You are on page 1of 4

FILSAFAT HUKUM

Satria Afif Muhammad – 1506730754


Kelas B
“Nature of Jurisprudence”

Pembahasan mengenai arti dari jurisprudence telah menjadi diskursus


yang alot dari kalangan ilmuwan-ilmuwan hukum dunia. Terjemahan
langsung dari jurisprudence dalam bahasa Indonesia adalah ilmu hukum.
Mengapa ilmu hukum tidak disebut sebagai “the science of law”? Layaknya
ilmu sosial yaitu social science, atau ilmu politik yaitu political science, atau
bahkan science itu sendiri? Guru besar ilmu hukum, Prof. Dr. Peter
Mahmud Marzuki, MS., LLM., mengatakan:1
“...untuk menghindari ketidaktepatan dalam bahasa Inggris
digunakanlah istilah jurisprudence dan bukan the science of law
untuk suatu disiplin yang pokok bahasannya adalah hukum. Istilah
jurisprudence berasal dari bahasa latin iuris, yang merupakan bentuk
jamak dari ius, yang artinya hukum yang dibuat oleh masyarakat dan
kebiasaan dan bukan perundang-undangan dan prudentia, yang
artinya kebijaksanaan atau pengetahuan. Jurisprudence, dengan
demikian berarti kebijaksanaan yang berkaitan dengan hukum atau
pengetahuan hukum.”

Pembahasan utama dari nature of jurisprudence adalah menentukan letak


posisi “ilmu hukum” saat disandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu
hukum memiliki karakteristik yang normatif, artinya ilmu hukum bukan suatu
kumpulan pertanyaan mengenai fakta, tetapi merupakan kumpulan norma
atau peraturan yang mengatur mengenai apa yang seharusnya dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan. Ilmu hukum melibatkan pembelajaran
atas pertanyaan-pertanyaan teoretis umum tentang keadaan sebenarnya


1
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana,
2008), hlm. 12.
dari hukum dan sistem hukum, tentang hubungan-hubungan hukum
terhadap keadilan, moralitas, dan keadaan sosial dari hukum.2

Ilmu hukum tidak membahas persoalan “materi” sebagaimana menjadi


bahasan utama dari ilmu pengetahuan alam. Berbeda dengan ilmu
pengetahuan sosial yang menjadikan manusia sebagai objek utama
pembelajarannya, namun bidan kajiannya hanya semata-mata kebenaran
empiris dan tidak memberikan ruang yang cukup untuk menciptakan
konsep hukum.3 Ilmu hukum pun tidak cocok untuk dimasukkan ke dalam
rumpun humaniora yang tidak memberikan tempat untuk mempelajari
hukum sebagai aturan tingkah laku sosial. Lingkup filsafat pun terlalu sempit
bagi ilmu hukum, walaupun keadilan yang merupakan unsur esensial dalam
hukum, ranah filsafat tidak membahas mengenai pelaksanaan dari keadilan
itu sendiri. Dengan demikian, ilmu hukum merupakan ilmu yang berdiri
sendiri, atau yang Meuwissen katakan bahwa ilmu hukum merupakan
disiplin sui generis.

Ketika hukum ditekankan sebagai ilmu, hal tersebut dapat menyebabkan


pengabaian atau bahkan penolakan aspek penting dari konsep hukum,
khususnya bila hukum dipandang sebagai studi pola faktual perilaku.
Sebenarnya hukum tidak dengan sendirinya merupakan pola faktual
perilaku, mereka adalah aturan atau norma, yang menyarankan sederet
peraturan dan sanksi. Aturan tersebut hanya menyatakan apa yang harus
atau seharusnya terjadi. Sanksi tidak terhubung dalam arti empiris dengan
aturan atau pelanggaran, tetapi sebagai konsekuensi dari ketidakpatuhan.
Inilah perbedaan yang dinyatakan oleh Kant antara sein (yang terjadi) dan
sollen (yang seharusnya terjadi). Sollen atau Ought mewakili cara berpikir
normatif, Sein atau Is mewakili cara berpikir yang empiris.


2
Agus Brotosusilo, Philosophy of Law, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2017), hlm. 5.
3
Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, hlm. 34.
Dalam mempelajari jurisprudence sendiri perlu dipelajari terkait dengan dua
hal, yaitu:
1. Jurisprudence sebagai ilmu yang mempelajari prinsip hukum
yang berlaku dalam berbagai sistem hukum yang ada, atau
disebut dengan general jurisprudence or general principles of
positive law. Dijelaskan bahwa dalam berbagai sistem hukum
yang berbeda, pada dasarnya terdapat persamaan yang
mendasar; dan
2. Jurisprudence sebagai ilmu yang mempelajari prinsip hukum
pada sistem hukum tertentu atau particural jurisprudence.

Di sini kita dapat melihat bahwa lingkup pembahasan jurisprudence sangat


erat kaitannya dengan ideologi, yang mana ideologi sendiri adalah sesuatu
yang bersifat subjektif. Dalam disiplin ilmu hukum, para pemikir hukum
mempelajari bagaimana mengkonstruksikan pemikirannya tentang “dunia
yang ideal” atau tentang “bagaimana dunia kehidupan itu seharusnya
berjalan.”

Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa kaidah hukum berisi kenyataan


normatif (apa yang diyogyanya dilakukan) atau das sollen, dan bukan beisi
kenyataan alamiah atau peristiwa konkret yaitu das sein. Demikian,
kemudian dapat diketahui bahwa memang ilmu hukum bersifat
preskriptif/normatif terkait dengan kaidah hukum, sementara sifat terapan
terdapat pada peristiwa konkret yang terjadi.4

Beberapa pendapat dari para ahli mengenai teori filsafat hukum itu sendiri,
dapat dilihat sebagai berikut:
1. John Austin
John Austin berpandangan bahwa hukum adalah perintah dari
penguasa. Hakikat hukum itu sendiri terletak pada unsur perintah.


4
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Sebuah Pengantar,
(Yogyakarta: Liberty, 2008), hlm. 16.
Hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan
tertutup.
2. J. Shklar
Dalam karyanya yang berjudul legalism menjelaskan mengenai
legalitas merupakan sifat yang etis dan mempertahankan moral
untuk bertingkah laku yang sesuai dengan hukum yang berlaku dan
hubungan secara moral terdiri dari tugas dan hak yang telah
ditegaskan dalam hukum.
3. K. Popper
Apa yang penting untuk dinyatakan adalah bahwa ilmu pengetahuan
selalu memperhatikan dengan penjelasan, prediksi, ujian, dan tata
cara tes hipotesis adalah selalu sama.

Dari pembahasan ini, dapat kita sarikan bahwasanya istilah jurisprudence


atau ilmu hukum, merupakan ilmu hukum yang tidak sama dan tidak
termasuk dalam ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
humaniora, maupun filsafat. Ilmu hukum merupakan ilmu yang berdiri
sendiri (sui generis) karena memiliki sifat normatif/preskriptif yang dicirikan
dengan adanya das sollen. Namun, ilmu hukum juga sekaligus bersifat
terapan terkait dengan kenyataan alamiah atau apa yang dikenal dengan
das sein.

You might also like