You are on page 1of 95

 

HUBUNGAN STRES PASCA BENCANA DENGAN KUALITAS HIDUP

KORBAN PASCA ERUPSI MERAPI PADA ORANG DEWASA

DI KELURAHAN UMBUL HARJO CANGKRINGAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Sarjana Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :

FIRQOH NUR AZIZAH FAHMI

08/268224/KU/12837

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012


 
 
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi

yang berjudul “Hubungan Stres Pasca Bencana Dengan Kualitas Hidup Korban

Pasca Erupsi Merapi Pada Orang Dewasa di Kelurahan Umbul Harjo

Cangkringan”, diajukan untuk memenuhi sebagian syarat Sarjana Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Dalam menyusun proposal skripsi ini, peneliti telah mendapat banyak arahan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima

kasih kepada:

1. dr. Rr. Titi Savutri Prihatiningsih, M.A.,Med.,Ed.,Ph.D, selaku wakil Dekan

Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Dr. Fitri Haryanti S.Kep.,M.Kes., selaku Kepala Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

3. Ibrahim Rahmat S.Kep.,M.Kes., selaku Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, motivasi, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

4. Purwanta S.Kp.,M.Kes., selaku Pembimbing II yang telah memberikan

arahan, motivasi, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

5. Ema Madyaningrum S.Kep.,Ns.,M.Kes., selaku Pembimbing III yang telah

memberikan arahan, motivasi, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

ii 
 
 
 

6. Sri Warsini S.Kep.,Ns.,M.kes, selaku Pembimbing yang telah memberikan

arahan, motivasi, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini dari BAB I-

III.

7. Seluruh staf, dosen, dan administrasi PSIK FK UGM yang telah memfasilitasi

kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kepada kedua orang tua tercinta (Rr. Sri Suwasti, dan Alm. Drs. M. Noer

Sardjiman), yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

9. Kekasihku tercinta Muhammad Saefurrozi S.Si., yang selalu memberikan

dukungan dan motifasi dalam segala kehidupanku.

10. Kakak-kakak ku yang senantiasa mendukung dalam penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman PSIK 2008 yang telah membantu dan memberikan semangat

dalam penyusunan skripsi ini.

12. Semua yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa peneliti

sebutkan satu-persatu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan

skripsi ini.

Yogyakarta, Juni 2012

Penulis

iii 
 
 
 

Karya ini kupersembahkan kepada


Mama ku tercinta ( Rr. Sri Suwasti) dan,
Almarhum,,,,,,,
Ayah ku yang aku cuntai (Drs. M. Noer Sardjiman)
Serta Kekasihku tercinta (Muhammad Saefurrozi., S.Si)
yang selalu setia mendampingiku.

iv 
 
 
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii


PERSEMBAHAN .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI...................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii
INTISARI……………………………………………………………………...ix
ABSTRACT……………………………………………………………………x
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
E. Keaslian Penelitan......................................................................... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 9


A. Tinjauan Teori 9
B. Landasan Teori 24
C. Kerangka Teori 25
D. Kerangka Konsep 26
E. Hipotesis Penelitian 26
F. Pertanyaan Penelitian 26

BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................. 27


A. Jenis dan Rancangan Penelitian.................................................... 27
B. Waktu dan Tempat Penelitian....................................................... 27
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 27
D. Variabel-variabel Penelitian ......................................................... 29
E. Definisi Operasional Penelitian..................................................... 30
F. Instrumen Penelitian...................................................................... 30
G.Uji Validitas dan Reabilitas ........................................................... 35
H. Rencana Pengumpulan Data ......................................................... 37
I. Rencana Analisis Data .................................................................. 38
J. Rencana Jalannya Penelitian.......................................................... 41
K. Hambatan dan Kelemahan Penelitian........................................... 42

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN................................................... 44


A. Karakteristik Responden............................................................... 44
B. Tingkat Stres Korban Pasca Erupsi Merapi .................................. 48
C. Gambaran Kualitas Hidup korban Pasca Erupsi Merapi .............. 50
D. Hubungan Stres Pasca Bencana dengan Kualitas Hidup.............. 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 56


A. Kesimpulan 56
B. Saran 56

 
 
 

DAFTAR PUSTAKA 58
LAMPIRAN …………………………………………………………………..64
Kuesioner Karakteristik Responden...................................................68
Instrumen PTSD PCL-C.....................................................................70
Kuesioner Kualitas Hidup Short-Form 36..........................................72

vi 
 
 
 

DAFTAR GAMBAR

Gambar1. Kerangka Teori................................................................................25


Gambar2. Kerangka Konsep............................................................................26

vii 
 
 
 

DAFTAR TABEL

Tabel1. Kisi-kisi Kuesioner Stres Pasca Bencana PCL-C........................ 32


Tabel2. Kisi-kisi Kuesioner Kualitas Hidup SF-36.................................. 33
Tabel3. Kisi-kisi Penilaian Kuesioner Kualitas Hidup SF-36 .................. 34
Tabel4.a. Karakteristik Responden ............................................................. 44
Tabel4.b. Lanjutan Karakteristik Responden.............................................. 47
Tabel5. Status perkawinan dan status pekerjaan dengan tingkat stres ..... 45
Tabel6. Gambaran Tingkat Stres Bencana ............................................... 48
Tabel7. Gambaran Kualitas Hidup ........................................................... 50
Tabel8. Distribusi Hubungan Stres Bencana dengan Kualitas Hidup ...... 53

viii 
 
 
 

HUBUNGAN STRES DENGAN KUALITAS HIDUP KORBAN PASCA


BENCANA ERUPSI MERAPI PADA ORANG DEWASA DI
KELURAHAN UMBULHARJO CANGKRINGAN
Firqoh Nur Azizah Fahmi1, Ibrahim Rahmat2, Purwanta3, Sri Warsini4

INTISARI

Latar belakang: Bencana merupakan salah satu faktor penyebab yang dapat
menimbulkan stres pada seseorang yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
pada individu tersebut, bisa berupa masalah kesehatan fisik ataupun masalah
kesehatan mental.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres pasca
bencana dengan kualitas hidup seseorang dalam kaitannya dengan korban pasca
erupsi Merapi di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan.
Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dan
merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan Cross sectional. Penelitian
ini dilaksanakan di dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo di Kelurahan
Umbulharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta. Instrumen yang di gunakan
adalah instrumen karakteristik responden, instrumen stres bencana Post
Traumatik Stress Disorder Check List Civilian Version, dan instrumen kualitas
hidup short form 36. Metode pemilihan sample dengan menggunakan rumus dari
Nursalam dengan jumlah sample sebanyak 67 orang dewasa. Analisis data
menggunakan Test of Normality Kolmogrov-Smirnov,dan Spearman.
Hasil: Analisis korelasi menunjukkan ada korelasi atau hubungan yang
bermakna antara stres pasca bencana dengan kualitas hidup korban pasca erupsi
merapi pada orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan (p = <0,05).
Secara umum tingkat stres yang dialami korban pasca erupsi merapi adalah stres
sedang (50,75%), (26,86%) mengalami stres tinggi, dan (20,90%) mengalami
stres rendah. Kualitas hidup secara umum pada korban pasca erupsi merapi
menunjukkan kualitas hidup yang buruk (53,73%), dan (46,27%) menunjukkan
kualitas hidup yang baik.
Kesimpulan: Ada hubungan yang bermakna antara stres pasca bencana dengan
kualitas hidup korban pasca erupsi Merapi di Kelurahan Umbulharjo
Cangkringan.
Kata kunci: Stres, kualitas hidup, pasca bencana

1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
2
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.

ix 
 
 
 

RELATIONS BETWEEN STRESS WITH THE QUALITY OF LIFE OF


THE VICTIM AFTER DISASTER THE ERUPTION OF MERAPI IN
ADULTS IN THE VILLAGE UMBULHARJO CANGKRINGAN
Firqoh Nur Azizah Fahmi1, Ibrahim Rahmat2, Purwanta3, Sri Warsini4

ABSTRACT

Background: The disaster is one of the factors that can cause stress on a person
who can affect the quality of life of the individual, can include physical health
problems or mental health problems.
Purpose: This study aims to determine the post-disaster stress relationship with
quality of life in relation to the victim after the eruption of Merapi in
Umbulharjo Cangkringan.
Methods: This study is a type of non-experimental research and a quantitative
study with cross sectional design. The research was conducted in Pelemsari
Village and Pangukrejo Village of Umbulharjo Cangkringan Sleman
Yogyakarta. The instruments are in use is the instrument characteristics of the
respondents, the instrument of disaster stress Post Traumatic Stress Disorder
Check List Civilian Version, and the instrument's quality of life short form 36.
Sample selection method by using the formula of Nursalam by the number of
sample as many as 67 adults. Analysis of data using the Test of Normality
Kolmogrov-Smirnov,and Spearman.
Results: Correlation analysis showed a correlation or a significant association
between post-disaster stress the quality of life of the victim after the eruption of
Merapi in adults in the Village Umbulharjo Cangkringan (p = <0.05). In general,
the level of stress experienced by victims of post-eruption of Merapi is the
medium stress was (50.75%), (26.86%) had a high stress, and (20.90%) had low
stress. Quality of life in general on the victim after the eruption of Merapi
showed poor quality of life (53.73%), and (46.27%) showed good quality of life.
Conclusion: There was a significant association between post-disaster stress
procure quality of life for victims of post-eruption of Merapi in the Village
Umbulharjo Cangkringan.
Keywords: stress, quality of life, post-disaster

1
The Student of Nursing Science Program Medical Faculty Gadjah Mada
University Yogyakarta.
2
The Lecturer of Nursing Science Program Medical Faculty Gadjah Mada
University Yogyakarta.


 
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gunung Merapi merupakan gunung berapi aktif yang sering kali meletus

tiap beberapa tahun sekali. Gunung ini terletak diperbatasan paling utara Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Provinsi Jawa Tengah. Terakhir gunung ini

meletus tanggal 26 Oktober 2010 dan hingga lebih dari sebulan setelah meletus

pertama kali masih dinyatakan “Awas” oleh Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (BNPB, 2011). Status awas ini menandakan gunung masih berbahaya

untuk didekati.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Syamsul

Maarif mengatakan bahwa korban meninggal dunia akibat bencana akibat erupsi

gunung Merapi di DIY dan Jawa Tengah berjumlah 116 orang, yang terdiri dari

104 korban di daerah Sleman, 7 korban di daerah Magelang, 3 korban di daerah

Boyolali dan 2 korban di daerah Klaten Jawa Tengah. Korban yang terkena luka-

luka berjumlah 218 orang yang terdiri dari 147 orang yang berasal dari Sleman,

57 orang berasal dari Klaten dan 14 orang yang berasal dari daerah Magelang.

Jumlah pengungsi mencapai 198 ribu orang meliputi daerah Sleman sebanyak 56

ribu, di daerah Magelang 64 ribu, di daerah Klaten 40 ribu dan di daerah Boyolali

sebanyak 30 ribu orang (Republika, Sabtu 06 November 2010).

Banyak korban erupsi Merapi yang kehilangan keluarga, harta benda,

serta mata pencaharian. Keadaan tersebut dapat menjadi pemicu stres pada

seseorang. Stres muncul karena reaksi tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan


 
mental atau beban kehidupan). Stres dapat mengakibatkan berbagai masalah pada

seseorang seperti, respon fisiologis, dan perilaku subjektif terhadap stres.

Stimulus yang membuat stres pada seseorang dianggap sebagai suatu sistem

dalam kehidupan (WHO, 2003).

Menurut Hans Selye, stres merupakan respon tubuh yang sifatnya

nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya (Hawari, 2001). Istilah stres

menurut Spencer, et.al. menunjukkan adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh;

dalam psikologi dikenal dengan istilah stres; sedangkan sumber stres disebut

stresor (Sukmono, 2009). Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita

didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai

keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif,

cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut disebut sebagai eustres (Hawari,

2001).

Dalam batas tertentu, stres dapat membantu kita untuk tetap aktif dan

waspada. Akan tetapi, stres yang berlangsung lama dapat melebihi kemampuan

kita untuk mengatasinya dan menyebabkan distres emosional seperti depresi, atau

kecemasan, atau keluhan fisik seperti kelelahan, meningkatnya asam lambung dan

sakit kepala, sampai tingkat penyakit serius lainnya (Sukmono, 2009).

Stresor psikososial (bencana) pada tiap peristiwa yang menyebabkan

perubahan kehidupan seseorang akan memaksa seseorang untuk beradaptasi,

tetapi tidak semua orang mampu menangani stresor atau melakukan adaptasi.

Kegagalan beradaptasi akan menimbulkan stres pada individu yang nantinya akan

mempengaruhi kualitas hidup (Hawari, 2001).


 
Definisi kualitas hidup menurut Batsi (2008) adalah persepsi individu

terhadap kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang

ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan juga perhatian. Kualitas

hidup merupakan kepemilikan sumber daya yang diperlukan untuk kepuasan

kebutuhan individu, keinginan dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang

memungkinkan pribadi dalam pengembangan dan aktualisasi diri dan

perbandingan yang memuaskan antara diri sendiri dan orang lain (Walker, 2005).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 8 maret

sampai 8 april 2011 di kantor kelurahan Umbulharjo, didapatkan beberapa data

mengenai korban erupsi Merapi. Pada Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan

telah diketahui jumlah korban sebanyak 47 orang, 37 orang korban berasal dari

Dusun Pelemsari, 2 orang dari Dusun Plosorejo, 3 orang korban dari Dusun

Plosokerep, 2 orang dari Dusun Pangukrejo, 1 orang dari Dusun Grogol, dan 1

orang korban lagi dari Dusun Karangkendal. Dua dusun yaitu Dusun Pelemsari

dan Dusun Pangukrejo mengalami dampak yang cukup parah akibat erupsi

Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010 lalu.

Korban yang meninggal pada kedua dusun tersebut, Dusun Pelemsari dan

Dusun Pangukrejo mengalami kerusakan infrastruktur yang sangat parah, rumah-

rumah sudah rata dengan tanah bahkan ternak yang dimiliki oleh warga juga

tidak bisa diselamatkan. Sekarang ini warga Dusun Palemsari dan Pangukrejo

bertempat tinggal di selter yang atapnya terbuat dari seng dan dinding yang

terbuat dari anyaman bambu. Peneliti juga telah mengadakan wawancara kepada 4

warga Dusun Pelemsari mengenai stres akibat bencana dan penurunan kualitas


 
hidup. Peneliti menggunakan Kuesioner Post Traumatik Stress Disorder Check

List Civilian Version (PTSD PCL-C) untuk stres dan beberapa pertanyaan dari

Kuesioner Quality of Life. Dari hasil wawancara dari keempat warga tersebut 3

orang mengalami stres dan penurunan kualitas hidup yang hasilnya diukur

berdasar Diagnostik and Statistical Mental (DSM Criteria). Studi pendahuluan

yang sudah dilakukan oleh peneliti tersebut, merupakan bahan penelitian yang

menarik untuk diteliti yakni mengenai apakah ada keterkaitan stres akibat erupsi

Merapi dengan kualitas hidup seseorang.

B. RUMUSAN MASALAH Permasalahan sesuai dengan latar belakang tersebut

diatas, peneliti dapat merumuskan hasil sebagai berikut yakni terdapat

hubungan antara stres dengan kualitas hidup korban pasca bencana erupsi

Merapi pada orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo?

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan stres akibat bencana dengan kualitas hidup seseorang

dalam kaitan dengan korban pasca erupsi Merapi di Kelurahan Umbulharjo.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui tingkat stres akibat bencana yang dialami korban pasca

erupsi Merapi di Kelurahan Umbulharjo.

b) Mengetahui gambaran kualitas hidup korban pasca erupsi Merapi di

Kelurahan Umbulharjo.

D. MANFAAT

1. Manfaat teoritis


 
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang stres

bencana dan kualitas hidup di bidang keperawatan jiwa dan komunitas.

2. Manfaat praktis

a. Bagi mahasiswa keperawatan

Menambah data tentang kualitas hidup dan stres pasca bencana

erupsi Merapi dan sebagai dasar pengembangan penelitian dengan

topik yang serupa.

b. Bagi masyarakat

Menambah pengetahuan dalam masyarakat mengenai keterkaitan

stres akibat erupsi Merapi dengan kualitas hidup sebagai langkah

awal pencegahan terjadinya penurunan kualitas hidup masyarakat.

E. KEASLIAN PENELITIAN

1) Penelitian “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup

Korban Pasca Gempa di Kabupaten Bantul Yogyakarta” oleh Seviyana,

D.A. (2009). Penelitian tersebut merupakan penelitian non-

eksperimental berupa analitik korelasional dengan jenis rancangan

cross-sectional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel

diambil menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah

sampel sebanyak 86 orang. Instrumen yang digunakan berupa

kuesioner. Kuesioner dukungan sosial diukur dengan mengadopsi

kuesioner yang disusun oleh Kusumadewi (2007). Instrumen kualitas

hidup menggunakan Short Form 36 yang disusun oleh Ware (1994)

dengan memodifikasi setiap item untuk korban pasca gempa. Hasilnya


 
adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial

dengan kualitas hidup pada korban pasca gempa di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta. Persamaan dengan penelitian ini yang akan dilakukan oleh

peneliti terletak pada variabel terikatnya yaitu kualitas hidup, rancangan

penelitian yaitu cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif, dan

kuisioner kualitas hidup yaitu Short Form 36 yang disusun oleh Ware

1994. Perbedaan dengan penelitian yang akan di lakukan penulis

terletak pada variabel bebasnya dan lokasi penelitian. Variabel bebas

pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu stres bencana,

sedangkan pada penelitian tersebut adalah dukungan sosial. Lokasi

penelitian yang akan diambil oleh peneliti yaitu di kelurahan

Umbulharjo Cangkringan Sleman, tepatnya di Dusun Pelemsari dan

Dusun Pangukrejo, sedangkan lokasi pada penelitian tersebut di dua

Kecamatan yaitu Pleret dan Sewon di Kabupaten Bantul.

2) Penelitian “Hubungan Keyakinan Spiritual dengan Kualitas Hidup

Korban Pasca Gempa Di kabupaten Bantul Yogyakarta” oleh Ariani,

D.V. (2009). Penelitian tersebut merupakan penelitian non-

eksperimental berupa analitik korelasional dengan jenis rancangan

cross-sectional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampel

diambil menggunakan metode purposive sampling dengan jumlah

sampel sebanyak 86 orang. Instrumen yang digunakan berupa

kuesioner. Kuesioner keyakinan spiritual diukur dengan skala dari

Spirituality Index of Well-Being (SIWB). Instrumen kualitas hidup


 
menggunakan Short Form 36 yang disusun oleh Ware (1994) dengan

memodifikasi setiap item untuk korban pasca gempa. Hasilnya ada

hubungan yang bermakna antara keyakinan spiritual dengan kualitas

hidup korban pasca gempa Yogyakarta. Persamaan dengan penelitian

ini yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada variabel terikatnya

yaitu kualitas hidup, rancangan penelitian yaitu cross-sectional dengan

pendekatan kuantitatif, dan kuisioner kualitas hidup yaitu Short Form

36 yang disusun oleh Ware 1994. Perbedaan dengan penelitian yang

akan di lakukan penulis terletak pada variabel bebasnya dan lokasi

penelitian. Variabel bebas pada penelitian yang akan di lakukan oleh

peneliti yaitu stres bencana, sedangkan pada penelitian tersebut adalah

keyakinan spiritual. Lokasi penelitian yang akan diambil oleh peneliti

yaitu di kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman, tepatnya di Dusun

Pelemsari dan Dusun Pangukrejo, sedangkan lokasi pada penelitian

tersebut di Desa Patalan, Desa Pendowoharjo dan Desa Timbulharjo di

Kecamatan Sewon Bantul.

3) Penelitian “Hubungan Kualitas Hidup dengan Prestasi Belajar Tiga

Tahun Pasca Gempa Pada Murid SD di Kecamatan Pundong Dan

Kasihan Bantul Yogyakarta” oleh Irawati, N.C (2009). Penelitian

tersebut merupakan penelitian non-eksperimental berupa analitik

korelasional dengan jenis rancangan cross-sectional. Sampel diambil

menggunakan metode Total Sampling dengan jumlah sampel sebanyak

109 orang. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner


 
Kualitas Hidup Anak disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori.

Instrumen Prestasi Belajar didapatkan dari nilai rapor dan buku laporan

guru. Hasilnya ada hubungan yang bermakna antara kualitas hidup

dengan prestasi belajar pada saat tiga tahun pasca gempa pada murid

SD di Kecamatan Pundong dan Kasihan Bantul Yogyakarta. Persamaan

dengan penelitian ini yang akan dilakukan oleh peneliti terletak pada

variabel terikatnya yaitu kualitas hidup, rancangan penelitian yaitu

cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Perbedaan dengan

penelitian yang akan di lakukan penulis terletak pada kuisioner kualitas

hidup, variabel bebasnya, dan lokasi penelitian. Kuisioner kualitas

hidup yang digunakan oleh Irawati (2009) yaitu menggunakan

kuisioner yang dikembangkan dari teori dan dibuat sendiri, sedangkan

peniliti akan menggunakan instrumen kualitas hidup dengan

mengadopsi dari kuisioner kualitas hidup yang di susun oleh Ware

(1994).Variabel bebas pada penelitian yang akan di lakukan oleh

peneliti yaitu stres bencana, sedangkan pada penelitian tersebut adalah

prestasi belajar. Lokasi penelitian yang akan diambil oleh peneliti yaitu

di kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman, tepatnya di Dusun

Pelemsari dan Dusun Pangukrejo, sedangkan lokasi pada penelitian

tersebut di SD Panjangrejo di Kecamatan Pundong dan SD Padokan di

Kecamatan Kasihan Bantul.


 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. STRES

a. Pengertian

Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

individu terganggu keseimbangannya (Martam, 2009). Stres dapat juga diartikan

sebagai keadaan internal yang diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau dari

kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak

terkendali, atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan koping (Lazarus,

1984). Menurut Markam et.al (2004), stres merupakan keadaan fungsi tubuh dan

mental yang terganggu yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.

Stres dapat terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari dalam diri

yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai.

Stress merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia, bahkan

seperti merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri (Martam, 2009). Stres bisa

dikatakan merupakan bagian dari kehidupan. Kejadian sehari-hari merupakan

tantangan yang membutuhkan peranan pikiran, tubuh dan emosi. Manusia

cenderung mendapatkan stres fisik dan psikologis, namun individu tersebut dapat

beradaptasi terhadap stres. Stres yang berlebihan akan mempengaruhi kualitas

hidup (Swarth, 1994).

Gangguan stres pasca trauma yaitu berkembangnya gejala setelah kejadian

stres psikologik yang berada diluar ambang rentang normal pengalaman manusia,

misalnya perkosaan, kecelakaan lalu lintas, perang, dan bencana alam. Kejadian


 
tersebut dapat membuat seseorang menjadi impulsif, menghindari aktifitas yang

dapat mengingatkan pada peristiwa tersebut, waspada yang berlebihan, ansietas,

dan menarik diri (Smeltzer, & Bare, 2002).

b. Jenis – jenis Stres

Menurut Heni (2008) jenis-jenis stres dibagi menjadi dua, yaitu: 1)

eustress yaitu hasil dari stres yang berespon sehat, positif, dan konstruktif atau

bersifat membangun. Stres tidak perlu selalu dilihat sebagai hal negatif. Dalam hal

tertentu, stres memiliki dampak positif. Eustress adalah stres dalam arti positif

yakni keadaan yang dapat memotivasi, dan berdampak menguntungkan (Martam,

2009). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan organisasi yang

diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat

performance yang tinggi. 2) distress, merupakan stres yang berlebihan yang akan

berpengaruh buruk karena akan mempengaruhi pikiran, emosi, prilaku, dan fisik.

Pada akhirnya akan mengakibatkan terganggunya aktifitas sehari-hari dan

terganggunya keadaan sosial individu. Distress dapat disebabkan oleh penundaan

dalam mengatasi masalah sehingga akan menyebabkan gangguan pada individu

baik secara fisik maupun mental (Heni, 2008).

c. Sumber – sumber Stres

1). Frustrasi Eksternal (Frustrasi / kekecewaan yang mendalam).

Hal ini terjadi bila alam bergolak sangat berat: badai, kebakaran, gempa

bumi, tsunami, kecelakaan beruntun, terutama sekali bila disertai kematian

mereka yang sangat dicintai dan dekat dengan yang bersangkutan. Halangan

atau stres eksternal yang hebat di antaranya perang, depresi ekonomi,

10 
 
persaingan yang terlalu tajam atau ketat, perubahan zaman yang terlalu cepat,

ketidakstabilan hukum dan keamanan, semuanya mengakibatkan frustrasi

(Setyonegoro, 2005).

2). Frustrasi Internal

Berbagai keterbatasan pribadi juga menimbulkan frustrasi: kendala fisik

(physical handicaps), kurangnya inteligensi dan konsentrasi, persaingan antar

individu, dan sebagainya dapat mengurangi keberhasilan dan mengakibatkan

frustrasi. Sejumlah frustrasi berasal dari hambatan psikologik karena

pertimbangan etika (atau susila kepantasan) dan realitas, misalnya masalah

perkawinan (Setyonegoro, 2005). Frustasi internal dapat diatasi dengan

beberapa cara yaitu; dengan menghadapi masalah tersebut, minta nasehat dari

orang lain, melampiaskan emosi, berkompromi, dan sampaikan pada orang

yang dipercaya tentang masalah yang sedang dihadapi (Carlson, 2003).

d. Faktor-faktor yang dapat mengurangi stres

Faktor-faktor yang dapat mengurangi stres ada tiga macam yaitu antara

lain :

1). Ketahanan psikologis

Ketahanan psikologis dapat membantu dalam mengelola stres yang

dialami. Ada tiga hal yang harus dimiliki oleh individu yaitu:

a). Komitmen yang tinggi

Individu harus memiliki kepercayaan dan komitmen yang tingi

terhadap pilihan hidupnya, serta tidak pernah berusaha menjauhkan

diri dari situasi yang dihadapinya (Sukmono, 2009).

11 
 
b). Berani melakukan perubahan

Individu harus percaya bahwa perubahan merupakan hal yang normal.

Individu tidak boleh terpaku pada kondisi mereka saat ini saja tetapi

individu tersebut haruslah tertantang untuk mengatasi atau melakukan

perubahan (Keliat, 1999).

c). Pengendalian yang kuat terhadap hidup

Individu harus percaya dan bertindak dengan keyakinan bahwa dirri

mereka sendirilah yang menentukan reward dan hukuman yang akan

mereka terima dalam hidup ini (Colbert, 2011).

2). Optimisme

Optimisme pada diri individu merupakan faktor yang paling baik

yang harus dimiliki oleh seseorang. Karena optimisme akan berpengaruh

pada kesehatan yang lebih baik misalnya, pasien yang memiliki fikiran

lebih pesimis maka selama masa sakitnya akan lebih menderita dan

mengalami distres (Sukmono, 2009). Rasa percaya diri akan menimbulkan

sikap optimis pada seseorang. Hal tersebut akan mendorong tekad dan

keberanian seseorang dalam menghadapi berbagai masalah (Suroto, 1994).

3). Dukungan sosial

Semakin luasnya jaringan kontak sosial yang dimiliki seseorang

berhubungan dengan besar resistensi atau ketahanan terhadap persoalan

yang di hadapi oleh seseorang. Para peneliti mempercayai bahwa orang

yang memiliki resistensi yang tinggi maka akan memiliki hidup yang lama

(Sukmono, 2009). Menjalin hubungan dengan orang lain akan sangat

12 
 
membantu mengurangi dan menghilangkan stres. Saat berbicara dengan

orang lain usahakan tidak membicarakan masalah atau pengalaman yang

membuat stres. Dengan banyak melakukan aktifitas yang menyenangkan

bersama orang lain dapat membantu seseorang untuk menghilangkan stres

(Mendatu, 2010).

e.Teori Adaptasi

Menurut Markam, et.al (2004) adaptasi merupakan bentuk penyesuaian

diri individu terhadap lingkungan internal maupun eksternal. Teori adaptasi

suster Callista Roy dalam buku Fundamental Keperawatan (2005) menyebutkan

bahwa tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi

terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan

interdependensi selama sehat dan sakit. Potter, et.al (2005) mengatakan seluruh

individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan seperti: 1) pemenuhan kebutuhan

fisiologis dasar, 2) pengembangan konsep diri positif, 3) penampilan peran sosial,

dan 4) pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan.

f.Instrumen Stres Pasca Bencana (PCL-C)

Salah satu instrumen stres yang diakibatkan oleh bencana yaitu

menggunakan Post Traumatik Stress Disorder Check List Civilian Version (PCL-

C) yang disusun oleh Trachman (2010). PCL-C digunakan sebagai alat untuk

mengukur tingkat stres pada individu korban bencana yang terdiri dari 17 item

pertanyaan. Klasifikasi PTSD berdasar durasi gejala menurut Burton (2003)

dikatakan stres akut jika gejala yang muncul dialami lebih dari 1 bulan, PTSD

akut jika gejala yang di alami 1-3 bulan, dan PTSD kronis jika gejala yang

13 
 
muncul dialami lebih dari 3 bulan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Trachman (2010) instrumen PTSD PCL-C masih dapat digunakan setelah 2 tahun

pasca bencana, hal demikian telah dilakukan oleh peneliti tersebut saat meneliti

korban 2 tahun pasca bencana perang.

2. KUALITAS HIDUP

a. Pengertian

Kualitas hidup menurut WHO (2000) adalah persepsi individual terhadap

posisi mereka dalam kehidupan pada konteks budaya dan sistem nilai dimana

mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan

perhatian mereka. Konsep yang luas tersebut yang mempengaruhi keadaan yang

kompleks dari kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kemandirian,

hubungan sosial, kepercayaan, dan hubungan mereka dengan lingkungan ( Coliver

Cit. Nugraheni. 2008).

Kualitas hidup didevinisikan sebagai penilaian individu atas kepuasan

pada keadaan yang dialami yang kemudian dibandingkan dengan persepsi ideal

yang mungkin dapat dicapai oleh individu tersebut (Halim, et.al. 2003). Kualitas

hidup ditunjukkan dengan adanya perasaan sejahtera dan penuh kepuasan sebagai

hasil dari faktor-faktor yang terdapat di lingkungan eksternal dan internal dari

individu (Sundari, 2005).

b. Konsep Kualitas Hidup

Konsep kualitas hidup menurut Ware (1994) mencakup dua aspek, yaitu aspek

kesehatan fisik (fungsi fisik, keterbatasan peran oleh masalah kesehatan fisik,

nyeri tubuh, dan kesehatan umum) dan aspek mental (vitalitas, fungsi sosial,

14 
 
keterbatasan peran oleh masalah emosi, dan kesehatan mental umum), yang terdiri

dari delapan elemen yang meliputi :

1) Fungsi fisik, merupakan derajat dalam keterbatasan. Keterbatasan peran

disebabkan oleh masalah fisik, merupakan derajat dalam hal keterbatasan

kesehatan yang mengganggu kerja atau aktifitas keseharian, termasuk

menyesuaikan pekerjaan lebih sedikit dari yang dikehendaki, keterbatasan

dalam berbagai aktifitas, atau kesulitan dalam melakukan aktifitas.

2) Fungsi sosial yang merupakan derajat dalam hal keterbatasan kesehatan atau

masalah emosi yang mengganggu aktifitas sosial normal.

3) Nyeri tubuh merupakan intensitas dan pengaruh nyeri terhadap kerja normal,

di dalam atau diluar rumah

4) Kesehatan mental umum, termasuk depresi, kecemasan, kontrol emosi

tingkah laku, afek positif secara umum.

5) Keterbatasan peran disebabkan oleh masalah emosi yang dapat mengganggu

kerja atau aktifitas keseharian lainnya, termasuk mengurangi waktu untuk

beraktifitas, menyelesaikan pekerjaan lebih sedikit dan tidak bekerja secara

teliti seperti biasanya.

6) Vitalitas merupakan perasaan berenergi dan penuh gairah melawan perasaan

lelah dan tidak bertenaga.

7) Persepsi sehat umum yang merupakan evaluasi terhadap kesehatan termasuk

kesehatan sekarang, pandangan kesehatan dan ketahanan terhadap sakit.

15 
 
c. Hubungan Kualitas Hidup dengan Kesehatan

Kualitas hidup merupakan konsep yang lebih luas daripada kesehatan.

Kesehatan memberikan kontribusi terhadap tingkat kualitas hidup seseorang.

Sebaliknya, kualitas hidup juga menentukan status kesehatan seseorang. Secara

umum, sehat merupakan indikator kualitas hidup, sedangkan dengan memiliki

kualitas hidup yang baik akan membuat seseorang merasa lebih sehat (Renwick,

et.al. 1996).

Kualitas hidup lebih abstrak dibandingkan dengan kesehatan. Sehat sering

dihubungkan dengan sesuatu yang nyata, seperti tingkat aktivitas, kemampuan

fungsional, serta bebas dari kesakitan atau nyeri. Secara umum, sehat lebih

berhubungan dengan kesejahteraan fisik, psikologis, dan sosial. Di sisi lain,

kualitas hidup tidak berhubungan denga sesuatu yang nyata, hanya pada saat

kualitas hidup diaplikasikan pada individu. Apabila individu tersebut memahami

apa yang dimaksud dalam kualitas hidup, maka kualitas hidup dapat dihubungkan

dengan indikator yang nyata (Renwick, et.al. 1996).

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Kualitas hidup berhubungan dengan banyak hal, seperti keluarga,

kesehatan individu, kepuasan kerja, suasana lingkungan yang nyaman, dan

kebebasan untuk memilih. Sementara itu, beberapa faktor yang terbukti sangat

kuat dan spesifik pada masing-masing individu adalah keluarga dan teman,

kesehatan, keamanan, perekonomian, pendidikan, lingkungan yang mendukung,

serta transportasi (British Columbia Real Estate Association, 2005b).

16 
 
Menurut Barlow (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

adalah faktor biologi, gejala fisik, keuangan, pengobatan, pekerjaan, lingkungan,

fungsi fisik, keterlibatan komunitas, emosi, keyakinan spiritual, dukungan sosial,

dan hubungan kekeluargaan.

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup dan

kesehatan seseorang dapat dibagi menjadi dua kategori berikut (Renwick et al.

1996).

1) Faktor lingkungan ; dibagi menjadi Macro Environment dan Immediate

Environment. Lingkungan makro berhubungan dengan biosfer, ekonomi,

sosial, budaya , politik, dan negara. Lingkungan ini lebih banyak memberi

pengaruh, tetapi kadang-kadang menjadi kurang bermakna, tergantung

dari kemampuan kontrol dan pengalaman seseorang dalam komunitas.

Lingkungan immediate lebih berhubungan dengan keluarga, tetangga,

tempat kerja, sekolah, rumah, dan komunitas sehari-hari.

2) Faktor personal; dibagi menjadi faktor biologis dan faktor psikologis.

Faktor biologis adalah aspek tentang tubuh, otak, genetik, penyakit

somatik, kecelakaan, dan faktor lain yang relatif tidak dapat diubah. Faktor

psikologis meliputi kebiasaan, emosi, kognitif, persepsi, dan pengalaman

yang merepresentasikan karakteristik individual dan relatif dapat diubah.

e. Instrumen Kualitas Hidup

Salah satu instrumen kualitas hidup yaitu instrumen kualitas hidup Short

Form 36 (SF-36) yang disusun oleh Ware pada tahun 1994. SF-36 ini ditujukan

untuk mengetahui kualitas hidup secara umum pada seseorang yang terdiri dari 36

17 
 
item pertanyaan (Ware, 1994). Kategori penilaian SF 36 dibagi menjadi dua yaitu

baik atau buruk. Skor kualitas hidup rata-rata adalah 60, dibawah skor tersebut

kualitas hidup dinilai kurang baik dan nilai skor 100 merupakan tingkat kualitas

hidup yang sangat baik (Elviana, 2011).

3. BENCANA

a. Pengertian

Bencana dalam Ilmu Kedokteran adalah eskalasi dari keadaan emergensi,

dimana pada kasus emergensi pasien bersifat individual, sedangkan pada bencana

kasus bersifat massal (mass casualty). Bencana medik adalah kejadian yang

melibatkan kasus massal, yang mana diluar jangkauan sumber daya tersedia untuk

menanganinya (Suryono, 2006). Menurut Susanto (2006), adalah peristiwa yang

disebabkan oleh alam atau ulah manusia yang dapat terjadi secara tiba-tiba atau

perlahan-lahan, yang menyebabkan hilangnya jiwa atau nyawa manusia,

kerusakan harta benda, dan lingkungan.

Bencana alam adalah peristiwa yang disebabkan oleh gejala alam, seperti

gunung meletus, tanah longsor, banjir, gelombang pasang, angin ribut, dan banjir

lahar. Bencana alam dapat mengakibatkan korban, kerugian harta benda, dan

kerusakan lingkungan (Warto, et.al., 2002).

Bencana dapat diakibatkan oleh dua hal, yaitu bencana internal (Internal

Disaster) yaitu bencana yang menimpa pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,

maupun bencana eksternal (External Disaster) yaitu bencana yang menimpa

masyarakat sehingga terjadi eskalasi kasus sejak ditempat kejadian, transportasi

sampai pelayanan di rumah sakit. Bencana internal dapat terjadi bila telah terjadi

18 
 
kerusakan fisik, infrastruktur, padamnya listrik, kesulitan penyediaan air bersih,

tidak lengkapnya SDM, persediaan obat tidak mencukupi, logistik tidak cukup

(Suryono, 2006).

b.Jenis-jenis bencana

Tipe bencana menurut Suryono (2006), yang dapat menimbulkan korban

masal adalah:

1) Bencana alam, meliputi : a) Gempa bumi (tektonik, vulkanik), b) Letusan

gunung (awan panas, lahar), c) Tsunami (Seismic Sea Wave), d) Angin

ribut (misal: cleret tahun, typhoon, hurricane), e) Banjir bandang,f) Tanah

longsor, g) Kebakaran hutan, h) Kekeringan, i) Gas beracun (misal: kawah

Sinila Dieng), dan j) Benturan meteor atau asteroid pada planet bumi.

2) Bencana non-alam, meliputi : a) Kecelakaan hebat (misal: kecelakaan

pesawat terbang di Medan), b) Kerusuhan sosial (perang suku, antar

golongan, demonstrasi yang rusuh), c) Gas beracun (misal gas serine di

Jepang, dan Bhopal India), d) Perang konvensional, kuman atau biologi, e)

Bencana nuklir (perang atau kecelakaan reaktor nuklir), dan f) Terorisme.

Menurut Suarti, et.al (2007), gunung api meletus akibat magma di dalam

perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi atau karena

gerakan lempeng bumi, tumpukan tekanan dan panas cairan magma. Letusannya

membawa abu dan batu yang menyembur dengan keras, sedangkan lavanya bisa

membanjiri daerah sekitarnya.

Dampak dari hasil gunung api antara lain; gas vulkanik, lava dan aliran

pasir serta batu panas, lahar, tanah longsor, gempa bumi, abu letusan, awan panas

19 
 
(Piroklastik) dan masih banyak lagi. Gas vulkanik adalah gas-gas yang

dikeluarkan saat terjadi letusan gunung api. Gas-gas yang dikeluarkan antara lain

Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S),

Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen (N2) yang membahayakan bagi manusia

(BNPB, 2011).

Lava adalah cairan magma bersuhu sangat tinggi yang mengalir ke

permukaan melalui kawah gunung api. Lava encer mampu mengalir jauh dari

sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada, sedangkan lava kental

mengalir tidak jauh dari sumbernya (BNPB, 2010).

Lahar juga merupakan salah satu ancaman bagi masyarakat yang tinggal di

lereng gunung api. Lahar adalah banjir bandang di lereng gunung yang terdiri dari

campuran bahan vulkanik berukuran lempung sampai bongkah. Lahar dapat

berupa lahar panas atau lahar dingin. Lahar panas berasal dari letusan gunung api

yang memiliki danau kawah, dimana air danau menjadi panas kemudian

bercampur dengan material letusan dan keluar dari mulut gunung. Lahar dingin

atau lahar hujan terjadi karena percampuran material letusan dengan air hujan di

sekitar gunung yang kemudian membuat lumpur kental dan mengalir dari lereng

gunung. Lumpur ini bisa panas atau dingin (Suarti, et.al. 2007).

Awan panas adalah hasil letusan gunung api yang paling berbahaya karena

tidak ada cara untuk menyelamatkan diri dari awan panas tersebut kecuali

melakukan evakuasi sebelum gunung meletus. Awan panas bisa berupa awan

panas aliran, awan panas hembusan dan awan panas jatuhan. Awan panas aliran

adalah awan dari material letusan besar yang panas, mengalir turun dan akhirnya

20 
 
mengendap di dalam dan di sekitar sungai dan lembah (BNPB, 2011). Awan

panas merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala

ukuran) terdorong kebawah akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan

yang jenuh menggulung secara turbulensi yang menyusuri lereng. Selain suhunya

sanggat tinggi antara 300 sampai 700 derajat celcius, kecepatannya pun sanggat

tinggi berkisar 70-90 km per jam, tergantung kemiringan lereng (BNPB, 2010).

Abu letusan gunung api adalah material letusan yang sangat halus. Karena

hembusan angin dampaknya bisa dirasakan ratusan kilometer jauhnya. Abu

letusan gunung berapi juga memiliki dampak buruk seperti permasalahan

pernapasan, kesulitan penglihatan, pencemaran sumber air bersih, badai listrik,

gangguan kerja mesin dan kendaraan bermotor, kerusakan atap, kerusakan ladang

dan lingkungan sekitar, dan kerusakan infrastruktur seperti jalan dan bandar

udara (Suarti, et.al. 2007).

c. Fase-fase Bencana

Menurut Santamaria (1995) cit. Arina (2006) ada 3 fase dalam terjadinya

suatu bencana,

1) Fase preimpact merupakan fase warning, yakni tahap awal dari

bencana. Informasi didapat dari badan satelit & meteorologi cuaca.

Pada fase inilah seharusnya segala persiapan dilakukan baik dari

pemerintah, lembaga, dan warga.

2) Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah

saat-saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk survive. Fase

21 
 
impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan

darurat dilakukan.

3) Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan

dari fase darurat, juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali

pada fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase postimpact ini

para korban akan mengalami tahap penolakan hingga penerimaan.

Menurut Warto, et.al. (2002), korban bencana dapat dikelompokkan

menjadi tiga kategori yaitu:

a) Korban primer, yaitu semua orang yang berada di daerah bencana yang

kehilangan sanak keluarga, luka berat, meninggal, dan kehilangan

harta benda.

b) Korban sekunder, yaitu semua orang yang berada di wilayah daerah

bencana atau di daerah rawan bencana yang mengalami kerugian

ekonomi akibat bencana.

c) Korban tertier, yaitu semua orang yang berada di luar daerah bencana,

tetapi ikut menderita akibat bencana.

d. Dampak-dampak Bencana

Menurut World Psyciatric Assosiation (2005) dalam buku yang berjudul

“Disasters and Mental Health” mengungkapkan bahwa pengaruh bencana dapat

dikurangi dengan kemampuan untuk mempengaruhi adaptasi secara psikologis,

dengan kemampuan struktur komunitas untuk beradaptasi pada kejadian dan

konsekuensinya atau dengan jumlah dan berbagai bantuan dari luar.

22 
 
Pengaruh trauma dan bencana mungkin bermacam-macam dengan

pengalaman yang baru terjadi yang mengingatkan orang pada kejadian lampau.

Pengaruh trauma dan bencana juga berdampak pada komunitas, perbaikan

lingkungan yang dipengaruhi kejadian traumatik. Pada bagian ini kita menguji

respon psikiatrik, psikologis dan konsekuensi prilaku pada trauma dan bencana

(World Psyciatric Assosiation, 2005).

Dampak sosial dari bencana mengakibatkan adanya kebiasaan atau

kegiatan yang berubah karena adanya kehilangan, perpisahan ataupun kematian

pasangan hidup, anak atau orang di sekeliling. Selain itu, bencana juga dapat

melumpuhkan kegiatan perekonomian masyarakat akibat rusaknya sarana dan

prasarana fasilitas perekonomian (Purnomo, et.al., 2010).

Kejadian traumatik skala besar bisa berdampak besar pada kehidupan

sosial dan tingkah laku dari seseorang, serta dapat membuat perubahan yang besar

pada masyarakat (World Psyciatric Assosiation, 2005). Menurut Purnomo,

dampak bencana dibagi menjadi tiga yaitu, dampak psikologis, perubahan

perasaan, dan perubahan proses berfikir. Dampak psikologis yaitu adanya

perubahan terhadap psikis/kejiwaan/mental yang ditandai dengan adanya

perubahan perilaku, marah, panik, kacau dan trauma. Perubahan perasaan dapat

ditandai dengan munculnya rasa cemas akan masa depan, sedih, tertekan, putus

asa, tidak berdaya, dan mudah tersinggung. Adapun perubahan dalam berpikir

ditandai dengan mudah lupa dan sulitnya memusatkan perhatian (Purnomo, et.al.,

2010).

23 
 
4. DEWASA

a. Pengertian dan Klasifikasi Usia Dewasa

Menurut Yusuf (2006) klasifikasi usia dewasa dibagi menjadi tiga yaitu: 1)

masa dewasa awal, yaitu usia 21 sampai 40 tahun, 2) masa dewasa pertengahan

yaitu usia 40 sampai usia 59 tahun, dan 3) masa dewasa akhir yaitu pada usia

diatas 60 tahun. Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan

masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan

emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan,

perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru

(Andranita, 2008).

Dewasa pertengahan merupakan periode yang ditakuti dilihat dari seluruh

kehidupan dan merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan

ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam

kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru manusia (Yusuf, 2006).

Sedangkan masa dewasa ahir adalah periode penutup dalam rentang hidup

seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang di

tandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin

menurun (Andranita, 2008).

B. LANDASAN TEORI

Bencana ada dua macam yaitu bencana non alam dan bencana alam.

Bencana non alam adalah bencana yang terjadi akibat ulah manusia misalnya

nuklir atau bom, sedangkan bencana alam adalah bencana yang terjadi akibat

gejala alam seperti gunung meletus. Fase bencana ada tiga yaitu fase preimpact

24 
 
atau disebut fase awal dimulainya bencana, fase impact yaitu fase saat terjadinya

bencana, dan fase postimpact yaitu saat dimulainya tahap perbaikan dan

penyembuhan. Dampak dari bencana ada bermacam-macam seperti masalah

ekonomi, psikologis, dan sosial. Bencana alam dan bencana non alam merupakan

stresor yang dapat membuat individu atau masyarakat yang berada ataupun ikut

merasakan peristiwa tersebut akan mengalami gangguan dan masalah seperti stres.

Jenis stes ada dua yaitu eustress dan distress. Stres bisa bersumber dari frustasi

eksternal dan frustasi internal yang semua itu dapat dipengaruhi oleh ketahanan

psikologis seseorang, optimisme, dan dukungan sosial yang nantinya akan

berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Individu yang memiliki koping

yang baik (adaptif), akan mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan

perubahan sesuai teori Roy. Individu atau masyarakat yang tidak memiliki koping

yang baik (maladaptif) terhadap stresor, akan menimbulkan masalah atau

gangguan yaitu seperti penurunan kualitas hidup.

C. KERANGKA TEORI
‐Faktor internal
Ketahanan psikologis, 
Faktor Non Alam  komitmen, percaya 
‐Peperangan  diri, optimisme 
‐Teroris  STRES  
‐ Kecelakaan  DAMPAK BENCANA   ‐ Faktor eksternal 
BENCANA  ‐Jenis stres  Dukungan sosial 
‐ Fase‐fase bencana  ‐Psikis  
 ‐Dampak bencana  ‐Sumber stres 
‐Sosial 
  ‐Fase‐fase 
Faktor Alam  KUALITAS HIDUP
‐ ekonomi  bencana 
‐ Gunung 
meletus 
‐ Gempa bumi  Baik  Buruk
‐ Tanah longsor  Respon 
‐ Adaptif 
Gb 1. Skema Kerangka Teori ‐ Maladaptif 

25 
 
D. KERANGKA KONSEP

Stres akibat erupsi  Kualitas hidup akibat 
Kualitas hidup 
Merapi pada orang  erupsi Merapi pada 
‐ Baik 
dewasa di Umbulharjo  orang dewasa di  ‐ Buruk 
Umbulharjo 

Tingkat Stres 
‐ Rendah 
‐ Sedang 
‐  Tinggi 

Gb.2. Skema Kerangka Konsep

E. HIPOTESIS PENELITIAN

Ada hubungan antara stres dengan kualitas hidup korban pasca bencana

erupsi Merapi pada orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan.

F. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimanakah tingkat stres akibat bencana yang dialami korban pasca

erupsi Merapi di Kelurahan Umbulharjo ?

2. Bagaimanakah gambaran kualitas hidup pada korban pasca erupsi Merapi

di Kelurahan Umbulharjo

26 
 
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan cross

sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres

bencana dan kualitas hidup pada orang dewasa. Pengambilan data akan diukur

pada waktu yang bersamaan saat penelitian berlangsung, dan melalui pengujian

hipotesis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2012 – Juni 2012. Tempat

penelitian adalah di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman, tepatnya di

Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo.

C. Populasi dan Sampel

Target populasi pada penelitian ini adalah korban pasca erupsi Merapi pada

orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman. Jumlah seluruh

populasi adalah 200 orang. Sampel penelitian adalah laki-laki dan wanita dewasa

di Kelurahan Umbulharjo tepatnya di Dusun Pelemsari dan Pangukrejo yang

memenuhi kriteria. Pengambilan sampel penelitian menggunakan rumus sebagai

berikut (Nursalam, 2003) : N

n=
1 + N (d2)
Keterangan :

n = besar sampel

27 
 
N = besar populasi

d2 = tingkat signifikansi (0,1)

Menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,1, maka perhitungannya adalah

sebagai berikut :

200
n=
1 + 200 (0,12)
= 66,67

Hasilnya jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 67 orang.

Kriteria sampel :

1). Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak

untuk diteliti. Kriteria inklusi pada penelitian ini :

a) Laki-laki dan perempuan yang sudah berusia dewasa (20 – 49 tahun) saat

terjadi bencana erupsi Merapi 26 Oktober 2010.

b) Tinggal di lokasi bencana saat erupsi Merapi terjadi, tepatnya tinggal di

Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman.

c) Bersedia menjadi responden.

2). Kriteria eksklusi

kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

a) Penduduk yang merasakan erupsi Merapi tanggal 26 Oktober 2010, tapi

tidak tinggal di lokasi bencana saat erupsi Merapi atau penduduk yang

tidak berada di lokasi penelitian (pindah atau sedang pergi) saat

pengambilan data.

b) Penduduk yang mengalami gangguan mental atau gangguan jiwa pasca

erupsi Merapi.

28 
 
Peneliti menggunakan pengambilan data dengan teknik proporsional

sampling dengan perhitungan sampel sebagai berikut:

Keterangan :

A : Jumlah sampel di Dusun Pelemsari yaitu sebanyak 111 orang

B : Jumlah sampel di Dusun Pangukrejo yaitu sebanyak 89 orang

N : Besar populasi yaitu penjumlahan A dan B yang hasilnya berjumlah 200

orang.

n : Besar sampel = 67 orang

Perhitungan :

1) x n yaitu x 67 = 37 orang

2) x n yaitu x 67 = 30 orang

Didapatkan sampel yang terdapat dalam dua Dusun yaitu 37 orang dari Dusun

Pelemsari dan 30 orang dari Dusun Pangukrejo.

D. Variabel-variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas adalah tingkat stress akibat bencana pada korban pasca erupsi

Merapi di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman.

2. Variabel terikat adalah kualitas hidup pada korban pasca erupsi Merapi di

Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman.

29 
 
E. Definisi Operasional Penelitian

1. Stres bencana adalah suatu keadaan dimana individu terganggu keseimbangan

mentalnya yang disebabkan oleh peristiwa akibat bencana alam (Gunung

Merapi) yang dapat diukur menggunakan PTSD PCL-C. ). Stres bencana ini

ditetapkan menggunakan skala interval.

2. Kualitas hidup adalah tingkat kepuasan hidup yang dirasakan oleh korban pasca

erupsi Merapi terhadap kondisi kesehatannya yang dilihat baik dari aspek fisik

maupun mentalnya setelah terjadinya letusan gunung Merapi. Kualitas hidup

diukur menggunakan kuesioner Short Form 36 atau SF-36 yang disusun oleh

Ware (1994) dengan memodifikasi setiap item untuk korban pasca erupsi

Merapi. Kualitas hidup ini ditetapkan menggunakan skala Interval.

3. Korban pasca erupsi Merapi adalah korban yang sudah berusia dewasa dan

berada di Kecamatan Umbulharjo Cangkringan Sleman pada tanggal 26

Oktober 2010, serta saat pengambilan data mereka bertempat tinggal di

wilayah Kecamatan Umbulharjo Cangkringan Sleman, Yogyakarta.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam melakukan pengumpulan data adalah

kuesioner yang terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Instrumen Karakteristik Responden

Instrumen ini berupa kuesioner yang digunakan untuk mengetahui

karakteristik responden, seperti nama responden, usia, jenis kelamin, setatus

perkawinan, tingkat pendidikan, penghasilan, alamat rumah, pekerjaan,

30 
 
anggota keluarga yang meninggal, tempat tinggal sekarang, dan tempat bekerja

sekarang.

2. Instrumen stres pasca bencana

Salah satu instrumen stres bencana adalah Post Traumatic Stress Disorder

atau disebut dengan istilah PTSD. PTSD merupakan suatu kondisi yang

berkembang pada masyarakat yang memiliki pengalaman yang ekstrem

terhadap sikologis atau kejadian fisik yang diinterpretasikan sebagai distres

secara khusus. American Psychiatric Association dalam manual stastistik

diagnosanya menggambarkan PTSD sebagai:1) sebuah ancaman terhadap

kehidupan seseorang atau cidera serius atau menjadikan orang takut dengan

ketakutan yang sering dan dalam keadaan yang tidak bisa dibantu. 2) kilas

balik yang terjadi kembali, ingatan yang terulang serta emosi, mimpi, mimpi

buruk, ilusi, atau halusinasi dihubungkan pada kejadian traumatik dari yang

biasa sering terlupakan sementara (Greenberg, 2002).

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan PTSD PCL-C yang

terdiri dari 17 item pertanyaan dengan menggunakan skala Likert 1 sampai 5.

Kuesioner ini menyediakan lima pilihan jawaban yaitu sangat sering (SS),

sering (S), kadang-kadang (KK), ragu-ragu (RR), tidak pernah (TP).

Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalamnya terdiri dari 12 pernyataan

favourable dan 5 pernyataan unfavourable. Penilaian pernyataan favourable

adalah sebagai berikut : Sangat Sering (ST) = 5, Sering (S) = 4, Kadang-

kadang (KK) = 3, Ragu-ragu (RR) = 2, Tidak pernah (TP) = 1 sedangkan

31 
 
pernyataan unfavourable : Sangat Sering (ST) = 1, Sering (S) = 2, Kadang-

kadang (KK) = 3, Ragu-ragu (RR) = 4, Tidak pernah (TP) = 5.

Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner Stres Pasca Bencana PCL-C

Aspek Komponen Pertanyaan Jumlah


Favourable Unfavourable

Re-experience atau me- 1, 2, 3, 12 9, 12 6


ngalami kembali

Avoidance atau meng- 7, 10, 11 4 4


hindar

Hyperarousal atau 5, 8, 13, 14, 17 15, 16 7


rangsangan yang ber-
lebih

Jumlah 12 5 17

Penyusunan kategori tingkat stres berdasarkan Azwar (1999) dalam tiga


kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi menggunakan rumus :
a. Rendah dengan skor x < (µ - 1,0 s)

b. Sedang dengan skor (µ - 1,0 s) ≤ (µ + 1,0 s)

c. Tinggi dengan skor (µ + 1,0 s) ≤ x

Keterangan :

µ = mean teoritis pada skala

= jumlah item x nilai tengah

T = harga kritis t pada taraf signifikasi α/ 2 dan derajad kebebasan n-1

S = deviasi standar skor

= jarak sebaran
6

N = banyaknya sampel

32 
 
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh kategorisasi berdasarkan skor

sebagai berikut:

Semua sampel dengan sekor x < 40 memiliki tingkat stres rendah, skor 40 ≤ x <

62 memiliki tingkat stres sedang, dan skor 62 ≤ x memiliki tingkat stres tinggi.

3. Instrumen kualitas hidup

Instrumen kualitas hidup yang akan digunakan adalah Short Form 36 yang

disusun oleh Ware (1994) dengan memodifikasi setiap item untuk korban erupsi

Merapi, yang didesain sebagai alat ukur kualitas hidup. Short Form 36 merupakan

kuesioner yang terdiri dari 8 elemen dengan 36 item tentang kualitas hidup

seseorang pada empat minggu terahir. Untuk kisi-kisi kuesioner kualitas hidup

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Kisi-kisi Kuesioner kualitas hidup Short Form 36

Elemen kualitas hidup Nomor Pernyataan Jumlah Item

Fungsi fisik 3a, 3b, 3c, 3d, 3e, 3f, 3g, 10


3h, 3i, 3j
Keterbatasan peran karena 4a, 4b, 4c, 4d 4
masalah fisik
Nyeri 7&8 2
Fungsi mental 9b, 9c, 9d, 9f, 9h
5
Keterbatasan peran karena 5a, 5b, 5c 3
masalah emosi
Fungsi sosial 6 & 10 2
Vitalitas 9a, 9e, 9g, 9i 4
Persepsi sehat umum 1, 2, 11a, 11b, 11c, 11d 6

Jumlah 36

(Ware, 1994).

33 
 
Penyusunan kategori tingkat kualitas hidup menurut Elviana, 2011

menetapkan kategori penilaian SF 36 dibagi menjadi dua yaitu baik atau buruk.

Skor kualitas hidup rata-rata adalah 60, dibawah skor tersebut kualitas hidup

dinilai kurang baik dan nilai skor 100 merupakan tingkat kualitas hidup yang

sangat baik, seperti yang tertera dalam tabel berikut :

Tabel 3. Kisi-kisi Penilaian Kuesioner kualitas hidup Short Form 36

Elemen kualitas hidup Skor Terendah Skor tertinggi

Fungsi fisik 1 3

Keterbatasan peran karena 1 2

masalah fisik
Nyeri 1 6
Persepsi sehat umum 1 5
Vitalitas 1 6
Fungsi sosial 1 5
Keterbatasan peran karena 1 2
masalah emosi
Kesehatan mental umum 1 6

Sumber : Ariani (2009),

Setelah diketahui skor terendah dan tertinggi dari masing-masing elemen,

maka di hitung nilai akhir dari masing-masing Responden untuk menentukan

kategori baik dan buruk. Skor yang didapat dari perhitungan berdasarkan data

responden kemudian dikonversikan menjadi bentuk nilai atau angka akhir. Setelah

itu diinterpretasikan sebagai kategori baik (skor tinggi) atau kategori buruk (skor

rendah) berdasarkan perhitungan nilai kualitas hidup secara umum. Kemudian

data tersebut dimasukkan ke dalam rumus uji statistik Spearman-Rank untuk

dilakukan penghitungan dengan data dari stres bencana sebagai variabel bebasnya.

34 
 
G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen atau alat pengumpul data penelitian stres bencana maupun

kualitas hidup harus mampu mengumpulkan data yang valid dan reliabel.

Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tersebut memerlukan uji validitas

dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum benar-benar dipakai sebagai alat

pengumpul data. Dalam penelitian Seviyana (2009) disebutkan bahwa uji

reliabilitas Short Form 36 yang dilakukan Brazier et.al.(1992) Cit. Seviyana dari

University of Sheffield Medical School, Inggris menghasilkan Cronbach Alpha

>0,85, koefisien reliabilitas >0,75 untuk semua elemen kecuali elemen fungsi

sosial. Short Form 36 mempunyai validitas yang cukup baik. Katz et.al. (1992)

cit. Seviyana (2009) mendapatkan koefisien validitas Short Form 36 bila

dikorelasikan dengan Sickness impact Profile (SIP) adalah 0,78 dan mendapatkan

koefisien validitas Short Form 36 bila dikorelasikan dengan EuroQol Quality of

Life Index berkisar antara 0,48-0,6. Di Indonesia juga telah dilakukan uji

reliabilitas dan validitas Short Form 36 (Seviyana, 2009). Untuk keseluruhan nilai

item nilai Cronbach Alpha adalah 0,9426 (>0,5) sehingga instrumen ini

mempunyai konsistensi internal baik. Oleh karena itu, peneliti tidak melakukan uji

validitas dan reliabilitas terhadap Short Form 36.

Uji validitas dan reliabilitas untuk instrumen PTSD PCL-C sudah dilakukan

oleh Weathers et.al. pada tahun 1993 menunjukan hasil reliabilitas 0,96 dan

konsistensi internal menunjukkan 0,97 dan bisa dikatakan baik. Nilai validitas

yang dikorelasikan dengan Mississippi Scale for PTSD menunjukkan nilai 0,93.

Namun di Indonesia belum di lakukan uji validitas dan reliabilitas, sehingga

35 
 
peneliti melakukan uji kelayakan alat ukur instrumen stres bencana PTSD PCL-C.

Uji ini dilakukan dengan cara diujicobakan kepada 30 sampel korban pasca erupsi

Merapi di Kelurahan Umbul Harjo, Cangkringan Sleman, Yogyakarta, yang tidak

termasuk dalam sampel penelitian namun mempunyai karakteristik responden

yang sama dengan responden penelitian.

Peneliti sudah melakukan uji kelayakan pada instrumen stres bencana PTSD

PCL-C pada bulan Maret 2012.

1. Uji Validitas

Instrumen stres pasca bencana PTSD PCL-C di uji menggunakan

validitas internal dengan cara menguji analisis butir menggunakan rumus

korelasi Product Moment dari Pearson (mengkorelasikan skor-skor yang ada

pada butir dengan skor total) dengan menggunakan bantuan komputer (Azwar,

2008).

Kuesioner Stres pasca bencana PTSD PCL-C yang berjumlah 17

pertanyaan, setelah dilakukan uji validitas, semua item pertanyaan termasuk

dalam kategori valid. Dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel. Untuk

responden 30, berdasar tabel taraf significancy (r) yang diperlukan adalah

0,361 untuk interval kepercayaan 95%. Apabila nilai r hitung lebih besar dari r

tabel (r > 0,361), maka pertanyaan dalam kuesioner tersebut dapat dikatakan

valid. Nilai uji validitas pada instrumen stres pasca bencana PTSD PCL-C

adalah 0,393 - 0,778.

36 
 
2. Uji Reliabilitas

Pengujian nilai reliabilitas instrumen stres pasca bencana PTSD PCL-C

menggunakan rumus koefisien reliabilitas alpha cronbach. Instrumen dapat

dinilai reliabel apabila nilai alpha cronbach > 0,6. Setelah dilakukan uji

reliabilitas pada 30 responden yang dilakukan di Kelurahan Umbul Harjo,

instrumen stres pasca bencana PTSD PCL-C dinyatakan reliabel dengan nilai

alpha cronbach 0,898.

H. Pengumpulan Data

Data stres bencana, kualitas hidup, dan karakteristik responden diperoleh

dengan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Data yang didapatkan akan

dibedakan menjadi dua macam, yaitu data primer yang didapatkan dari data yang

diisi langsung oleh responden dan data sekunder yang didapatkan dari laporan-

laporan tertulis yang peneliti peroleh dari keterangan kepala desa ataupun kepala

dusun yang berkaitan dengan penelitian ini, misalnya mengenai karakteristik

responden, seperti jumlah kepala keluarga, nama, alamat, dan usia.

Pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti dan dibantu oleh

empat orang asisten yang telah disamakan persepsinya mengenai topik penelitian

dan instrumen penelitian. Sebelum pengisian kuesioner dimulai, dipastikan

terlebih dahulu bahwa responden telah sesuai dengan kriteria. Pengisian kuesioner

dilakukan di rumah atau di shelter responden yang telah disepakati antara peneliti,

asisten peneliti dan responden. Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis kuesioner

yaitu kuesioner karakteristik responden, kuisioner stres bencana (PTSD PCL-C)

37 
 
dan kualitas hidup (Short Form 36). Ketiga kuesioner ini akan diberikan secara

bersamaan.

Peneliti atau asisten peneliti akan memberikan penjelasan kepada semua

responden tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian dan cara pengisian

kuesioner sebelum kuesioner dibagikan kepada responden serta responden diminta

untuk mengisi informed consent dan dijelaskan cara pengisian kuesioner.

Kuesioner dibagikan oleh asisten untuk kemudian diisi sendiri oleh responden

tanpa ditunggui oleh asisten. Responden yang tidak dapat membaca akan dibantu

oleh asisten dalam pengisian kuesioner. Kuesioner yang telah diisi dikembalikan

lagi oleh responden kepada asisten untuk kemudian diambil oleh peneliti untuk

dilakukan analisa data.

I. Analisis Data

1. Pengolahan Data

Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengolahan data pada penelitian ini

sebagai berikut :

a. Memeriksa Data (editing)

Data yang telah diperoleh kemudian diperiksa kelengkapan, kesalahan

pengisian, dan konsistensi dari jawaban sehingga apabila terdapat kekurangan

bisa segera dilengkapi.

b. Memberi Kode (coding)

Pada tahap ini dilakukan pemberian kode untuk mempermudah

pengolahan data selanjutnya. Mengkode jawaban adalah memberikan

angka pada tiap jawaban (Nazir, 2003).

38 
 
c. Menyusun Data (tabulating)

Pada tahap ini data yang terlah dikumpulkan, disusun dan dikelompokkan.

d. Entry Data

Proses memasukkan data kedalam komputer melalui program komputer.

Sebelum dilakukan analisa dengan komputer dilakukan pengecekan ulang

terhadap data.

2. Analisis data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat digunakan dengan distribusi frekuensi untuk

mengetahui ganbaran karakteristik responden. Analisis univariat juga

digunakan untuk mengetahui tingkatan stres bencana yang dihadapi oleh

korban paska erupsi merapi. Tingkat stres bencana diukur dengan sekala

interval, yaitu terdiri dari stres rendah, sedang, dan tinggi. Responden

dengan skor x < 40 mengalami stres rendah, skor 40 ≤ x < 62 mengalami

stres sedang, dan skor 62 ≤ x maka mengalami stres tinggi. Untuk tingkat

kualitas hidup diukur dengan skala interval, yaitu terdiri dari kualitas

hidup baik dan buruk. Responden dengan skor 60 ≤ x < 100 maka

dikatakan kualitas hidupnya baik, sedangkan skor x < 60 maka dikatakan

kualitas hidupnya buruk.

b. Analisis Bivariat

Analisis data dilakukan dengan terlebih dahulu mengecek data yang telah

terkumpul apakah termasuk dalam distribusi normal atau distribusi tidak

normal. Untuk sample yang besar (sample > 50) menggunakan uji

39 
 
Kolmogrov-Smirnov, sedangkan untuk sample yang kecil (sample ≤ 50)

menggunakan uji Shapiro-Wilk. Apabila dari tes of normality

Kolmorgrov-Smirnov maupun Shapiro-Wilk didapatkan hasil nilai

kemaknaan untuk kedua kelompok data adalah > 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa distribusi data normal, dan dapat dilanjutkan dengan

uji Pearson. Apabila dari uji normality of Kolmogrov-Smirnov maupun

Shapiro-Wilk didapatkan hasil nilai kemaknaan untuk kedua kelompok

data adalah < 0,05 maka distribusi data pada kedua kelompok adalah tidak

normal, maka dipilih uji Spearman Rank.

Sebelum dilakukan uji Spearman Rank, terlebih dahulu dilakukan

transformasi data untuk menormalkan data yang distribusinya tidak

normal, akan tetapi apabila setelah dilakukan transformasi data didapatkan

sebaran data masih tidak normal maka dilakukan uji alternatif yaitu

Spearman Rank. Kekuatan korelasi yang bernilai 0,00-0,199 berarti

menunjukkan korelasi sangat lemah, 0,20-0,399 menunjukkan korelasi

lemah, 0,40-0,599 menunjukkan korelasi sedang, 0,60-0,799 menunjukkan

korelasi kuat, dan 0,80-1,000 menunjukkan korelasi sangat kuat. Adapun

jika arah korelasi + (positif) atau korelasi searah berarti semakin besar

nilai satu variabel, semakin besar pula variabel yang lainnya. Begitupula

sebaliknya, jika arah korelasi – (negatif) atau korelasi berlawanan arah,

berarti semakin besar nilai suatu variabel, maka semakin kecil nilai

variabel lainnya.

40 
 
J. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan yang dimulai pada bulan Febuari sampai dengan November

2011, meliputi pengajuan judul, konsultasi dengan dosen pembimbing, studi

pustaka, studi pendahuluan, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan

proposal yang diseminarkan pada bulan Desember 2011, dan mengurus ijin

penelitian, serta menentukan asisten penelitian. Asisten pada penelitian ini

dipilih berdasarkan kriteria, yaitu bersedia sebagai asisten, dapat

berkomunikasi dengan baik, dan berpendidikan cukup.

2. Tahap uji coba instrumen penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012

kepada 30 responden korban pasca erupsi merapi yang berada di Kelurahan

Umbul harjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, yang tidak termasuk sampel

penelitian.

3. Tahap pengumpulan data dimulai pada bulan April 2012. Pada tahap ini

peneliti dan asisten peneliti akan mengunjungi rumah atau selter responden

dan diminta untuk mengisi kuesioner tersebut. Sebelum mengunjungi

responden, peneliti dan asisten peneliti melakukan pertemuan terlebih dahulu

guna menyamakan persepsi mengenai isi dari kuesioner yang digunakan

dalam penelitian.

4. Tahap pengolahan data dan analisis data dilaksanakan pada bulan Juni 2012,

meliputi memeriksa kelengkapan data, memberi kode, dan memasukkan data

yang diperoleh ke dalam tabel, kemudian menganalisis data tersebut dengan

bantuan komputer.

41 
 
5. Tahap penyusunan laporan dimulai pada bulan Juni 2012, meliputi

pembahasan hasil, perumusan kesimpulan, presentasi hasil dan melaporkan

hasil penelitian pada pihak terkait.

K. Hambatan dan Kelemahan Penelitian

1. Hambatan Penelitian

a. Responden penelitian dusun Pelemsari dan dusun Pangukrejo rata-rata

sibuk dengan aktivitasnya atau sedang tidak berada di shelter ketika peneliti

atau asisten mendatangi responden. Untuk mengatasinya peneliti menunda

pertemuan dengan responden atau menitipkan kuesioner tersebut kepada

kader atau anggota keluargta responden yang bersedia membantu.

b. Responden yang berada di shelter sebagian besar berpandangan material

oriented terhadap tamu asing yang datang, sehingga ketika peneliti atau

asisten mendatangi responden mereka berharap akan diberi bantuan. Untuk

mengatasinya peneliti atau asisten peneliti menggunakan pendekatan secara

terapeutik dan empati kepada responden, selain itu peneliti atau asisten

membawa kenang-kenangan agar mereka tidak begitu kecewa.

c. Responden dusun Pelemsari dan Pangukrejo beberapa orang kesulitan

dalam mengisi kuesioner karena responden bersetatus pendidikan dasar

atau tidak pernah mencicipi bangku sekolah, sehingga kuesioner dibacakan

dan diisikan oleh peneliti atau asisten peneliti sehingga waktu yang

dibutuhkan dalam pengambilan data untuk satu responden membutuhkan

waktu yang lama.

42 
 
2. Kelemahan Penelitian

a. Kuesioner penelitian yang tidak dapat di isi secara langsung oleh

responden yang ditinggal pada responden sehingga kejujuran atau

kesungguhan responden dalam mengisi kuesioner tidak dapat diketahui

dengan pasti.

b. Karena pengambilan data sudah berjarak 1,5 tahun pasca erupsi merapi

dimungkinkan terdapat bias terkait stres yang dialami responden

penelitian, apakah dikarenakan erupsi atau hal lain.

c. Metode yang digunakan kurang bisa mendapatkan data secara mendalam

karena hanya menggunakan metode kuantitatif yang menggunakan

instrumen penelitian berupa kuesioner.

d. Responden rata-rata mengalami kejenuhan dalam mengisi kuesioner

karena, banyaknya item pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner

sehingga responden mengeluh terlalu banyak.

e. Tehnik dalam mengumpulkan data pada responden tidak seragam.

43 
 
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 67 responden, 37 responden

diambil dari Dusun Pelemsari dan 30 orang diambil dari Dusun Pangukrejo

Kelurahan Umbul Harjo Cangkringan Sleman Yogyakarta. Pengambilan data

dilakukan pada tanggal 03 April 2012 sampai tanggal 03 Juni 2012. Karakteristik

responden ditunjukkan dalam tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4.a. Karakteristik responden korban pasca erupsi Merapi di Kelurahan


Umbulharjo bulan April-Juni Tahun 2012 (n=67)

Karakteristik responden Jumlah Presentase


Jenis kelamin
Pria 25 37,74%
Wanita 42 62,68%
Usia (Th)
Laki-laki
21-40 18 26,87%
41-50 7 10,45%
Perempuan
21-40 29 43,28%
41-50 13 19,40%
Status Perkawinan
Kawin 44 43,28%
Tidak Kawin 23 19,40%
Tingkat pendidikan
Tidak sekolah 19 28,36%
SD 28 41,79%
SMP 9 13,43%
SMA 11 16,42%
Status Pekerjaan
Bekerja 40 59,70%
Tidak bekerja 27 40,30%
Pernah mengalami erupsi sebelumnya
Pernah 59 88,06%
Tidak 8 11,94%

Sumber : Data primer

Tabel 4 menunjukkan sebagian besar korban pasca erupsi merapi di

Kelurahan Umbulharjo Cangkringan jumlah responden perempuan adalah

44 
 
sebanyak 42 orang (62,68%) dan laki-laki sebanyak 25 orang 37,74%, ini

dikarenakan banyaknya penduduk atau warga laki-laki yang tidak bersedia untuk

menjadi responden untuk penelitian ini. Sebagian besar responden yaitu 44

responden (65,67%) telah menikah karena warga di desa sudah terbiasa dengan

menikah di usia muda. Peneliti juga menghubungkan antara status perkawinan

dan status pekerjaan dengan tingkat stres yang dialami korban pasca erupsi

Merapi sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi Hubungan Status Perkawinan dan Status Pekerjaan dengan Tingkat
Stres Korban Pasca Erupsi Merapi Pada Orang Dewasa di Kelurahan
Umbulharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta pada bulan April - Juni Tahun
2012 (n=67)

Variabel Kualitas hidup


p

Spearman’s Status perkawinan 0,891


Rho
Status Pekerjaan 0,192

Sumber : Data Primer


Dari hasil tersebut maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

status perkawianan dengan tingkat stres yang dialami korban pasca erupsi Merapi.

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang sudah dilakukan oleh Enarson (2008)

dalam penelitian yang berjudul “Gender Mainstrearming in Emergency

Management” menyebutkan bahwa status perkawinan tidak memiliki hubungan

atau pengaruh secara signifikan terhadap tingkat stres yang dialami korban pasca

bencana, itu dikarenakan yang dapat mempengaruhi terjadinya perubahan

psikologis seseorang dalam kaitannya dalam bencana adalah pengalaman secara

langsung terhadap peristiwa, hilangnya tempat tinggal, pendapatan yang menurun

dan status ekonomi.

45 
 
Berdasar tingkat pendidikan pada tabel di atas didapatkan sebagian besar

responden berpendidikan dasar (SD), yaitu sebesar 28 orang (41,79%), responden

dengan tingkat pendidikan menengah (SMP/ SMA) sebanyak 20 orang (29,85%),

dan masih ada yang tidak bersekolah yaitu 19 orang (28,36%). Responden yang

memilih pernah mengalami erupsi sebelum erupsi merapi pada tahun 2010 yang

lalu berjumlah 59 orang (88,06%), dan yang memilih belum pernah mengalami

erupsi merapi sebelum erupsi tahun 2010 berjumlah 8 orang (11,94%).

Karakteristik responden berdasar status pekerjaannya dalam tabel 4

menggambarkan bahwa sebanyak 40 orang (59,70%) masih bekerja. Responden

yang tidak bekerja rata-rata adalah ibu rumah tangga. Peneliti juga

menghubungkan antara status pekerjaan dengan tingkat stres pada korban pasca

erupsi merapi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara

status pekerjaan dengan tingkat stres yang dialami korban pasca erupsi merapi,

menurut hasil data yang diperoleh hal tersebut dikarenakan sebagian besar

responden masih tetap memiliki pekerjaan meskipun penghasilan mereka

mengalami penurunan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Colbert (2003), yang menyebutkan

bahwa antara status pekerjaan dan stres tidak memiliki hubungan yang bermakna,

hal itu disebabkan oleh faktor lain yang dapat menyebabkan stres seperti

kehilangan orang yang mereka cintai, kehilangan tempat tinggal, serta dukungan

sosial yang rendah. Banyak responden yang mengeluhkan tingkat penghasilan

mereka yang mengalami penurunan. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan

sekitar 62 orang responden (92,54%) mengaku penghasilan mereka berkurang

46 
 
setelah erupsi merapi terjadi dikarenakan ternak mereka sudah tidak ada, hanya

sebagian kecil saja yaitu 4 orang (5,97%) mengaku penghasilan sebelum dan

sesudah erupsi sama, dan 1 orang responden (1,49%) yang menyebutkan

penghasilan keluarga meningkat.

Tabel 4.b. Karakteristik responden korban pasca erupsi Merapi di Kelurahan


Umbulharjo bulan April-Juni Tahun 2012 (n=67)
Karakteristik responden Jumlah Presentase
Peristiwa erupsi tersebut berpengaruh
Berpengaruh 47 70,15%
Tidak berpengaruh 20 29,85%
Saat erupsi 2010 ada di lokasi erupsi
Iya 67 100%
Tidak 0 0%
Memiliki tempat tinggal sendiri setelah menikah
Iya 39 58,21%
Tidak 28 41,79%
Penghasilan setelah erupsi
Berkurang 62 92,54%
Sama dg sebelum erupsi 4 5,97%
Meningkat 1 1,49%
Mengalami kecacatan fisik setelah erupsi
Iya 0 0%
Tidak 67 100%
Kondisi rumah Setelah erupsi
Rubuh/ hilang 64 95,52%
Rusak ringan 0 0%
Rusak berat 3 4,48%
Ada anggota keluarga yang meninggal
Iya 0 0%
Tidak 67 100%
Lama tinggal di shelter
1 – 6 bulan
7 bulan – 1 th 67 100%
≥ 1 th
Kondisi shelter dari segi Rumah
Layak 14 20,89%
Kurang layak 17 25,37%
Tidak layak 36 53,79%
Kondisi shelter dari segi Air
Layak 26 38,81%
Kurang layak 41 61,19%
Tidak layak 0 0%
Kondisi shelter dari segi Lingkungan
Nyaman 14 20,89%
Kurang nyaman 53 79,11%

Sumber : Data Primer

47 
 
Pada tabel 4.b digambarkan hampir seluruh responden yaitu 64 orang

(95,52%) menyatakan kondisi rumah mereka rubuh, dan sebagian kecil yaitu 3

orang (4,48%) menyatakan kondisi rumah mereka pasca erupsi merapi mengalami

rusak berat. Hal tersebut yang membuat mereka harus tinggal di shelter atau

tempat hunian sementara. Sekitar 36 responden (53,73%) menyatakan kondisi dari

shelter yang mereka tempati adalah layak ini disebabkan rumah mereka terdahulu

juga hampir serupa dengan kondisi shelter yang mereka tempati. Namun dari

kondisi kelayakan air sebagian besar responden yakni 41 orang (61,19%)

menyatakan kurang layak ini disebabkan karena pasokan air kadang terlambat

datang. Dari londisi lingkungan shelter 53 responden (79,11%) menyatakan

lingkungan shelter kurang nyaman hal ini disebabkan karena responden tidak

terbiasa tinggal berdekatan dengan jalan raya dan keramaian dari kendaraan yang

lalu lalang.

B. Tingkat Stres Korban Pasca Erupsi Merapi

Adapun gambaran tingkat stres bencana yang dialami korban pasca erupsi merapi

di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta dijabarkan sebagai

berikut:

Tabel 6. Gambaran tingkat stres bencana korban pasca erupsi Merapi pada orang dewasa
di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan pada bulan April - Juni Tahun 2012
(n=67)
Kategorisasi Jumlah (f) Presentase (%)
Rendah 14 20,90%
Sedang 34 50,75%
Tinggi 18 26,86%

Sumber : Data Primer, 2012

48 
 
Responden yang mengalami stres bencana pasca erupsi Merapi sebagian besar

berada pada kategori stres sedang yaitu sebanyak 34 orang (50,90%), 18 orang

(26,86%) responden termasuk dalam kategori stres tinggi, dan sebagian kecil

responden yakni 14 orang (20,90%) masuk dalam kategori stres rendah.

Stres bencana yaitu berkembangnya gejala setelah kejadian stres

psikologik yang berada diluar ambang rentang normal dari pengalaman manusia,

dalam hal ini adalah bencana alam. Kejadian tersebut dapat membuat seseorang

menjadi impulsif, menghindari aktifitas yang dapat mengingatkan pada peristiwa

tersebut, waspada yang berlebihan, ansietas, dan menarik diri (Smeltzer, & Bare,

2002). Stres yang berlebihan akan mempengaruhi kualitas hidup (Swarth, 1994).

Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami stres

dibandingkan Responden dengan jenis kelamin laki-laki. Sekitar 42 (62,68%) dari

Responden perempuan terdapat 39 (50,25%) responden yang mengalami stres,

sedangkan dari 25 (37,73%) responden laki-laki terdapat 13 responden (16,75%)

yang mengalami stres. Enarson, (2008) dalam penelitiannya mengungkapkan

dalam kasus bencana, ketahanan masyarakat dalam menghadapi dampak bencana

seperti stres di pengaruhi oleh gender atau jenis kelamin. Perempuan lebih rentan

mengalami stres disebabkan karena kelompok perempuan cenderung kurang bisa

mengantisipasi, mempersiapkan, mengatasi, dan memulihkan diri dari dampak

bencana (Enarson, 2008).

Huang (2008) menyatakan bahwa usia berpengaruh pada timbulnya

masalah emosional, dimana gejala penderitaan emosi pada korban dengan usia

dewasa lebih serius daripada korban dengan usia sekolah. Sebuah penelitian

49 
 
menyebutkan bahwa jenis kelamin, usia, hilangnya peran sosial, dan pengalaman

secara langsung maupun tidak langsung dalam paparan kerusakan bersama

dengan faktor hilangnya tempat tinggal, masalah tempat tinggal sementara

maupun permanen, pendapatan yang menurun, dan ketidak pastian dari segala

sesuatu dapat menyebabkan gangguan psikologis, Carballo (2006).

Dalam penelitian Somasundaram (2006) menyebutkan bahwa perempuan

didefinisikan sebagai salah satu kelompok khusus yang sering mengalami

kerusakan atau gangguan psikologis sebagai akibat dari bencana besar, dan status

sosial ekonomi. Status sosial ekonomi menjadi salah satu keadaan yang penting

untuk membantu kelompok khusus dalam mengatasi masalah kesehatan mental

yang melemah seperti stres dan kualitas hidup yang menurun setelah bencana.

Peneliti menyimpulkan kebanyakan responden yang mengalami stres adalah

responden dengan jenis kelamin perempuan, karena perempuan lebih rentan

terhadap stresor-setresor dari dalam dirinya maupun dari luar. Hal itu disebabkan

karena perempuan kurang bisa mengantisipasi atau menghilangkan stresor akibat

bencana yang telah terjadi.

C. Gambaran Kualitas Hidup Korban Pasca Erupsi Merapi

Adapun gambaran kualitas hidup secara umum yang dialami korban pasca

erupsi Merapi pada orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman

di jabarkan sebagai berikut:

Tabel 7. Gambaran kualitas hidup korban pasca erupsi Merapi pada orang dewasa di
Kelurahan Umbulharjo Cangkringan pada bulan April - Juni Tahun 2012 (n=67)
Kategorisasi Jumlah (f) Presentase (%)
Baik 31 46,26%
Buruk 36 53,73%
Sumber : Data Primer, 2012

50 
 
Sebagian besar responden pasca erupsi Merapi mengalami kualitas hidup

buruk. Pada kategori kualitas hidup baik yaitu sebanyak 31 orang (46,26%), dan

sebanyak 36 orang (53,73%) responden termasuk dalam kategori kualitas hidup

buruk. Penelitian Ariani (2011) juga menemukan hasil yang sama yaitu, dimana

sebagian besar kualitas hidup korban selamat pasca gempa di Yogyakarta tahun

2009 adalah buruk yaitu (61,05%). Hasil penelitian yang lain menyatakan kualitas

hidup yang buruk terutama dialami oleh Responden yang memiliki gangguan

psikiatri seperti major depresion (MD) dan post traumatik stres disorder (PTSD)

Wu et al (2006).

Kualitas hidup korban pasca erupsi Merapi sebanyak 41,79% memiliki

tingkat pendidikan (SD / Sederajat), dan sebanyak 29,85% responden memiliki

tingkat pendidikan (SMA / Sederajat). Menurut peneliti, hal ini menunjukkan

bahwa kualitas hidup yang buruk tidak berpengaruh secara berarti terhadap

tingkat pendidikan yang dimiliki responden. Seperti pada penelitian Seviyana

(2009) Cit Sulistiyowati (2006) menyatakan bahwa pendidikan secara signifikan

tidak memiliki pengaruh yang menyeluruh terhadap kualitas hidup meskipun

mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Kemungkinan responden bisa

mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai penyakitnya, dan dengan

informasi yang banyak responden mampu memperbaiki kualitas hidupnya.

Menurut Barlow (2008), kualitas hidup individu dipengaruhi oleh beberapa

faktor yakni faktor hubungan keluarga, faktor pekerjaan, dan faktor keuangan.

Responden yang mengalami penurunan pendapatan sebanyak 62 orang (92,54%),

dan peneliti mengira dengan menurunnya pendapatan responden maka

51 
 
berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup. Seperti penelian dari Borrott., et

al (2008), kualitas hidup seseorang menurun diarahkan pada bagaimana seseorang

itu menilai kebaikan dari berbagai aspek kehidupannya, hal-hal yang dievaluasi

termasuk reaksi emosi seseorang pada kehidupannya, disposisi, hasrat, kepuasan,

dan pekerjaan, dan hubungan pribadi.

Menurut Tsai (2007), cit Seviyana (2009) kejadian post traumatik stress

symptom (PTSS) dan kualitas hidup korban 3 tahun pasca bencana gempa akan

semakin membaik ketika PTSS menurun. Akan tetapi dalam penelitian ini, pasca

2 tahun erupsi merapi responden sebanyak 39 orang (50,25%) mengalami tingkat

stres sedang dan mengalami penurunan kualitas hidup bila ditinjau secara umum.

Responden dengan kategori kualitas hidup buruk dimungkinkan karena mereka

mengalami dampak kehilangan akibat erupsi merapi. Dampak yang terjadi

misalnya rumah roboh, dan penghasilan yang mengalami penurunan.

Peneliti menyimpulkan kebanyakan responden mengalami kualitas hidup

yang buruk bila ditinjau dari kualitas hidup secara umum. Hal ini disebabkan

karena banyak responden mengalami gangguan stres pasca bencana sehingga

kesehatan fisik maupun mental mereka mengalami penurunan.

D. Hubungan Stres Pasca Bencana dengan Kualitas Hidup

Pada penelitian ini karena jenis datanya adalah numerik-numerik dan setelah

dilakukan transformasi data hasilnya tetap terdistribusi tidak normal, maka

menggunakan uji statistik korelasi Spearman Rank untuk mengetahui hubungan

antara dua variabel. Dapat dikatakan signifikan apabila nilai p< 0,05 dan

dinyatakan tidak signifikan apabila nilai p ≥0,05 (Sugiyono, 2007). Berdasarkan

52 
 
penelitian yang dilakukan pada bulan April sampai Juni 2012 didapatkan hasil dan

dianalisis menggunakan SPSS diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 8. Distribusi Hubungan Stres Pasca Bencana dengan Kualitas Hidup Korban Pasca
Erupsi Merapi Pada Orang Dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan
Sleman Yogyakarta pada bulan April - Juni Tahun 2012 (n=67)

Variabel Kualitas hidup

r p

Spearman’s Stres pasca bencana -0,688 0,000


rho

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 7 didapatkan hasil bahwa koefisien korelasi ( r = -0,689)

pada uji stres pasca bencana dengan kualitas hidup mempunyai arah korelasi

negatif dengan kekuatan korelasi kuat. Arah korelasi negatif dikatakan

berlawanan arah, semakin besar nilai suatu variabel semakin kecil nilai variabel

lainnya. Hal ini berarti semakin tinggi stres bencana yang dialami responden,

maka kualitas hidup responden pasca bencana semakin rendah. Nilai signifikansi

(p) = 0,000 (p<0,05) sehingga dapat diinterpretasikan bahwa hipotesis alternatif

bermakna atau ada hubungan yang bermakna antara stres pasca bencana dengan

kualitas hidup. Jadi penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan

bermakna antara stres pasca bencana dengan kualitas hidup responden pasca

erupsi Merapi.

Seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh Swarth (1994), beliau

mengemukakan bahwa individu yang mengalami stres secara berlebihan maka

akan mempengaruhi kualitas hidup individu tersebut. Hasil penelitian ini pun juga

menunjukkan adanya keterkaitan atau hubungan antara stres pasca bencana dan

53 
 
kualitas hidup responden. Responden yang mengalami stres sedang maupun tinggi

yaitu berjumlah 52 responden atau (77,61%) yang mengalami kualitas hidup yang

buruk ada 36 responden atau sekitar (53,73%), maka dapat dikatakan responden

yang mengalami stres pasca bencana erupsi Merapi mengalami penurunan

kualitas hidup.

Gangguan stres pasca trauma merupakan proses berkembangnya gejala

setelah kejadian stres psikologik dimana situsi tersebut berada diluar ambang

rentang normal pengalaman manusia, seperti bencana alam. Kejadian tersebut

dapat membuat seseorang menjadi impulsif, menghindari aktifitas yang dapat

mengingatkan pada peristiwa tersebut, waspada yang berlebihan, ansietas, dan

menarik diri (Smeltzer, & Bare, 2002). Sedangkan menurut Fausiyah, (2005) stres

merupakan suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun

membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level psicologi,

emosional, kognitif, dan perilaku.

Orang-orang yang dinilai kemungkinan terdapat Post Traumatic Stress

Disorders (PTSD) akan memiliki resiko tinggi mempunyai nilai rendah yang

significan pada area Quality of Life, seperti kesehatan fisik, kesehatan psikis,

hubungan sosial, dan lingkungan, Johanshen., et al (2007). Kondisi tersebut pun

juga dialami oleh responden yang mengalami stres, rata-rata mereka mengalami

kelelahan, menarik diri, mimpi buruk, panik, mudah marah, mudah tersinggung,

cemas dan juga menghindari kegiatan ataupun aktifitas yang mengingatkan

mereka akan peristiwa erupsi Merapi yang lalu.

54 
 
Penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2010), menyebutkan bahwa

dampak bencana terbagi menjadi tiga yaitu, dampak psikologis, perubahan

perasaan, dan perubahan proses berfikir. Dampak psikologis yaitu adanya

perubahan terhadap kondisi psikis/kejiwaan/mental yang ditandai dengan adanya

perubahan perilaku, marah, panik, kacau dan trauma. Perubahan perasaan dapat

ditandai dengan munculnya rasa cemas akan masa depan, sedih, tertekan, putus

asa, tidak berdaya, dan mudah tersinggung. Adapun perubahan dalam berpikir

ditandai dengan mudah lupa dan sulitnya memusatkan perhatian (Purnomo, et.al.,

2010).

Adanya hubungan kualitas hidup dengan stres pasca bencana ditunjukkan

dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2005) dalam kaitannya dengan

depresi, penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

tingkat stres depresi yang dialami korban gempa di sleman, dengan penurunan

kualitas hidup. Kualitas hidup yang buruk lebih sering dialami atau terjadi pada

perempuan. Peneliti menduga perempuan mempunyai kualitas hidup yang lebih

buruk disebabkan karena perempuan lebih sering terpejan stresor bila

dibandingkan dengan laki-laki. Seperti penelitian yang dilakukan di Taiwan

menyebutkan bahwa 3 tahun setelah terjadi gempa perempuan memiliki kualitas

hidup lebih buruk dibandingkan laki-laki, Wu., et al (2006).

55 
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada korban erupsi merapi

pada orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman, tepatnya di

Dusun Palemsari dan Pangukrejo pada bulan April-Juni 2012, dapat di tarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara stres pasca bencana dengan kualitas

hidup korban pasca erupsi Merapi, dan semakin tinggi tingkat stres yang

dialami oleh korban pasca erupsi Merapi maka kualitas hidupnya semakin

rendah.

2. Sebagian besar tingkat stres yang dialami korban pasca erupsi Merapi pada

orang dewasa di Kelurahan Umbulharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta,

adalah tingkat stres sedang.

3. Kualitas hidup korban pasca erupsi Merapi pada orang dewasa di Kelurahan

Umbulharjo Cangkringan Sleman Yogyakarta dinilai dari kualitas hidup secara

umum termasuk dalam kategori buruk.

B. Saran

1. Bagi Perawat Jiwa dan Perawat Komunitas

Perlu memberikan edukasi atau penyuluhan kepada masyarakat korban pasca

erupsi Merapi untuk memberikan dorongan atau motifasi kepada masyarakat

agar masyarakat korban pasca erupsi merapi tidak mengalami stres sedang

maupun stres berat.

56 
 
2. Bagi Instansi Kesehatan

Instansi kesehatan perlu memberikan saran, nasehat ataupun terapi psikologis

yang diperlukan masyarakat terutama pada korban erupsi merapi yang

mengalami stres sedang sampai berat dan bagi masyarakat yang mengalami

penurunan kualitas hidup.

3. Bagi Pemerintah

Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan kebutuhan korban pasca erupsi

Merapi khususnya bagi korban yang masih mengalami penderitaan akibat

erupsi Merapi, misalnya dengan memberikan bantuhan berupa lahan atau

hunian tetap agar beban yang masyarakat alami menjadi semakin ringan.

4. Bagi Peneliti selanjutnya

a. Peneliti hanya menggunakan instrumen berupa kuesioner untuk mengukur

semua variabel dalam pengambilan data sehingga stres pasca bencana dan

kualitas hidup korban pasca erupsi Merapi kurang dapat digali secara

mendalam. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan modifikasi dengan

penambahan jenis instrumen, misalnya menggunakan metode observasi

dan wawancara sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dan sempurna.

b. Perlu dilakukan uji instrumen secara berulang agar didapatkan instrumen

yang benar-benar valid dan reliabel.

c. Perlu dilakukan penelitian yang serupa dengan meneliti faktor-faktor apa

saja yang dapat membuat stres pasca bencana dengan kualitas hidup

berhubungan.

57 
 
DAFTAR PUSTAKA

Andranita, M. 2008. Perkembangan Dewasa. Online: 16 Januari 2012. Available


from:http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/19441
2051967101KOKO_DARKUSNO_A/PENGERTIAN_DAN_CIRI_PERKEM
BANGAN.pdf

Ariani, D.V. 2009. Hubungan Keyakinan Spiritual dengan Kualitas Hidup


Korban Pasca Gempa Di kabupaten Bantul Yogyakarta (Sekripsi).
Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada

Arina. 2006. Nurse in Disasters. Online: 19 Febuari 2011. Available from:


http://thewhitepublisher.blogspot.com/2006/10/nurse-in-disaster-sejak-
bencana.html

Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Barlow, J. 2008. Quality of Life: Can We Measure It?. Online: 20 Febuari 2011.
Available from:
http://www.abpi.org.uk/publications_details/qualityOfLife/qol_life.asp
 
Batsi, W. R. 2008. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Lansia di Dusun Gamping kidul Ambarketawang Gamping Sleman
Yogyakarta (Sekripsi). Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada
 
BNPB. 2010. Letusan Gunung Api. Online: 25 April 2011. Available from:
http://www.bnpb.go.id/website/asp/benc.asp?p=8

BNPB. 2011. Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana. Jakarta: Badan


Nasional Penanggulangan Bencana

Borrott, N., Bush, R. 2008. Measuring Quality of Life. Healthy Communities


Research Center of The University of Queensland. Online: 11 Juli 2012.
Available from: www.uq.edu.au

British Columbia Real Estate Association (BCREA). 2005a. Housing And


Community Priority Study. Online: 17 Febuari 2011. Available from:
www.qualityoflife.bcrea.bc.ca

British Columbia Real Estate Association (BCREA). 2005b. Beyond the polls
Province-wide Focus Group research Finding. Online: 17 Febuari 2011.
Available from: www.qualityoflife.bcrea.bc.ca
 

58 
 
Burton, J. 2003. Post Traumatik Stress Disorder. Online: 15 Januari 2012.
Available from: http://www.hopkinsmedicine.org/gec/studies/ptsd.html

Carballo, M., Heal, B., Horbaty, G. 2006. Impact of The Tsunami on Psicosocial
Health and Weel-Being. Online: 20 Juni 2012. Available from:
http://web.ebscohost.com/ehost/detail.

Carlson, D.L. 2003. Mengatasi Keletihan Dan Stres. Yogyakarta: Andi Offset

Colbert, D.M. 2011. Stress Cara Mengatasi Dan Menanggulanginya. Bali:


Udayana University Press

Elviana, M. 2011. Kuesioner Short Form-36 (SF-36) sebagai alat ukur kualitas
hidup. Online: 16 Januari 2012. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22704/4/Chapter%20II.pdf
 
Enarson, E. 2008. Gender Mainstreaming in Emergency Opportunities for
Building Community resiliience in Canada. Online: 21 Juni 2012.
Available from: http://Gender_Mainstreaming_Emergency/
Applied/Disaster/andEmergency/Studies/Brandon/University

Fausiyah, F., Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI


Press

Greenberg, J.S. 2002. Comprehensive Stress Management. New York: University


Of Maryland

Gunn, A.M. 2008. Encyclopedia Of Disaster. London. Online: 20 Febuari 2011.


Available from: www.greenwood.com

Halim, W., Wirawan, H. 2003. Quality Of Life Janda Pasca Cemoterapi dan
Radioterapi. Online: 16 Januari 2012. Available from:
http://www.psikologi.tarumanagara.ac.id/s2/wp-content/uploads/2010/09/
01-quality-of-life-janda-pasca-kemoterapi-dan-radioterapiwennyhalim.pdf

Hansen, M., Andersen, T.E., Armour, c.,dkk. 2010. PTSD-8 A short PTSD
Inventory. Online: 17 Febuari 2011. Available From:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21253461

Hawari, D. 2001. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Umun Indonesia

Heni, A. 2008. Manual Psikoedukasi Informasi Psikososial Dasar Bagi


Masyarakat Pasca Bencana. Online: 15 Januari 2012. Available from:
www.cwsindonesia.or.id/en/document/download/Manual_Psikoedukasi-
Informasi_Psikologi_Dasar_Masyarakat_Pasca_Bencana.pdf

59 
 
Hetrick, S.E., Purcell, R., Garner, B., Parslow, R. 2010. Combined
Pharmacotherapy And Psychological Therapies for Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) (Review). Online: 20 Febuari 2011. Available from:
http//www.thecochranelibrary.com

Huang, W.W., Sheen, L.X., Zhu, W.M., Qian, M.C., Tang, W., et al. A
Comparative Study on Mental Health Among Students and Adults in The
Eartquaake-Hit Areas (Nov-2008). Retrieved Juni 20, 2012, from :
http://Wep.ebscohost.com/ehost/detail?vid=1&hid=106&sid=1f4bcd1b-
24e0=-4620-a83b-data.

Irawati, N.C. 2009. Hubungan Kualitas Hidup dengan Prestasi Belajar Tiga
Tahun Pasca Gempa Pada Murid SD Di Kecamatan Pundong Dan
Kasihan Bantul Yogyakarta (Sekripsi). Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Johansen, V.A., et al. 2007. The Predictive Value of Post Traumatic Stress
Disorder Symptoms for Quality of Life: a Longitudinan Study of Physically
Injured Victims of Not domestic Violence. Online: 5 Juli 2012. Available
from: http://www.hqlo.com/content/5/1/26

Kalbefarma. 2005. Cermin Dunia Kedokteran. Online: 10 April 2011. Available


from: www.kalbefarma.com
 
Keliat, B.A. 1999. Penatalaksanaan Stres. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Lazarus, R.S., Folkman, S. 1984. Stress Appraisal and Coping. New York:
Springer Publishing Company

Lopes, J.J., Christodoulou, G., Maj, M., Sartorius, N., Okasha, A. 2005. Disaster
And Mental Health. World Psiciatric Asosiation. Online: 20 Febuari 2011.
Available from: www.wiley.com

Markam, S., Laksman, H., Ganiswara, S. 2004. Kamus Kedokteran Edisi Keempat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 
Martam, I.S. 2009. Mengenali Trauma Pasca Bencana. Volume 14. Yayasan
Pulih. Online: 10 April 2011. Available from:
www.perpustakaanpulih.or.id
 
Mendatu, A. 2010. Pemulihan Trauma. Yogyakarta: Jalasutra

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

60 
 
Nugraheni, D.H. 2008. Hubungan Depresi Dengan kualitas Hidup Penderita
Gagal Jantung di RS Dr Sardjito Yogyakarta (Sekripsi). Yogyakarta:
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada
Nurhasanah. 2008. Hubungan Tingkat Depresi dengan Kualitas Hidup Pada
Daerah Bencana Pasca Gempa Bumi di Kabupaten Sleman (Tesis).
Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gadj
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Parslow, F.D., Howgego, I.M., dkk. 2005. Post-traumatic Stress Disorder An


Study Examing Rates Of Trauma And PTSD. Online: 17 Febuari 2011.
Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-244X/5/21
 
Potter, P.A., Perry, A.G. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Purnomo., dkk. 2010. Dampak Dampak Bencana. Online: 15 Juni 2011. Available
from:http://www.dampak_dampak_bencana_bnpb.go.id/website/file/pubne
w/104.pdf 
 
Renwick, R., Brown, I., Neglear, M. 1996. Quality of Life In Health Promotion
and Rehabilitation. London: Sage Publication

Republika. 6 November 2010. Sejak Merapi Meletus Korban di Yogya Capai 93


Orang. Online: 22 Febuari 2011. Available from:
www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/11/06/144842-
sejak-merapi-meletus-korban-tewas-di-yogya-capai-93-orang

Rose, S.C., Bisson, J., Churchill, R.,Wessely, S. 2009. Psychological Debrifing


For Preventing Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Review). Online:
20 Febuari 2011. Available from: http//www.thecochranelibrary.com

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. 1995. Dasar – Dasar Metodologi Penelitian


Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara

Setyonegoro, K. 2005. Kesehatan Jiwa Mental Health di Kehidupan Moderen.


Cermin Dunia Kedokteran. Online: 17 Febuari 2011. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_149_kesehatan_jiwa.pdf

Seviyana, D.A. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup


Korban Pasca Gempa Di Kabupaten Bantul Yogyakarta (Skripsi).
Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada

61 
 
Suarti, D.N., Leman, H.I., Adi, K. IDEP. 2007a. Penanggulangan Bencana
Berbasis Masyarakat. Bali : Yayasan IDEP. Online: 10 April 2011.
Available from: www.idepfoundation.org
 
Suarti, D.N., Leman, H.I., Adi, K. IDEP. 2007b. Panduan Kecil Tentang
Pemulihan Bencana. Online: 10 April 2011. Available from:
http://www.ennonline.net/pool/files/ife/idep-foundation-disaster-manage-
ment-booklet.pdf

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukmono, R.J. 2009. Natural Stress Reduction. Jakarta: Murai Kencana

Suroto, M.A. 1994. Stres Cara Mengendalikan. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Suryono, B. 2006. Peran Medik Pada Penanganan Korban Bencana. Online: 19


Febuari 2011. Available from: www.desentralisasi-
kesehatan.net/id/moduldm/id/tt_2/bacaan/Peran_Medik_pd_Penanganan_k
orban_Bencana.pdf+%22+tipe+bencana%22&hl=id&ct=clnk&cd=18

Sundari, S. 2005. Quality Of Life Sebagai Indikator Kesehatan Mental. Online: 16


Januari 2012. Available from:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=definisi quality of
life&source=web&cd=16&ved

Susanto, A.B. 2006. Dissaster Management Di Negri Rawan Bencana. Jakarta:


PT Aksara Grafika Pratama

Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Keperawatan Medical Bedah Burnner &
Suddarth Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Swarth, J. 1994. Stres Dan Nutrisi. Jogjakarta: Balai Pustaka

Trachman, J.N. 2010. Post Traumatik Stres Disorder And Vision. Online: 7 July
2011. Available from: www.accommotrac.com
 
Tsai, K.W., Chau, F.H., cit Seviyana. 2007. Three Years Follow-up Study of
Relationship Between Post Traumatik Stres Symptoms and Quality of Life
Among Eartquake. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Twigg, John. 2007. Karakteristik Masyarakat Yang Tahan Bencana. Online: 10


April 2011. Available from:

62 
 
http://www.benfieldhrc.org/disaster_studies/projects/communitydrrindicat
ors/community_drr_indicators_index.htm

Walker, Alan. 2005. Understanding Quality Of Life In Old Age. Open University
Pres. Online: 20 Febuari 2011. Available from: www.openup.co.uk

Ware, J.E. 1994. SF-36@Health Survey Update. Online: 20 Febuari 2011.


Available from: http://www.sf-36.org/tools/SF36.shtml

Warto., Cahyono, S.A., Probokusumo, P.N. 2002. Pengkejian Manajemen


Penanggulangan Korban Bencana Pada Masyarakat di Daerah Rawan
Bencana Alam Dalam Era Otonomi Daerah. Yogyakarta: Departemen
Sosial RI Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial

WHO. 1993. Measuring Quality of Life. Online: 23 Juni 2011. Available from:
http://www.who.int/mental_health/media/68.pdf

WHO. 2000. Programme On Mental Health WHOQOL. Online: 15 Januari 2012.


Available from: http//www.who.int/mental_health/media/68.20.pdf

WHO. 2003. Stres. Online: 19 Febuari 2011. Available from:  


http://www.who.int/inf-pr-2001/en/
 
World Psyciatric Assosiation. 2005. Disasters and Mental Health. Online: 22
Febuari 2011. Available from: http://www.wpanet.org/

Wu, H.C., Sun, W.J., Su, S.F., Chen, M.C. 2006. Survey of Quality of Lifeand
Related Risk Factors for a Taiwanese Village Population 3 Years Post
Eartquake. Medline. 26 (4): 203-12.

Yusuf, L.N., Syamsu, D.M. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Online: 16 Januari 2012. Available from:
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html

63 
 
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap : Firqoh Nur Azizah Fahmi
Nama Panggilan : Azizah
NIM : 08/268224/KU/12737
Fakultas :Kedokteran
Program Studi :Ilmu Keperawatan
Tempat, Tanggal lahir :Sleman, 4 Agustus 1989
Alamat Asal :Jl.Palagan Tentara Pelajar Km 9,9 No 9 Rejodani II Rt 04/ Rw
04 Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta
Alamat Sekarang:Jl.Palagan Tentara Pelajar Km 9,9 No 9 Rejodani II Rt 04/ Rw 04 Sariharjo
Ngaglik Sleman Yogyakarta
Handphone : 085743048994
Email :Azizah_Ozi@yahoo.com
Hobby :Berenang
GolonganDarah :B
Tinggi/Berat :157,5/45
Motto :Jadidirisendiri, lakukan yang terbaik

RiwayatPendidikan
Tahun Pendidikan NamaSekolah
1996-2002 SD SD Rejodani
2002-2003 SMP SMP Negeri3 Ngaglik
2005-2008 SMA SMA Negeri1 Ngaglik Sleman
2008-2012 PT UniversitasGadjahMada

PengalamanOrganisasi
Tahun Jabatan NamaOrganisasi
2008-2009 StafBendaharaUmum MSC
2009-2010 Bendahara I MSC
51 
 

Lampiran

PERMOHONAN MENJADI ASISTEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswi Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada :

nama : Firqoh Nur Azizah Fahmi

NIM : 08/ 268224/ KU/ 12837

alamat : Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 9,9 No 9, Rejodani II

Rt/Rw 04/04 Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

Akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Stres Pasca Bencana

dengan Kualitas Hidup Korban Pasca Erupsi Merapi Pada Orang Dewasa di

Kelurahan Umbul Harjo Cangkringan”.

Jika saudara tidak bersedia menjadi asisten penelitian dalam penelitian ini

maka tidak ada ancaman bagi Saudara dan jika menyetujui, maka saya mohon

kesediaan Saudara untuk menandatangani lembar persetujuan.

Atas perhatian dan kesediaan Saudara sebagai asisten penelitian saya

ucapkan terima kasih.

Peneliti,

Firqoh Nur Azizah Fahmi


52 
 

Lampiran

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI ASISTEN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

nama :...............................................................................................

umur :.....................tahun

pendidikan terahir :...............................................................................................

pekerjaan :...............................................................................................

alamat :...............................................................................................

menyatakan bersedia menjadi asisten dari penelitian yang dilakukan oleh :

nama : Firqoh Nur Azizah Fahmi

NIM : 08/ 268224/ KU/ 12837

alamat : Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 9,9 No 9, Rejodani II Rt/Rw 04/04

Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.

dengan judul “Hubungan Stres Pasca Bencana dengan Kualitas Hidup Korban

Pasca Erupsi Merapi Pada Orang Dewasa di Kelurahan Umbul Harjo

Cangkringan”.

Saya akan membantu selama penelitian ini dengan bersedia untuk

membantu peneliti dalam mengumpulkan data, dan saya mengetahui bahwa data

yang didapatkan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.

Yogyakarta,......................2011

Pembuat pernyataan,

(.............................................)
53 
 

Lampiran
LEMBAR INFORMASI UNTUK RESPONDEN

Bencana merupakan salah satu faktor penyebab yang dapat menimbulkan stres
pada seseorang yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada individu tersebut,
bisa berupa masalah kesehatan fisik ataupun masalah kesehatan mental.

Tujuan Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres pasca bencana
dengan kualitas hidup seseorang dalam kaitannya dengan korban pasca erupsi
Merapi di Kelurahan Umbul Harjo Cangkringan.

Jalannya Penelitian:
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dan merupakan
penelitian kuantitatifdengan rancangan Cross sectional. Penelitian ini
dilaksanakan di dusun Pelem Sari dan Dusun Panguk Rejo di Kelurahan Umbul
Harjo Cangkringan Sleman Yogyakarta. Instrumen yang di gunakan adalah
instrumen karakteristik responden, instrumen stres bencana Post Traumatik Stress
Disorder Check List Civilian Version, dan instrumen kualitas hidup short form 36.
Metode pemilihan sample dengan menggunakan rumus dari Nursalam dengan
jumlah sample sebanyak 67 orang dewasa. Analisa data menggunakan Test of
Normality Kolmogrov-Smirnov,dan Spearman.

Parameter yang dinilai :


- Tingkat stres yang dialami
- Kualitas hidup secara umum

Penanggung jawab atas pengambilan data ini adalah peneliti sendiri yaitu Firqoh
Nur Azizah Fahmi dan penanggung jawab medis dari penelitian ini adalah
Ibrahim Rahmat S.Kp.,S.Pd.,M.Kes., Purwanta S.Kp.,M.Kes dari Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Informasi tambahan / CP :
Bapak/ibu Sdr/sdi dapat mengundurkan diri dari penelitian ini setiap saat dan
segala informasi yang di dapat dari penelitian ini bersifat rahasia, hanya akan
digunakan untuk tujuan penelitian.

Jika Bapak/ibu sdr/sdi mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, Bapak/ibu


sdr/sdi dapat menghubungi peneliti yaitu Firqoh Nur Azizah Fahmi di nomor
(085743048994) atau di (0274-869682).

Peneliti

(Firqoh Nur Azizah Fahmi)


54 
 

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :
Alamat :
Umur :
No.telp/Hp :
Menyatakan bahwa:

1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai


penelitian“Hubungan Stres Pasca Bencana dengan Kualitas Hidup
Korban Pasca Erupsi Merapi Pada Orang Dewasa di Kelurahan Umbul
Harjo Cangkringan”.
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengn
kondisi:
a) Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan
hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah.
b) Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak
berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan
alasan apapun.

Cangkringan,............................
Peneliti Responden,

(Firqoh Nur Azizah Fahmi) (..........................................)


55 
 

KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN

Petunjuk pengisian :
Isilah titik-titik dibawah ini dan pilihlah salah satu pernyataan yang sesuai dengan
Anda dengan memberi tanda (√) pada kotak yang tersedia.
Nama :................................................................
Tanggal lahir :..................................................Umur:.......................tahun

Jenis kelamin : □ Laki-laki

□ Perempuan
Status : □ Kawin

□ Tidak Kawin
Pendidikan terahir : □ SD □SLTP □SMA
□ Tidak Sekolah □ Lain-lain
Alamat :..............................................................................................

Pekerjaan :□ Bekerja sebagai.......................................

□ Tidak Bekerja
Apakah Anda pernah mengalami peristiwa bencana erupsi Merapi sebelumnya?

□ Pernah, pada tahun:...................


□ Tidak atau Belum pernah
Jika anda pernah mengalami peristiwa tersebut apakah kejadian tersebut masih
berpengaruh terhadap keadaan anda sekarang?

□ Iya
□ Tidak
Apakah Anda saat peristiwa erupsi Merapi pada tahun 2010 berada di rumah atau
di lokasi erupsi?

□ Iya
□ Tidak
56 
 

Apakah Anda memiliki tempat tinggal sendiri setelah menikah :

□ Iya, memiliki tempat tinggal sendiri


□ Tidak (masih tinggal bersama orangtua atau saudara)
Penghasilan Anda/Keluarga sebelum erupsi Merapi :...............................

□ Rp. 500.000,00 – Rp 1.500.000,00


□ Rp. 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00
□ ≥ Rp 2.500.000,00
Penghasilan Anda/Keluarga setelah erupsi Merapi :...............................

□ Rp. 500.000,00 – Rp 1.500.000,00


□ Rp. 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00
□ ≥ Rp 2.500.000,00
Apakah saat ini anda mengalami kecacatan fisik akibat erupsi Merapi :

□ Iya □ Tidak
Bagaimanakah kondisi rumah anda saat ini :

□ Rubuh □ Rusak Ringan □ Rusak Berat


Apakah ada anggota keluarga anda yang meninggal saat erupsi Merapi :

□ Ada □ Tidak
Sudah berapa lama Saudara tinggal di selter:

□ 1-6 bulan □ 7 bulan – 1 tahun □ ≥ 1 tahun


Menurut Saudara tinggal di selter dari segi rumahnya:

□ Layak □ Kurang layak □ Tidak layak


Menurut Saudara tinggal di selter dari segi air dan kamar mandi:

□ Layak □ Kurang layak □ Tidak layak


Menurut saudara lingkungan tempat tinggal di selter membuat Saudara:

□ Nyaman □ Kurang Nyaman


Mohon diperiksa ulang, apakah ada pertanyaan yang terlewati atau belum dijawab.Terima kasih. 
57 
 

  INSTRUMEN PTSD PCL‐C
       
Petunjuk : Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini menyatakan tentang kondisi
Anda yang berhubungan dengan peristiwa pasca erupsi merapi. Informasi yang
diharapkan adalah bagaimana pengalaman hidup Anda dan respon Anda mengenai
pengalaman tersebut. Mohon setiap pertanyaan Anda jawab dengan cara
memberikan tanda silang ‘X’ di dalam kotak yang sesuai dengan keadaan Anda.
Terima kasih.

Tidak Ragu- Kadang- Sangat


No Permasalahan/ komplain Sering
ada ragu kadang sering
Saya teringat kembali
terhadap pengalaman erupsi
1 Merapi yang mengganggu 1 2 3 4 5
untuk saya.

Saya mengalami mimpi buruk


mengenai peristiwa erupsi
2 1 2 3 4 5
Merapi.

Saya tiba-tiba berperilaku


atau merasakan seolah-olah
3 1 2 3 4 5
erupsi terjadi kembali.

Saya merasa santai ketika


4 membicarakan tentang erupsi. 5 4 3 2 1

Saya mengalami reaksi fisik


(seperti jantung berdegup
kencang, sesak napas atau
sulit bernapas, dan
5 berkeringat banyak) ketika 1 2 3 4 5
ada sesuatu hal yang
mengingatkan saya tentang
erupsi Merapi.

Saya menghindari
perbincangan atau
6 memikirkan mengenai 1 2 3 4 5
pengalaman erupsi Merapi.

Saya menghindari aktifitas


yang berhubungan dengan
7 1 2 3 4 5
erupsi Merapi.
58 
 

Saya memiliki masalah atau


gangguan bila mengingat
8 peristiwa penting mengenai 1 2 3 4 5
erupsi Merapi.

Saya melakukan aktifitas atau


hobi untuk melupakan
9 5 4 3 2 1
peristiwa erupsi.

Saya merasa dikucilkan dari


10 orang lain. 1 2 3 4 5

Saya tidak menyayangi


orang-orang terdekat saya
11 1 2 3 4 5
pasca erupsi Merapi.

Saya merasa masa depan saya


12 masih panjang. 5 4 3 2 1

Saya memiliki masalah tidur


(sulit memulai tidur atau
13 1 2 3 4 5
mudah terbangun)

Saya mudah tersinggung dan


14 mudah marah pasca erupsi. 1 2 3 4 5

Saya mudah berkonsentrasi.


15 5 4 3 2 1
Setelah selesai erupsi, saya
merasa keadaan aman dan
16 5 4 3 2 1
tidak perlu panik lagi.

Saya menjadi mudah tekejut


17 1 2 3 4 5
pasca erupsi Merapi.

Mohon diperiksa ulang, apakah ada pertanyaan yang terlewati atau belum
dijawab.
Terima kasih.
59 
 

KUESIONER KUALITAS HIDUP SHORT-FORM 36

Petunjuk : Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menanyakan tentang kesehatan


Anda. Informasi yang diharapkan adalah bagaimana perasaan anda dan bagaimana
Anda melakukan kegiatan setiap harinya. Mohon setiap pertanyaan anda jawab
dengan cara melingkari nomor jawaban yang sesuai dengan keadaan Anda.
Terima kasih.

1. Dapatkah Anda menerangkan tentang kondisi kesehatan Anda saat ini ?

A. Amat sangat baik


B. Baik sekali
C. Baik
D. Biasa-biasa saja
E. Buruk

2. Dibandingkan dengan saat erupsi merapi, bagaimana kondisi kesehatan


Anda saat ini ?

A. Lebih baik sekarang daripada saat erupsi merapi.


B. Agak lebih baik daripada saat erupsi merapi.
C. Kira-kira sama dengan saat erupsi merapi.
D. Agak lebih buruk daripada saat erupsi merapi.
E. Sangat lebih buruk daripada saat erupsi merapi.

3. Pernyataan di bawah ini tentang aktifitas yang biasa Anda lakukan


sehari-hari. Apakah aktifitas Anda menjadi terbatas atau terganggu karena
kondisi kesehatan Anda saat ini ? Jika ya, seberapa banyak?
No. Aktifitas Ya, sangat Ya, agak Tidak terbatas
terbatas terbatas sama sekali
a. Aktifitas berat seperti 1 2 3
60 
 

mengangkat beban berat,


melakukan olahraga berat
(main sepak bola, bola
voli, lari-lari pagi).
b. Aktifitas sedang, seperti
memindahkan meja,
1 2 3
memasak, menyetrika,
mencuci, menyapu.
c. Mengangkat atau
membawa belanjaan 1 2 3
harian.
d. Menaiki beberapa anak
1 2 3
tangga.
e. Menaiki 1 (satu) anak
1 2 3
tangga
f. Menekuk tubuh,
membungkuk, berlutut 1 2 3
atau sujud.
g. Berjalan lebih dari 1,5 km. 1 2 3

h. Berjalan jarak 50 rumah (±


1 2 3
500 meter).
i. Berjalan jarak 10 rumah (±
1 2 3
100 meter).
j. Mandi atau berpakaian
1 2 3
sendiri.

4. Dalam 4 minggu terakhir ini apakah Anda pernah mengalami beberapa


masalah dengan pekerjaan Anda atau aktifitas sehari-hari lainnya sebagai
akibat dari kesehatan Anda ?
61 
 

No. Aktifitas Ya Tidak


a. Mengurangi waktu yang Anda gunakan
1 2
untuk bekerja atau aktifitas lain.
b. Hanya dapat mengerjakan pekerjaan lebih
sedikit dari yang seharusnya dapat Anda 1 2
lakukan.
c. Mengalami keterbatasan jenis pekerjaan
1 2
atau aktifitas yang dapat dilakukan.
d. Mengalami kesulitan dalam melakukan
pekerjaan atau aktifitas lain (contohnya :
1 2
memerlukan usaha yang sangat besar
dalam melakukan pekerjaan).

5. Dalam 4 minggu terakhir ini apakah Anda pernah mengalami beberapa


masalah dengan pekerjaan Anda atau aktifitas sehari-hari lainnya sebagai
akibat perasaan atau emosi (seperti perasaan tertekan atau cemas) ?

No. Aktifitas Ya Tidak


a. Mengurangi waktu yang Anda gunakan
1 2
untuk bekerja atau aktifitas lain.
b. Hanya dapat mengerjakan pekerjaan lebih
sedikit dari yang seharusnya dapat Anda 1 2
lakukan.
c. Tidak dapat melakukan aktifitas sebaik
1 2
atau seteliti biasanya

6. Dalam 4 minggu terakhir ini, seberapa jauh kondisi fisik dan masalah
emosi atau perasaan Anda mempengaruhi aktifitas sosial Anda dengan
keluarga, tetangga atau kelompok ? (contohnya pergi rekreasi, arisan,
rapat, pengajian, dll).
62 
 

A. Tidak berpengaruh sama sekali


B. Sedikit berpengaruh
C. Sedang-sedang saja
D. Banyak berpengaruh
E. Benar-benar berpengaruh

7. Seberapa berat nyeri tubuh (seperti sakit kepala, sakit leher, pegal,
kesemutan, dll) yang Anda alami selama 4 minggu terakhir ini ?

A. Tidak pernah
B. Sangat ringan
C. Ringan
D. Sedang
E. Berat
F. Sangat berat

8. Selam 4 minggu terakhir ini seberapa berat nyeri tubuh tersebut (seperti
sakit kepala, sakit leher, pegal, kesemutan, dll) mempengaruhi pekerjaan
atau aktifitas Anda ?

A. Tidak pernah berpengaruh


B. Sedikit berpengaruh
C. Sedang-sedang saja
D. Banyak berpengaruh
E. Benar-benar berpengaruh

9. Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini tentang bagaimana perasaan Anda dan


bagaimana hal tersebut Anda rasakan selama 4 minggu terakhir ini.
Untuk setiap pertanyaan, harap berikan 1 jawaban yang paling mendekati
dengan yang Anda rasakan dan seberapa sering hal tersebut Anda terjadi
dalam 4 minggu terakhir ini ?
63 
 

Setiap Sangat Sering Kadang- Jarang Tidak


Pertanyaan
waktu sering kadang pernah
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
sangat bersemangat ?
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
sangat gugup ?
Apakah Anda merasa
sangat sedih sehingga
1 2 3 4 5 6
tidak ada yang dapat
menghibur Anda ?
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
tenang dan damai ?
Apakah Anda meras
1 2 3 4 5 6
penuh energi ?
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
bimbang dan kecewa ?
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
jenuh dan bosan ?
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
bahagia ?
Apakah Anda merasa
1 2 3 4 5 6
lelah ?

10. Dalam 4 minggu terakhir ini, seberapa sering masalah kesehatan fisik
dan masalah emosi atau perasaan Anda mempengaruhi aktifitas sosial ?
(seperti mengunjungi teman, pergi arisan, pengajian, rapat, kondangan,
dll)

A. Setiap waktu
B. Sangat sering
64 
 

C. Kadang-kadang
D. Jarang
E. Tidak pernah

11. Apakah pernyataan-pernyataan dibawah ini BETUL atau SALAH ?

Sangat Betul Ragu- Salah Sangat


Pernyataan
betul ragu salah
Saya merasa lebih mudah
1 2 3 4 5
sakit dibandingkan orang lain.
Saya merasa sehat seperti
1 2 3 4 5
orang lain.
Saya mengira kesehatan saya
1 2 3 4 5
akan memburuk.
Kesehatan saya baik sekali. 1 2 3 4 5

Mohon diperiksa ulang, apakah ada pertanyaan yang terlewati atau belum dijawab. 

Terima kasih. 

You might also like