You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pintu sorong adalah sekat yang dapat diatur bukaannya. Pintu sorong
atau biasa praktikan sebut pintu air merupakan suatu alat untuk mengontrol
aliran pada saluran terbuka. Pintu menahan air di bagian hulu dan mengizinkan
aliran ke arah hilir melalui bawah pintu dengan kecepatan tinggi (JMK
Dake,1983). Aliran di hulu pintu setelah pintu sorong adalah aliran subkritis.
Kemudian, aliran air mengalami percepatan ketika melewati bagian bawah
pintu atau sekat. Akibat percepatan yang dialami, aliran berubah secara tiba-
tiba dari subkritis menjadi superkritis. Di lokasi yang lebih hilir, aliran akan
mengalami semacam shock yang membuatnya kembali menjadi aliran
subkritis. Pada lokasi terjadinya perubahan aliran superkritis menjadi aliran
subkritis secara tiba-tiba tersebut, akan terjadi peristiwa yang biasa disebut
dengan lompatan hidrolik (hydraulic jump). Air loncat atau lompatan hidrolik
biasanya sengaja dibuat untuk meredam energi dan memperlambat aliran
sehingga tidak menggerus dasar saluran.

1.2 Maksud dan Tujuan


1. Menentukan koefisien kecepatan ( Cv )
2. Menentukan koefisien kontraksi ( Cc )
3. Mengamati aliran air melewati pintu sorong

1.3 Peralatan dan Bahan


1. Satu set model saluran terbuka
2. Model Pintu Sorong
3. “Point Gauge”(alat ukur kedalaman)
4. Mistar (alat ukur panjang)
1.4 Prosedur Percobaan
1. Atur kedudukan saluran hingga dasar horizontal
2. Pasang pintu sorong hingga posisi tetap vertikal
3. Atur harga yg (tinggi bukaan ditentukan oleh instruktur), kemudian
diukur yo, y1, y2, y3, y4, ∆H (baca pada manometer) (misalnya Nilai yg:
10;12;15;18;20;22;25;27;28;30 mm)
4. Dengan debit yang sama pada prosedur no. 3 di atas , atur ketinggian
pintu sorong dengan yo (ditentukan oleh instruktur), kemudian diukur yg,
y1, y2, y3, y4.
5. Ubah debit dengan memutar katup pompa dan atur pintu sorong sehingga
yo sama dengan yo pada no. 4 diatas, kemudian diukur yg, y1, y2, y3, y4
dan baca ∆H (dalam pengaturan pintu sorong perlu kesabaran dan
ketelitian).
6. Dengan debit yang masih sama pada no. 5, atur pintu sorong sehingga
harga yg sama dengan harga yg pada no. 3 diatas, ukur yo, y1, y2, y3, y4.
7. Ulangi percobaan untuk debit yang lain. Variasi debit ditetapkan oleh
instruktur, (misalnya ∆H=5cmHg; 5,75cmHg; 6cmHg; 6,5cmHg; 7cmHg;
7,5cmHg; 8cmHg .
8. Buat skets aliran fluida secara akurat untuk masing-masing keadaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bilangan Reynold
Bilangan Reynold merupakan ukuran untuk menyatakan apakah modus
aliran berupa aliran laminer atau turbulen. Bilangan Reynold ini dihitung
menggunakan rumus berikut ini (Sonawan, 2010).
Re = Bilangan Reynold
V = Kecepatan rata-rata fluida yanga mengalir (m/s)
D = diameter dalam pipa (m)
ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
ϑ = viskositas dinamik fluida (kg/m.s) atau (N. det/ m3)

Faktor-faktor yang mempengaruhi bilangan Reynold pada Transisi dari aliran


Laminer
dan Turbulen
Gradien tekanan yang diharapkan memperlambat transisi adalah
gradien tekanan yang tak diharapkan mempercepatnya. Turbulen arus bebas
kekasaran menurunkan bilangan Reynold transisi. Tidak adanya efek
pipamenurunkan transisi dalam aliran eksternal. Hisapan yaitu banyak
menaikan Re transisi. Kelengkungan dinding yaitu dimana kelengkungan
konveks menaikan Re transisi, kelengkungan konkaf menurunkan Re transisi.
Temperatur dinding yaitu dimana dinding dingin menaikan Re transisi. Dinding
panas menurunkan Re transisi (Welty, dkk., 2005).

Pengertian debit
Debit adalah besaran yang menyatakan banyaknya fluida yang mengalir
selama 1 detik yang melewati suatu penampang luas. Maka, dapat dikatakan
pula debit sebagai hasil kali kecepatan dan luas penampang. Debit yang masuk
pada suatu penampang luasan sama dengan debit yang keluar pada luasan yang
lain meskipun luas penampangnya berbeda. Hal ini disebut persamaan
kontinuitas (Fathi, 2013).

Kualitas pipa
Kualitas pipa dan fitting kecuali di tentukan berdasarkan kualitas fisik
berupa tampilan warna, dimensi, sistim koneksi (ulir atau flange) dan lain
sebagainya ditentukan pula oleh head losses apabila dialiri fluida. Semakin
besar head losses semakin berkurang kualitas pipa dan fitting tersebut. Kualitas
fisik dapat mudah dikenali oleh konsumen, namun head losses harus dilakukan
penelitian laboratoris (Suhariono, 2008)

Bilangan Reynold dan rumusnya


Bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya
viskos (μ/L) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan
suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan ini digunakan untuk mengidentikasikan
jenis aliran yang berbeda, misalnya laminer dan turbulen. Bilangan Reynold
(Re) merupakan suatu nilai yang dipakai untuk menunjukkan jenis aliran , yaitu
aliran laminar atau turbulen. Untuk aliran didalam pipa, aliran bersifat laminar
bila Re< 2000 dan aliran bersifat turbulen jika Re>2000. Bilangan Reynold
dipengaruhi oleh dimensi saluran, kecepatan aliran, rapat masa dan viskositas
dari fluida yang mengalir. Secara matematis bilangan ini dapat di tulis: (Church,
1986)
 fluidaVd Vd Vd
Re   
 g v
Dimana:
ρ = densitas (kg/m3)
μ = viskositas dinamis (N. s/m2)
d = diameter dalam dari saluran (m)
v = viskositas kinematis (m2/s)
γ = berat jenis fluida (N/m3)
Berdasarkan bilangan Reynold-nya, aliran dapat dikelompokkan sebagai
berikut (White, 1986):
0 < Re < 1 = gerak nerayap berlapis yang sangat kental.
1 < Re < 102 = berlapis, sangat tergantung pada bilangan Reynold
102 < Re < 103 = berlapis
103 < Re < 104 = transisi ke aliran turbulen
104 < Re < 106 = bergolak, agak tergantung pada bilangan Reynold
Re > 106 = bergolak

Bilangan Reynolds untk saluran tertutup dinyatakan sebagai berikut :


VD
Re 

Dimana :
V = kecepatan rata-rata aliran.
l = panjang karakteristik (m).
h untuk aliran terbuka.
D untuk aliran tertutup.
 = viskositas kinematik (m2/detik).
Viskositas kinematis adalah perbandingan antara viskositas dinamis dengan
densitas ( Orianto, 1989).

Viskositas Fluida
Viskositas fluida merupakan ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap
deformasi atau perubahan bentuk. Viskositas dipengaruhi oleh temperatur,
tekanan, kohesi dan laju perpindahan momentum molekularnya. Viskositas
zat cair cenderung menurun dengan seiring bertambahnya kenaikan
temperatur hal ini disebabkan gaya – gaya kohesi pada zat cair bila
dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya
temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunya viskositas dari zat cair
tersebut (Ridwan, 2012).

Pipa dan Jenis Zat Cair


Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran
yang digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran
penuh.Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dengan
tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat
cair dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk kedalam aliran terbuka atau
karena tekanan dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair didalam
pipa tidak penuh), aliran termasuk kedalam pengaliran terbuka. Karena
mempunyai permukaan yang bebas maka fluida yang dialirkan adalah zat cair.
Tekanan dipermukaan zat cair disepanjang saluran terbuka adalah tekanan
atmosfer ( Triatmojo, 1996).

Aliran-aliran dan Turbulen


Suatu aliran kental dapat berupa aliran laminar atau aliran turbulen. Di
dalam aliran turbulen terjadi penyampuran partikel – partikel fluida sehingga
pergerakan suatu partikel tertentu terjadi secara acak dan sangat tidak teratur;
perata – rataan statistika dipakai untuk menetapkan kecepatan, tekanan dan
kuantitas – kuantitas lainnya yang ingin diketahui. Perata – rataan yang
demikian dapat bersifat ‘tunak’ yang berarti indipenden terhadap waktu, atau
dapat juga tak – tunak dan bergantung pada waktu.
Di dalam aliran laminar tidak terjadi pencampuran partikel – partikel
yang signifikan; pergerakannya halus dan tenang, seperti aliran air yang
mengalir pelan dari sebuah keran. Jika zat pewarna dimasukkan ke dalam
aliran laminar, zat tersebut akan tetap terlihat jelas untuk jangka waktu yang
lama. Zat tersebut akan cepat tersebar jika aliran turbulen. Aliran laminar
dapat dibuat terlihat menjadi turbulen dengan secara acak mengontrol katup di
dalam suatu aliran di dalam pipa. Walaupun demikian, alirannya tetap laminar
Karena tidak terjadi pencampuran partikel - partikel fluida. Jadi, tidak dapat
menentukan apakah suatu aliran tertentu adalah turbulen atau laminar hanya
dari tampilan V(t) saja. Untuk menjadi turbulen, pergerakannya harus acak
tapi juga harus terjadi pencampuran partikel – partikel fluida.
Ketika suatu aliran mulai bergerak, seperti misalnya di dalam sebuah
pipa, awalnya aliran tersebut bersifat laminar, akan tetapi dengan meningkat
kecepatan rata – ratanya, aliran laminar tersebut menjadi tidak stabil dan
kemudian menjadi aliran laminar ketiga dan akhirnya aliran turbulen pada
kecepatan yang lebih tinggi.
Terdapat suatu kuantitas, yang disebut bilangan Reynolds, yang
digunakan untuk menentukan apakah sebuah aliran adalah laminar ataukah
turbulen, bilangan tersebut adalah

𝑽𝑳
Re = 𝒗

Di mana V adalah suatu kecepatan karakteristik (kecepatan rata – rata


di dalam pipa atau kecepatan airfoil), L adalah suatu kecepatan karakteristik
(diameter pipa atau jarak dari ujung depan pelat datar) dan v adalah viskositas
kinematik. Jika bilangan Reynoldsnya lebih besar dari suatu bilangan
Reynolds kritis, aliran menjadi turbulen; jika lebih kecil dari bilangan
Reynolds kritis, alirannya laminar. Untuk aliran di dalam sebuah pipa, dengan
asumsi bahwa dinding pipa biasanya kasar, bilangan Reynolds kritis biasanya
ditetapkan sebesar 2000; jika dindingnya halus dan bebas getaran, dan aliran
yang masuk bebas dari gangguan, bilangan Reynolds kritisnya dapat
mencapai 40.000. Bilangan Reynolds kritis memiliki nilai yang berbeda untuk
geometri yang berbeda. Untuk aliran di antara pelat parallel, nilainya
ditetapkan 1500 dengan menggunakan kecepatan rata – rata dan jarak di
antara pelat. Untuk lapisan batas di permukaan pelat datar dengan gradien
tekanan nol, nilainya berkisar di antara 3 x 105 dan 106, dengan menggunakan
jarak dari ujung depan pelat. (Hidraulika I, Bambang Triadmodjo)
Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan Reynolds

Hidraulika I. Beta Offset, Yogyakarta

White, F.M., Mekanika Fluida, jilid I, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1998.

Pedoman Praktikum Mekanika Fluida, 2017

Wright, P.H., 2005. Pengantar Engineering. PT. Gelora Aksara Pratama.


Jakarta.

Merle C.Potter, Ph.d. 2008. Penerbit Erlangga

You might also like