You are on page 1of 4

2018

Fikom Unpad

teddy - [2013]

[MARI BERALIH KE BAMBU]


[Type the abstract of the document here. The abstract is typically a short summary of the
contents of the document. Type the abstract of the document here. The abstract is typically a
short summary of the contents of the document.]
Memperingati Hari Pohon 21 November 2012

Mari beralih ke Bambu


Oleh Teddy K Wirakusumah

Menyinggung isu yang menjadi keprihatinan umat sejagat;


pemanasan global disaat peringatan Hari Pohon 21 November sepertinya
cukup beralasan. Pemanasan global (global warming) adalah suatu proses
meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan akibat aktivitas
manusia yang mempengaruhi perubahan energi dari matahari sehingga tak
terkendali secara alami.
Seperti kita tahu, matahari adalah sumber segala energi yang terdapat di bumi.
Sebagian besar energi dari matahari berbentuk cahaya. Saat energi cahaya tiba di bumi, ia
berubah menjadi energi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi menyerap
sebagian panas dan memantulkan sisanya ke angkasa luar. Namun sebagian panas
terperangkap di atmosfer karena keberadaan sejumlah gas – yang populer dengan sebutan
gas rumah kaca - antara lain karbondioksida, sulfurdioksida, metana dan uap air,. Gas-gas
ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan
akibatnya panas tersebut terjebak di permukaan bumi.
Efek rumah kaca sebenarnya sangat dibutuhkan.Tanpanya bumi yang kita tinggali ini
akan menjadi sangat dingin. Tapi bila gas-gas rumah kaca kosentrasinya meningkat secara
berlebih di atmosfer akhirnya dapat mengakibatkan pemanasan global.
Pemanasan global berdampak pada berbagai perubahan yang lain. Para ilmuwan
memperkirakan bahwa selama pemanasan global, gunung-gunung es akan mencair. Tinggi
permukaan laut meningkat. Daratan akan mengecil. Ekosistem pantai berubah drastis.
Sejumlah tetumbuhan dan hewan akan musnah. Daratan menjadi lebih lembab karena air
yang menguap dari laut lebih banyak. Curah hujan akan meningkat. Banjir terjadi lebih
sering. Badai datang lebih kerap. Beberapa daerah menjadi lebih kering. Angin bertiup
lebih kencang. Topan badai menjadi lebih besar. Kebakaran hutan kian sering terjadi.
Cuaca sulit terprediksi. Iklim mulai tidak stabil dan lebih ekstrem. Bagi pertanian, gagal
panen menjadi ancaman tak terelakan. Perubahan ekosistem, bencana alam, iklim yang
ektrim dan kegagalan panen pada gilirannya mengundang mewabahnya berbagai penyakit
yang mengancam kesehatan.
Sejumlah asumsi memang masih diperdebatkan. Namun para ahli bersepakat
perlunya pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. Jika emisi gas rumah kaca terus
meningkat, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat
pada awal abad ke-22. Kerjasama internasional perlu digalang. Tahun 1992, pada Earth
Summit di Rio de Janeiro, Brazil, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas
rumah kaca dan setuju mengejawantahkannya dalam perjanjian yang mengikat. Tahun
1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan internasional yang dikenal dengan
Protokol Kyoto. Hingga saat ini sudah 188 negara menandatangi dan meratifikasinya.
Pendekatan utama untuk memperlambat bertambahnya gas rumah kaca adalah
mencegah karbondioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan komponen karbon-nya
di tempat lain. Terkait dengan peringatan Hari Pohon 21 Novenmber ini langkah termudah
mencegah karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan yang sudah ada
dan menanamnya lebih banyak. Pohon membutuhkan karbondioksida untuk kebutuhan
fotosintesis. Melalui fotosintesis karbon dari karbondioksida akan diikat (difiksasi)
menjadi gula dan akan disimpan dalam kayunya.
Menanam pohon lebih banyak? Sesederhana itukah? Menanam pohon memang soal
mudah. Namun bersamaan dengan itu perambahan hutan berlangsung dimana-mana. Demi
meningkatkan kualitas hidup manusia, hutan beralih fungsi menjadi permukiman,
pertanian, pertokoan, pabrik dll. Tak cuma berhenti disitu, pohon-pohon yang tumbuh atau
yang sengaja ditanam terus-menerus ditebang, diambil kayunya untuk berbagai keperluan.
Padahal butuh waktu 20-100 tahun untuk mengembalikan sebuah pohon seperti saat ia
ditebang. Upaya pengendalian memang ada. Reboisasi tak ditampik terjadi di seluruh
negeri. Namun, bak pepatah “tumbuh satu mati seribu”. Tak sepadan, tak berimbang
Untuk menangkap karbondioksida di udara upaya menggairahkan gerakan menanam
pohon harus terus dilakukan pantang menyerah. Sambil semua upaya berjalan patut
dipikirkan kemungkinan lain sebagai alternatif pengganti kayu. Agar ketergantungan
terhadap kayu menciut dan tindakan menebang pohon dapat ditekan. Dengan begitu
berkurangnya pohon dan menyusutnya hutan dapat dicegah. Salah satu alternatif
pengganti kayu yang dapat kita gunakan adalah bambu. Kenapa bambu?
Bambu dihasilkan dari serumpun pohon bambu. Sebagaimana pohon lainnya yang
memiliki hijau daun untuk berfotosintesis, pohon bambu sama efektifnya sebagai penyerap
karbondioksida di udara. Namun, usia tanam pohon bambu sangat kontras dibandingkan
pohon penghasil kayu. Cukup memakan waktu tanam 3-4 tahun pohon bambu sudah dapat
dipanen. Yang lebih luar biasa, kalau pohon penghasil kayu hanya mengenal satu kali
panen. Bambu dapat dipanen secara berkelanjutan tanpa harus mematikan rumpunnya.
Rumpun bambu dapat dipanen terus-menerus tanpa harus kehilangan fungsinya sebagai
penyerap karbon, pengikat air, pelindung erosi, penangkap debu dan peredam polusi suara.
Sedangkan waktu pemulihan pasca panen sungguh sulit dipercaya, karena untuk mencapai
tinggi 4 meter bambu cuma butuh waktu satu minggu. Kagum.
Bercocok tanam rumpun bambu juga tidak repot. Bambu dapat tumbuh subur di
seluruh pelosok negeri. Ditanam pada lahan ber-areal luas, bagus, Jadi pelengkap vegetasi
di taman kota, tak masalah. Pemberi harmoni estetis di halaman rumah, bisa. Ditanam di
atas pot pun, boleh saja. Di Indonesia, apalagi, jenis bambu yang tersedia sangat bervariasi.
Dari sekitar 1500 jenis pohon bambu di dunia 147 jenis diantaranya tergolong asli
Indonesia. Mulai dari bambu berdiameter 20 cm hingga setebal lidi. Warnanya beragam.
Perawatannya mudah. Biaya murah.
Bambu adalah alternatif pengganti kayu yang sempurna. Hampir semua fungsi kayu
dapat tergantikan oleh bambu. Bahkan jika lebih mengenal bambu secara lebih baik;
bentuk, keindahan, kekuatan dan kelenturannya bisa dikembangkan berbagai produk yang
lebih bervariasi dan tak terhingga ragamnya. Kata kuncinya terletak pada kemauan dan
kreativitas. Jadi, tunggu apa lagi?

Penulis adalah Dosen di Fikom Unpad


Pemerhati masalah lingkungan dan perkotaan.

You might also like