Professional Documents
Culture Documents
1406585721
2
Perbandingan
Dalam perbankan nasional, yang menjadi masalah adalah seberapa besar modal asing boleh
menguasai struktur permodalan di suatu bank nasional, karena tanpa adanya regulasi yang jelas
1 Soedarmono, Wahyoe, Bank Asing & Potensi “Predatory Lending” di Indonesia, artikel pada Bisnis Indonesia dan
http://www.usbi.ac.id/id/faculty-business/publications/bisnis-indonesia/predatory-lending, 10 Oktober 2014.
Tidak akan ada yang menyangkal bahwa masuknya asing mempunyai efek-efek positif
terhadap daya saing dan perkembangan perbankan kita, tetapi sudah seharusnya kita membatasi
atas masuknya asing tersebut sebatas efek positif dan mengendalikan dampak negatifnya
terhadap perekonomian Indonesia. Kuatnya kepemilikan asing pada suatu bank berpotensi
menghambat berlangsungnya praktik good governance dan proses pengawasan pada bank yang
bersangkutan. Sejauh ini, mekanisme fit and proper test yang digunakan sebagai instrumen
pengawasan dirasa tidak cukup efektif untuk mencegah terjadinya fraud. Praktik fraud baru
diketahui setelah pemilik atau pengelola melakukan kesalahan. Pada akhirnya kepentingan
nasabah dan pemegang saham minoritas kurang terlindungi. Lebih jauh, praktik tersebut juga
berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Dominasi asing juga berpotensi menghambat proses transmisi kebijakan moneter yang pada
akhirnya bersifat kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Kasus tingginya suku
bunga kredit misalnya. Meski Bank Indonesia telah menurunkan tingkat suku bunga acuan BI
Rate, penurunan suku bunga kredit belum sesuai yang diharapkan. Dominasi asing pada
perbankan nasional membuat pasar cenderung oligopolistik. Hal ini membuat biaya modal (cost
of fund) menjadi tidak efisien. Industri perbankan lebih mengejar besarnya pendapatan marjin
daripada mengoptimalkan fungsi intermediasi.
Kengototan bank dalam mempertahankan lebarnya spread bunga kredit dan bunga simpanan
bisa jadi dikarenakan kuatnya kendali asing atas kebijakan pengelolaan bank untuk menahan
suku bunga kredit tetap tinggi. Motifnya lebih pada prinsip bisnis untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya. Prinsip tersebut menjadi sebuah konsensus tak tertulis di antara
pelaku-pelaku perbankan nasional terutama bank-bank besar. Seruan untuk menurunkan suku
bunga kredit demi mendorong pertumbuhan sektor riil bisa jadi akan dipatuhi oleh bank-bank
2 Fikri, Muhammad, Realita Sektor Perbankan Nasional Ditengah Ekspansi Bank Asing”, 15 November 2012,
http://mohammedfikri.wordpress.com/2012/11/15/realita-sektor-perbankan-nasional-ditengah-ekspansi-bank-
asing/ ,11 Oktober 2014.
3 Fikri, Muhammad, Realita Sektor Perbankan Nasional Ditengah Ekspansi Bank Asing”, 15 November 2012,
http://mohammedfikri.wordpress.com/2012/11/15/realita-sektor-perbankan-nasional-ditengah-ekspansi-bank-
asing/ ,11 Oktober 2014.
Meski begitu, kepentingan investor asing pun tidak bisa diabaikan begitu saja. Kebijakan
yang diterbitkan BI sebagai otoritas pengawasan perbankan harus melindungi kepentingan dan
kepastian bisnis investor asing. Kebijakan asing terhadap sektor perbankan domestik di
Argentina, Clarke, dkk (1999) menyebutkan dua pandangan terkait peran bank asing di negara-
negara berkembang. Pertama, pandangan tradisional sebagaimana yang dimaksudkan dalam
Survei Aliber (1984). Pandangan ini menyebutkan bahwa bank asing mengikuti nasabah
domestik mereka dan menyajikan layanan pembiayaan perdagangan dan kebutuhan keuangan
lainnya bagi nasabah dimanapun mereka berada.Pandangan ini sejalan dengan pernyataan Joan
Robinson bahwa, “di mana perusahaan berada, di situlah jasa keuangan mengikuti.”5
Pandangan kedua menggambarkan peran yang lebih aktif dari bank asing terhadap
pengembangan sektor perbankan domestik. Mengacu pada teori keunggulan komparatif, Grubel
(1977) dan Kindleberger (1983) mengandaikan bank asing menggunakan teknologi manajemen
dan mengembangkan pemasaran know-how dengan biaya marjinal yang sangat rendah di luar
4 Ib.id
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa masuknya lembaga keuangan asing cenderung
memberikan keuntungan kepada host country, namun untuk dapat memperoleh keuntungan
tersebut secara penuh, pembuat kebijakan harus dapat menerima lembaga-lembaga tersebut
dalam bentuk fully owned subsidiary dan joint ventures, dan berpaling dari model offshore
institutions dan kantor cabang. Pada dasarnya dengan ketentuan Bank Umum yang berlaku, tidak
ada pembedaan perlakuan antara bank campuran dengan bank domestik. Demikian pula dengan
kantor cabang bank asing. Penerapan prinsip kehati-hatian serta pengaturannya dilakukan
seragam untuk seluruh bank umum yang meliputi baik bank domestik, bank campuran, maupun
kantor cabang bank asing. Sedangkan pembatasan ataupun kewajiban yang diterapkan khusus
terhadap kantor cabang bank asing yang sebelumnya ada, seperti penyaluran kredit ekspor dan
pembatasan jumlah kantor bank asing, saat ini sudah tidak ada. Perbedaan utama antara bank
domestik dan bank campuran, dengan kantor cabang bank asing hanya pada sisi permodalan dan
bentuk badan hukumnya. Bank domestik dan bank campuran berbadan hukum Indonesia,
mengikuti Undang-Undang Perseroan Terbatas yang berlaku, dan modal usaha tercatat sebagai
modal disetor pada neraca bank. Sedangkan kantor cabang bank asing memiliki badan hukum
yang mengikuti kantor pusatnya, dan modal usahanya tercatat pada pos antar kantor di neraca
yang disebut sebagai dana usaha.
Definisi dana usaha kantor cabang bank asing berdasarkan ketentuan yang berlaku adalah
“dana bersih yang berasal dari kantor pusat bank pada kantor cabang setelah dikurangi dengan
penempatan kantor cabang pada kantor-kantor bank di luar negeri, yang diperlakukan sebagai
komponen modal untuk kantor cabang yang harus selalu tercatat selama kantor cabang
beroperasi”. Dana usaha tersebut dapat berupa Rupiah atau valuta asing yang disetarakan ke
dalam mata uang Rupiah.
Dengan dana usaha dalam valuta asing, maka besar kecilnya permodalan bank akan
terpengaruh oleh fluktuasi nilai tukar Rupiah. Selain itu, dengan adanya ketentuan mengenai
declared dana usaha (declared NIOF), dimana bank diwajibkan untuk memelihara sebesar
minimal 90% dari total declared dana usaha, bank dapat memanfaatkan selisih antara declared
dengan realisasi dana usaha untuk bertransaksi dalam rangka mengoptimalkan pendapatannya.
Sementara itu, metode dana antar kantor yang diterapkan untuk menghitung dana usaha juga
dapat dimanfaatkan bank untuk bertransaksi yang bertujuan optimalisasi keuntungan.
6 Ib.id
sebagai kantor cabang (disebut sebagai bank asing), Bank milik asing merupakan cabang
dari bank yang ada di luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar
negeri). Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express Bank,
Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong Bank, dan
Deutsche Bank.
o Untuk pembukaan kantor cabang dipersyaratkan bank yang memiliki peringkat
dan reputasi yang baik dan total asset yang dimiliki bank asing yang ingin
membuka kantor cabang tersebut harus termasuk dalam dua ratus besar dunia dan
wajib menempatkan dana usaha dalam valuta rupiah atau valuta asing sekurang-
kurangnya Rp.3. trilyun.
sebagai anak perusahaan (subsidiary), baik melalui joint venture dengan bank domestik
(disebut bank campuran), atau melalui merger dan akuisisi pada bank domestik yang
terjadi pada periode paska krisis 1997 (program divestasi, Bank milik campuran
merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dan
secara mayoritas sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh bank
campuran adalah Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura
Swadarma, Ing Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank;
o pembukaan perusahaan anak hanya dapat dilakukan dengan bermitra dengan
perorangan atau badan hukum domestik. Peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan tidak mengenal perusahaan anak yang sepenuhnya dimiliki oleh
asing (wholly owned subsidiary).
sebagai kantor perwakilan.
o Hanya berfungsi sebagai penghubung dan pengawas terhadap kegiatan-kegiatan
di wilayah Kantor Perwakilan Bank Asing berada.
o Tidak boleh melakukan kegiatan perbankan sebagaimana diatur di dalam UU No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Perbedaan utama antara bank asing dan bank campuran adalah pada bentuk hukumnya. Bank
asing tetap berbadan hukum mengikuti kantor pusatnya di luar negeri dan merupakan bagian
penting dari organisasi kantor pusatnya. Konsekuensinya, segala kebijakan keuangan bank asing
amat tergantung dari kantor pusatnya, dan pada umumnya penyaluran kredit diberikan kepada
perusahaan-perusahaan besar, seperti juga yang terjadi pada bank asing di Indonesia yang
penyaluran kreditnya cenderung pada perusahaan multinasional yang juga mendapat pembiayaan
dari kantor pusatnya. Sementara itu, bank campuran berbadan hukum lokal, di Indonesia
berbentuk Perseroan Terbatas atau PT, dan secara hukum merupakan entity yang terpisah dari
kantor induknya.
Sementara itu, rekening dana yang dikelola perbankan syariah saat ini juga menunjukkan
cukup positif, mencapai 11,7 juta rekening atau 9 persen dari rekening simpanan yang dikelola
perbankan nasional, Walaupun aktiva perbankan syariah terhadap aset perbankan nasional baru
4,9 persen,
Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tiga hal penting yang dapat menjadi
alasan,8 yaitu:
Pertama, ekonomi syariah dapat mengurangi ketimpangan perekonomian global saat ini.
Perkembangannya juga bisa memperkecil jarak antara sektor keuangan dengan sektor riil.
Kedua, sektor ekonomi syariah juga menghindarkan pembiayaan atau investasi yang
sifatnya spekulatif dan hanya berpihak pada sang pemegang modal. "Sistem ini juga
menghindarkan Indonesia dari bubble economy," kata SBY.
Ketiga, sistem ekonomi syariah sejalan dengan rencana pemerintah untuk memperluas
akses keuangan. Hal tersebut bisa terwujud melalui pembiayaan sektor usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM) yang dilandasi prinsip kebersaamaan.
Ekonomi syariah terbukti dapat memperkuat fundamental ekonomi secara makro maupun
mikro. Pada dasarnya ekonomi syariah adalah ekonomi pasar yang berbasis nilai-nilai Islam,
Banyak pakar ekonomi syariah yang menggembor-gemborkan bahwa tingkat LDR (Loan to
deposit Ratio) perbankan syariah yang sangat tinggi, rata-rata mencapai 106%, menjadi bukti
bahwa ekonomi syariah dapat menghilangkan gap antara sektor riil dan finansial. Hal itu benar,
dengan tingginya tingkat LDR, berarti dana pihak ketiga dapat terus berputar tanpa perlu
7 “Peran Penting Sistem Ekonomi Syariah Versi BI”, Vivanews.com, 17 November 2013,
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/459200-peran-penting-sistem-ekonomi-syariah-versi-bi, 12 Oktober 2014.
8 Ib.id
Bank syariah lebih kuat terhadap krisis, dikarenakan beberapa alasan yaitu :
Pertama, bank dan lembaga keuangan syariah mesti terkait langsung dengan sektor riil
diistilahkan ‚Main Street‘ vs ‚Wall Street‘ serta aktifitas transaksi syariah tidak mendukung
ekspansi yang berlebihan dan membatasi tindakan spekulatif di sektor finansial.
Kedua, persyaratan etik mengarahkan bank dan lembaga keuangan syariah menjauhi risiko
dan leveraged transaction seperti adanya risk sharing serta mengharuskan adanya underlying
asset dalam setiap transaksinya. Pembatasan ini berperan sebagai perisai ekstra dalam
manajemen risiko.
Ketiga, ketentuan syariah mengharamkan penjualan atau sewa atas sesuatu yang tidak
dimiliki, sehingga melarang praktek spekulasi short selling dalam sistem keuangan. Dengan kata
lain, prinsip-prinsip syariah menyokong disiplin dan tanggung jawab dalam aktifitas keuangan
sebagai prasyarat yang dibutuhkan dalam stabilitas keuangan.
Adapun sebenarnya perbankan syariah tidak sepenuhnya kebal terhadap krisisi, hal itu
disebabkan karena, Pertama, secara teori, sumber utama krisis keuangan biasanya adalah akibat
terjadinya kelebihan pembiayaan oleh perbankan yang dilakukan secara tidak hati-hati. Namun
apakah bisa dijamin bahwa bank dan lembaga keuangan syariah tidak tergiur melakukan
ekspansi kredit apalagi ketika melihat suatu sektor sedang booming? Kasus gagal bayar Dubai
World akibat ekspansi berlebihan menerbitkan surat utang syariah kiranya dapat dijadikan
pelajaran akan hal ini. Kita pun tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada institusi keuangan
termasuk yang berlabel atau berskema syariah karena mereka pun ingin memaksimalkan
keuntungan.
Kedua, keterkaitan erat keuangan syariah dengan sektor bukan berarti bank syariah bebas
risiko karena sektor riil juga dapat mengalami fluktuasi. Guncangan di sektor riil sunnatullah dan
dapat terjadi kapanpun sehingga mau tak mau kinerja bank syariah pada akhirnya akan terkena
dampaknya pula. Belum lagi risiko-risiko lain seperti penurunan perdagangan, risiko suku bunga
dan nilai tukar. Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa akibat krisis global bank syariah
terkena dampak dari penurunan kinerja sektor riil akibat depresiasi asset (terutama asset
properti), penurunan pembiayaan perdagangan (trade finance) akibat penurunan perdagangan
dunia, penurunan dalam sindikasi sukuk, dan sebagainya.
Studi Parashar dan Venkatesh (2010) juga menunjukkan bahwa walaupun secara umum
selama 2006-2009 perbankan syariah berkinerja lebih baik daripada perbankan konvensional,
sebagai dampak krisis keuangan global, penurunan kinerja bank-bank syariah justru lebih buruk
daripada bank konvensional dalam hal capital ratio, leverage dan return on average equity.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil
memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank,
serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan
nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan
spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan
jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah
menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional
semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara
lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata
pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran
industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia 2014 Edisi 1 Maret 2014, kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional dan Syariah adalah sebagai Berikut :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainya yang dipersamakan
dengan itu;
2. Memberikan Kredit;
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya :
a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya
tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;
b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih
lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;
c. Kertas perbendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah;
d. Setifikat Bank Indonesia (SBI);
e. Obligasi;
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun; dan
g. Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank
lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan atau antar pihak ketiga;
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-Undang tentang Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang berlaku;
15. Melakukan kegaitan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku;
1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito,Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah,
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudharabah, akad salam, akad istishna’,
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah;
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya bit
Tamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah;
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu kredit berdasarkan Prinsip Syariah;
9. Membeli, Menjual, atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti
akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau BI;
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang
berdasrakan Prinsip Syariah;
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasrakan Prinsip
Syariah;
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
berdasarakan Prinsip Syariah;
15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan Akad wakalah;
16. Memberikan fasilitas Letter of Credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah;
Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan
falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh
aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi
perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank
syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual
beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya
semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung
unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest
dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti
efek bola salju. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat
berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak
lain, atau malah ke dua-duanya.
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi.
Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana
nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan
atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang
diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang
disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha
semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan
nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang
dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah
di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan.
Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut
di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima
nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank
syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional,
keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah
keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang
disimpannya saja.
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat,
menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan
peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak,
sedekah)
4. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah
(DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS
pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga
yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar
bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan
suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di
awal, dan dapat ditanyakan kepada Bank Syariah tersebut secara langsung.
Perbedaan pokok antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah adalah adanya
larangan untuk membayar dan menerima bunga pada perbankan syariah.
Karena bunga melekat pada pinjaman, maka perbankan syariah tidak menggunakan skema
pinjaman dalam penyaluran dananya. Pinjaman hanya digunakan sebagai aktivitas sosial tanpa
meminta imbalan. Setiap pinjaman yang disertai dengan imbalan adalah riba.
Dalam referensi yang lain juga diuraikan setidaknya lima perbedaan mendasar bank syariah
dengan bank konvensional yaitu :
1. Bank syariah berdasarkan bagi hasil dan margin keuntungan, sedangkan bank biasa memakai
perangkat bunga.
2. Pada bank syariah hubungan dengan bank syariah berbentuk kemitraan. Sedangkan pada
bank biasa hubungan itu berbentuk debitur – kreditur.
3. Bank syariah melakukan investasi yang halal saja, sedangkan bank biasa, bisa halal, syubhat
dan haram.
4. Bank syariah berorientasi keuntungan duniawi dan ukhrawi, yakni sebagai pengamalan
syariah. Sedangkan orientasi bank biasa semata duniawi.
5. Bank syariah tidak melakukan spekulasi mata uang asing dalam operasionalnya untuk
meraup keuntungan, sedangkan biasanya banyak yang masih melakukan. Bank syariah tidak
memandang uang sebagai komoditi, sedangkan bank biasa cenderung berpandangan
demikian.
Dalam bank syariah ada tiga produk pembiayaan yang dipraktekkan, yaitu:
1. bagi hasil.
2. jual beli dan
3. ijarah (leasing) dan jasa.
Bagi hasil, terdiri dari mudharabah dan musyarakah. Jual beli, terdiri dari produk ba’i
murabahah, ba’i istitsna’ dan ba’i salam.Jasa, terdiri dari wakalah, kafalah hiwalah. Sedangkan
ijarah terdiri dari ba’i at-takjiri dan al-ijarah munthiyah bit tamlik. Jadi, dalam perbankan
syariah, bagi hasil hanyalah salah satu produk pembiayaan perbankan syariah. Saat ini bank
Pertama, penentuan bunga ditetapkan sejak awal, tanpa pedoman pada untung rugi, sehingga
besarnya bunga yang harus dibayar sudah diketahui sejak awal.
Sedangkan pada sistem bagi hasil, penentuan jumlah besarnya tidak ditetapkan sejak awal,
karena pengambilan bagi hasil didasarkan untung rugi dengan pola nisbah (rasio) bagi hasil.
Maka jumlah bagi hasil baru diketahui setelah berusaha atau sesudah ada untungnya.
Pada bulan pertama si A mendapatkan keuntungan bersih misalnya, sebesar Rp. 1.000.000
maka bagi hasil yang disetornya kepada bank syariah ialah 20% x Rp. 1.000.000,- = Rp.
200.000,- ditambah pokok pinjaman.
Pada bulan ketiga, keuntungan mungkin saja menurun, misalnya Rp. 750.000,- maka bagi
hasil yang dibayarkan pada bulan tersebut ialah 20% x Rp.750.000 – Rp. 150.000,-
Dengan demikian, jumlah bagi hasil yang selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu, sesuai
dengan besar kecilnya keuntungan yang diraih mudharib (pengelola dana/pengusaha). Hal ini
berbeda sekali dengan bunga.
Kedua, besarnya persentase bunga dan besarnya nilai rupiah, ditentukan berdasarkan jumlah
uang yang dipinjamkan.
Keempat, pada sistem bunga, jumlah pembayaran bunga kepada nasabah penabung/deposan
tidak meningkat, sekalipun keuntungan bank meningkat, karena persentase bunga ditetapkan
secara pasti tanpa didasarkan pada untung dan rugi. Sedangkan dalam sistem bagi hasil jumlah
pembagian laba yang diterima dengan deposan akan meningkat, manakala keuntungan bank
meningkat, sesuai dengan peningkatan jumlah keuntungan bank.
Kelima, pada sistem bunga, besarnya bunga yang harus dibayar si peminjam pasti diterima
bank, sedangkan dalam sistem bagi hasil besarnya tidak pasti, tergantung pada keuntungan
perusahaan yang dikelola si peminjam, sebab keberhasilan usahalah yang menjadi perhatian
bersama pemilik modal (bank) dan peminjam.
Keenam, pada sistem bunga dilarang oleh semua agama samawi, sedangkan sistem bagi hasil
tak ada agama yang mengecamnya. Bunga dilarang dengan tegas oleh agama-agama Yahudi,
Nasrani dan Islam, seperti terungkap di bawah ini. “Jika kamu meminjam harta kepada salah
seorang putra bangsaku, janganlah kamu bersikap seperti orang yang menghutangkan, jangan
kamu meminta keuntungan untuk hartamu (Kitab Keluaran Perjanjian lama, Ayat 25 pasal 22).
Ketujuh, pihak bank dalam sistem bunga, memastikan penghasilan debitur di masa akan
datang, dan karena itu ia menetapkan sejak awal jumlah bunga yang harus dibayarkan kepada
bank. Sedangkan dalam sistem bagi hasil, tidak ada pemastian tersebut, karena yang bisa
memastikan penghasilan di masa depan hanyalah Allah.
Bisnis adalah suatu aktifitas yang selalu berhadapan dengan resiko dan return. Bank syari’ah
dan bank konvensional adalah salah satu unit bisnis. Oleh karena itu, bank syari’ah dan bank
konvensional juga menghadapi risiko yang ada dalam industri perbankan yaitu risiko pasar,
kredit, likuiditas, operasional, hukum, reputasi, strategi dan ekuitas. Komponen risiko pasar
dapat di kelompokkan sebagai risiko tingkat suku bunga, risiko nilai tukar dan risiko harga.
Namun, karena karakteristik yang spesifik dari transaksi bank syari’ah yang kontrak transaksinya
tidak didasarkan tingkat suku bunga, maka risiko perubahan tingkat suku bunga bukan
merupakan komponen risiko pasar yang dihadapi bank syari’ah. Oleh karena itu artikel ini akan
membahas perbandingan risiko pada bank syariah dengan bank konvensional.
Pada Bab II pasal 4 butir 1 PBI No. 5/8/PBI/2003 disebutkan bahwa risiko-risiko yang terdapat
pada perbankan, antara lain :
Oleh sebab itu pada sisi kredit, dalam aturan syariah, bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli murabahah. Mekanisme seperti itu, akan mencegah
kemungkinan dana kredit digunakan untuk transaksi spekulasi, atau untuk jual beli valas. Jika
terjadi default, bank mudah mendapatkan dananya kembali karena ada aset yang nilainya jelas
berupa sejumlah kredit yang dikucurkan. Dalam bank syariah, karakter nasabah (personal
garansi) lebih dinomorsatukan, ketimbang cover guarantee berupa aset (Karim, 2003).
Dengan demikian debitor yang dinilai tidak cacat hukum dan kegiatan usahanya berjalan baik
akan mendapat prioritas. Oleh sebab itu, risiko bank syariah sebetulnya lebih kecil dibanding
bank konvensional. Bank syariah tidak akan mengalami negative spread, karena dari dana yang
dikucurkan untuk pembiayaan akan diperoleh pendapatan, bukan bunga seperti di bank biasa.
Risiko Pasar
Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki
oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai
tukar. Pada perbankan syariah tidak terdapat risiko pasar dikarenakan perbankan syariah tidak
melandaskan operasionalnya berdasar risiko pasar.
Risiko Likuiditas
Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh
tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas. Apabila
bank menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan
dananya, maka resiko likuiditasnya bisa lebih rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk
surat- surat berharga membatasi pendapatan, karena tidak dapat memperoleh tingkat penghasilan
yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan.
Faktor kuncinya adalah bank tidak dapat leluasa memaksimumkan pendapatan karena adanya
desakan kebutuhan likuiditas. Oleh karena itu bank harus memperhatikan jumlah likuiditas yang
tepat. Terlalu banyak likuiditas akan mengorbankan tingkat pendapatan dan terlalu sedikit akan
berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat diketahui sebelumnya, yang
akan berakibat meningkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas. (Zaenal Arifin, :66)
Pada bank syariah, dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan
dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan
Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak
memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena
konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk
memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk
menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik
keuntungan maupun risiko.
Menurut definisi Basle Committe, resiko operasional adalah resiko akibat dari kurangnya
sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak
diharapkan. Resiko ini lebih dekat dengan keasalahan manusiawi (human error), adanya
ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kegagalan sistem atau adanya
problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Tidak ada perbedaan yang cukup
signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko operasional .
Risiko Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis
antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang
mendukung atau lemahnya perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak. Tidak ada
perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan
risiko hukum.
Risiko Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan usaha
bank atau persepsi negatif terhadap bank. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara
bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko reputasi.
Risiko Stratejik
Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang
tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank
terhadap perubahan eksternal. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah
dan bank konvensional terkait dengan risiko stratejik.
Risiko Kepatuhan
Adapun Dr. Yunus Hussein, S.H.,LL.M., dalam kuliahnya tentang Perbankan dan Lembaga
Keuangan di Magister Hukum Ekonomi Universitas Indonesia pada hari senin tanggal 6 Oktober
2014 menyimpulkan perbedaan perbankan Syariah dan Konvensional adalah sebagai berikut :
No Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
.
UU No. 21 th 2008 ttg Perbankan UU N0 7 Th 2991 sebagaimana telah
1 Dasar Hukum
Syariah diubah dg UU !) th 1998
Financial Intermediary, Manajer
2 Fungsi & Financial Intermediary &
Investasi,
3 Kegiatan Bank Investor,Jasa Keuangan & Sosial Jasa Keuangan
Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan Bank Syariah,
terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru yang mempunyai
sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan telah berkembang pesat di
Indonesia. Permasalahan ini dapat berupa permasalahan yang bersifat operasional perbankan
2. Peraturan Perbankan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional Bank
Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional Bank Syariah
dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada kiranya masih perlu
disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah agar Bank Syariah dapat beroperasi secara relatif
dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal yang mengatur mengenai :
a. Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas.
b. Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk keperluan pelaksanaan tugas
Bank Sentral.
c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll.
Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank Syariah dapat menjadi elemen dari
sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang dan
bersaing dengan Bank Konvensional.
3. Sumber Daya Manusia
Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan Syariah disesabkan karena sistem
perbankan syari'ah masih belum lama dikenal di Indonesia. Disamping itu lembaga akademik
dan pelatihan ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang
perbankan syari’ah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti
bank).
Saat ini, pola rekruitmen SDM perbankan syariah sebatas melakukan training SDM Bank
Konvensional beberapa bulan saja. System ini tidak efektif, karena kurang minimnya
pemahaman syariah yang didapatkan, belum lagi bila dihadapkan pada persoalan nilai-nilai
keislaman yang kental dengan perbankan syariah. seharusnya perbankan syariah memiliki
5. Kurangnya Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang lengkap dan besar
mengenai kegiatan usaha perbankan syariah kepada masyarakat luas belum dilakukan secara
maksimal. Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir syariah
sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, tetapi tanggungjawab semua pihak yang
8. Pelayanan
Dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi
rate/margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan bahwa
kualitas pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan
suatu bank.
Dewasa ini semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan
meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini Bank Syariah yang dalam
operasionalnya juga memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan islami hahrus
diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung oleh adanya SDM
yang cukup handal dibidangnya.
Pengembangan perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian penting yang tidak
terpisahkan dari Pengembangan Ekonomi Islam. Salah satu alternatif yang sesuai untuk
diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang terjadi di
Indonesia dewasa ini adalah dengan memperbanyak Perbankan Syariah yang beroperasional
secara syariah Islam secara lebih luas. Tentunya pengembangan Perbankan Syariah ini tidak
dapat berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama,
cendekiawan, pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat sendiri serta adanya satu kesatuan
pola pikir tentang Bank Syariah dari semua pihak tersebut di atas, sehingga dalam
perjalanan/operasional Bank Syariah tidak lagi ditemukan adanya perbedaan pendapat yang
kontroversial.
NIM : 1406585721
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas Kepemilikan Asing Atas Perbankan Nasional
dan Peranan Perbankan Syariah, adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak
melakukan Plagiatisme atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
yang berlaku dalam tradisi keilmuan. Atas pernyataan saya ini, saya siap menerima
tindakan/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian ditemukan pelanggaran
atas etika akademik dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.
Satrio Nugroho