You are on page 1of 20

ACIDIMETRI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam
basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen ( artinya
secara stoikiometri titran dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekivalen”.
Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume
titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan
garam.Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam air,
mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif.

Sebenarnya ion hidrogen (proton) tak ada dalam larutan air. Setiap proton bergabung
dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasang elektron bebas yang
terdapat pada oksigen dari air, dan terbentuk ion-ion hidronium :

H+ + H2O → H3O+

Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam
air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif.
Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida
hampir sempurna berdisosiasi dalam larutan air yang encer :

Karena itu basa-basa ini adalah basa kuat. Di lain pihak larutan air amonia, merupakan
suatu basa lemah. Bila dilarutkan dalam air, amonia membentuk amonium hidroksida, yang
berdisosiasi menjadi ion amonium dan ion hidroksida :

Karena itu, basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedang basa lemah merupakan elektrolit
lemah. Tetapi tak ada pembagian yang tajam antara golongan-golongan ini, dan sama halnya
dengan asam, adalah mungkin untuk menyatakan kekuatan basa secara kuantitatif.
Menurut definisi yang kuno, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-proses
semacam ini disebut netralisasi. Definisi ini adalah benar, dalam artian, bahwa jika sejumlah
asam dan basa murni ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin tertinggal,
yang tak mempunyai ciri-ciri khas suatu asam maupun basa. Zat-zat ini dinamakan garam oleh
ahli-ahli kimia zaman dulu (G. Shevla, 1985).

Reaksi netralisasi dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa.
Caranya dengan menambahkan setetes demi setetes larutan basa kepada larutan asam. Setiap
basa yang diteteskan bereaksi dengan asam, dan penetesan dihentikan pada saat jumlah mol H+
setara dengan mol OH-. Pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik ekuivalen. Cara
seperti ini disebut titrasi, yaitu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang diperlukan untuk
bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Analisis ini disebut juga analisis volumetri, karena yang
diukur adalah volume larutan basa yang terpakai dengan volume tertentu larutan asam (Syukri,
S. 1999).

Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) dan jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam yang akan dititrasi dimasukkan ke dalam gelas kimia (erlenmeyer), dengan
mengukur volumnya terlebih dulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik
ekuivalen dipakai indikator yang perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi
perubahan warna itu disebut titik akhir (Syukri, S. 1999).

Berikut syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang dilakukan berhasil :

 Konsentrasi titran harus diketahui. Larutan seperti ini disebut larutan standar.
 Reaksi yang tepat antara titran dan senyawa yang dianalisis harus diketahui.
 Titik stoikhiometri atau ekivalen harus diketahui. Indikator yang memberikan perubahan
warna, atau sangat dekat pada titik ekivalen yang sering digunakan. Titik pada saat
indikator berubah warna disebut titik akhir.
 Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen harus diketahui setepat
mungkin (Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)
Proses titrasi asam-basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis
sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan. Gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva
pH, atau kurva titrasi.

KURVA TITRASI

Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya


bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi
terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni
sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH
dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.

Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka :

1. Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar
tidak terjadi kesalahan titrasi.
2. Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan
tentang kapan titrasi harus dihentikan.

Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada
titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator
tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva (Khopkar, 2003).

Titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan atau basa diantaranya:

Asam kuat dan basa kuat

Reaksi untuk titrasi asam kuat-basa kuat adalah

Untuk menghitung [H+] pada titik tertentu dalam titrasi, kita harus menentukan jumlah H+
yang tetap tinggal pada titik tersebut dibagi dengan volume total larutan.
(Hardjono. 2005)

Asam kuat dan basa lemah

Meskipun istilah penetralan lazim digunakan untuk reaksi apa saja antara asam dengan
basa, tak selalu akan dihasilkan larutan yang benar-benar netral. Memang larutan netral hanya
diperoleh bila asam dan basa itu sama kuatnya.

Pada hakekatnya titrasi basa lemah dengan asam kuat dapat dipahami seperti cara kerja
sebelumnya. Yang perlu diperhatikan adalah tentang komponen utama dalam larutan dan
kemudian memutuskan apakah reaksi terjadi menuju sempurna (Keenan, dkk. 1984).

Asam lemah dan basa kuat

Reaksi dalam larutan air dari asam lemah seperti asam asetat, HC2H3O2, dengan basa kuat
NaOH dapat dinyatakan oleh persamaan berikut:

Pemaparan lama :

Pemaparan baru :

Larutan natrium asetat yang dihasilkan agak bersifat basa, karena ion asetat berfungsi
sebagai basa dalam larutan air (Keenan, dkk. 1984).
Asam lemah dan basa lemah

Sebagai contoh akhir dari penetralan, perhatikan reaksi dalam larutan air dari asam asetat
yang lemah itu dengan basa lemah amonia. Larutan amonium asetat, yang dihasilkan, praktis
netral. Ini karena kuat asam ion NH4+ tepat diimbangi oleh basa kuat dari ion C2H3O2-.

Sebagai ringkasan, reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya, akan menghasilkan
larutan netral. Asam dan basa yang bereaksi dapat keduanya kuat maupun keduanya lemah.

- Indikator Asam Basa

Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam
lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari
indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna
basa.

Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau
lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek
indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan.

Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator


mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range
pH yang berbeda (Khopkar. 2003)

Kebanyakan indikator asam basa adalah molekul kompleks yang bersifat asam lemah dan
sering disingkat dengan HIn. Mereka memberikan satu warna berbeda bila proton lepas
(Hardjono Sastrohamidjojo. 2005)

Contoh : Fenolftalein, indikator yang lazim dipakai, tak berwarna dalam bentuk Hin-nya
dan berwarna pink dalam bentuk In, atau basa. Struktur Fenolftalein, sering disingkat PP, adalah
sebagai berikut :
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran yang
seksama volume-volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling
menetra1kan. Reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari
empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri.Asidi
alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri) dan titrasi asam
bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu
basa standar (alkali metri). Reaksi-reaksi ini melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion
hidroksida untuk membentuk air (Bassett, 1994).

Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, di mana zat dibiarkan bereaksi
dengan zat yang lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk
larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung.Syaratnya
adalah reaksi harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada
reaksi samping (Khopkar, 1990).

Dalam menguji suatu reaksi untuk menetapkan apakah reaksi itu dapat digunakan
untuk suatu titrasi, pembuatan suatu kurva titrasi akan membantu pemahaman untuk
titrasi asam basa suatu kurva titrasi terdiri dari suatu alur pH atau pOH versus ml titran.
Kurva semacam itu membantu dalam mempertimbangkan kelayakan suatu titrasi dan
dalam memilih indikator yang tepat (Underwood, 1999).

Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa
dan garam. Asam didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air, mengalami
disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif. Asam kuat
berdisosiasi hampir sempurna dengan pengenceran yang sedang, karena itu ia merupakan
elektrolit kuat. Asam lemah berdisosiasi hanya sedikit pada konsentrasi sedang bahkan
pada konsentrasi rendah (Svehla, 1990).

Kuat relatif asam dan basa dalam larutan bergantung pada afinitas mereka terhadap
proton yang berlainan.Makin kuat asam, makin lemah basa konjugatnya. Dari kumpulan
reaksi kimia yang dikenal relatif sedikit yang dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi,
suatu reaksi memenuhi persyaratan berikut sebelum digunakan :

1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh
ada reaksi samping.

2. Reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan lengkap pada titik ekivalensi.
Dengan kata lain, tetapan keseimbangan reaksi harus sangat besar.

3. Beberapa metode harus tersedia untuk menetapkan kapan titik ekivalensi


tercapai. Suatu inidikator haruslah tersedia atau beberapa metode secara
instrumen dapat digunakan untuk memberitahu analisis kapan penambahan titran
dihentikan.

4. Reaksi berjalan cepat (dalam beberapa menit saja) (Day dan Underwood, 1999).

Untuk indikator asam-basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan Indikator asam
basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada
suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan
ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut dan stabil serta akan
menunjukkan perubahan warna yang kuat, biasanya merupakan zat organik (Khopkar,
1990).

Air murni tidak mempunyai rasa, bau, dan warna.Bila mengandung zat tertentu, air
dapat tersa asam, pahit, asin, dan sebagainya. Air yang mengandung zat lain dapat pula
menjadi warna. Cairan yang berasa asam disebut larutan asam, yang terasa asin disebut
larutan garam, sedangkan yang terasa licin dan pahit disebut larutan basa (Syukri, 1999).

Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa,
dan garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya
ion positif.Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam iar, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai
satu-satunya ion negatif (Svehla, 1979).

Air mengandung ion dalam jumlah kecil sekali. Hal itu disebabkan oleh terjadinya
rekasi asam basa sesama molekul air (autoionisasi) dan membentuk kesetimbangan :
H2O + H2O H3O+ + OH-

Dengan kata lain, air adalah elektrolit lemah dan bila H3O+ disederhanakan
menjadi H+, maka kesetimbangan itu ditulis sebagai :

H2O H+ + OH-

Jika larutan mengandung asam, berarti menambahkan jumlah H+, dan akan
menggeser kesetimbangan ke kiri sampai tercapai kesetimbangan baru. Pada
kesetimbangan baru, konsentrasi H+ lebih besar dari pada OH-, tetapi perkaliannya tetap
10-14. Hal yang sama akan terjadi bila air ditambah bas sehingga dicapai kesetimbangan
baru dengan nilai [OH-] > [H+] dan perkaliannya tetap 10-14.
Berdasarkan konsentrasi ion tersebut, larutan dibagi tiga, yaitu :

Larutan asam : [H+] > [OH-]

Larutan netral : [H+] = [OH-] = 10-7

Larutan basa : [H+] < [OH-] (Syukri, 1999).

Analisis titrimetrik adalah salah satu divisi besar dalam kimia analitik.Perhitungan
yang tercakup di dalamnya berdasarkan pada hubungan stokiometrik dari reaksi kimia
yang sederhana.Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada rekasi kimia seperti :

aA + tT produk

Di mana a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi T,


yang disebut titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret, dalam wujud
larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan
konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi.
Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan
yang telah ditambahkan kepada A. selanjutnya akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi
telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran, maka dapat
menggunakan bahan kimia, yaitu indikator, yang bereaksi terhadap kehadiran titran yang
berlebih dengan melakukan perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis
pada titik ekivalen , tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah
warnanya disebut titik akhir ( Day dan Underwood).

Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam
rentang pH yang sempit.Jenis indikator yang khas adalah asam organik yang lemah yang
mempunyai warna berbeda dari basa konjugatnya.Indikator yang baik mempunyai
intensitas warna yang sedemikian rupa sehingga hanya beberapa tetes larutan indikator
encer yang harus ditambahkan ke dalam larutan yang sedang diuji.Konsentrasi molekul
indikator yang sangat rendah ini hampir tidak berpengaruh terhadap pH
larutan.Perubahan warna indikator mencerminkan pengaruh asam dan basa lainnya yang
terdapat dalam larutan (Oxtoby, 2001).

Reaksi kimia yang mungkin di perlakukan sebagai basis dari penentuan titrimetrik
telah dikelompokan ke dalam empat tipe :

a. Asam-Basa. Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditentukan oleh
titrimetri. Jika HA mewakili asam yang akan ditentukan dan B mewakili basa, rekasinya
adalah sebagai berikut :
HA + OH- A- + H2O
dan
B + H3O+ BH+ + H2O
b. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-redoksi
dipergunakan secara luas dalam analitis titrimetrik. Sebagai contoh, besi dengan tingkat
oksidasi +2 dapat dititrasi dengan sebuah larutan standar dari serium (IV) sulfat :
Fe2+ + Ce 4+ Fe3+ + Ce3+
c. Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan
secara luas dalam prosedur titremetrik. Reaksinya adalah sebagai berikut
Ag+ + X- AgX (s)
d. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi di mana terbentuk suatu
kompleks antara ion perak dan sianida :Ag+ + 2 CN- Ag (CN)-2 (Oxtoby, 2001).

Sejauh ini, relatif sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk
titrasi. Sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut
dapat dipergunakan:
a. Reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiwai tertentu. Seharusnya tidak
ada sampingan.
b. Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi.
c. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai.
d. Diharapkan reaksi berjalan cepat, sehingga titrasi dapat diselesaikan dalam beberapa
menit (Day dan Underwood, 1999).

1.1 Tujuan
Menentukan kadar Na2CO3 secara acidimetri.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat
 Labu takar
 Beaker glass
 Buret
 Erlenmayer
 Bola hisap
 Pipet tetes
 Pipet 10 ml
 Pengaduk

3.2 Bahan
 Larutan Na2B4O7 0,1 N
 Larutan HCl 0,1 N
 Larutan indikator MO

3.3 Prosedur
2.1.1 Pembuatan larutan Na2B4O7 0,1 N
 Timbang dengan tepat x gram Na2B4O7
 Masukan dalam labu takar 50 ml
 Tambah Aquadest panas 50 ml sambil diaduk-aduk supaya larut
2.1.2 Pembuatan larutan HCl 0,1 N
 Ambil x ml HCl 12 N dengan gelas ukur dan masukkan dalam beaker glass
yang sudah berisi Aquadest 100 ml
 Tambah Aquadest add 250 ml, aduk supaya rata

2.1.3 Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7 0,1 N


 Pipet 10 ml larutan Na2B4O7, masukan dalam erlenmayer
 Tambah 2 tetes larutan indikator MO
 Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah jingga atau orange.

2.1.4 Penetapan kadar larutan Na2CO3

 Pipet 10 ml larutan Na2CO3, masukkan dalam erlenmayer


 Tambah 2 tetes indikator MO
 Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah jingga atau orange.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil

 Na2B4O7 0,1 N = 9,5393 gram


BE = 190,72
Volume = 500 ml= 0,5 liter
 Sampel : Na2CO3 5 % = 12,5181 gram
BE = 53,00
 Volume titrasi Na2B4O7 0,1 N dengan HCl
Volume I = Titik akhir – Titik awal
= 19,9 ml – 16 ml
= 3,9 ml
Volume II = Titik akhir – Titik awal
= 25,2 ml – 19,9 ml
= 5,3 ml
3.9+5.3
Volume rata-rata (dengan Na2B4O7) =
2
= 4,6 ml

𝑔𝑟𝑎𝑚
Normalitas primer (N Na2B4O7) =
𝐵𝐸 𝑥 𝑉
9.5393
= = 0,10003461 N
190.72 𝑥0.5

Normalitas sekunder (N HCl) = N1 x V1 = N2 x V2

0,10003461 x 5 = N2 x 4,6

N2 = 0,10873327 N
 Volume I = Titik akhir – Titik awal
= 28,8 ml – 25,2 ml
= 3,6 ml
 Volume II = Titik akhir – Titik awal
= 36,9 ml – 28,8 ml

= 8,1 ml

3.6+8.1
Volume rata-rata (dengan Na2CO3) =
2
= 5,85 ml
Penetapan kadar Na2CO3 :

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 𝑁(𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟) ×𝐵𝐸 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


% Na2CO3 = x 100 %
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

5.85 𝑥 0.1087 𝑥 53
= x 100 %
5000

= 0,674255 %

4.2 Pembahasan

Pada praktikum acidimetri ini, sampel yang akan ditentukan konsentrasi atau kadarnya
adalah senyawa basa lemah yaitu natrium tetraborat. Sebelum menentukan konsentrasinya, ada
beberapa hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu pembuatan larutan baku primer dan
pembakuan larutan baku sekunder oleh larutan baku primer. Pada praktikum kali ini pula, larutan
baku primer yang digunakan adalah natrium bikarbonat 9,5393 g yang kemudian dilarutkan
didalam labu ukur sampai batas kalibrasi (1 L), pembuatannya pun harus dilakukan secara teliti,
mulai dari menimbang sampai melarutkan. Berbeda dengan pembuatan larutan baku sekunder
yang pada umumnya dilakukan di dalam beaker glass, karena ketidakakuratan pembuatan dapat
diabaikan.
Larutan HCl yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang
berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar pertumpahan larutan baku dapat
lebih diminimalisir dan jumlah titran yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan
sesudah titrasi. Larutan asam oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia
(erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok.
Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam
titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam stoikiometri titrasi, titik ekivalen dari
reaksi netralisasi adalah titik pada reaksi dimana natrium tetraborat dan natrium bikarbonat
keduanya setara, yaitu dimana keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan
yang akan dinetralkan, misal basa, ditempatkan didalam flask bersamaan dengan beberapa tetes
indikator asam basa. Kemudian larutan lainnya (misal asam) yang terdapat didalam buret,
ditambahkan ke basa. Pertama-tama ditambahkan cukup banyak, kemudian dengan tetesan
hingga titik ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat terjadinya perubahan warna indikator MO.
Titik pada titrasi dimana MO warnanya berubah menjadi warna kuning menjadi merah jingga
atau orange, karena indikator ini dapat berubah warna dalam keadaan asam, yaitu diantara PH
3,1-4,4, fenomena ini disebut dengan disebut titik akhir titrasi. Volume NaOH yang
terpakai dicatat dan percobaan ini dilakukan sekali lagi, data yang telah terkumpul digunakan
untuk menentukan kadar HCl dalam satuan Normalitas.
Pembakuan pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah menentukan kadar
natrium tetraborat yang menjadi sampelnya, cara yang digunakan sama dengan cara pembakuan
HCl dengan natrium bikarbonat. Dalam percobaan titrasi untuk menentukan kadar Na2CO3
secara acidimetri yang berperan sebagai baku primer adalah Na2B4O7 dan yang berperan
sebagai baku sekunder adalah HCl. Larutan HCl dibakukan atau distandarisasi dengan Na2B4O7
dengan tujuan untuk mencari normalitas HCl.
Pada praktikum analisis acidimetri ini digunakan indikator yang menunjukkan warna
TAT (Titik Akhir Titrasi) merah jingga atau orange, dimana pada praktikum analisa acidimetri
ini pada prinsipnya TAT akan menjadi merah jingga atau orange. Oleh karena itulah digunakan
indicator MO. Penambahan indikator MO agar kita dapat melihat bahwa reaksi tersebut sudah
berakhir ditandai dengan perubahan dari kuning menjadi merah jingga atau orange. Indikator
MO digunakan untuk mengetahui pH 3,1-4,4.
Pada saat penitrasian, larutan HCl berada didalam buret untuk menitrasi natrium
bikarbonat (Na2CO3) dan natrium tetraborat (Na2B4O7). Sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah jingga atau orange yang konstan.
Dalam praktikum ini didapatkan larutan standar primer 0,10003461 N dan standar
sekunder 0,10873327 N karena volume titrasinya 5,8 ml lebih besar dari 5 ml. Persentase
Na2CO3 didapat 0,674255 %.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Normalitas baku primer (Na2B4O7) 0,10003461N dan normalitas baku sekunder (HCl)
0,10873327N. Kadar Na2CO3 yang didapat secara acidimetri adalah 0, 674255% dan terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi merah jingga atau orange.

5.2 Saran

1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan pada percobaan mencukupi dan sesuai dengan
percobaan tersebut, sehingga praktikan tidak mendapatkan masalah karena kekurangan
alat.
2. Asisten laboratorium seharusnya lebih memperhatikan pekerjaan praktikan sehingga tidak
terjadi kesalahan prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2009 a. Asam Asetat. http://id.wikipedia.org

26 agustus 2009

Anonim.2009 b. Air. http://id.wikipedia.org

26 agustus 2009

Anonim.2009 c. Titrasi Asam Basa. http://belajarkimia.com

26 agustus 2009

Anonim.2009d. Analisis Volumetri atau Titrimetri. http://belajarkimia.com

26 agustus 2009

Anonim.2009 e. Kumpulan laporan praktikum. http://sulae.blogspot.com

26 agustus 2009

Day, RA dan Underwood. 1986. Analisis Kimia kuantitatif. Edisi Kelima: Erlangga. Jakarta

HAM, Mulyono. 2006. Kamus Kimia . Edisi Pertama. Bumi Aksara : Jakarta: UGM

Kenaan, dkk. 1984. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga

Keenan, W Kleinferter. 1980. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga

Khopkar, S M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia

Sastrohamidjojo, Handjono. 2005. Kimia Dasar. Yogjakarta : Gajah Mada University Press

Shevla, G. 1985. Vogel Analisis Anorgami Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT.
Kalman Media Pustaka

S, Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid 3. Bandung : ITB

Hardjono, S. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta : UGM

You might also like