You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel
organisme biologis. Virus sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk
hidup karena ia tidak dapat menjalankan fungsi biologisnya secara bebas.
Karena karakteristik khasnya ini virus selalu terasosiasi dengan penyakit
tertentu, baik pada unggas misalnya virus flu burung. Penyakit flu burung atau
yang juga dikenal sebagai Avian Influenza (AI) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1. Hingga saat ini, AI
masih mendapatkan perhatian serius di seluruh dunia, karena selain
mengakibatkan kerugiaan ekonomi yang besar dan penyebarannya yang luas,
penyakit ini juga diketahui dapat menular ke manusia.
Flu babi (Swine Influenza) adalah penyakit virus yang disebabkan oleh
strain virus influenza yang biasanya menginfeksi babi yang disebut swine
influenza virus (SIV). Virus ini banyak ditemukan di Amerika Utara, Eropa,
Kenya, Cina daratan dan Asia Timur yang dapat menimbulkan wabah
(epidemi) penyakit pernapasan pada babi ( Soedarto,2010). Pada awalnya
virus flu burung H5N1 dan flu babai H1N1 ini hanya terbatas pada unggas,
tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah muncul sebagai penyakit menular
yang sangat fatal pada manusia
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian avian influenza dan swine influenza ?
2. Apa etiologi avian influenza dan swine influenza ?
3. Apa saja gejala klinis avian dan swine influenza ?
4. Bagaimana cara penularan virus H5N1 dan H1N1 ?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada H5N1 dan H1N1 ?
6. Apa saja komplikasi pada H5N1 dan H1N1 ?
7. Bagaimana pencegahan pada H5N1 dan H1N1 ?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit avian dan swine influenza.
2. Untuk mengetahui apa factor penyebab timbulnya penyakit avian dan
swine influenza
3. Untuk mengetahui gejala klinis dari avian dan swine influenza
4. Untuk mengetahui cara penularan virus H5N1 dan H1N1

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 VIRUS FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA, H5N1)


A. Pengertian
Avian Influenza (AI) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis (jenis penyakit dari hewan
yang bisa menulari manusia). Patogenitas virusnya (kemampuan
parasit menimbulkan penyakit pada inangnya) bervariasi. Biasanya
menimbulkan gangguan saluran pernapasan ringan hingga wabah
merugikan yang berkaitan dengan infeksi yang bersifat akut
menyerang organ pencernaan (viserotropik) dan menyebar ke dalam
tubuh unggas melalui aliran darah (pansistemik) (Fadilah, 2013).
Avian Influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A dari
famili Orthomyxoviridae. Virus ini paling umum menjangkiti unggas
(misalnya ayam peliharaan, kalkun, Itik, puyuh, dan angsa) juga
berbagai jenis burung liar. Beberapa virus flu burung juga diketahui
bisa menyerang mamalia, termasuk manusia (Withworth, 2012).
B. Etiologi
Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh
virus Avian Influenza (AI) dari famili Orthomyxoviridae. Virus AI
terdiri atas 3 tipe antigenik yang berbeda, yaitu A, B dan C, juga
mempunyai sub-tipe yang dibagi berdasarkan permukaannya yaitu
Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA), yang terbagi menjadi 16
sub-tipe H dan 9 sub-tipe N. Virion menciri dari virus influenza A
adalah membulat dan berdiameter 100 nm tetapi lebih sering
ditemukan bentuk yang lebih besar dan tidak beraturan. Terdapat 8
protein virion, lima darinya merupakan protein struktural dan 3
berkaitan dengan polimerase RNA. Terdapat 2 jenis polimer, molekul
hemaglutinin (H) bentuk batang, yang merupakan trimer dan molekul
neuramidase (N) bentuk jamur yang merupakan tetramer. Kedua

3
molekul H dan N itu merupakan lipoprotein dan membawa epitop
khusus-subtipe (Withworth, 2012).
Virus Avian Influenza bdari famili Orthomyxoviridaeyang
termasuk tipe A subtipe H 5, H 7, dan H 9. Virus H9N2 tidaklah
menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan
H7. Virus flu burung atau avian influenza hanya ditemukan pada
binatang seperti burung, bebek dan ayam, namun sejak 1997 sudah
mulai dilaporkan “terbang” pula ke manusia. Subtipe virus yang
terakhir ditemukan yang ada di Indonesia adalah jenis H5N1 (Kamps,
2012).
Adapun sifat virus ini, dapat bertahan hidup dalam air sampai 4
hari pada suhu 280 C dan > 30 hari pada 00C. Di dalam tinja unggus
dan dalam tubuh unggas yang sakit virus dapat bertahan lebih lama,
tetapi mati pada pemanasan 600C selama 30 menit.
C. Epidemiologi
Penyakit flu burung mulai merebak di indonesia untuk pertama
kalinya pada ayam muncul pada tahun 2004. Departemen Pertanian
secara resmi menggonfirmasikan adanya penyakit flu burung pada
bulan januari 2004 dan menyatakan penyakit disebabkan oleh virus
influenza subtipe H5N1. Serangan flu burung mencapai puncaknya
pada kuartal pertama tahun 2004. Setelah itu serangan virus
mematikan tampaknya mereda dan pada tahun 2005 kembali
mewabah. Virus tidak hanya menyerang ayam, tetapi juga babi,
kalkun, dan manusia. Berdasarkan pemeriksaan labolatorium,
Departemen Pertanian bahwa virus avian influenza yang menyerang
tidak mengalami perubahan, yaitu subtipe H5N1 (Fadilah, 2013).
D. Struktur dan Komposisi Virus

4
Genom virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen terpisah
ditutupi oleh protein nukleokapsid. Bersama-sama membuat
ribonukleoprotein (RNP), dan tiap segmen memiliki kode untuk
protein fungsional yang penting :
1. Polymerase protein B2 (PB2)
2. Polymerase Protein B1 (PB1)
3. Polymerase protein (PA)
4. Haemagglutinin (H atau HA)
5. Protein nukleokapsid (NP)
6. Neuraminidase (N atau NA)
7. Protein matriks (M); M1 memebangun matriks hanya dalam virus
influenza A, M2 berfungsi sebagai pompa saluran ion untuk menurunkan
atau mempertahankan endosome
8. Protein non-struktural (NS); Fungsi NS2 adalah hipotetis (Kamps,
2012).
Polymerase RNA-RNA aktif, yang bertanggung jawab untuk
replikasi dan transkripsi, dibentuk dari PB2, PB1, dan PA. polymerase
tersebut memiliki aktivitas endonuklease dan diikat RNP. Protein NS1
dan NS2 memiliki fungsi pengaturan untuk mendorong sintesis
komponen-komponen virus dalam sel terinfeksi (Soejoedono, 2015).
Selubung virus memiliki dua lapis membran lemak yang berasal
dari sel produksi virus yang mengandung penonjolan yang jelas
dibentuk oleh H dan N, juga protein M2. Lapisan lemak menutupi
matriks yang dibentuk oleh protein M1. Virus influenza C
mengandung tujuh segmen genom, pemrukaannya hanya mempunyai
satu glikoprotein (Kamps, 2012).
E. Gejala klinis
Gejala klinis infeksi HPAI-H5N1 pada manusia adalah demam
tinggi (di atas 380C), sakit tenggorokan, batuk, flu, nyeri otot, sakit
kepala, diare, muntah, sakit pada dada, hipotensi, perdarahan dari
hidung dan gusi. Dalam waktu singkat, gejala klinis ini bisa menjadi
lebih berat berupa peradangan di paru, pneumonia berat, dispnea,

5
takipnea, leukopenia, limfopenia, trombositopenia, peningkatan
aminotransferase, dan hiperglikemia. Komplikasi dan kematian
umumnya disebabkan oleh kegagalan pernafasan, acute respiratory
distress syndrome (ARDS), pulmonary hemorrhagic dan sepsis.
Mortalitas flu burung sangat tinggi, dapat mencapai lebih dari 90%,
apabila tidak mendapatkan perawatan yang serius.
F. Cara penularan
Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah
unggas air antara lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua
subtipe yang ada dan dapat bersembunyi pada saluran pernapasan dan
saluran pencernaan dan menyebar ke unggas lain melalui inhalasi.
Penyebaran flu burung dapat melalui induk, virus dapat menginfeksi
segala jenis unggas, sumber penularan terutama pada waktu unggas air
yang bermigrasi dan tingkat patogennya tergantung dari subtipe virus,
spesies unggas dan faktor lingkungan. Penularan avian influenza dapat
terjadi melalui kontak langsung antara ayam sakit dengan ayam yang
peka. Ayam yang terinfeksi mengeluarkan virus dari saluran
pernapasan konjungtiva dan feses (Nazaruddin., 2012).
Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya
melalui udara yang tercemar oleh material/debu yang mengandung
virus influenza, makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan,
kandang, pakaian, kendaraan, peti telur, nampan telur, burung dan
mamalia yang tercemar virus influenza Lalat juga mempunyai peranan
dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung virus avian
influenza dalam 1 gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta
ekor (Nazaruddin, 2012).
Agen infeksi lain, faktor lingkungan/stress dapat berpengaruh pada
berat/ringannya dari suatu penyakit. Unggas yang sembuh menjadi
carier, sebagai pembawa sifat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penularan flu burung yaitu kepadatan penduduk dan kepadatan unggas,
virus yang bersirkulasi (H5N1), biosekuriti yang menurun, kerentanan
daya tahan tubuh manusia dan hewan (Kumala, 2014).

6
1. Mula- mula virion menempel pada reseptor sel
tropisma melalui protein hemaglutinin.
2. Proses endositosis ini akan berlangsung beberapa
waktu, berdasarkan pengamatan sekitar 10 menit, proses
endositosis dan pelepasan selubung telah mencapai 50 %, proses
ini sampai semua segmen RNA ke luar ke dalam sitoplasma.
3. Segmen- segmen tersebut masuk ke dalam nukleus
dan mengalami transkripsi, untuk merubah bentuk (-) RNA
menjadi (+) RNA.
4. Sebagian segmen keluar kembali ke sitoplasma
untuk mempersiapkan protein selubung untuk dipakai oleh virus
baru yang akan dihasilkan. Protein yang dimaksud adalah HA, NA,
M dan NS.
5. Delapan segmen yang berada di inti sel ditambah
dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma melakukan
replikasi, yaiu perbanyakan RNA. Virus RNA lain, replikasi di luar
inri. Selama di dalam inti, AI menggunakan bahan- bahan yamg
diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses ini yang memudahkan
terjadi proses Antigen drift dan Antigen shift.
6. Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi,
keluar ke sitoplasma untuk dibungkus dengan protein HA, NA, M,
serta NS, menjadi anak AI yang siap dilepas dari sel hospes. Untuk
bisa keluar, virus ini harus menempel pada reseptor dalam sel
hospes. Penempelan ini dilakukan oleh protein neuroaminidase,
berlangsung selama 2 jam sejak infeksi (Rahardjo, 2014).
Penularan virus H5N1 pada unggas terjadi secara cepat dengan
tingkat kematian tinggi (mencapai 50%). Penyebaran ini dapat terjadi
pada sesama unggas di sebuah peternakan dan dapat meyebar ke
peternakan lain. Penularan virus H5N1 ke manusia terjadi melalui udara
yang tercemar virus tersebut, yang berasal dari saliva, darah, tinja,
maupun sekret unggas yang terserang virus H5N1. Manusia bisa

7
terinfeksi virus H5N1 dari daging unggas bila daging tersebut tidak
dimasak secara matang.
Sebagian besar kasus infeksi HPAI- H5N1 pada manusia
disebabkan penularan dari unggas ke manusia. Tidak ada resiko yang
ditimbulkan dalam mengkonsumsi daging unggas yang telah dimasak
dengan baik dan matang. Belum ada bukti penularan dari manusia ke
manusia. Masa inkubasi infeksi HPAI- H5N1 bervariasi sekitar 2-8
hari.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik
Suhu tubuh > 380C, nafas cepat dan hiperemi faring (faring
kemerahan).
2. Pemeriksaan laboratorium
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas
dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel
darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit,
Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal.
Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
• Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction)
untuk H5.
• Biakan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
• Uji Serologi :
1. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1
dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (
diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi
netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset
penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI
sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan

8
• Rapid test untuk mendeteksi Influenza A.
• ELISA untuk mendeteksi H5N1
3. Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit
total. Umumnya ditemukan leukopenia, limfositopenia dan
trombositopenia.
4. Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin
Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan
albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan
kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat
normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan
perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
5. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada
setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru
menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain
yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai
langkah diagnostik dini.
H. Pengobatan
Pengobatan untuk H5N1 biasanya menggunakan obat antiviral
seperti zanamivir dan oseltamivir (Tamiflu). Mekanisme kerja zanamivir
dan oseltamivir adalah sebagai inhibitor neuraminidase. Selain
pemberian obat antiviral, pasien memerlukan oksigenasi dan infus.
Selain itu, pasien juga memerlukan antibotika berspektrum luas untuk
menghindari infeksi lanjutan oleh bakteri lain.
I. Penatalaksanaan
1. Pasien dirawat dalam ruang isolasi :
Waspada terhadap penularan melalui udara (transmisi airbone)
selama masa penularan, yaitu 7 hari pertama sejak timbulnya gejala
demam (380C).

9
2. Pasien di ruang rawat biasa :
a. Setelah hasil usap nasofaring negatif berulang kali dengan PCR
atau biakan.
b. Setelah hari ke 7 demam, kecuali demam berlanjut sampai 7
sesuai pertimbangan dokter yang merawat kasus demi kasus.
J. Pencegahan
Upaya yang bisa dilakukan antara lain :
a. Menggunakan masker pelindung ketika kontak dengan unggas
b. Sekret dan tinja unggas harus dibakar agar tidak menjadi sumber
penularan bagi masyarakat sekitar.
c. Mencuci peralatan yang telah digunakan dengan disinfektan.
d. Jangan menyembelih unggas yang sakit. Daging dan telur unggas
harus dimasak dengan baik sampai matang.
e. Menjaga sanitasi lingkungan.
f. Menjaga kebersihan diri.

2.2 SWINE INFLUENZA (FLU BABI, H1N1)


A. Pengertian
Swine Influenza (Flu babi) adalah penyakit pernafasan akut pada
babi yang sangat menular, yang disebabkan oleh salah satu dari
beberapa virus swine influenza. Virus swine influenza yang paling
umum adalah subtipe H1N1. Subtipe yang lain seperti H1N1, H3N1,
H3N2 juga beredar pada babi. Babi dapat juga terinfeksi virus avian
influenza dan vius influenza manusia.
B. Penyebab / Etiologi

Penyebab flu babi adalah virus influenza tipe A subtype H1N1 dari
familia orthomyxovridae. Flu atau influenza ada 2 tipe, yaitu :

10
Type A : menular pada unggas (ayam, itik, dan burung) serta babi.
Type B dan Type C : Menular pada manusia.
Virus influenza tipe A yang termasuk family orthomyxoviridae,
erat kaitannya dengan penyebab swine flu, equine flu, dan avian
influenza. Ukuran virus tersebut berdiameter 80120 nm. Selain
influenza A, terdapat influenza B dan influenza C yang juga sudah
dapat di isolasi dari babi. Sedangkan 2 tipe influenza pada manusia
adalah tipe A dan B. kedua tipe ini diketahui sangat progresif dalam
perubahan antigenic yang sangat dramatic.
C. Gejala klinis
- Pada babi
Masa inkubasi flu babi antaa 1-3 hari. Gejala klinis
umumnya terbatas pada saluan pernafasan, muncul tiba-tiba pada
sebagian besar babi dalam satu kandang. Babi tertular biasanya
malas bergerak, saling bertumpuk, demam tinggi sampai 45 C,
rinitis, bersin, radang selaput mata (konjungtivitis) dan kehilangan
berat badan, batuk hebat sampai punggung membusur, frekuensi
nafas tinggi, sulit bernafas, dan pernafasan abdominal. Beberapa
berkembang menjadi bronkopneumonia dan akhirnya mati. Angka
kematian yang disebabkan oleh virus flu babi sekitar 1%.
- Pada manusia
Gejala klinis umunya menyerupai flu musiman, diantaranya
mirip dengan gejala influenza, termasuk demam, pegal-pegal
seluruh badan, lemas, penurunan nafsu makan, pilek, nyeri
tenggorokan, mua;, muntah, atau diare. Gejala klinis umunya
berupa gejala asimtomatik sampai pneumonia berat yang dapat
mematikan. Karena gejalanya yang menyerupai flu musiman dan
infeksi akut saluran pernafasan, sebagian besar kasus diketahui dari
surveilans flu musiman. Kasus ringan dan asimptomatik jarang
terdeteksi, sehingga dampak sebenarnya infeksi flu babi pada
manusia sulit diketahui.

11
D.Cara Penularan Virus Flu Babi
Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak
moncong babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan
mempercepat penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara
terbuka.Penyakit bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau babi
anakan Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi
mungkin tidak dapat mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat
menghalangi timbulnya kekebalan aktif. Transmisi inter spesies dapat
terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara
spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian juga sub
tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influensa A. H1N1,
H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus influenza yang umum
ditemukan pada babi yang mewabah di Amerika Utara, tetapi pernah
juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena pneumonia di
Canada.
Rute utama penularan adalah melalui kontak langsung antara
hewan yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Ini kontak dekat sangat
umum selama transportasi hewan. Pertanian intensif juga dapat
meningkatkan resiko penularan, karena babi yang dibesarkan dalam
jarak yang sangat dekat satu sama lain. Para transfer langsung dari
virus mungkin terjadi baik oleh babi, menyentuh hidung, atau melalui
lendir kering. Transmisi udara melalui aerosol yang dihasilkan oleh
babi batuk atau bersin juga merupakan sarana penting infeksi. Virus ini
biasanya menyebar dengan cepat melalui kawanan, menginfeksi semua
babi hanya dalam beberapa hari
Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan
menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada
pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika Beberapa kasus
infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia. Penyakit
pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin Transmisi
kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat
melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah

12
penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark,
Jepang, Italy dan kemungkinan Inggris telah dilaporkan.
Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur 32 tahun,
pada bulan September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit
akibat pnemonia dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil
pemeriksaan ditemukan virus influensa patogen yang secara antigenik
berhubungan dengan virus influenza babi. Setelah diselidiki ternyata
pasien tersebut 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran babi.
Sementara itu, hasil pengujian HI pada orang yang datang pada
pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19 orang dari 25 orang
(76%) mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun
disini tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya
penularan virus.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Umum
1. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin (Hb,
leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit), spesimen
serum.
2. Pemeriksaan apusan (aspirasi nasofaring atau
aspirasi hidung).
3. Kalau tidak bisa dengan cara yang diatas, maka
dengan cara kombinasi apusan hidung dan
orofaring.
4. Pada pasien dengan intubasi dapat diambil secara
aspirasi endotrakeal.
5. Pemeriksaan kimia darah : albumin, globulin,
SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, analisis gas darah.
6. Pemeriksaan radiologik : PA dan lateral.
7. Pemeriksaan CT-Scan toraks.
2. Khusus
Pemeriksaan laboratorium virologi
Untuk mendiagnosi konfirmasi influenza A (H1N1) dengan cara :

13
a. Real time PCR
b. Kultur virus
c. Peningkatan 4 kali antibodi spesifik influenza A
F. Pengobatan
Seperti infeksi virus influenza pada umumnya, sebagian besar
infeksi virus H1N1 dapat sembuh dalam beberapa hari. Karena itu jika
muncul gejala influenza, penderita disarankan untuk beristirahat dan
makan – makanan yang bergizi secara teratur, suplementasi vitamin
atau meningkatkan konsumsi buah-buahan yang kaya vitamin juga
dapat membantu. Pencegahan infeksi virus ini sebetulnya sederhana,
yaitu dengan menjaga kebersihan diri serta menghindari kontak dengan
orang yang sakit. Sering mencuci tangan dengan sabun atau
menggunakan cairan antiseptik, terutama setelah batuk atau bersin,
serta sebelum makan. Selain itu, jangan menyentuh mulut, hidung,
atau mata dengan tangan yang kotor. Untuk penyakit yang berat tetapi
tanpa komplikasi, bisa diberikan asetaminofen,aspirin, naproksen.
Kepada anak-anak tidak boleh diberikan aspirin karena resiko
terjadinya komplikasi sindrom reye. Obat lainya yang biasa diberikan
adalah dekongestan hidung dan penghirupan uap.
Jika infeksi lebih berat, dapat diberikan obat-obat antiviral. Obat
ini akan meredakan gejala dan mencegah komplikasi seperti
pneumonia. Saat ini pada beberapa negara tersedia obat-obat antivirus
yang efektif. Khusus untuk kasus flu babi, direkomendasikan
pemberian aseltamivir atau zanamivir. Obat ini sama dengan yang
digunakan untuk penanganan flu burung. Obat antiviral tersebut
sebaiknya diberikan tidak lama setelah diagnosis flu babi ditegakkan.
Pemberian obat dilakukan selama 5 hari. Untuk orang dewasa, dosis
aseltmavir adalah 775 mg/hari. Karena efek obat ini pada kehamilan
belum diketahui, sebaiknya hati-hati jika akan diberikan pada ibu
hamil. Namun, selama ini belum ada laporan mengenai efek samping
aseltmavir atau zanamivir baik pada ibu hamil maupun bayi yang
kemudian dilahirkan. Bila ditemukan kasus infeksi bakteri sekunder

14
dapat diobati dengan antibiotik. Bila ditemukan kasus infeksi berat
perlu segera ditangani sesuai dengan penanganan standar kasus gawat
darurat infeksi saluran pernafasan.
G. Penatalaksana
Uji laboratorium telah menemukan bahwa virus babi influenza A
(H1N1) rentan terhadap obat antivirus oseltamivir dan zanamivir, dan
CDC telah mengeluarkan petunjuk untuk penggunaan dari obat ini
untuk mengobati dan menghambat infeksi virus flu babi. Antivirus lain
(misal, amantadine, rimantadine) tidak direkomendasikan oleh karena
saat ini resistensi pada influenza lainnya telah terjadi pada beberapa
tahun lalu. Terapi suportif dasar (misal, terapi cairan, analgesik,
penekan batuk) perlu diberikan. Pengobatan antivirus secara empiris
perlu diperhatikan untuk kasus flu babi, baik yang sudah pasti, masih
dalam kemungkinan, ataupun kecurigaan terhadap kasus ini.
Pengobatan pasien rawat inap dan pasien dengan resiko tinggi untuk
komplikasi influenza perlu sebagai prioritas.
Penggunaan antivirus dalam 48 jam sejak onset gejala sangat
penting dalam hubungannya dengan efektivitas melawan virus
influenza. Pada penelitian mengenai flu musiman, bukti akan manfaat
pengobatan lebih baik jika pengobatan dimulai sebelum 48 jam sejak
onset penyakit. Walau begitu, beberapa penelitian mengenai
pengobatan flu mengindikasikan banyak manfaat, termasuk
mengurangi kematian atau durasi rawat inap, bahkan pada pasien yang
mendapat pengobatan lebih dari 48 jam setelah onset penyakit. Lama
pengobatan yang direkomendasikan adalah selama 5 hari. Oseltamivir
(Tamiflu) dan Zanamivir (Relenza) bekerja dengan menghambat
neuraminidase, suatu glikoprotein pada permukaan virus influenza
yang merusak reseptor sel terinfeksi untuk hemagglutinin virus.
Dengan menghambat neuraminidase virus, pelepasan virus dari sel
terinfeksi dan penyebaran virus akan berkurang. Oseltamivir dan
Zanamivir merupakan terapi yang efektif untuk influenzavirus A atau
B dan diminum dalam 48 jam sejak onset gejala.

15
H. Pencegahan
Flu babi (H1N1) dapat menular dengan cepat dari manusia ke
manusia. Kecepatan penularanya sama dengan kasus influenza biasa
yang sering terjadi di beberapa negara. Virus flu babi (H1N1) telah
menyebar di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menyatakan sebagai
pandemi fase 6. Oleh karena itu, perlu kewaspadaan dan peran serta
kita semua dalam pencegahan dan penanganan virus flu babi (H1N1).
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mencegah flu khususnya flu babi (H1N1):
1. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan orang yang sedang
flu
2. Biasakan cuci tangan dengan teratur menggunakan air dan
sabun terutama setelah kontak dengan pasien flu atau
permukaan benda/lingkungan yang mungkin terkontaminasi
3. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak
dengan orang yang sedang flu
4. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan atau rumah
5. Jaga pola hidup sehat dengan makan makanan bergizi
seimbang, istirahat/tidur yang cukup dan olahraga.
Vaksinasi merupakan pencegahan yang efektif terhadap
influenza terhadap virus influenza manusia tidak efektif
mencegah virus flu babi (H1N1). WHO sedang
mengembangkan vaksin flunbabi (H1N1) dan diharapkan
dapat mencegah wabah virus flu babi diseluruh dunia.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Flu burung (H5N1) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
yang secara alami hanya dapat menginfeksi unggas. Pada keadaan tertentu virus
flu burung dapat ditularkan dari unggas ke manusia.
Flu babi/Swine Influenza (H1N1) adalah penyakit virus yang disebabkan
oleh strain virus influenza yang biasanya menginfeksi babi yang disebut swine
influenza virus (SIV). Flu babi merupakan suatu penyakit influenza yang ditandai
dengan keluhan : demam, menggigil, nyeri telan, nyeri otot, nyeri kepala,
batuk, pilek, badan lemas.
Virus flu burung (H5N1) jauh lebih berbahaya dari virus flu babi (H1N1)
terutama untuk wilayah tropis seperti Indonesia. Pasalnya, diprediksi virus H1N1
tidak akan mampu hidup di daerah tropis karena biasanya virus ini hidup di
daerah empat musim.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca maupun penyusun.

17
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Anggraini.,Herry Garna. 2012. Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis. Jakarta :
Sagung Seto.
Doenges, Marilynn E dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokomentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Mubin, Halim.2011. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Radji, Maksum.2010. Imunologi Dan Virologi cetakan pertama. Jakarta Barat : PT.
ISFI Penerbitan.
Rahajoe, Nastiti N dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta:
IDAI.
Soedarto. 2010. Virologi Klinik. Surabaya : Sagung Seto.
Tamher,Noorkasiani.2008. Flu Burung: Aspek Klinis Dan Epidemiologis. Jakarta.
Salemba Medika.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan Pencegahan dan
Pemberatasannya Edisi Kedua. Semarang : Erlangga.

18

You might also like