pada susu, vitelin pada
kuning telur
4.) Kromoprotein
Protein berpigmen, misalnya asam askorbat oksidase mengandung Cu
5.) Protein Koenzim
Misalnya NAD+, FMN, FAD dan NADP+
6.) Lipoprotein
Mengandung asam lemak, misalnya lesitin
7.) Metaloprotein
Mengandung unsur-unsur anorganik (Fe, Co, Mn, Zn, Cu, Mg dsb)
8.) Glikoprotein
Gugus prostetik karbohidrat, misalnya musin (pada air liur), oskomukoid
(pada tulang)
9.) Nukleoprotein
Protein dan asam nukleat berhubungan (berikatan valensi sekunder)
misalnya pada jasad renik (RH, 2008).

D. Sumber Protein
a. Protein Hewani
Merupakan protein yang terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari
hewan, seperti protein dari daging, protein susu, protein pada telur dan
lainnya.
b. Protein Nabati
Merupakan protein yang terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari
tumbuhan, seperti protein pada jagung, protein pada terigu dan lainnya
(Jauhari, Ahmad. 2013).

E. Kualitas Protein
Pada dasarnya kualitas suatu protein pada makanan ditentukan oleh terdapat
tidaknya asam amino essensial masing-masing dalam kuantum yang mencukupi
kebutuhan tubuh untuk sintesa protein badan. Kualitas protein didasarkan pada
kemampuannya untuk menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan,
pertahanan dan memperbaiki jaringan tubuh. Secara umum kualitas protein
tergantung pada dua karakteristik berikut:
1. Digestibilitas protein (untuk dapat digunakan oleh tubuh, asam amino harus
dilepaskan dari komponen lain makanan dan dibuat agar dapat diabsorpsi. Jika
komponen yang tidak dapat dicerna mencegah proses absorpsi, maka asam
amino yang penting akan hilang bersama feses).
2. Komposisi asam amino seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis
protein tubuh harus tersedia pada saat yang sama agar jaringan yang baru
dapat terbentuk, dengan demikian makanan harus menyediakan setiap asam
amino dalam jumlah yang mencukupi untuk membentuk asam amino lain
yang dibutuhkan.

F. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Protein:


a. Perkembang jaringan
Periode dimana perkembangn terjadi dengan cepat seperti pada masa janin

dan kehamilan membutuhkan lebih banyak protein.


b. Kualitas protein
Kebutuhan protein dipengaruhi oleh kualitas protein makanan pola Asam
aminonya. Tidak ada rekomendasi khusus untuk orang-orang yang
mengonsumsi protein hewani bersama protein nabati. Bagi mereka yang
tidak mengonsumsi protein hewani dianjurkan untuk memperbanyak
konsumsi pangan nabatinya untuk kebutuhan asam amino.
c. Digestibilitas protein
Ketersediaan asam amino dipengaruhi oleh persiapan makanan. Panas
menyebabkan ikatan kimia antara gula dan asam amino yang membentuk
ikatan yang tidak dapat dicerna. Digestibitas dan absorpsi dipengaruhi
oleh jarak antara waktu makan, dengan interval yang lebih panjang akan
menurunkan persaingan dari enzim yang tersedia dan tempat absorpsi.
d. Kandungan energi dari makanan
Jumlah yang mencukupi dari karbohidrat harus tersedia untuk mencukupi
kebutuhan energi sehingga protein dapat digunakan hanya untuk
pembagunan jaringn. Karbohidrat juga mendukung sintesis protein dengan
merangsang pelepasan insulin.
e. Status kesehatan
Dapat meningkatkan kebutuhan energi karena meningkatnya katabolisme.
Setelah trauma atau operasi asam amino dibutuhkan untuk pembentukan
jaringan, penyembuhan luka dan produksi faktor imunitas untuk melawan
infeksi (Anonim. 2007).

G. Parameter untuk Menilai Kualitas Protein


Di Indonesia, parameter yang biasa dipergunakan untuk menilai kualitas protein
bahan makanan ialah PER dan NPU, dan kadang-kadang NDPCal%. Contoh
makanan yang diteliti secara rutin kualitas proteinnya, ialah makanan bayi dan balita,
khususnya susu bubuk dan campuran makanan bagi bayi lainnya dalam bentuk
tepung. Contoh (sampel) bahan makanan ini diambil di pasaran bebas secara acak dan
ditentukan PER dan NPUst, kadang-kadang dihitung NDPCal% untuk melengkapkan
data yang terdapat di laboratorium. Tepung bahan makanan bayi yang telah disimpan
lama mungkin mengalami perubahan fisiko-kimiawi, sehingga nilai proteinnya
menurun. Kita ketahui bahwa anak-anak yang sedang tumbuh pesat, terutama bayi
dan balita, memerlukan bahan makanan sumber protein dengan kualitas protein
lengkap.
1. PER (Protein Efficiency Ratio)
Didefinisikan sebagai gram perubahan berat badan binatang percobaan, untuk
setiap gram protein makanan yang dikonsumsi, selama suatu perioda
percobaan tertentu (biasanya 3 – 4 minggu).

Parameter ini ditentukan dengan percobaan biologic, mempergunakan


binatang percobaan. Biasanya dipergunakan tikus putih laboratorium, tetapi
dapat pula anak ayam, dan binatang percobaan lainnya yang masih sedang
dalam umur pertumbuhan. Lama percobaan biasanya 3 sampai 4 minggu.

2. NPU (Net Protein Utilization)


NPU adalah persentase nitrogen makanan yang diretensi tubuh per gram
protein yang dikonsumsi.

Biasanya yang diukur bukan protein makanan, tetapi nitrogen. NPU yang
ditentukan dengan kondisi-kondisi standar, standardized NPU (NPUst),
sedangkan yang ditentukan dalam kondisi yang meniru kondisi di masyarakat
(lapangan) yang mempergunakan bahan makanan sumber protein tersebut,
diberi nama operative NPU (NPUop).
NPUst dipergunakan, untuk membandingkan nilai NPU berbagai
bahan makanan sumber protein yang ditentukan oleh berbagai peneliti di
berbagai laboratorium, mempergunakan binatang percobaan yang sejenis.
Ditentukan dalam kondisi-kondisi standar karena banyak faktor yang
mempengaruhi hasil penentuan tersebut, sehingga bila kondisi percobaan
tidak sama, tidak dapat diperbandingkan hasilnya (not comparable).
NPUop berguna untuk menilai kualitas sumber protein tersebut seperti
yang sesungguhnya dikonsumsi di dalam masyarakat, jadi nilainya tidak dapat
dipakai untuk perbandingan dengan nilai pada kondisi lain.

3. NDPCal% (Net Dietary Protein Calorie Percentage)

Nilai gizi (kualitas) protein makanan ternyata dipengaruhi pula oleh


kalori total yang dikonsumsi, karena protein merupakan juga sumber kalori
utama. Untuk menghubungkan kualitas protein dengan jumlah kalori yang
dihasilkannya, diusulkanlah parameter Net Dietary Protein Calorie
Percentage ini. Parameter ini tidak terlalu popular, sehingga di Indonesia
tidak banyak dipergunakan.
Masih ada parameter untuk menilai kualitas protein, yaitu nitrogen
balance. Metode ini sebenarnya dipergunakan untuk menentukan kebutuhan
tubuh akan protein. Di sini diukur jumlah protein (nitrogen) yang
diekskresikan tubuh dibandingkan dengan jumlahnya di dalam makanan yang
dikonsumsi. Bila yang diekskresikan kurang dari yang dikonsumsi, maka
berarti sebagian dari protein (nitrogen) makanan tersebut diretensi oleh tubuh,
dan dianggap dipakai untuk sintesa protein tubuh, dalam keadaan demikian
dikatakan terdapat keseimbangan protein (nitrogen) positif. Bila sebaliknya
yang terjadi, yaitu ekskresi protein (nitrogen) lebih besar dari yang
dikonsumsi, berarti sebagian dari protein yang diekskresi berasal dari bagian
tubuh yang dipecah, maka dalam kondisi demikian disebut keseimbangan
protein (nitrogen) negative. Bila yang diekskresikan sama dengan yang
dikonsumsi, diberi nama kondisi balance (seimbang). Dalam kondisi terakhir
ini kuantum protein yang dikonsumsi itu tepat sama dengan yang dibutuhkan
tubuh. Pada seorang dewasa yang sehat, tingkat konsumsi proteinnya harus
memberikan kondisi keseimbangan protein, karena orang tersebut tidak
tumbuh lagi, jadi tidak memerlukan penambahan atas retensi protein,
kebutuhan akan protein cukup mencapai keseimbangan karena kuantum
protein yang diperlukan hanya untuk menggantikan protein sel yang rusak
terpakai.
Adapun parameter yang masih diperlukan untuk menilai parsial
kualitas protein makanan ialah :

x 100
(Digestibility)

(Biological Value)

Kedua parameter ini ditentukan dalam percobaan biologic, seperti juga


penentuan parameter PER dan NPU serta teknik keseimbangan nitrogen.
Dengan memperhatikan berbagai definisinya dan perhitungan matematika,
dapat dicari hubungan antara NPU, Daya Cerna dan BV sesuatu jenis protein
makanan :
100 x NPU = BV x Dig
(Jauhari, Ahmad. 2013).

H. Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara kualitatif
terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl,
metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan
metode spektrofotometri UV.

 Analisa Kualitatif
Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui sampel mengandung protein
atau tidak dengan menggunakan metode biuret ditandai dengan warna ungu,
metode ninhidrin ditandai dengan warna biru, metode xantoprotein ditandai
dengan terbentuknya endapan kuning dan metode lainnya.
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan
protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah
menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada
inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk
protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan
pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini
dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah
dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan
perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein.
Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua
lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam
nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna
merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein
yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada
dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin.
Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan
warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-
senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

 Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat dilakukan dengan Metode konvensional, yaitu metode
Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi). Metode modern, yaitu metode
Lowry, metode spektrofotometri visible, dan metode spektrofotometri UV yang
menggunakan protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama
Johann Kjeldahl. Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali
dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan
modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih
akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar
protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung,
diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar
nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein)
digunakan untuk banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata,
tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam
aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan
titrasi.
Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti
dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai
oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk
mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu),
selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).
Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk
nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO 2
dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada
dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-)
sehingga yang berada dalam larutan adalah :
N(makanan) → (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan
labu penerima (receiving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu
digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium
sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH → 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah
keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat
berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia
menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
NH3 + H3BO3 → NH4+ + H2BO3- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang
terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan
indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
H2BO3- + H+ → H3BO3 (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik
akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan
3).
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.

Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g


adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan
pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual
yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan,
dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
% Protein = F x %N.

Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan :
a. Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih
merupakan metode standar dibanding metode lain.
b. Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat
metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
Kerugian :
a. Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak
semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
b. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena
susunan residu asam amino yang berbeda.
c. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa
katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.
Prosedur :
a) Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl
(kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1
g).
b) Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan
15 ml asam sulfat pekat.
c) Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai
berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah
menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan
pemanasan dan biarkan sampai dingin.
d) Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang
didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 1ml larutan
kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan
natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari
es.
e) Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu
Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian
panaskan dengan cepat sampai mendidih.
f) Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku
asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator merah metil 0,1% b/v (dalam
etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke
dalam larutan asam klorida 0,1N.
g) Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa
larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan
larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi
perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning.

Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :
Kadar = V NaOH blanko – V NaOH sampel x N NaOH x 14,008 x 100% x Fk
berat sampel (mg)
Keterangan :
Fk : faktor koreksi
Fk N : 16

2. Metode Spektrofotometri UV
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein
berdasarkan spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau
fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya
di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein
disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya.
Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang
gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan
utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau
pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis,
gugus inti dan agregat protein.
Prinsip
a. Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm.
Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan
sehingga serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan untuk
menentukan kadarnya.
Keuntungan metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-
destruktif, dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm
dan sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar yang
bermakna. Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk mengatasi
masalah ini, antara lain : dengan pengukuran serapan pada dua panjang
gelombang yang berbeda.
a. Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan
ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua
bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen
ini dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian
diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik
ini kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi
melibatkan ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus
samping spesifik.
b. Metode Lowry
Prinsip dari metode ini adalah mengkombinasikan pereaksi biuret
dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu
tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna
kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang
dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah
puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar protein dengan konsentrasi rendah. Kelebihan dari metode ini adalah
lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode
biuret. Kekurangan dari metode ini adalah metode Lowry tidak umum
digunakan dalam analisa protein pada produk pangan, tetapi digunakan pada
reaksi biokimia protein (protein yang telah dipurifikasi atau diisolasi).

c. Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya larut dapat dibuat mengendap dengan
penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan
protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein
dapat ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).

Keuntungan dan Kelemahan


Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta sensitif
terhadap protein dengan konsentrasi rendah.

Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan jernih,
serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau
memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan dianalisis.
Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami sejumlah tahap
preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut,
sentrifugasi, filtrasi, dan sebagainya. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain
itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari jenis
makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana
protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan
lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda
mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula) (RH, 2008).
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting
dalam pembentukan biomolekul. Protein merupakan makromolekul yang menyusun
lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen
utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh.
(Mustika, 2012).
Protein dapat bersumber dari hewani (protein dari daging, protein susu,
protein pada telur) dan nabati (protein pada jagung, protein pada terigu). Pada
dasarnya kualitas suatu protein pada makanan ditentukan oleh terdapat tidaknya asam
amino essensial masing-masing dalam kuantum yang mencukupi kebutuhan tubuh
untuk sintesa protein badan. Kualitas protein didasarkan pada kemampuannya untuk
menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan dan
memperbaiki jaringan tubuh (Jauhari, Ahmad. 2013).
Di Indonesia, parameter yang biasa dipergunakan untuk menilai kualitas
protein bahan makanan ialah PER dan NPU, dan kadang-kadang NDPCal%. Isolasi
merupakan proses pemisahan komponen tertentu dari suatu sistem. Proses isolasi
partikel dari bagian sel dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penghancuran sel
dan tahap pemisahan partikel tertentu dari suspensi melalui sentrifugasi. Pembuatan
isolat protein dilakukan berdasarkan kelarutan protein (Hermiastuti, 2013).
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Secara kualitatif
terdiri atas reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi
Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari metode Kjeldahl,
metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan
metode spektrofotometri UV. Uji kualitatif bertujuan untuk mengetahui sampel
mengandung protein atau tidak, sedangkan analisa kuantitatif dilaukan untuk
mengukur atau menghitung kadar protein dalam sampel yang postif mengandung
protein (RH, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2001).Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama


Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari.
(http://www.blogger.com) diakses tanggal 12 Oktober 2008
Hermiastuti, M. (2013). Analisis Kadar Protein dan Identifikasi Asam Amino Pada
Ikan Patin (Pangasius djambal), 77.
Jauhari, Ahmad. 2013. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Yogyakarta : Jaya Ilmu
Mustika, D.C. (2012). Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta
RH, D. A. M. A. P. (2008). 2. Analisis Protein 1., 25, 1–6.
Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology.com)
diakses tanggal 5 Februari 2018
Sediaoetama, A.D. (2004). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia.
Jakarta: PT. Dian Rakyat
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Sudarmaji, S, dkk. 1989.Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty:
Yogyakarta.

You might also like