You are on page 1of 32

Jumat, 22 Februari 2013 14:27:37 WIB

Kategori : Al-Qur'an : Tafsir

MENINGGALKAN AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR, SEBAB DATANGNYA ADZAB

Oleh
Ustadz Nur Kholis bin Kurdian, Lc

ِ ‫شدِيدُ ْال ِعقَا‬


‫ب‬ َّ ‫صةً ۖ َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ َ َ‫صيبَ َّن الَّذِين‬
َّ ‫ظلَ ُموا ِم ْن ُك ْم خَا‬ ِ ُ ‫َواتَّقُوا فِتْنَةً ََل ت‬

Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di
antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksanya.[al-Anfâl/8l:25]

PENJELASAN AYAT

Adzab Allah Azza wa Jalla itu sangat pedih. Jika adzab itu diturunkan pada suatu tempat, maka
ia akan menimpa semua orang yang ada di tempat tersebut, baik orang shaleh maupun thâlih
(keji). Dalam ayat ini, Allah Azza wa Jalla memperingatkan kaum Mukminin agar mereka
senantiasa membentengi diri mereka dari siksa tersebut dengan melaksanakan ketaatan kepada
Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya serta menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang
mereka dari kemungkaran.

Syaikh Abu Bakr Jâbir al-Jazâiri hafizhahullâh mengatakan, “Ayat ini sebagai peringatan lain
yang amat besar bagi kaum Mukminin, agar mereka tidak meninggalkan ketaatan kepada Allah
Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, serta tidak meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar (menyeru
manusia kepada kebaikan dan mengajak mereka untuk menjauhi kemungkaran). Sebab, jika
mereka meninggalkannya, maka kemungkaran akan menyebar dan kerusakan akan meluas. Bila
kondisi sudah demikian, maka adzab pun akan diturunkan kepada seluruh komponen
masyarakat, baik yang shaleh maupun yang thâlih, yang berbuat kebajikan maupun yang berbuat
kejelekan, baik yang adil maupun yang zhalim. Dan jika Allah Azza wa Jalla menurunkan siksa,
maka siksa-Nya sangat pedih, tidak seorang pun yang kuat menahan siksa tersebut. Untuk itu,
hendaknya kaum Mukminin menjauhinya dengan cara melaksanakan ketaatan kepada Allah
Azza wa Jalla dan Rasul-Nya.

Imam Ibnu Jarîr rahimahullah berkata: “Dalam ayat di atas Allah Azza wa Jalla berfirman
kepada orang-orang yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya (yang maknanya);
“Wahai orang-orang yang beriman peliharalah diri kalian dari siksa Allah Azza wa Jalla , jangan
sampai siksa itu menimpa kalian, karena ulah orang-orang zhalim yang telah melakukan
perbuatan yang seharusnya tidak mereka lakukan, baik berupa kezhaliman maupun perbuatan
dosa (lainnya) atau karena kalian mendatangi tempat-tempat maksiat, tempat yang pantas untuk
diturunkan adzab

HIKMAH MENEGAKKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Sesungguhnya termasuk pengertian dari nama Allah al-Hakiim (Dzat Yang Maha Bijaksana)
adalah tersimpannya banyak kebaikan bagi para hamba dalam amalan-amalan yang dititahkan-
Nya, dan adanya berbagai kerusakan serta bahaya dibalik perkara-perkara dilarang-Nya. Maka
takala perintah untuk melaksanakan ibadah yang agung ini Allah sampaikan kepada umat Islam,
pastilah tersimpan banyak rahasia kebaikan di dalamnya. Berikut ini di antara hikmahnya yang
luhur:

1. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu bentuk iqâmatul hujjah
(penyampaian hujjah, keterangan yang jelas akan kebenaran dari Allah Azza wa Jalla ) bagi
seluruh umat manusia secara umum, dan para pelaku maksiat secara khusus. Sehingga ketika
turun musibah dan bencana mereka tidak bisa berdalih dengan tidak adanya orang yang
memberikan peringatan dan nasehat kepada mereka. Mereka juga tidak bisa beralasan dengan hal
yanga sama di hadapan Allah Azza wa Jalla kelak. Allah Azza wa Jalla berfirman :
ً ‫َّللاُ َع ِز‬
‫يزا َح ِكي ًما‬ َّ َ‫س ِل ۚ َو َكان‬ ُّ َ‫َّللاِ ُح َّجةٌ بَ ْعد‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ‫س ًًل ُمبَش ِِرينَ َو ُم ْنذ ِِرينَ ِلئ ًََّل َي ُكونَ ِللن‬
َّ ‫اس َعلَى‬ ُ ‫ُر‬

Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada
alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasu-rasul itu diutus. Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana [an-Nisâ/4:165]

2. Dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar akan terlepas tanggungan kewajiban untuk
melaksanakannya (lazim disebut barâtu dzimmah) dari pundak orang-orang yang telah
menjalankannya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

‫فَت ََو َّل َع ْن ُه ْم فَ َما أ َ ْنتَ ِب َملُوم‬

maka berpalinglah engkau dari mereka, dan engkau sekali-kali tidaklah tercela [adz-
Dzâriyât/51:54]

3. Membantu saudara seiman untuk melaksanakan kebajikan, sebagai realisasi firman Allah
Azza wa Jalla :

ِ ‫اْلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬


‫ان‬ ِ ْ ‫َوتَعَ َاونُوا َعلَى ْالبِ ِر َوالت َّ ْق َو ٰى ۖ َو ََل تَعَ َاونُوا َعلَى‬

Dan tolong-menolonglah kalian dalam melaksanakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam dosa dan permusuhan [al-Mâidah/5:2]

Seorang Muslim yang sejati, adalah orang yang menyukai kebaikan ada pada saudaranya seiman,
seperti dia menyukai hal itu ada pada dirinya. Karenanya, dia bersungguh-sungguh untuk
mengajak saudaranya seiman untuk menggapai pahala dan menjauhi dosa.

4. Amar ma’ruf nahi munkar adalah salah satu sebab terbesar untuk mendapatkan kepemimpinan
(penguasaan) di muka bumi. Allah yang telah menciptakan bumi, maka Dia Azza wa Jalla lah
yang berhak mengangkat penguasa di muka bumi tersebut. Allah Azza wa Jalla berfirman
menyebutkan ciri-ciri para penguasa pilihan-Nya:

ِ ‫الزكَاةَ َوأَ َم ُروا ِب ْال َم ْع ُر‬


‫وف َو َن َه ْوا‬ َّ ‫ض أَقَا ُموا ال‬
َّ ‫ص ًَلة َ َوآت َُوا‬ ِ ‫يز الَّذِينَ ِإ ْن َم َّكنَّا ُه ْم فِي ْاْل َ ْر‬ ٌّ ‫َّللا لَقَ ِو‬
ٌ ‫ي َع ِز‬ ُ ‫َّللاُ َم ْن يَ ْن‬
َ َّ ‫ص ُرهُ ۗ ِإ َّن‬ ُ ‫َولَيَ ْن‬
َّ ‫ص َر َّن‬
‫ور‬ ُ ْ ُ َّ ْ ْ
ِ ‫َع ِن ال ُمنك َِر ۗ َو ِّلِلِ َعاقِبَة اْل ُم‬

Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di muka
bumi, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan kepada kebajikan dan
mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan.” [al-Hajj/22: 40-41]

GANJARAN BAGI ORANG-ORANG YANG MENEGAKKAN PILAR AMAR MA’RUF


NAHI MUNKAR SEALAMAT DARI LAKNAT.

Allah Azza wa Jalla berfirman untuk mengabarkan akan pertolongan-Nya bagi para penegak
panji nan agung ini dari laknat yang telah menimpa Ashâb Sabt:

َ‫سقُون‬ َ َ‫ُّوء َوأَ َخذْنَا الَّذِين‬


ُ ‫ظلَ ُموا ِب َعذَاب َب ِئيس ِب َما كَانُوا َي ْف‬ ِ ‫سوا َما ذ ُ ِك ُروا ِب ِه أ َ ْن َج ْينَا الَّذِينَ َي ْن َه ْونَ َع ِن الس‬
ُ َ‫فَلَ َّما ن‬

Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka kami menyelamatkan
orang-orang yang mencegah perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang yang berbuat
dzalim siksaan yang keras disebabkan mereka selalu berbuat fasik” [al-A’raf :165]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Ini adalah sunnatullah (hukum Allah Azza wa Jalla ) bagi
para hamba-Nya, bahwa orang-orang yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang kemungkaran akan selamat ketika musibah menimpa. ” (Taisîrul Karîm ar-Rahmân
hlm. 307)
KERUSAKAN YANG TIMBUL AKIBAT MENINGGALKAN AMAR MA’RUF NAHI
MUNKAR.

Sebagaimana melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar mengandung banyak kemaslahatan bagi
umat manusia di dunia maupun di akhirat, maka begitu pula sebaliknya, meninggalkan amalan
yang agung ini akan menimbulkan berbagai kerusakan yang dapat menghilangkan ketentraman
dan kedamaian dalam kehidupan. Dan ini merupakan salah satu tanda akan besarnya kasih-
sayang Allah Azza wa Jalla kepada para hamba-Nya, lantaran Dia Azza wa Jalla senantiasa
memperingatkan mereka dari hal-hal yang membahayakan agama, dunia dan terlebih akherat
mereka. Di antara kerusakan tersebut adalah:

 Ketika amar ma’ruf nahi munkar ini ditinggalkan maka para pelaku maksiat dan dosa akan
semakin bernyali untuk terus melakukan perbuatan nistanya, sehingga sedikit demi sedikit
akan sirnalah cahaya kebenaran dari tengah-tengah umat manusia. Sebagai gantinya, maksiat
akan merajalela, keburukan dan kekejian akan terus bertambah dan pada akhirnya tidak
mungkin lagi untuk dihilangkan.
 Sikap diam orang-orang yang mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar akan membuat
perbuatan tersebut menjadi baik dan indah di mata khalayak ramai, kemudian mereka pun
akan menjadi pengikut para pelaku maksiat, dan hal ini adalah termasuk musibah dan
bencana yang paling besar.
 Sikap tidak mau mencegah hal yang mungkar merupakan salah satu sebab hilangnya ilmu
dan tersebarnya kebodohan. Karena tersebarluasnya kemungkaran tanpa adanya seorang pun
dari ahli agama yang mengingkarinya akan membentuk anggapan bahwa hal tersebut
bukanlah sebuah kemungkaran (kebatilan). Bahkan bisa jadi mereka melihatnya sebagai
perbuatan yang baik untuk dikerjakan. Pada gilirannya, akan kian merajalela sikap
menghalalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla , dan mengharamkan hal-
hal yamg dihalalkan oleh-Nya. Wal’iyâdzubillâh.

PERKARA YANG MENYEBABKAN ADZAB TURUN

Di antara sebab turunnya siksa Allah Azza wa Jalla adalah

 Adanya kemungkaran yang merajalela, baik berupa kesyirikan, kemaksiatan, maupun


kezhaliman.

Sebagaimana telah disebutkan oleh Ummul Mukminîn Zainab binti Jahsy Radhiyallahu anhuma
bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatanginya dalam keadaan terkejut,
seraya berkata: “Lâ ilâha illallâh! Celakalah bangsa Arab, karena kejelekan yang telah mendekat,
hari ini telah dibuka tembok Ya’jûj dan Makjûj seperti ini – beliau melingkarkan ibu jari dengan
jari telunjuknya - kemudian Zainab Radhiyallahu anhuma berkata: “Apakah kita akan binasa
wahai Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , padahal di sekitar kita ada orang-orang shalih?
Beliau menjawab: “Ya, jika kemungkaran itu sudah merajalela”

Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata:

‫َما نَزَ َل َبًلَ ٌء ِإَلَّ ِبذَ ْنب ِِ َوَلَ ُر ِف َع َبًلَ ٌء ِإَلَّ ِبت َْو َبة‬

Tidaklah musibah itu menimpa, kecuali disebabkan dosa, dan musibah itu tidak akan diangkat
kecuali dengan taubat

 Meninggalkan Amar ma’ruf nahi mungkar.

Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits an-Nu’mân bin Basyîr Radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Perumpamaan orang yang menjaga larangan-
larangan Allah dan orang yang terjatuh di dalamnya adalah seperti suatu kaum yang sedang
mengundi untuk mendapatkan tempat mereka masing-masing di dalam kapal. Sebagian
mendapat tempat di bagian atas kapal dan sebagian lainnya mendapat di bagian bawah. Orang-
orang yang berada di bawah jika ingin mendapatkan air minum mereka melewati orang-orang
yang ada di atas. Mereka (yang ada di bawah) berkata: “Andaikata kita melubangi perahu ini
untuk mendapatkan air minum, maka kita tidak akan mengganggu mereka yang ada di atas”. Jika
orang-orang yang ada di atas membiarkan perbuatan dan keinginan orang-orang yang ada di
bawah (yaitu melubangi kapal), maka mereka semua akan tenggelam. [HR al-Bukhâri dan at-
Tirmidzi]

Dalam mengomentari hadits di atas, Syaikh Muhammad bin `Abdurrahmân al-Mubârakfûri


rahimahullah berkata: “Dan memang seperti itu maknanya, jika manusia melarang orang yang
berbuat maksiat, maka mereka semua akan selamat dari adzab Allah Azza wa Jalla , dan
sebaliknya, jika mereka membiarkan kemaksiatan, maka mereka semua akan ditimpa adzab dan
akan binasa, dan ini adalah makna ayat (di atas).

Imam al-Qurtubi rahimahullah juga berkata: “Dalam hadits ini terdapat pelajaran yang bisa
dipetik, (di antaranya), datangnya adzab tersebut dikarenakan dosa yang dilakukan oleh
kebanyakan orang, dan juga disebabkan oleh tidak adanya amar ma’ruf nahi mungkar (di tengah
mereka)

Seperti itu pula yang telah disebutkan dalam hadits Abu Bakr Radhiyallahu anhu . Beliau
berkata: “Sungguh, kami pernah mendengar Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak
mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua. [HR Abu Dâwud,
at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni).

Ayat dan beberapa hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya peran amar ma’ruf nahi
mungkar dalam kehidupan manusia di alam semesta ini, karena dengan ditegakkannya hal itu,
kesyirikan, kezhaliman dan kemaksiatan akan berkurang, kebaikan akan menyebar serta dengan
izin Allah Azza wa Jalla akan terhindar dari adzab Allah Azza wa Jalla di dunia ini.

BAHAYA MENINGGALKAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Selain diturunkan adzab sebagaimana yang tertera di atas, masih ada lagi akibat-akibat lain yang
ditimbulkan sikap meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, di antaranya adalah;

A. Tidak dikabulkan doa (permintaan) seorang hamba.

Hal ini berdasarkan sabda Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

َ ‫َّللاُ أَ ْن َي ْب َع‬
ُ ْ‫ث َعلَ ْي ُك ْم ِعقَابًا ِم ْن ِع ْن ِد ِه ث ُ َّم لَتَد‬
ُ‫عنَّهُ فًَلَ َي ْست َِجيْب‬ ِ ‫َوالَّذِي نَ ْفسِي ِب َي ِد ِه لَت َأ ْ ُم ُر َّن ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
َّ ‫ف َولَت َ ْن َه ُو َّن َع ْن ْال ُم ْنك َِر أ َ ْو لَي ُْو ِشك ََّن‬
‫لَ ُك ْم‬

Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, hendaknya kalian betul-betul melaksanakan amar
ma’ruf nahi mungkar atau (jika kalian tidak melaksanakan hal itu) maka sungguh Allah akan
mengirim kepada kalian siksa dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya (agar supaya
dihindarkan dari siksa tersebut) akan tetapi Allah Azza wa Jalla tidak mengabulkan do’a kalian.
[HR Ahmad dan at-Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’]

Hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar
permintaannya tidak dikabulkan oleh Allah Azza wa Jalla .

B. Mendapatkan laknat dari Allah Azza wa Jalla .

Hal tersebut telah terjadi pada umat sebelum umat ini yaitu Bani Isra’il, sebagaimana telah
disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla :

َ ‫سى اب ِْن َم ْريَ َم ۚ ٰذَلِكَ بِ َما َع‬


‫ص ْوا َو َكانُوا يَ ْعتَدُونَ كَانُوا ََل َيتَنَاه َْونَ َع ْن‬ َ ‫ان دَ ُاوودَ َو ِعي‬
ِ ‫س‬َ ‫لُعِنَ الَّذِينَ َكفَ ُروا ِم ْن بَنِي إِس َْرائِي َل َع َل ٰى ِل‬
َ‫س َما كَانُوا َي ْف َعلُون‬
َ ْ‫ُم ْنكَر فَ َعلُوهُ ۚ َل ِبئ‬
Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Dâwud dan Isa putera Maryam.
Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampauhi batas. Mereka satu sama lain
senantiasa tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah
apa yang selalu mereka perbuat itu. [al-Mâidah/5:78-79]

Dalam ayat pertama Allah Azza wa Jalla menyebutkan jauhnya orang-orang kafir bani Israil dari
rahmat Allah Azza wa Jalla . Hal itu sebagai bentuk hukuman bagi mereka dikarenakan
kedurhakaan dan pelanggaran mereka atas batasan-batasan Allah Azza wa Jalla dan hak-hak
orang lain. Karena sesungguhnya setiap amal perbuatan pastilah akan ada ganjarannya.

Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Azza wa Jalla mengabarkan kepada hamba-hamba Nya
yang beriman perihal kemaksiatan yang menyebabkan mereka (orang-orang kafir itu) tertimpa
dengan hukuman tersebut. Yaitu mereka melakukan kemungkaran dan tiadalah seorang pun dari
mereka yang mencegah saudaranya dari kemaksiatan yang dilakukan. Maka, para pelaku
kemungkaran dan orang yang membiarkannya mendapatkan hukuman yang sama.

Imam Abu Ja’far ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya berkata: “Dahulu Orang-orang
Yahudi dilaknat Allah Azza wa Jalla karena mereka tidak berhenti dari kemungkaran yang
mereka perbuat dan sebagian mereka juga tidak melarang sebagian lainnya (dari kemungkaran
tersebut)”

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Ayat di atas (juga) menunjukkan larangan duduk
dengan orang-orang yang berbuat kemungkaran dan mengandung perintah untuk meninggalkan
dan menjauhi mereka”.

Sehingga jelaslah dari kedua ayat di atas bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar
merupakan hal yang akan mengundang kemurkaan dan kemarahan Allah Azza wa Jalla . Syaikh
Salîm al-Hilâli hafizhahullâh mengomentari ayat tersebut dengan ucapan beliau, “Ayat ini
menerangkan bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar adalah perkara yang
mendatangkan kemarahan dan laknat Allah. Nasalullâh al’âfiyah.”

Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla senantiasa memberikan hidayah, inâyah serta taufik dan
maghfirahnya kepada kita semua agar kita semua selamat dari adzab dan murka-Nya di dunia
dan di akhirat. Amîn

PELAJARAN DARI AYAT

 Kemungkaran, baik kesyirikan, kedzaliman maupun kemaksiatan dapat menyebabkan


hilangnya kenikmatan dan mendatangkan kehancuran.
 Pentingnya Amar ma’ruf nahi mungkar.
 Di antara hikmah amar ma’ruf nahi mungkar adalah terhindar dari siksa Allah Azza wa Jalla .
 Di antara hikmah amar ma’ruf nahi mungkar adalah menyebarnya kebaikan dan
berkurangnya kemungkaran.
 Menjauhi tempat-tempat kemungkaran dan pelakunya, agar selamat dari adzab Allah Azza
wa Jalla .
 Siksa Allah Azza wa Jalla amat pedih, tak seorang mampu menolaknya dan kuat
menahannya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
858197 Fax 0271-858196]
Contoh-Contoh Perbuatan Amar Ma`ruf dan Nahi Mungkar

Amar Ma’ruf adalah perbuatan-perbuatan baik yang harus kita lakukan semasa hidup di dunia
dan menjauhi perbuatan perbuatan mungkar (perbuatan dosa).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam kitab al-Istiqamah (2/209) menyebutkan beberapa contoh
nyata dari yang ma’ruf, antara lain:
 Syariat Islam yang dikandung oleh rukun Islam: shalat lima waktu yang dikerjakan pada
waktunya, berbagai sedekah yang diperintahkan dalam syariat, puasa Ramadhan, dan berhaji
ke Baitullah.
 Rukun iman: iman kepada Allah l, iman kepada para malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-
Nya, iman kepada para rasul-Nya, iman kepada hari akhir, serta iman kepada takdir
(ketentuan) Allah l yang baik dan yang buruk.
 Ihsan, yaitu engkau beribadah kepada Allah l seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika
tidak melihat-Nya sungguh Dia l melihatmu.
 Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah l dan Rasul-Nya n, baik yang bersifat lahir
maupun batin.

Nahi Mungkar adalah perbuatan-perbuatan dosa yang harus selalu kita hindari. Contoh dari Nahi
Mungkar adalah minum-minuman keras. hukuman dari orang yang minum-minuman keras
adalah apabila orang itu sholat tidak akan diterima selama 40 hari. Karena minum-minuman
keras dapat menghilangkan kesadaran dan membawa orang yang telah minum-minuman keras
kedalam alam bawah sadar yang dapat memicu orang itu berbuat dosa yang lebih besar.
Misalnya orang yang mabuk bisa mencuri, memperkosa, membunuh, dll.
Oktober 24, 2012

Tanamkanlah amr ma’ruf dan nahi munkar


di hatimu…
Ketika Melihat Orang Lain Melakukan Kesalahan

Mungkin ada yang berpendapat,

“Sudahlah.. jangan usil ngurusin orang lain, biarkan saja dia dengan kelakuan buruknya itu.
Bukan urusan kita, diemin aja deh.”

Padahal..

Amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban setiap muslim, yang Allaah perintahkan
sebagaimana di dalam firman Allaah:

ِ ‫َو ْلت َ ُكن ِمن ُك ْم أ ُ َّمةُُِ يَدْعُونَ ِإلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
َ‫وف َو َي ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُمنك َِر َوأ ُ ْوَلَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِلحُون‬

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung”. (Al-Imron:104)

Dan juga sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

“Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia merubah dengan tangannya;


bila ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan kalau tidak mampu maka dengan hatinya. Yang
demikian itu adalah selemah-lemah iman.”(HR. Muslim no. 49)

Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam yang akan
mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan penyebutannya dari iman
dalam firman-Nya,

ِ ‫اس ت َأ ْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُر‬


ِ ‫وف َوت َ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُمنك َِر َوتُؤْ ِمنُونَ بِاهللِ َولَ ْو َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكت َا‬
‫ب لَ َكانَ َخي ًْرا لَّ ُه ْم ِم ْن ُه ُم‬ ْ ‫ُكنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّمة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت ِللن‬
ْ َ
َ‫ال ُمؤْ ِمنُونَ َوأ ْكثَ َر ُه ُم الفَا ِسقُون‬ ْ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik”. (Ali Imron :110)

Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

َّ َ‫صًلَة َ َويُؤْ تُون‬


َ‫الزكَاة‬ َّ ‫وف َويَ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُمنك َِر َويُ ِقي ُمونَ ال‬ ِ ‫ض ُه ْم أ َ ْو ِليَآ ُء بَ ْعض يَأ ْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُر‬
ُ ‫َو ْال ُمؤْ ِمنُونَ َو ْال ُمؤْ ِمنَاتُ َب ْع‬
ُِ‫يز َح ِكي ُم‬ ُ
ٌ ‫سولَهُ أ ْوَلَئِكَ َس َي ْر َح ُم ُه ُم للاُ ِإ َّن للاَ َع ِز‬
ُ ‫َوي ُِطيعُونَ للاَ َو َر‬

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari
yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. (At-Taubah:71)

“Kalau saya nasihati, nanti dia marah-marah, gimana? Dulu itu sudah ada beberapa orang yang
mencoba menasihatinya, namun dia malah ngambek dan membenci orang yang menasihatinya.”
Mengajak Kepada Kebaikan Harus Dilaksanakan Walaupun Yang Diajaknya Marah

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz pernah ditanya,

“Jika kita telah berusaha mencegah gunjingan dan hasutan di antara manusia, adakalanya orang
yang kita ajak kepada kebaikan dan kita cegah dari keburukan itu malah mencela dan marah
kepada kita. Apakah kita berdosa karena kemarahannya, walaupun itu salah seorang orang tua
kita? Apakah kita tetap harus mencegah mereka atau membiarkan hal yang tidak kita perlukan
dalam hal ini? Kami mohon jawaban, semoga Allah menunjuki Syaikh.”

Jawaban,

“Di antara kewajiban-kewajiban terpenting adalah amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak
kepada kebaikan dan mencegah keburukan), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang mungkar.” [At-Taubah : 71]

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam ayat ini, bahwa di antara sifat-sifat wajib kaum
mukminin dan mukminat adalah menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dan yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” [Ali Imran : 110]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Artinya : Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia


merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa juga maka
dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman”[HR. Muslim dalam AI-Iman(49)]

Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan hadits-hadits lainnya yang menunjukkan wajibnya
menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta tercelanya orang yang meninggalkannya.
Maka hendaknya anda sekalian, setiap mukmin dan mukminah, menegakkan amar ma’ruf dan
nahi mungkar, walaupun orang yang anda ingkari itu marah, bahkan sekalipun mereka mencerca
kalian, kalian harus tetap sabar, sebagaimana para rasul alaihis Salam dan yang mengikuti
mereka dengan kebaikan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada NabiNya

“Artinya : Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul telah bersabar” [Al-Ahqaf : 35]

Dan firmanNya

“Artinya : Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Anfal :
46]

Serta firmanNya yang menceritakan Luqmanul Haqim, bahwa ia berkata kepada anaknya.

“Artinya : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”
[Luqman : 17]

Tidak diragukan lagi, bahwa lurus dan konsistennya masyarakat adalah karena Allah Subhanahu
wa Ta’ala kemudian karena amar ma’ruf dan nahi mungkar, dan bahwa rusak serta berpecah
belahnya masyarakat yang mengakibatkan potensialnya kedatangan siksaan yang bisa menimpa
semua orang adalah disebabkan oleh meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Sebagaimana diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

“Artinya : Sesungguhnya manusia itu bila melihat kemungkaran tapi tidak mengingkarinya,
maka dikhaiwatirkan Allah akan menimpakan siksaNya yang juga menimpa mereka.”[HR.
Ahmad (1/2,5,7,9), Abu Dawud dalam Al-Malahim (4338), At-Tirmidzi dalam At-Tafsir (3057),
Ibnu Majah dalam Al-Fitan (4005)]

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah memperingatkan para hambaNya dengan sejarah kaum
kuffar Bani Israil yang disebutkan dalam firmanNya,

“Artinya : Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan (Isa putera
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka
satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya
amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [Al-Ma’idah : 78-79]

Semoga Allah menunjuki semua kaum muslim, baik penguasa maupun rakyat jelata untuk tetap
menegakkan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya, dan semoga Allah memperbaiki kondisi
mereka dan menyelamatkan semuanya dari faktor-faktor yang bisa mendatangkan
kemurkaanNya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mahadekat.”

[Fatawa Al-Mar’ah, hal. 100-101, Syaikh Ibn Baz]

“Bukankah siapa yang sesat dan siapa yang mendapat hidayah itu sudah ditetapkan oleh Allaah?
Masih perlukah kita amar ma’ruf nahi munkar?”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pernah ditanya,

“Ketika dikatakan kepada seseorang, “Kenapa anda tidak merubah kemungkaran ini?” atau
“Kenapa anda tidak menasehati keluarga anda untuk meninggalkan kemungkaran ini?” lalu
orang tersebut menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk.” [Al-Ma’idah : 105]

Bagaimana jawaban Syaikh?”

Jawaban,

“Ayat ini adalah ayat muhkamah, ayat ini tidak dihapus hukumnya, namun orang yang berdalih
dengan ayat ini telah salah faham. Dalam ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan

“Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk.” [Al-Ma’idah: 105]

Di antara petunjuk itu adalah menyuruh manusia berbuat baik dan mencegah kemungkaran
sesuai kesanggupan. Jika meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar tidak disebut telah
berpetunjuk, karena jika telah tampak kemungkaran pada suatu kaum lalu ia tidak berusaha
merubahnya, maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan siksaan secara umum yang menimpa
semua orang (yang baik dan yang buruk).”

[Alfazh wa Mafahim fi Mizanisy Syari’ah, hal. 33 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin]
“Amar ma’ruf nahi munkar kan butuh ‘ilmu, nanti saja saya menasihati orang setelah ‘ilmu saya
sederajat para ustadz/ustadzah. Untuk saat ini biar saja orang lain yang menasihati dia.”

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain
dengan sebab perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata,

“Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya kemungkaran dan kebodohan yang merata, seperti
keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang SESUAI
DENGAN KEMAMPUANNYA”. [Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, Ad Dakwah Ila Allah wa
Akhlaqud Du’at, hal. 16]

Apa yang kita tau ‘ilmu nya (dalil dan pemahaman sesuai salafush-sholeh), maka sampaikanlah..
Tidak menunggu mengusai SELURUH seluk beluk agama baru kita mulai berdakwah.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

ً‫بَ ِلغُوا َعنِى َولَ ْو آيَة‬

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan,

“Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersegera untuk menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.” Hal ini
sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan
pada yang tidak hadir”.

Sebagaimana kita menginginkan kebaikkan kepada diri kita, begitu pulalah perasaan ini
seharusnya kepada saudara kita.

“Tidak sempurna iman seseorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagimana
ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)

#Nasihat-Menasihati Adalah Bukti Cintaku Kepadamu#

Dari Mu’adz bin jabal radhiyallaahuanhu beliau berkata,

Telah bersabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Allaah berfirman,

‫ت‬ ْ ‫ي و حق‬ َّ ‫ حقت َمحب ِتي ِل ْل ُمتحا ِبينَ ِف‬: ‫ قال للاُ تعالى‬: ‫ قا َل رسو ل للا صلى للا عليه و سلم‬: ‫عن ُمعاذ ب ِْن جبل َرضي للا عنه ُ قا َل‬
‫ي على َمنابِ َر ِمن نُور‬ َّ ِ‫ي ;ال ُمتحابون ف‬ َّ ِ‫ت َمحبتِي ِل ْل ُمتبا ِذلِينَ ف‬
ْ ‫ي َو حق‬ ِ ‫ت َمحبتِي ِل ْل ُم‬
َّ ِ‫تناص ِحيْن ف‬ ْ ‫ي و حق‬ ِ ‫َمحبتِي ِل ْل ِْ ُمت‬
َّ ِ‫َواص ِلين ف‬
ُّ ‫الص ِديْقون َو ال‬
‫شهدا ُء‬ ِ َ ‫و‬ َ‫ون‬‫ي‬‫ب‬‫الن‬
ِ ُِ ‫م‬ ‫ه‬‫ن‬ِ ‫مكا‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ُْ ِ‫ط‬ُ ‫ب‬ ْ
‫غ‬ ‫ي‬

”orang yang saling mencintai karena-Ku pasti diberikan cinta-Ku, orang yang saling
menyambung kekerabatannya karena-Ku pasti diberikan cintaKu & orang yang saling
menasehati karena-Ku pasti diberikan cintaKu serta orang yang saling berkorban karena-Ku pasti
diberikan cinta-Ku. Orang-orang yg saling mencintai karena-Ku (nanti di akherat) berada di
mimbar-mimbar dari cahaya. Para Nabi, shiddiqin & orang-orang yang mati syahid merasa iri
dengan kedudukan mereka ini.”

(Riwayat imam Ahmad dlm kitab al-Musnad & dishahihkan al-Albani dalam kitab Shahih Jami’
ash-Shaghir no 4198).

Sampaikanlah nasihat dengan hikmah..


“APA YANG DIMAKSUD DENGAN HIKMAH?”

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz pernah ditanya,

“Apa yang dimaksud dengan hikmah? Dan bagaimana seorang muslim bisa menyandangnya?”

Jawaban

Hikmah adalah keselarasan dalam bersikap dan menetapkan. Kesalahan bersikap berarti bertolak
belakang dengan hikmah. Karena itu, sebagian dai yang berdakwah tanpa hikmah, ketika melihat
seseorang yang dinilainya mungkar, ia akan menjelekkannya dan meneriakinya.

Contohnya:

Ketika melihat seseorang masuk masjid lalu langsung duduk tanpa shalat tahiyyatul masjid lebih
dulu, ia akan meneriakinya. Demikian yang tanpa hikmah. Tapi yang dengan hikmah, tidak akan
begitu. la akan menjelaskannya kepada orang tersebut dan menguraikan haditsnya. Demikian
juga yang dilakukan dalam perkara-perkara yang wajib dan yang haram serta lainnya.

Dan begitu pula dalam sikap-sikap khusus yang berhubungan dengan manusia, seperti dalam
bidang keuangan, harus pula dengan hikmah. Berapa banyak orang yang boros dan berhutang
hanya untuk hal-hal yang tidak penting dan tidak mendesak.

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama
Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit
Darul Haq]

Jadilah Sahabat Sejati

Sahabat sejati akan selalu berkata jujur apa adanya, katakan salah di atas kesalahannya dan
katakan benar di atas kebenarannya. Karena sahabat sejati senantiasa menginginkan kebaikkan
kepada sahabatnya.

Allah Ta’ala berfirman,

َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آَ َمنُوا اتَّقُوا‬


َّ ‫َّللاَ َو ُكونُوا َم َع ال‬
َ‫صا ِدقِين‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-
orang yang benar(jujur).” (QS. At Taubah: 119).

“Apa akibatnya bila saya menolak untuk beramar ma’ruf?”

Azab akan disegerakan bagi orang-orang yang di dalam nya tidak melakukan amar ma’ruf. Dan
azab itu bukan hanya menimpa orang yang melakukan kerusakan saja, melainkan orang yang
MENDIAMKAN PERBUATAN TERSEBUT juga.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, hendaklah kamu menyuruh berbuat yang makruf dan
mencegah kemungkaran. Atau (jika tidak) nyaris Allah akan mengirimkan siksaan (segera) atas
kalian sebab (telah mengabaikan)nya, kemudian kalian berdo’a kepada-Nya namun do’a kalian
tidak dikabulkan.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Dan juga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Perumpamaan orang yang tegak di atas hukum-hukum Allah dengan orang yang melanggarnya
seperti kaum yang menempati posisinya di atas bahtera, ada sebagian yang mendapatkan tempat
di atas, dan ada sebagian yang mendapat tempat di bawah. Mereka yang berada di bawah jika
akan mengambil air harus melewati orang yang berada di atas, lalu mereka berkata: “Jika kita
melubangi bagian bawah milik kita dan tidak mengganggu mereka..” Kalau mereka membiarkan
keinginan orang yang akan melubangi, mereka semua celaka, dan jika mereka menahan tangan
mereka maka selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari).

Membiarkan kemungkaran menjadi sebab suatu kaum dilaknat Allah ta’ala. Allah ta’ala telah
melakanat orang-orang kafir Bani Isra’il yang membiarkan kemaksiatan merajalela. Dalam
firman-Nya,

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra
Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui
batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat
buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.” (QS. Al-Ma’idah : 78-79).

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,

“Tindakan mereka itu (mendiamkan kemungkaran) menunjukkan bahwa mereka meremehkan


perintah Allah I, dan kemaksiatan mereka anggap sebagai perkara yang sepele. Seandainya di
dalam diri mereka terdapat pengagungan terhadap Rabb mereka niscaya mereka akan merasa
cemburu karena larangan-larangan Allah I dilanggar dan mereka pasti akan marah karena
mengikuti kemurkaan-Nya…”

Selanjutnya Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan “Sesungguhnya hal itu (mendiamkan


kemungkaran) menyebabkan para pelaku kemaksiatan dan kefasikan menjadi semakin lancang
dalam memperbanyak perbuatan kemaksiatan tatkala perbuatan mereka tidak dicegah oleh orang
lain, sehingga keburukannya semakin menjadi-jadi. Musibah diniyah dan duniawiyah yang
timbul pun semakin besar karenanya.

(Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241).

Maka dari itu, jadilah kita berlomba-lomba menjadi para pembuka pintu kebaikan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

‫الدال على الخير كفاعله‬

Yang menunjukkan manusia jalan kebaikan seolah-olah dia sama dengan orang yang
mengamalkannya. (Disahihkan oleh syeikh al-Albani dalam shahiihul jaami’)

Sebagaimana pula dalam sabda beliau,

‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ص ِمن أ ُ ُج‬


َ ‫ور ِه ْم‬ ِ ‫َم ْن دَ َعا إِلَى هُدًى َكانَ لَهُ ِمنَ ْاْل َ ْج ِر ِمثْ ُل أ ُ ُج‬
ُ ُ‫ور َم ْن تَبِعَهُ َلَ يَ ْنق‬

“Barangsiapa menyeru (mengajak) kepada petunjuk, baginya pahala sebagaimana pahala orang
yang mengikutinya, tidak berkurang pahala mereka sedikitpun.” (HR Muslim)

Allah berfirman dalam surat al zalzalah ayat 7,

ُ‫ فَ َمن يَ ْع َم ْل ِمثْقَا َل ذَ َّرة َخي ًْرا يَ َره‬.

“Barangsiapa beramal kebaikan sebesar dzarrah niscaya dia akan meihatnya.”


Kewajiban amar ma'ruf nahi munkar bagi seorang Muslim
A. Z. Muttaqin Senin, 7 Muharram 1435 H / 11 November 2013 06:01

Oleh: Abu Abdullah Yusuf Azzam

(Arrahmah.com) – Jika kita melihat di zaman sahabat Rasulullah saat Abu Bakar dalam pidato
politiknya yang pertama beliau berkata, “Wahai rakyat, aku dipilih memimpin kalian bukan
berarti terbaik dari kalian. Kalau aku benar, dukunglah dan kalau salah, luruskan. Kejujuran
adalah amanat, kebohongan adalah khianat. Orang kuat di antara kalian adalah orang lemah
disisiku sampai kuambil hak daripadanya. Orang lemah diantara kalian adalah kuat di sisiku
sampai kuambilkan hak untuknya, insnya Allah. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di
jalan Allah, melainkan ditimpakan kehinaan. Tidaklah suatu kebejatan (gay) melanda suatu
bangsa, kecuali Allah akan meratakan siksaannya. Taatlah kepadaku, selama aku taat kepada
Allah. Bila aku melanggar Allah dan Rasul-Nya, tidak usah ditaati. Lakukanlah shalat kalian
semoga Allah merahmati kalian.“

Prinsip dasar itu diikuti oleh Umar bin Khatab, bermodal jiwa besar, ia berkhotbah, “Barangsiapa
mendapatkan ketidakberesan padaku, hendaklah diluruskan.” Lalu berdiri seorang seraya
berkata, “Sungguh kalau anda tidak beres kami akan luruskan dengan pedang kami.” Umar tidak
marah sambil menyambut dengan ungkapannya, “Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang
telah menjadikan diantara umat Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam ada yang berani
meluruskan Umar dengan pedangnya.”

Selain kebesaran jiwa pemimpin, hal itu menunjukkan keberanian umat islam dalam memantau,
hal itu menunjukkan kebernaian umat islam dalam memantau sepak terjang pemimpinnya.
Mempertanyakan sikap dan perilaku perimpin bukanlah suatu hal yang tabu bagi umat Islam.
Suatu kali Umar bin Khattab berceramah, “Wahai rakyat dengarkanlah dan taati, Maka berdiri
seseorang; “Tidak perlu mendengar dan taat wahai Ibnu Khatab.” Umar bertanya: kenapa? Orang
itu memprotes, anda telah membagi-bagi harta rampasan perang dan setiap orang dapat satu baju,
sementara kami melihat anda memakau dua baju, dari mana yang satunya? Umar menjawab,
“Hai Abdullah bin umar (anaknya) berdiri dan jelaskan. Abdullah bin umar berkata, “Aku
melihat baju ayahku pendek, maka aku berikan bajuku kepadanya supaya cukup.”

Demikian keberanian rakyat dalam Islam mempertanyakan kekayaan pemimpinnya. Mengapa


demikian? Karena kepimpinan bukan suatu prestasi untuk mengumpulkan kekayaan dan tidak
pula diperoleh dengen mengahambur-hamburkan kekayaan. Tetapi kepemimpinan adalah
amanah yang tanggung jawab besar sekali.

Alhamdulillah dari beberapa oramas Islam di Indonesia berani untuk beramar maruf nahi munkar
seperti demontrasi mentang kedatangan lady gaga, demontrasi menentang missword, dan yang
terakhir demontrasi anti Syiah.

Seorang Muslim bukanlah semata-mata baik terhadap dirinya sendiri, melakukan amal saleh dan
meninggalkan maksiat serta hidup di lingkungan khusus, tanpa peduli terhadap kerusakan yang
terjadi di masyarakatnya. Muslim yang benar-benar Muslim adalah orang yang saleh pada
dirinya dan sangat antusias untuk memperbaiki orang lain. Dialah yang digambarkan oleh Allah
Swt dalam QS Al-‘Ashr,
“Demi masa. Semua manusia kelak akan celaka di akhirat. Orang-orang yang tidak celaka kelak
di akhirat henyalah orang-orang yang beriman dan beramal shalih dengan penuh kesabaran”
(QS Al-‘Ashr: 1-3).

Sejarah (Islam) belum pernah mencatat suatu masa seperti saat ini; tentang lemahnya keyakinan,
kerusakan akhlak, penyimpangan dari batas-batas agama dan meninggalkan amar ma’ruf dan
nahi munkar, yang keduanya merupakan pagar (dinding) bagi (agama) Islam dan sebagai bukti
atas wujud adanya keimanan.

Dan tiada suatu umat, dimana masyarakatnya telah meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar,
melainkan Allah akan menghinakan mereka dan mencabut cahaya ilmu dari hati sanubari para
ulamanya. Justru, kesesatan serta kejahilan terhadap segala persoalan agama dan urusan dunia
akan meliputi para awam, sehingga mereka tidak dapat membedakan antara kemajuan dan
kemunduran.

Tentang keadaan di atas, Firman Allah SWT. :

“Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka, bahwa Kami akan menjadikan
mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang salih.” (Al Jatsiah 21)

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memisahkan mereka yang beriman daripada
yang tidak beriman, pada urutan ayat ini. Mereka disifati dengan saling membantu untuk
menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta (mereka) mendirikan
salat dan menunaikan zakat.

Imam Al Ghazali berkata : “Sesungguhnya aku telah mendapatkan pengertian dari ayat ini,
bahwa barangsiapa yang meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, maka ia jelas telah
keluar dari keimanan.”

Dan yang memperkuatkan atas ini adalah, sabda dari Rasulullah saw. : “Barangsiapa di antara
kalian melihat suatu perbuatan munkar lalu mengubah dengan tangannya, maka ia sudah
terbebas dari kesalahan. Dan barangsiapa yang tiada sanggup untuk mengubah dengan
tangannya, lalu mengubah dengan lisannya, maka sungguh ia sudah terbebas dari kesalahan.
Dan barangsiapa tiada sanggup untuk mengubah dengan lisannya, lalu mengubah dengan
hatinya (yakni mengingkarinya), maka ia sudah terbebas dari kesalahan. Dan yang terakhir
adalah tingkatan iman yang terlemah.” (HR. An Nasai)

Kita wajib menyampaikan walaupun terhadap orang-orang kafir yang jelas akan di azab dan di
siksa dari neraka, karena nanti kalau kita tidak menyampaikan kepada mereka akan di salahkan
oleh Allah kenapa tidak memberi nasihat

Wahai Muhammad, ingatlah ketika sebagian pendeta Yahudi berkata kepada pengikutnya;
“Mengapa kalian memberi masehat kepada teman-teman kalian yang durhaka yang Allah akan
dinasakan atau Allah akan adzab mereka di akhirat dengan adzab yang berat? Mereka berkata;
“Kami tidak ingin disalahkan oleh Tuhan kalian kelak di akhirat. Mudah-mudahan orang-orang
yang durhaka itu mau taat kepada Allah“ (QS Al-Araaf 164).

Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang paling banyak
menasehati sesama (tentunya sesudah dia sendiri mengamalkannya).
Rasulullah Shallalahu alaihi wasalam bersabda, “Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi
Allah pada hari kiamat ialah yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan bernasihat
kepada manusia (makhluk Allah).” (HR. Ath-Thahawi)

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, “Seseorang tidak mendapatkan status yang tinggi diantara kami
dikarenakan sering shalat atau puasa sunnah, melainkan mendaptaknnya karena kemudahan
jiwa, kelapangan dada dan ketulusan dalam memberi nasehat”

Posisi penting amar ma’ruf nahi munkar

Imam Ibnu Qudâmah al-Maqdisi rahimahullah (wafat th. 689 H) mengatakan, “Ketahuilah,
bahwa amar ma’rûf nahi munkar adalah poros yang paling agung dalam agama. Ia merupakan
tugas penting yang karenanya Allâh mengutus para Nabi. Andaikan tugas ini ditiadakan, maka
akan muncul kerusakan di mana-mana dan dunia akan hancur.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Amar ma’rûf nahi munkar merupakan
penyebab Allâh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kitab-kitab-Nya dan mengutus para Rasûl-
Nya, serta bagian inti agama.”

Disini kami utarakan beberapa point penting tentang pentingnya amar ma’ruf nahi munkar

1. Perintah dan larangan adalah dua tugas agung yang diberikan pada umat Islam. Melalui kedua
tugas ini, terangkatlah derajat seorang manusia.

ِ ‫هلل َولَ ْو آ َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا‬


‫ب لَكَانَ خَ ي ًْرا لَ ُه ْم ِم ْن ُه ُم‬ ِ ‫اس ت َأ ْ ُم ُرونَ ِب ْال َم ْع ُر‬
ِ ‫وف َوت َ ْن َه ْونَ َع ِن ْال ُم ْنك َِر َوتُؤْ ِمنُونَ ِبا‬ ْ ‫ُك ْنت ُ ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت ِللن‬
َ‫ْال ُمؤْ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ ُر ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬

Wahai kaum mukmin, kalian benar-benar umat terbaik, yang ditampilkan ke tengah manusia
lainnya, supaya kalian menyuruh manusia berbuat baik, mencegah perbuatan mungkar dan
beriman kepada Allah. Sekiranya kaum Yahudi dan Nasrani mau beriman kepada Al-Qur’an da
kenabian Muhammad, maka hal itu lebih menguntungkan mereka. Di antara kaum Yahudi dan
Nasrani ada yang mau beriman. Akan tetapi sebagian besar dan mereka adalah penentang
kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad. (QS Ali Imran [3]110)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selanjutnya yang menyebutkan “Menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” Merupakan kalimat
baru yang mengandung penjelasan tentang ciri khas yang membuat mereka menjadi umat yang
terbaik, selama mereka berpegang teguh dan memelihara ciri khasnya tersebut. Namun, apabila
mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar-nya, maka akan lenyaplah predikat itu dari
mereka. Dan Allah menjadikan mereka sebaik-baik umat bagi manusia karena mereka selalu
memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran, dan mereka memerangi orang-
orang kafir agar masuk Islam, sehingga keberadaan mereka dirasakan manfaatnya oleh selain
mereka. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw: “Sebaik-baiknya manusia adalah yang
bermanfaat bagi orang lain.” Adapun menurut riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dan
sejumlah Tabi’in adalah umat yang paling baik dan paling berguna bagi umat lainnya. Oleh
karena itu, Allah berfirman ” kamu menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar dan beriman kepada Allah.”

Sedangkan Imam Ahmad meriwayatkan dari Durrah binti Abu Lahab, Dia berkata “seseorang
bangkit dan menuju Nabi ketika di mimbar, lalu bertanya ‘ ya Rasulullah siapakah manusia
yang paling baik? beliau bersabda: ‘Manusia yang paling baik adalah yang paling tenang,
paling bertaqwa, paling giat menyuruh kepada yang ma’ruf, paling gencar melarang kemunkaran
dan paling rajin bersilaturahmi. Taghyîr al-munkar (mengubah kemungkaran) adalah kewajiban
atas setiap Muslim.

Hudzaifah rhadiyallohu anhu telah mengatakan bahwa kelak di akhir zaman akan datang kepada
manusia suatu zaman yang di dalamnya mereka lebih suka bila bersama dengan bangkai keledai
daripada seorang mukmin yang memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran.
Musa a.s. berkata “Wahai Rabbku, apakah balasan yang mengajak saudaranya untuk
mengerjakan kebajikan dan mencegahnya melakukan kemunkaran?” Allah berfirman, “Aku
akan mencatatkan baginya untuk setiap kalimat yang diucapkannya sama dengan pahala ibadah
satu tahun dan aku malu bila mengazabnya dengan neraka-Ku.”

2. Islam adalah satu paket saling ada keterkaitan, tidak hanya mereka menjalan ibadah sholat,
berbuat kebaikan, zakat, zikir tetapi ada kewajiban untuk beramar maruf nahi munkar maka
mereka akan mendapat rahmat dari Allah, termasuk golongan orang yang shalih, golongan yang
beruntung Allah berfirman dalam Al-Qur’an

Kaum mukmin laki-laki dan perempuan, sebagaian mereka menjadi penolong bagi sebagian
yang lain. Mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka mengajak berbuat
kebajikan, mencegah kemungkaran melakukan shalat, mengeluarkan zakat dan menaati Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat rahmat dari Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat rahmat dari Allah,
sesungguhnya Allah Mahaperkasa untuk menolong kaum mukmin lagi Maha bijaksana ( QS at-
Taubah [9] 71)

Mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, menyuruh berbuat baik dan mencegah
kemungkaran serta mereka bersegera melakukan kebaikan. Mereka itulah yang termasuk
golongan shalih (QS Ali Imran [3]114)

Wahai Muhammad, berilah kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang bertaubat yang
beribadah yang memuji Allah, yang melakukan shalat pada tengah malam, yang ruku, yang
sujud yang mengajak berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat mungkar serta orang-orang yang
menaati syariat Allah. (QS. At-Taubah [9] 112)

3. Allah menyebut orang yang shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat kebaikan dan
mencegah kemungkaran sebagai penolong agamaNya dan salah satu sebab datangnya
pertolongan dan sumber kekuatan

“Sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang membela agama-Nya. Sungguh Allah Mahakuat
lagi Maha perkasa menghancurkan kezhaliman. Yaitu orang-orang mukmin adalah orang-orang
yang ketika Kami beri kekuasaan di muka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat,
menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allahlah
pemberi balasan semua amal manusia ( QS al-Hajj [22]40-41)3.Tanda-tanda orang munafik dan
kafir adalah menyuruh yang mungkar dan melarang dari yang baik, kikir dan Allah akan
melaknatnya

Kaum munafik laki-laki dan perempuan, satu sama lainnya saling mengajak berbuat mungkar
dan mencegah berbuat ma’ruf. Mereka berlaku kikir.Kaum munafik lupa kepada Allah. Karena
itu Allah melupakan mereka. Sesungguhnya kaum munafik adalah orang-orang yang durhaka
(QS. At-Taubah [9] 67.
Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra
Maryam. Yang demikian itu disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampui batas.
Mereka satu sama lain tidak saling melarang perbuatan mungkar yang mereka lakukan.
Sesungghnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu (QS Al-Maidah [5] 78-79).

5. Wasiat Luqman kepada putranya tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Wahai anakku tersayang, laksanakanlah shalat, suruhlah menusia berbuat baik dan cegahlah
manusia berbuat dosa (mungkar). Bersabarlah kamu menghadapi segala cobaan yang menimpa
dirimu. Sungguh, perbuatan demikian itu termasuk urusan yang berat (QS Luqman [31] 17).

6. Begitu pentingnya Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar sehingga Rasul saw sendiri memasukkan
nya sebagai definisi Islam.

“Islam itu delapan bagian, Islam satu bagian, shalat satu bagian, zakat satu bagian, puasa
Ramadhan satu bagian, haji ke Baitullah satu bagian, danamar’ ma’ruf satu bagian, nahi
munkar satu bagian, dan jihad satu bagian. Celakalah orang yang tidak mempunyai bagian.”
(HR. Abu Ya’la)

Al-Hakim meriwayatkan dari Rasulullah saw, ia bersabda, “Islam itu menyembah Allah dan
tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di
bulan Ramadhan, haji, amar ma’ruf nahi munkar dan mengucapkan salam terhadap
keluargamu, barangsiapa mengurangi sesuatu dari semua itu, maka ia telah meninggakannya,
maka ia telah membelakangkan Islam di punggungnya.

Kata ma’ruf mencakup semua yang dituntut dan diperbolehkan oleh syariat Islam, baik berupa
kewajiban (fardhu), sunnah, atau mubah. Sedangkan kata munkar mencakup semua yang tidak
diperbolehkan oleh syariat atau yang diperintahkan oleh Allah untuk dihindari dan disingkirkan,
termasuk hal-hal yang haram dan makruh.

Tugas kaum muslimin adalah menegakkan dan melestarikan seluruh komponen Islam. sebagai
indikator tegakya Islam ialah wujudnya pemerintahan Islam di dunia Allah berfirman,

“Sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang membela agama-Nya. Sungguh Allah Mahakuat
lagi Maha perkasa menghancurkan kezhaliman. Yaitu orang-orang mukmin adalah orang-orang
yang ketika Kami beri kekuasaan dimuka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat,
menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allahlah
pemberi balasan semua amal manusia ( QS al-Hajj [22]40-41).

Bahkan pada shalat pun meski kita telah memilih Imam (pemimpin) yang paling alim dan paling
saleh misalnya seperti Nabi Muhammad, tetap saja kita berkewajiban mengingatkan Imam jika
mereka salah atau lupa dalam shalat. Apalagi jika manusia itu di bawah level Nabi seperti wali,
ulama, murobi, dan sebagainya. Ini Nabi sendiri yang memerintahkan.

Bahkan Nabi menyatakan bahwa jihad paling utama adalah menyampaikan kebenaran di depan
penguasa yang zalim dan kejam meski dia menanggung resiko hukuman yang amat berat.

Seutama-utamanya jihad adalah perkataan yang benar terhadap penguasa yang zhalim (HR
Ibnu Majah, Ahmad, At-Tabrani, Al-Baihaqi, An-Nasai dan Al-Baihaqi).
Barangsiapa melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu,
dengan lisannya, dan jika tidak mampu, dengan hatitnya. Yang demikian itu adalah selemah-
lemahnya iman (HR Muslim).

Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman yang dimaksud disini bukanlah bahwa orang
yang lemah itu jika mengingkari dengan hatinya berarti keimananya lebih lemah dari keimanan
orang selainnya dirinya. Akan tetapi yang dimaksud adalah bahwa hal itu merupakan serendah-
rendah keimanan. Karena yang namanya amal perbuatan yang nyata itu merupakan buah iman.
Buah yang tertinggi dalam persoalan nahi munkar adalah mencegah dengan menggunakan
tangannya. Jika ia sampai mati terbunuh, maka ia berarti mati syahid. Dalam mengisahkan
Luqman, Allah Ta’ala berfirman,

Wahai anakku tersayang, laksanakanlah shalat, suruhlah menusia berbuat baik dan cegahlah
manusia berbuat dosa (mungkar). Bersabarlah kamu menghadapi segala cobaan yang menimpa
dirimu. Sungguh, perbuatan demikian itu termasuk urusan yang berat (QS Luqman [31] 17).
Bersambung insya Allah Ta’ala.

Contoh-Contoh Perbuatan Amar Ma`ruf dan Nahi Mungkar

Amar Ma’ruf adalah perbuatan-perbuatan baik yang harus kita lakukan semasa hidup di dunia dan
menjauhi perbuatan perbuatan mungkar (perbuatan dosa). Salah satu contoh dari Amar Ma’ruf adalah
menjalankan sholat lima waktu. Sholat lima waktu adalah kewajiban umat manusia yang harus selalu
dijalankan setiap hari. Dengan menjalankan sholat lima waktu kita dapat menunjukkan rasa syukur
kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan disetiap waktu. Diharapkan dengan rajin
sholat lima waktu dapat lebih mengingatkan kita agar tidak berbuat dosa. Mungkin manusia tidak akan
pernah terhindar dari dosa tapi dengan rajin sholat dapat mengingatkan dan dapat menghindarkan kita dari
segala dosa yang menjerumuskan kita dalam dosa.

Nahi Mungkar adalah perbuatan-perbuatan dosa yang harus selalu kita hindari. Contoh dari Nahi
Mungkar adalah minum –minuman keras. hukuman dari orang yang minum-minuman keras adalah
apabila orang itu sholat tidak akan diterima selama 40 hari. Karena minum-minuman keras dapat
menghilangkan kesadaran dan membawa orang yang telah minum-minuman keras kedalam alam bawah
sadar yang dapat memicu orang itu berbuat dosa yang lebih besar. Misalnya orang yang mabuk bisa
mencuri, memperkosa, membunuh, dll.
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kekhususan dan keistimewaan Ummat Islam yang akan
mempengaruhi kemulian Ummat Islam. Sehingga Allah mendahulukan penyebutannya di depan lafal iman
dalam firman-Nya,

َ ُ‫وف َوت َ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوت ُ ْؤ ِمن‬


‫ون ِباهللِ َولَ ْو َءا َم َن‬ َ ‫اس تَأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫ون ِبا ْل َم ْع ُر‬ ِ َّ‫كُنت ُ ْم َخ ْي َر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َجتْ ِللن‬
َ ُ‫سق‬
‫ون‬ ِ ‫ون َوأ َ ْكث َ َر ُه ُم ا ْل َفا‬
َ ُ‫َان َخ ْي ًرا لَّ ُه ْم ِم ْن ُه ُم ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫ب لَك‬ ِ ‫أ َ ْه ُل ا ْل ِكتَا‬
Kamu adalah Ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (Ali Imron :110)

Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan Amar ma’ruf nahi munkar
ini. Allah berfirman,

َ ‫وف َو َي ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َويُ ِقي ُم‬


‫ون‬ َ ‫ض َيأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫ون ِبا ْل َم ْع ُر‬ ٍ ‫ض ُه ْم أ َ ْو ِل َيآ ُء َب ْع‬
ُ ‫ون َوا ْل ُم ْؤ ِم َناتُ َب ْع‬
َ ُ‫َوا ْل ُم ْؤ ِمن‬
ُُ ‫سيَ ْر َح ُم ُه ُم هللاُ إِ َّن هللاَ ع َِزيز َح ِكي ُم‬َ َ‫سو َلهُ أ ُ ْوالَئِك‬ُ ‫ون هللاَ َو َر‬ َ ُ‫الزكَاةَ َويُ ِطيع‬ َّ ‫ون‬ َ ُ ‫صالَةَ َويُ ْؤت‬َّ ‫ال‬
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong
sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah:71)

Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini
Allah menjelaskan, Ummat Islam adalah Ummat terbaik bagi segenap Ummat manusia. Ummat yang
paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh
urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi munkar. Mereka tegakkan hal itu
dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi
manusia. Ummat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang ma’ruf
(kebaikan) dan melarang semua kemunkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian
mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad
mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim
berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf nahi
munkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa,

‫ين‬َ ‫س ِر‬ ِ ‫علَى أ َ ْدبَ ِار ُك ْم فَتَنقَ ِلبُوا َخا‬ َ ‫سةَ الَّتِي َكت َ َب هللاُ لَ ُك ْم َوالَ ت َ ْرتَدُّوا‬ َ ‫يَاقَ ْو ِم ا ْد ُخلُوا اْأل َ ْر‬
َ ‫ض ا ْل ُمقَ َّد‬
‫ين َو ِإنَّا لَن نَّ ْد ُخلَ َها َحتَّى َي ْخ ُر ُجوا ِم ْن َها فَ ِإن َي ْخ ُر ُجوا ِم ْن َها فَ ِإنَّا‬ َ ‫سى ِإ َّن فِي َها َق ْو ًما َجبَّ ِار‬ َ ‫قَالُوا َيا ُمو‬
‫اب فَ ِإذا َ َد َخ ْلت ُ ُموهُ فَ ِإنَّ ُك ْم‬
َ ‫علَ ْي ِه ُم ا ْل َب‬ َ ُ‫ون أ َ ْنعَ َم هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َما ا ْد ُخلُوا‬ َ ُ‫ِين يَ َخاف‬َ ‫ون قَا َل َر ُجالَ ِن ِم َن الَّذ‬ َ ُ‫َاخل‬ ِ ‫د‬
‫سى إِنَّا لَن نَّ ْد ُخ َل َهآ أَبَدًا َما دَا ُموا فِي َها‬ َ ‫ين قَالُوا يَا ُمو‬ َ ِ‫علَى هللاِ فَت َ َو َّكلُوا إِن كُنتُم ُّم ْؤ ِمن‬ َ ‫ون َو‬ َ ُ‫غا ِلب‬َ
َ ‫فَا ْذ َه ْب أَنتَ َو َربُّكَ فَقَاتِآلَ ِإنَّا َها ُهنَا قَا ِعد‬
‫ُون‬
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu
lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.
Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa.
Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka
keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut
(kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu
gerbang (kota) itu. Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata,”Hai Musa,
kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu
pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk
menanti di sini saja”. (Surat Al-Maidah : 21-24)
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ,

‫سى ِإ ْذ قَالُوا ِلنَ ِبي ٍ لَّ ُه ُم ا ْب َع ْث لَ َنا َم ِلكًا نُّ َقاتِ ْل فِي‬ َ ‫اءي َل ِمن بَ ْع ِد ُمو‬ ِ ‫س َر‬ ْ ‫إل ِمن بَنِى ِإ‬ ِ ‫أَلَ ْم ت َ َر ِإلَى ا ْل َم‬
‫سبِي ِل هللاِ َوقَ ْد‬َ ‫علَ ْي ُك ُم ا ْل ِقتَا ُل أَالَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا َو َمالَنَآ أَالَّ نُ َقاتِ َل فِي‬ َ ‫س ْيت ُ ْم إِن ُكتِ َب‬ َ ‫ع‬ َ ‫سبِي ِل هللاِ قَا َل َه ْل‬ َ
َّ ‫ع ِلي ُم ُُ ِبال‬
َ ‫ظا ِل ِم‬
‫ين‬ َ ‫أ ُ ْخ ِرجْ نَا ِمن ِد َي ِارنَا َوأ َ ْبنَآ ِئنَا فَلَ َّما ُك ِت َب‬
َ ُ‫علَ ْي ِه ُم ا ْل ِقتَا ُل ت َ َولَّ ْوا ِإالَّ قَ ِليالً ِم ْن ُه ْم َوهللا‬
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat) ketika mereka
berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di
bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan
berperang, kamu tidak akan berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami”.
Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja
diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang dzalim. (Al-Baqarah:246).

Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah demikian ini,
mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan bagi mereka harta rampasan
perang. Demikan juga tidak boleh mengambil budak-budak tawanan perang”. (Ibnu Taimiyah, Al-
Amru bil Ma’ruf wan Nahyi ‘Anil Munkar, hal 34. Kitab ini telah diterjemahkan oleh al-Akh
Abu Ihsan dengan judul yang sama, diterbitkan Pustaka at-Tibyan, Solo).

Demikianlah anugerah Allah kepada Ummat Islam. Dia menjadikan amar ma’ruf nahi munkar sebagai
salah satu tugas penting Rasulullah. Bahkan beliau diutus untuk itu, sebagaimana firman Allah ,

‫ِي يَ ِجد ُْونَهُ َم ْكت ُ ْوبًا ِع ْن َد ُه ْم فِ ْي الت َّ ْو َرا ِة َواْ ِإل ْن ِج ْي ِل يَأ ْ ُم ُر ُه ْم‬ ْ ‫س ْو َل النَّ ِب َّي األ ُ ِمي الذ‬ َّ ‫ال ِذ ْي َن يَت َّ ِبعُ ْو َن‬
ُ ‫الر‬
‫ع ْن ُه ْم إِص َْر ُه ْم‬ َ ‫ض ُع‬ َ َ‫ث َوي‬ َ ‫علَ ْي ِه ُم ا ْل َخ َبا ِئ‬
َ ‫ت َويُ َح ِر ُم‬ َّ ‫ف َويَ ْن َها ُه ْم ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر َويُ ِح ُّل لَ ُه ُم ال‬
ِ ‫ط ِيبَا‬ ِ ‫بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
ُ‫ِي أ َ ْن َز َل َم َعه‬ ْ ‫ص ُر ْوهُ َوات َّ َبعُ ْوا النُّ ْو َر الَّذ‬ َ َ‫علَ ْي ِه ْم فَالَّ ِذ ْي َن َءا َمنُ ْوا َوع ََز ُر ْوهُ َون‬ َ ْ‫َواْأل َ ْغالَ َل الَّ ِتي كَانَت‬
‫أ ُ ْولَئِكَ ُه ُم ا ْل ُم ْف ِل ُح ْو َن‬
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (Surat Al- A’raaf : 157).

Kemudian Allah menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan Ummat ini untuk menegakkannya, dalam firman-
Nya,

‫وف َويَ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوأ ُ ْوالَ ِئكَ ُه ُم‬


ِ ‫ون بِا ْل َم ْع ُر‬ َ ‫َو ْلتَكُن ِمن ُك ْم أ ُ َّمةُ ُُ يَ ْدع‬
َ ‫ُون إِلَى ا ْل َخ ْي ِر َو َيأ ْ ُم ُر‬
َ ‫ا ْل ُم ْف ِل ُح‬
‫ون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Al-
Imron:104)

Tugas penting ini sangat luas jangkauannya, baik zaman ataupun tempat. Meliputi seluruh ummat
dan bangsa, dan terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini telah
diemban Ummat Islam sejak masa Rasulullah sampai sekarang hingga hari kiamat nanti.

Hukum Amar Ma’ruf Nahi Munkar


(Disarikan dari buku Hakikat Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar, karya Dr. Hamd bin
Nashir Al Amaar, hal. 39-40 dan Makalah Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi Anil Munkar Bainal
Ifraath wat Tafriith, karya Dr.Ali Nashir Al Faqihiy, dalam Majalah Al-Furqaan edisi 144, 21
Shafar 1422 H, hal.20 serta Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar, Ibnu Taimiyah).

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah kepada Ummat Islam sesuai
kemampuannya. Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ para Ulama.

Dalil Al Qur’an

Firman Allah ,

‫وف َويَ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوأ ُ ْوالَئِكَ ُه ُم‬


ِ ‫ون بِا ْل َم ْع ُر‬ َ ‫َو ْلتَكُن ِمن ُك ْم أ ُ َّمةُ ُُ يَ ْدع‬
َ ‫ُون إِلَى ا ْل َخ ْي ِر َو َيأ ْ ُم ُر‬
َ ‫ا ْل ُم ْف ِل ُح‬
‫ون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Al-
Imran:104).

Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada sebagian Ummat
ini yang menegakkan perkara ini“. (Lihat tafsir Al Quran Al Karim karya Ibnu Katsir 1/339-405).

Dan firman-Nya,

َ ُ‫وف َوت َ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوت ُ ْؤ ِمن‬


ِ‫ون ِباهلل‬ َ ‫اس تَأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫ون بِا ْل َم ْع ُر‬ ِ َّ‫كُنت ُ ْم َخ ْي َر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َجتْ ِللن‬
Kamu adalah Ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Al-Imran :110).

Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin
termasuk Ummat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya“. (Lihat Asy-Syaukaniy,
Fathul Qadir, 1/453).

Derajat Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar

(Disarikan dari buku Hakikat Al-Amr Bil Ma’ruf wan-Nahi ‘Anil Munkar, karya Dr. Hamd bin
Nashir Al-Amaar, hal.40-51dengan perubahan).

Amar ma’ruf nahi munkar sebagai satu kewajiban atas Ummat Islam, bagaimanakah derajat
kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para ulama berselisih tentang hal ini.

Pendapat pertama

Memandang kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain. Ini merupakan pendapat sejumlah ulama,
diantaranya Ibnu Katsir (Lihat Tafsir Al-Quran Al-‘Adhim karya Ibnu Katsir 1/390) , Az Zujaaj,
Ibnu Hazm (Ibnu Hazm, Al-Muhalla, 10/505)..Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i,
diantaranya:

1. Firman Allah ,

‫وف َويَ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوأ ُ ْوالَئِكَ ُه ُم‬


ِ ‫ون ِبا ْل َم ْع ُر‬ َ ‫َو ْلتَكُن ِمن ُك ْم أ ُ َّمةُ ُُ يَ ْدع‬
َ ‫ُون إِلَى ا ْل َخ ْي ِر َو َيأ ْ ُم ُر‬
َ ‫ا ْل ُم ْف ِل ُح‬
‫ون‬
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran:104)
Mereka mengatakan bahwa kata ‫ن‬ ْ ‫ ِم‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk penjelas dan bukan untuk menunjukkan
sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian semua Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu:

َ ‫َوأ ُ ْوالَئِكَ ُه ُم ا ْل ُم ْف ِل ُح‬


‫ون‬
Menegaskan bahwa keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan
mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu memiliki sifat-sifat tersebut
hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan:

ِ ‫ب ِإالَّ ِب ِه فَ ُه َو َو‬
‫اجب‬ ِ ‫َما الَ َيتِمُ ُُ ا ْل َو‬
ُ ‫اج‬
Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.

2. Firman Allah ,

َ ُ‫وف َوت َ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوت ُ ْؤ ِمن‬


‫ون ِباهللِ َولَ ْو َءا َم َن‬ َ ‫اس تَأ ْ ُم ُر‬
ِ ‫ون ِبا ْل َم ْع ُر‬ ِ َّ‫كُنت ُ ْم َخ ْي َر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َجتْ ِللن‬
َ ُ‫سق‬
‫ون‬ ِ ‫ون َوأ َ ْكث َ َر ُه ُم ا ْل َفا‬
َ ُ‫َان َخ ْي ًرا لَّ ُه ْم ِم ْن ُه ُم ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫ب لَك‬ ِ ‫أ َ ْه ُل ا ْل ِكتَا‬
Kamu adalah Ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (Ali Imran :110).

Dalam ayat ini, Allah menjadikan syarat bergabung dengan Ummat Islam yang terbaik, yaitu dengan amar
ma’ruf nahi munkar dan iman. Padahal bergabung kepada Ummat ini, hukumnya fardu ‘ain. Sebagaimana
firman-Nya:

ْ ‫صا ِل ًحا َوقَا َل إِنَّنِى ِم َن ا ْل ُم‬


َ ‫س ِل ِم‬
‫ين‬ َ ْ‫َو َم ْن أَح‬
َ ‫س ُن قَ ْوالً ِم َّمن َدعَآ إِلَى هللاِ َوع َِم َل‬
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal
yang shaleh dan berkata,”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Surat Fushilat
:33)

Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab
menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang bergabung ke dalam barisan Ummat Islam. Beliau
berkata setelah membaca surat Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk
Ummat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”

Pendapat kedua

Memandang amar ma’ruf nahi munkar fardhu kifayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Diantara mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash (Al Jashosh,
Ahkamul Qur’an, 2/29) , Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al
Qurthubiy (Al Qurthubiy, Tafsir Al-Qurthubiy, 4/165). , Ibnu Qudamah (Ibnu Qudamah,
Mukhtashor Minhajul Qashidiin, hal.156), An-Nawawiy (An Nawawi, Syarah Shahih Muslim,
2/23), Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimiyah, Al Amr Bil Ma’ruf wan Nahi ‘Anil Munkar , hal.37),
Asy-Syathibiy (Asy Syathibiy, Al-Muwafaqaat Fi Ushulisy Syari’at, 1/126) dan Asy-
Syaukaniy (Asy Syaukaiy, Fathul Qadir, 1/450).

Mereka berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini:

1. Firman Allah ,
‫وف َويَ ْن َه ْو َن ع َِن ا ْل ُمنك َِر َوأ ُ ْوالَئِكَ ُه ُم‬
ِ ‫ون ِبا ْل َم ْع ُر‬ َ ‫َو ْلتَكُن ِمن ُك ْم أ ُ َّمةُ ُُ يَ ْدع‬
َ ‫ُون ِإلَى ا ْل َخ ْي ِر َويَأ ْ ُم ُر‬
َ ‫ا ْل ُم ْف ِل ُح‬
‫ون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan Ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (Ali
Imran:104)

Mereka mengatakan bahwa kata ‫ن‬ْ ‫ ِم‬dalam ayat ‫ ِم ْن ُك ْم‬untuk menunjukkan sebagian. Sehingga
menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.

Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain tidak terkena
kewajiban”. (Al Jashash, Ahkamul Qur’an, 2/29).

Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi munkar yaitu fardhu
kifayah, bukan fardhu ‘ain”. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidiin, hal 156).

2. Firman Allah ,

‫ين َو ِليُنذ ُِروا‬


ِ ‫الد‬ َ ‫ون ِليَ ْن ِف ُروا كَآفَةً فَلَ ْوالَ نَفَ َر ِمن ك ُِل فِ ْرقَ ٍة ِمن ُه ْم‬
ِ ‫طآئِفَة ِليَتَفَقَّ ُهوا فِي‬ َ ُ‫َان ا ْل ُم ْؤ ِمن‬
َ ‫َو َماك‬
َ ‫قَ ْو َم ُه ْم إِذَا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم َلعَلَّ ُه ْم يَحْ ذَ ُر‬
‫ون‬
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah : 122)

Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah memerintahkan
sekelompok kaum mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang belajar
dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin.
Demikian juga jihad, hukumnya fardhu kifayah.

Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin mempersiapkan orang yang


menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka. Orang yang meluangkan seluruh waktunya dan
bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan
mereka. Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan
agama dan dunianya” (As Sa’diy, Taisir Karimir Rahman, 3/315, lihat Hakikat Amar Ma’ruf Nahi
Munkar, hal. 43).

3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Karena orang yang menegakkannya
harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at, tingkatan amar makruf
nahi munkar, cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi
orang yang beramar ma’ruf nahi munkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan
kemunkaran dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.

4. Firman Allah ,

ِ ‫الزكَاةَ َوأ َ َم ُر ْوا بِا ْل َم ْع ُر ْو‬


‫ف َونَ َه ْوا ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر‬ َّ ‫صالَةَ َو َءات َ ُوا‬ ِ ‫الذ ْي َن إِ ْن َم َّكنَّا ُه ْم فِ ْي اْأل َ ْر‬
َّ ‫ض أَقَا ُم ْوا ال‬ ِ
ُ ُ
‫َو ِلِلِ عَاقِبَة اْأل ُم ْو ِر‬
(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan
shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan
kepada Allahlah kembali segala urusan. (QS. 22:41)
Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua orang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi, sehingga hal
tersebut diwajibkan secara kifayah kepada mereka yang diberi kemampuan untuknya” (Al Qurthubi,
Tafsir Qurthubi, 4/165).

Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,”Demikian kewajiban amar ma’ruf nahi
munkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah” (Ibnu
Taimiyah, Al Amr Bil Makruf wan Nahi ‘Anil Munkar, hal.37).

Akan tetapi hukum ini bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau
beramar makruf nahi munkar. Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan
kewajiban tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud pelaksanaannya oleh sebagian
orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban tersebut.

Pelaku amar makruf nahi munkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu kifayah.
Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena pelaku fardhu ‘ain
hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu kifayah menghilangkan dosa dari
dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja
yang berdosa, sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya.

Pendapat ini Insya Allah pendapat yang rajih (kuat). Wallahu a’lam.

Berubahnya Hukum Amar Makruf Nahi Munkar Menjadi Fardhu ‘Ain

Amar makruf nahi munkar dapat menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :

Pertama. Ditugaskan oleh pemerintah.

Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya hukum amar makruf nahi munkar fardhu ‘ain dengan
perintah penguasa“. (Al Mawardi, Al Ahkam Sulthaniyah, hal.391, dinukil dari Hakikat Amar
Ma’ruf Nahi Munkar hal.50).

Kedua. Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemunkaran yang terjadi.

An Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi munkar fardhu kifayah. Kemudian menjadi
fardhu ‘ain, jika dia berada di tempat yang tidak mengetahuinya kecuali dia“. (An Nawawiy, Syarah
Shahih Muslim, 2/23).

Ketiga. Kemampuan amar makruf nahi munkar hanya dimiliki orang tertentu.

Jika kemampuan menegakkan amar makruf nahi munkar terbatas pada sejumlah orang tertentu saja, maka
amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka.

An Nawawi berkata,”Terkadang amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain, jika berada di tempat
yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak
atau budaknya berbuat kemunkaran atau tidak berbuat kema’rufan“. (An Nawawiy, Syarah Shahih
Muslim, 2/23).

Keempat. Perubahan keadaan dan kondisi.

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi munkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab
perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya
kemunkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menjadi
fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya“. (Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz,
Ad Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du’at, hal. 16).

Melihat realitas Ummat Islam sekarang maka nampaknya amar ma’ruf nahi munkar menjadi
kewajiban atas setiap orang. Hal ini tentunya membutuhkan pengorbanan dalam menegakkannya. Apalagi
Islam yang paripurna ditetapkan Allah untuk kemaslahatan makhlukNya dan menghilangkan semua jenis
kemudhoratan. Oleh karenanya dalam amar ma’ruf nahi munkar tidak mungkin lepas dari permasalahan
maslahat dan mafsadat, yang tentunya didasarkan dengan timbangan syari’at bukan sekedar prasangka
dan dugaan semata.

Akan tetapi, fenomena yang ada sekarang ini banyak amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan tidak
dengan prosedur syari’at, sehingga terjadi fitnah dan kemunkaran yang besar menimpa kaum muslimin.
Lebih celaka lagi orang lemah dan tidak berdosapun ikut menanggung akibatnya. Demikianlah sunnatullah,
jika timbul fitnah maka akan menimpa orang yang zhalim dan yang sholih, sebagaimana firman Allah :

َ َ‫صةً َوا ْعلَ ُموا أ َ َّن هللا‬


ِ ‫شدِي ُد ا ْل ِعقَا‬
‫ب‬ َّ ‫ظلَ ُموا ِمن ُك ْم َخآ‬ َ ‫َواتَّقُوا فِتْنَةً الَت ُ ِصيبَ َّن الَّذ‬
َ ‫ِين‬
Dan peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara
kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. 8:25).

Tentunya hal ini tidak kita harapkan terjadi terus menerus. Namun kitapun tidak boleh apriori dan merasa
tidak bertanggung jawab untuk beramar ma’ruf nahi munkar, lantas berdalih dengan kenyataan diatas
untuk meninggalkan kewajiban yang mulia ini.

Contoh-Contoh Perbuatan Amar Ma`ruf dan Nahi Mungkar

Amar Ma’ruf adalah perbuatan-perbuatan baik yang harus kita lakukan semasa hidup di dunia dan
menjauhi perbuatan perbuatan mungkar (perbuatan dosa). Salah satu contoh dari Amar Ma’ruf adalah
menjalankan sholat lima waktu. Sholat lima waktu adalah kewajiban umat manusia yang harus selalu
dijalankan setiap hari. Dengan menjalankan sholat lima waktu kita dapat menunjukkan rasa syukur
kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan disetiap waktu. Diharapkan dengan rajin
sholat lima waktu dapat lebih mengingatkan kita agar tidak berbuat dosa. Mungkin manusia tidak akan
pernah terhindar dari dosa tapi dengan rajin sholat dapat mengingatkan dan dapat menghindarkan kita dari
segala dosa yang menjerumuskan kita dalam dosa.

Nahi Mungkar adalah perbuatan-perbuatan dosa yang harus selalu kita hindari. Contoh dari Nahi
Mungkar adalah minum –minuman keras. hukuman dari orang yang minum-minuman keras adalah
apabila orang itu sholat tidak akan diterima selama 40 hari. Karena minum-minuman keras dapat
menghilangkan kesadaran dan membawa orang yang telah minum-minuman keras kedalam alam bawah
sadar yang dapat memicu orang itu berbuat dosa yang lebih besar. Misalnya orang yang mabuk bisa
mencuri, memperkosa, membunuh, dll.
AMAR MA'RUF & NAHI MUNKAR

1. Apa pengertian amar ma’ruf nahi munkar?

Amar ma’ruf nahi munkar, kalimat bahasa Arab yang telah meng-Indonesia. Asalnya adalah
‫ي َع ِن الُ ْمنك َِر ْل َ ْم ُر ا‬
ُ ‫ف َو النَّ ْه‬
ِ ‫" بِال َم ْع ُر ْو‬
Memperhatikan berbagai kamus bahasa Arab, seperti :

1. Lisânul ‘Arab karya Asy-Syeikh Abu Al-Fadhl Jamâluddîn ibnu Mukrom ibnu Manzhûr Al-
Mishrî rhm.
2. Al-Qâmûs Al-Muhîth karya Asy-Syeikh Majduddîn Muhammad ibnu Ya’qûb Al-Fairûzabâdî
rhm.
3. Al-Mu’jam Al-Wasîth karya Lembaga Bahasa Arab Mesir
4. Ar-Râid karya Jubron Mas’ûd.
5. Qâmûs Al-Murbawi karya Al-Ustâdz Muhammad Idrîs ‘Abdurro-ûf Al-Murbawi.
6. Kamus Arab – Indonesia karya Prof. H. Mahmud Yunus.
7. Kamus Al-Munawwir karya Al-Ustadz Ahmad Warson Munawwir.
8. Al-Munjid karya Louis Ma’luf yang terus dikembangkan oleh Lembaga Katholik Libanon.

Maka berikut ini kami simpulkan pengertian amar ma’ruf nahi munkar secara ringkas :

Al-Amru artinya menuntut pengadaan sesuatu, sehingga pengertiannya mencakup; perintah,


suruhan, seruan, ajakan, himbauan serta lainnya yang menuntut dikerjakannya sesuatu. Sedang
Al-Ma’rûf artinya sesuatu yang dikenal baik ( kebajikan ), yaitu segala perbuatan baik menurut
Syari’at Islam dan mendekatkan pelakunya kepada Allah SWT. Jadi Al-Amru bil Ma’rûf artinya
adalah menuntut mengadakan segala kebajikan.

An-Nahyu artinya mencegah pengadaan sesuatu, sehingga pengertiannya mencakup; melarang,


menjauhkan, menghindarkan, menentang, mengancam, melawan, peringatan, teguran,
menyudahi serta lainnya yang mencegah dikerjakannya sesuatu. Sedang Al-Munkar artinya
sesuatu yang diingkari ( kemunkaran ), yaitu segala perbuatan munkar menurut Syari’at Islam
dan menjauhkan pelakunya dari pada Allah SWT. Jadi An-Nahyu ‘anil Munkar artinya adalah
mencegah mengadakan segala kemunkaran.

Dalam istilah fiqih, amar ma’ruf nahi munkar biasa disebut dengan istilah " ُ‫الح ْسبَة‬
ِ " ( Al-Hisbah
). Lihat Mu’jam Lughoh Al-Fuqahâ’ karya guru saya tercinta, Prof. DR. Muhammad Rowwâs
Qol’ahji, Guru Besar Fiqih di King Saud University, Riyadh – Saudi Arabia. Lihat pula Al-
Qâmûs Al-Fiqhi, karya Asy-Syeikh Sa’di Abu Jaib, serta Ensiklopedi Islam terbitan PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve. Dengan demikian secara sederhana maksud istilah ”Amar ma’ruf nahi
munkar” yang telah meng-Indonesia tersebut adalah menyerukan kebajikan dan mencegah
kemunkaran.

2. Bagaimana dalil syar’i amar ma’ruf nahi munkar?

Amar ma’ruf nahi munkar memiliki Dalil Syar’i yang sangat kuat, baik dari Al-Qur’an mau pun
As-Sunnah. Bahkan setiap nash ( redaksi ) Al-Qur’an mau pun As-Sunnah yang menyangkut
suruhan berbuat baik termasuk dalam konteks amar ma’ruf, dan nash yang terkait dengan
larangan berbuat buruk termasuk dalam konteks nahi munkar. Sehingga semua nash tersebut
pada saat yang sama secara implisit ( tersirat ) merupakan dalil syar’i untuk menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar.

Ada pun nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang secara eksplisit ( tersurat ) menjadi dalil syar’i
bagi amar ma’ruf nahi munkar, antara lain :
I. Dalîl Qur’âniy
Sejumlah ayat suci Al-Qur’an secara eksplisit menerangkan tentang amar ma’ruf nahi munkar, di
antaranya :
1. Q.S.3. Âli-‘Imrân : 104
Artinya : ” Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang
yang beruntung ” .

2. Q.S.3. Âli-‘Imrân : 110


Artinya : ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah SWT”.

3. Q.S.3. Âli-‘Imrân : 114


” Mereka beriman kepada Allah dan Hari Penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan bersegera kepada pelbagai kebajikan. Mereka itu termasuk
orang-orang yang shaleh ”.

4. Q.S.7. Al-A’râf : 157


Artinya : ”Ia ( Nabi ) menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang munkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk”.

5. Q.S.9. At- Taubah : 71


Artinya : ” Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

6. Q.S.22. Al-Hajj : 41
Artinya : ” ( orang mu’min yaitu ) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan kepada Allah lah kembali segala urusan”.

7. Q.S.31. Luqmân : 17
Artinya : ” ( Luqman berkata ) Hai anakku, dirikanlah shalat, dan suruhlah ( manusia )
mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah ( mereka ) dari perbuatan yang munkar, dan sabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan ( oleh Allah ) ”.

II. Dalîl Nabawiy

Hadits-hadits yang secara eksplisit menegaskan tentang amar ma’ruf nahi munkar banyak tak
terhingga, berikut ini beberapa hadits yang termaktub dalam Al-Kutubus Sittah, yaitu enam kitab
Hadits terpercaya di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah :

1. Shahîh Al-Imâm Al-Bukhâri rhm, Kitâb Al-Mazhâlim, Bab 22 tentang duduk di serambi dan
jalan, Hadîts ke - 2.465, dan Kitâb Al-Isti’dzân, Bab 2 tentang firman Allah SWT dalam Q.S.24.
An-Nûr ayat 27, Hadits ke - 6.229, bersumber dari Abu Sa’îd Al-Khudri ra :
, ‫سًلَ ِم‬ َّ ‫ َو َردُّ ال‬, ‫ف اْلَذَى‬ ُّ ‫ َو َك‬, ‫ص ِر‬ َ ‫َض ال َب‬ُّ ‫ “غ‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى للاَ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬
َ ‫س ْو َل للاِ ؟ “ قَا َل‬
ُ ‫ق َيا َر‬ َّ ‫ " َو َما َح ُّق‬: ‫قَالُ ْوا‬
ِ ‫الط ِر ْي‬
‫ي َع ِن ال ُم ْنك َِر‬ ُ ‫ف َوالنَّ ْه‬ َ
ِ ‫" َواْل ْم ُر بِال َم ْع ُر ْو‬
Artinya : ” Mereka ( para Shahabat ) bertanya : ”Apa sajakah hak jalan itu wahai Rasulullah ? ”
Beliau SAW pun menjawab : ”Menahan pandangan, meniadakan gangguan, menjawab salam,
menyerukan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar ”.

2. Shahîh Al-Imâm Muslim rhm, Kitâb Al-Fitan, Bab tentang Ad-Dajjâl, Hadits ke - 116,
bersumber dari ‘Abdullah ibnu ‘Amru ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
ِ ‫طي ِْر َوأَحْ ًلَ ِم‬
" ‫السبَاعِ َلَ َي ْع ِرفُ ْونَ َم ْع ُر ْوفًا َوَلَ يُ ْن ِك ُر ْونَ ُم ْنك ًَرا‬ َّ ‫اس فِى ِخفَّ ِة ال‬
ِ َّ‫ار الن‬
ُ ‫" َو َي ْبقَى ِش َر‬
Artinya : ”Maka manusia-manusia jahat berada dalam keringanan burung (kelicikan) dan impian
binatang buas (kerakusan), mereka tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang
munkar ”.

3. Sunan Al-Imâm Abi Daud rhm, Kitâb Al-Malâhim, Bab Amar ma’ruf nahi munkar, Hadits ke
– 4.314, bersumber dari ‘Abdullâh ibnu Mas’ûd ra, Nabi SAW bersabda :
" ‫ق‬ ِ ‫ص ُرنَّهُ َعلَى ْال َح‬ ْ َ‫ق أ‬
ُ ‫ط ًرا َولَت َ ْق‬ ُ ْ ‫ظا ِل ِم َولَت َأ‬
ِ ‫ط ُرنَّهُ َعلَى ْال َح‬ َّ ‫ف َولَتَ ْن َه ُو َّن َع ِن ْال ُم ْنك َِر َولَت َأ ْ ُخذ ُ َّن َعلَى َيدَي ِ ال‬
ِ ‫َّللاِ لَتَأ ْ ُم ُر َّن ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
َّ ‫َكًلَّ َو‬
ْ َ‫" ق‬
‫ص ًرا‬
Artinya : ” Sungguh, Demi Allah, Hendaknya engkau benar-benar menyerukan yang ma’ruf, dan
benar-benar mencegah yang munkar, dan sungguh-sungguh menentang tangan-tangan orang
Zholim, dengan benar-benar mengembalikannya ke jalan yang Haq, dan benar-benar menjaganya
di jalan yang Haq ”.

4. Jâmi’ Al-Imâm At-Tirmidzi rhm, Kitâb Al-Birr, Bab tentang menyayangi anak-anak, Hadits
ke- 15, bersumber dari ‘Abdullah ibnu ‘Abbâs ra, Rasulullah SAW telah bersabda :
ِ ‫ص ِغي َْرنَا َولَ ْم ي َُوقِ ْر َكبِي َْرنَا َويَأ ْ ُم ْر بِال َم ْع ُر ْو‬
" ‫ف َويَ ْنهَ َع ِن ال ُم ْنك َِر‬ َ ‫"لَي‬
َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن َلَ يَ ْر َح ْم‬
Artinya : ” Bukan dari golongan kami mereka yang tidak menyayangi anak-anak kami dan tidak
menghargai orang tua kami, serta tidak menyerukan kema’rufan dan tidak pula mencegah
kemunkaran ”.

5. Sunan Al-Imâm An-Nasâ-i rhm, Kitab Al-Bai’ah, Bab 32, tentang Bithânathul Imâm,
bersumber dari Abu Hurairah ra dan Abu Ayyûb Al-Anshâri ra, telah bersabda Rasulullah SAW
:
" ‫ َف َم ْن‬, ً‫طانَةٌ َلَ ت َأْلُ ْوهُ َخبَاَل‬ ِ ‫طانَةٌ ت َأ ْ ُم ُرهُ ِبال َم ْع ُر ْو‬
َ ‫ َو ِب‬, ‫ف َوت َ ْن َهاهُ َع ِن ال ُم ْنك َِر‬ َ ‫ ِب‬, ‫َان‬ َ ‫ي َوَلَ َكانَ بَ ْعدَهُ ِم ْن َخ ِل ْيفَة ِإَلَّ َولَهُ ِب‬
ِ ‫طانَت‬ َ ‫َما بُ ِع‬
ٌّ ‫ث نَ ِب‬
‫ي‬ ْ َ َ َ َ
َ ِ‫" َوقى بِطانَة الس ُّْو ِء فقد ُوق‬ َ
Artinya : ” Tidaklah diutus seorang Nabi, dan tidak pula seorang Kholîfah pun setelahnya,
melainkan baginya dua pengiring, satu pengiring yang mengajaknya kepada yang ma’ruf dan
mencegahnya dari yang munkar, dan satu pengiring lagi tidak menjaganya dari kerusakan, maka
barang siapa yang dijauhi (oleh Allah) dari pengiring yang buruk berarti ia dijauhkan dari
kerusakan ”.

6. Sunan Al-Imâm Ibnu Mâjah rhm, Kitab Al-Fitan, Bab tentang menjaga lisan dalam fitnah,
Hadits ke- 8, bersumber dari Ummu Habîbah ra, isteri Rasulullah SAW, bahwasanya beliau
SAW bersabda :
" ‫ َو ِذ ْك ُر للاِ َع َّز َو َج َّل‬, ‫ي َع ِن اْل ُم ْنك َِر‬ ِ ‫ ِإَلَّ اْل َ ْم ُر ِباْل َم ْع ُر ْو‬, ُ‫ َلَ لَه‬, ‫" َكًلَ ُم اب ِْن آدَ َم َعلَ ْي ِه‬
ُ ‫ف َو النَّ ْه‬
Artinya : ” Ucapan anak cucu Adam atasnya ( berbuah tuntutan ) bukan baginya ( berbuah pahala
) kecuali amar ma’ruf dan nahi munkar serta dzikir kepada Allah” .

Keenam kitab hadits di atas disebutkan sesuai urutan kedudukannya di kalangan Ahlus Sunnah
wal Jamâ’ah, sebagaimana ditegaskan oleh para Ulama Hadits. Lihat kitab ‘Ulûmul Hadîts wa
Mushtholahuhu, karya DR. Shubhi Ash-Shâlih.

Dari uraian dalil-dalil syar’i di atas sudah cukup memberi gambaran bagi kita tentang kewajiban
amar ma’ruf nahi munkar. Apalagi sebagian dalil di atas ada yang dengan tegas menggunakan
sîghoh amr ( bentuk perintah ) secara mutlaq tanpa ikatan / batasan. Kaidah ushul fiqih
menyatakan :
"‫ب‬ِ ‫ص ُل ِفى اْل َ ْم ِر ِل ْل ُو ُج ْو‬
ْ َ ‫" اْل‬
Artinya : ”Arti pokok dalam perintah adalah untuk menunjukkan wajib”

Dalam ungkapan lain dinyatakan :


"‫ب‬
َ ‫الو ُج ْو‬
ُ ‫َضي‬ ْ ‫" ُم‬
ِ ‫طلَ ُق اْل َ ْم ِر َي ْقت‬
Artinya : ” Perintah yang mutlaq ( tanpa ikatan / batasan ) menunjukkan wajib ”.

Kaidah ini menjadi bahasan di hampir semua kitab Ushul Fiqih. Al-Imâm Muhammad ibnu ‘Ali
Asy-Syaukâni, dalam kitab Irsyâdul Fuhûl, halaman 83, Bab Mabâhitsul Amr, Pasal ke – 3,
membahas sejumlah perbedaan pendapat tentang arti pokok perintah. Beliau mengakui,
mayoritas Ulama berpegang kepada kaidah di atas.
Demikian pula dengan Al-Imâm Abu Ishâq Ibrâhîm ibnu ‘Ali Asy-Syairâzi Al-Fairûzabâdi,
dalam kitab Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqhi, halaman 7.

Prof. DR. Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya, Ushûl Al-Fiqhi Al-Islâmi, Juz I halaman 219,
menyebutkan :
" ‫ب ِإلَى َغي ِْر ِه إَِلَّ ِبقَ ِر ْينَة ِمنَ القَ َرآ ِئ ِن تَدُ ُّل‬
ِ ‫الو ُج ْو‬
ُ ‫ف َع ِن‬ ْ ‫ َوَلَ َي‬, ‫ب ال َمأ ْ ُم ْو ِر ِب ِه‬
ُ ‫ص ِر‬ َ ‫آء أ َ َّن اْل َ ْم َر َيد ُ ُّل َع‬
ِ ‫لى ُو ُج ْو‬ ِ ‫َي َرى ُج ْم ُه ْو ُر العُلَ َم‬
‫َعلَى ذلِكَ " آ‬
Artinya : ” Kebanyakan Ulama berpendapat bahwasanya perintah itu menunjukkan wajibnya
perbuatan yang diperintahkan, dan perintah itu tidak berpaling dari wajib kepada selainnya
kecuali dengan faktor penghubung yang menunjukkan ke arah itu ”.

3. Apa peran dan manfaat amar ma’ruf nahi munkar?

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan :

1. Pintu gerbang keberuntungan ( Q.S.3. Âli-‘Imrân: 104 ).


2. Ciri umat yang terbaik ( Q.S.3. Âli-‘Imrân : 110 ).
3. Sendi pembangunan akhlaq sholihah ( Q.S.3. Âli-‘Imrân : 114 ).
4. Tugas mulia para Nabi (Q.S.7. Al-A’râf : 157).
5. Penyebab turunnya rahmat ( Q.S.9. At-Taubah: 71 ).
6. Sifat mu’min ( Q.S.22. Al-Hajj : 41 ).
7. Kewajiban dari Allah SWT( Q.S.31. Luqmân : 17 ).

Peran amar ma’ruf nahi munkar sangat penting, hingga Allah SWT mengamanatkan sendiri
kepada Rasulullah SAW lewat sebuah hadits qudsi, yang disampaikan secara langsung saat Isrâ’
Mi’râj, sebagaimana diceritakan secara rinci dan lengkap oleh As-Sayyid Muhammad ibnu ‘Alwi
Al-Mâliki Al-Hasani hfz, dalam kitabnya yang berjudul Al-Anwâr Al-Bahiyyah min Isrâ’ wal
Mi’râj Khoiril Bariyyah, hal 60-62. Firman Allah SWT kepada Nabi SAW :
" ‫ َوإِنِ ْي‬,‫ي َع ِن ْال ُم ْنك َِر‬ ِ ‫ َواْل َ ْم َر بِ ْال َم ْع ُر‬, َ‫ضان‬
َ ‫ َوالنَّ ْه‬,‫وف‬ َ ‫ َو‬,َ‫صدَقَة‬
َ ‫ص ْو َم َر َم‬ َّ ‫ َوال‬,َ‫ َو ْال ِج َهاد‬,َ ‫ َوال ِهجْ َرة‬,‫اْل ْسًلَ َم‬
ِ : ‫ط ْيتُكَ ث َ َمانِيَةَ أ َ ْس ُهم‬
َ ‫َوأَ ْع‬
ُ
َ‫صًلَة ً فَقُ ْم ِب َها أ َ ْنتَ َوأ َّمتُك‬ ُ
َ َ‫ضتُ َعلَيْكَ َو َعلَى أ َّمتِكَ خ َْم ِسيْن‬ ْ ‫ض فَ َر‬ َ ‫ت َواْْل َ ْر‬ َّ ‫" َي ْو َم َخلَ ْقتُ ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Artinya : ” Aku berikan kepada engkau delapan perkara penting : (1) Islam, (2) Hijrah, (3) Jihad,
(4) Sedekah, (5) Puasa Ramadhan, (6) Amar Ma’ruf (7) Nahi Munkar, (8) dan sesungguhnya
Aku sejak hari Kuciptakan langit dan bumi, telah aku wajibkan atasmu dan umatmu Lima Puluh
Shalat, maka tegakkanlah olehmu dan umatmu”.

Hadits Qudsi di atas sesaat sebelum Rasulullah SAW memohon keringanan shalat bagi umatnya.
Pada akhirnya Allah SWT mengabulkan permohonan beliau SAW, sehingga hanya lima shalat
yang diwajibkan sehari semalam.

Penegakan amar ma’ruf nahi munkar di suatu masyarakat akan mengantarkan kepada penciptaan
kondisi yang mendorong manusia untuk berlomba dalam berbuat baik, dan saling menjaga serta
melindungi dari segala bentuk kerusakan.

Penegakan amar ma’ruf nahi munkar adalah benteng yang kokoh untuk menjaga, melindungi,
memelihara, bahkan meningkatkan iman dan taqwa umat. Pada saat iman dan taqwa umat itu
baik, maka segala pintu keberkahan terbuka baginya.

Keberkahan yang dimaksud adalah kebahagiaan hidup yang mencakup berbagai sektor
kehidupan manusia. Keberkahan di bidang ibadah, mu’amalah, politik, ekonomi, sosial, budaya,
keamanan, ilmu pengetahuan, teknologi, industri, hasil bumi, kekayaan alam dan sektor
kehidupan lainnya. Bukankah Allah SWT telah berjanji lewat firman-Nya dalam Q.S. 7. Al-
A’râf : 96 yang berbunyi :
" َ‫ض َولَ ِك ْن َكذَّب ُْوا فَأ َ َخذْنَا ُه ْم بِ َما كَانُ ْوا يَ ْك ِسب ُْون‬
ِ ‫اء َواْل َ ْر‬ َّ ‫" َولَ ْو أ َ َّن أ َ ْه َل ْالقُ َرى َءا َمنُ ْوا َواتَّقَ ْوا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم بَ َركَات ِمنَ ال‬
ِ ‫س َم‬
Artinya: ” Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, niscaya Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ( ayat-ayat
Kami ) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya ”.
Dan Rasulullah SAW pernah bersabda :
" َ‫ َو َعلَيْكَ بِالجْ ِها َ ِد فَإِنَّهُ َر ْهبَانِ َّيةُ اْل ُم ْس ِل ِميْن‬,‫ع ُك ِل َخيْر‬
ُ ‫" َعلَيْكَ بِتَ ْق َوى للاِ فَإ ِ َّن َها ِج َما‬
Artinya : ” Wajib atasmu bertaqwa kepada Allah, maka sesungguhnya taqwa itu adalah
himpunan segala kebajikan. Dan wajiblah atasmu berjihad, maka sesungguhnya jihad itu adalah
kepanditaan kaum muslimin ” .

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’lâ rhm yang bersumber dari Abu Sa’îd Al-Khudri ra,
sebagaimana dinukilkan oleh As-Sayyid Ahmad Al-Hâsyimi dalam kitab Mukhtârul Ahâdîts,
Bab huruf Al-‘Ain, Hadits ke 771.

Di kesempatan lain Rasulullah SAW berwasiat kepada Abu Dzarr Al-Ghiffâri ra :


ُ ْ‫الى فَإِنَّهُ َرأ‬
" ‫س اْل َ ْم ِر ُك ِل ِه‬ ِ ُ‫" أ‬
َ ‫صيْكَ ِبت َ ْق َوى للاِ تَ َع‬
Artinya : ” Aku berwasiat kepadamu dengan taqwa kepada Allah SWT, maka sesungguhnya
taqwa itu kepala segala urusan ”.

Al-Imâm As-Suyûthi rhm memasukkan hadits tersebut dalam kitab Al-Jâmi’ Ash-Shaghîr, Juz I
hal. 111, dan disebutkan berasal dari riwayat Al-Imâm Ath-Thabrâni dalam kitab Al-Mu’jam Al-
Kabîr.

4. Lalu apa dampak meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar?

Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar berarti meninggalkan peran dan manfaatnya yang
begitu besar bagi umat. Itu merupakan malapetaka bagi kehidupan umat Islam khususnya, dan
umat manusia pada umumnya.

Dalam Jâmi’ Al-Imâm At-Tirmidzi rhm, Kitâb Al-Fitan, Bab amar ma’ruf nahi munkar, Hadits
ke - 9, bersumber dari Hudzaifah ibnu Al-Yamân ra, Rasulullah SAW bersabda :
" ُ‫ث َعلَ ْي ُك ْم ِعقَابا ً ِم ْنهُ ث ُ َّم تَدْع ُْونَهُ فًَلَ يُ ْست َ َجاب‬ ِ ‫ َلت َأ ْ ُم ُر َّن ِبال َم ْع ُر ْو‬, ‫ِي نَ ْف ِس ْي ِب َي ِد ِه‬
َ ‫ أ َ ْو لَي ُْو ِش ُك َّن للاُ أَ ْن َي ْب َع‬, ‫ف َولَت َ ْن َه ُو َّن َع ِن ال ُم ْنك َِر‬ ْ ‫َوالَّذ‬
َ
‫" ل ُك ْم‬
Artinya: ” Demi Yang jiwaku ada di tangan - Nya, hendaklah engkau sungguh-sungguh
menyerukan kema’rufan dan mencegah kemunkaran, atau niscaya Allah akan benar-benar
mengirim atasmu sekalian siksa dari-Nya. Kemudian engkau berdoa kepada-Nya dan Ia tidak
mengabulkannya ”.

Hadits serupa diriwayatkan pula oleh Al-Imâm Ahmad rhm dan Al-Imâm Al-Bazzâr rhm.

Dalam Al-Fathu Ar-Robbâniy, yang merupakan penyusunan sistematis dari Musnad Al-Imâm
Ahmad rhm, karya Asy-Syeikh Ahmad ibnu ‘Abdirrahmân Al-Bannâ’, dikenal dengan julukan
As-Sâ’ati, beliau adalah ayah kandung Al-Imâm Hasan Al-Bannâ’ sang perintis dan pendiri
gerakan Al-Ikhwân Al-Muslimûn, disebutkan sebuah Hadits Qudsi dalam juz 19 hal 177, akhir
Kitab amar ma’ruf nahi munkar, Bab kehancuran umat yang tidak menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar, yang bersumber dari ‘Âisyah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
" ‫ َوتَ ْسأ َلُ ْونِ ْي‬, ‫ ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن تَدْع ُْونِ ْي فًَلَ أ ُ ِج ْيبُ ُك ْم‬,‫ف َوا ْن َه ْوا َع ِن ال ُم ْنك َِر‬
ِ ‫ " ُم ُر ْوا ِبال َم ْع ُر ْو‬: ‫إن للاَ َع َّز َو َج َّل يَقُ ْو ُل‬ ُ َّ‫يَآ أ َ ُّي َها الن‬
َّ ! ‫اس‬
ُ‫ص ُرك ْم‬ ْ َ َ َ
ُ ‫ص ُر ْو ِن ْي فًل أن‬ ْ َ َ ُ
ِ ‫ َوت ْستن‬, ‫ْط ْيك ْم‬ ُ
ِ ‫" فًلَِ َِ َِ أع‬. َ َ
Artinya : ” Wahai manusia, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ” Serukanlah
kema’rufan dan cegahlah kemunkaran, sebelum engkau semua berdo’a kepada-Ku namun Aku
tidak mengabulkannya, sebelum engkau semua meminta kepada-Ku namun Aku tidak
memberikannya, dan sebelum engkau semua mohon pertolongan-Ku namun Aku tidak menolong
engkau sekalian ”.

Nah, jadi jelas meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar mengundang petaka atas kehidupan umat
manusia. Bahkan jika malapetaka itu datang tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat
kemunkaran, orang lain di sekitarnya pun ikut terkena getahnya. Allah SWT berfirman dalam
Q.S.8. Al-Anfâl ayat 25 :
“‫ب‬ َ َ‫ َوا ْعلَ ُم ْوا أَ َّن للا‬, ً‫صة‬
ِ ‫ش ِد ْيد ُ ال ِعقَا‬ َ َ‫ص ْي َب َّن الَّ ِذيْن‬
َّ ‫ظلَ ُم ْوا ِم ْن ُك ْم خَآ‬ ِ ُ ‫“ َواتَّقُ ْوا ِفتْنَةً َلَ ت‬
Artinya : ” Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zholim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaannya ”.
Dalam kitab Misykâtul Mashâbîh, karya Al-Imâm Al-Khothîb At-Tibrîzi rhm, sebuah kitab yang
bersumber dari kitab Mashâbîhus Sunnah karya Al-Imâm Al-Baghowi rhm,Juz 3 Bab 22 Pasal 2
Hadits ke - 5.147, sebuah hadits yang dinukil dari kitab Syarhus Sunnah, juga karya Al-Imâm
Al-Baghowi rhm, didapat dari ‘Adiy ibnu ‘Adiy Al-Kindi rhm yang bersumber dari kakeknya
yaitu ‘Umairoh Al-Kindi Al-Hadhromi ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
" ‫هرانِ ْي ِه ْم َو ُه ْم قَاد ُِر ْونَ َعلَى أ َ ْن يُ ْن ِك ُر ْوهُ فًَلَ يُ ْن ِك ُر ْوا‬
َ ‫ظ‬ َّ ‫الى َلَيُعَذَّبُ العَآ َّمةَ ِب َع َم ِل الخَآ‬
َ َ‫ص ِة َحتَّى يَ َر ْوا ال ُم ْنك ََر بَيْن‬ َ َ‫إِ َّن للاَ تَع‬
, َ ‫صة‬
َّ ‫َآ‬‫خ‬ ‫ال‬ ‫و‬ َ ‫ة‬ ‫م‬‫آ‬ ‫ع‬ ‫ال‬
َ َّ َ ُ َ َ ‫للا‬ ‫ب‬ َّ ‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ل‬
َ‫ِك‬ َ ‫ذ‬ ‫ا‬ ‫و‬ ُ ‫ل‬
ْ َ ِ ‫ع‬َ ‫ف‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬ َ ‫ف‬ "
Artinya : ” Sesungguhnya Allah SWT tidak mengadzab umumnya manusia hanya karena
perbuatan khusus sebagian mereka, sehingga mereka melihat kemunkaran di tengah mereka dan
mereka mampu untuk menentangnya namun mereka tidak menentangnya. Jika sudah demikian
yang mereka perbuat maka Allah mengadzab yang umum dan khusus dari mereka ” .

Dan pada Pasal 3 Hadits ke – 5.152, bersumber dari Jâbir ibnu ‘Abdillah ra, Rasulullah SAW
telah bersabda :
" ً ‫ " يَا َرب ! إِ َّن فِ ْي ِه ْم َع ْبدَكَ فًُلَنا‬: ‫ " أ َ ِن ا ْقلِبْ َم ِد ْينَةَ َكذَا َو َكذَا بِأ َ ْه ِل َها ! " قَا َل‬: ‫سًلَ ُم‬ َّ ‫أ َ ْو َحى للاُ َع َّز َو َج َّل إِلَى ِجب ِْر ْي َل َعلَ ْي ِه ال‬
ٌّ َ‫سا َعةً ق‬
‫ط‬ َ َِِ ‫ فَإِ َّن َوجْ َههُ لَ ْم َيت َ َم َّع ْر في‬, ‫ " اِ ْق ِل ْب َها َعلَ ْي ِه َو َعلَ ْي ِه ْم‬: ‫الى‬
َ ‫ط ْرفَةَ َعيْن " قَا َل ت َ َع‬
َ َ‫صك‬ ِ ‫لمَِ ْ َي ْع‬
َ "
Artinya : ” Allah ‘Azza wa Jalla mewahyukan kepada Jibril as : ” Goncangkan kota ini dan itu
bersama penghuninya ! ” Jibrîl pun berkata :”Wahai Tuhanku, sesungguhnya di tengah-tengah
mereka ada hamba-Mu si Fulan yang tidak pernah ma’siat kepada-Mu sesaat pun juga”.
Rasulullah SAW melanjutkan : ” Allah berfirman : ”Sesungguhnya wajahnya ( si hamba yang
sholeh itu ) tidak pernah berubah terhadap-Ku ( tidak marah melihat kema’siatan ) sesaat pun
juga ”.

Al-Imâm Ahmad rhm dalam Musnad-nya, Juz 1, Hadits ke - 2, 5 dan 9. Al-Imâm At-Tirmidzi
rhm dalam Jâmi’-nya, Kitâb Al-Fitan, Bab turunnya adzab jika tidak mencegah kemunkaran.
Dan Al-Imâm Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya, Kitâb Al-Fitan, Bab amar ma’ruf nahi munkar.
Semuanya bersumber dari Abu Bakar Ash-Shiddîq ra, berkaitan dengan firman Allah SWT
dalam Q.S.5. Al-Mâ-idah ayat 105, beliau ra berkata :
" ‫ض َّل‬ َ ‫س ُك ْم َلَ َيض ُُّر ُك ْم َم ْن‬ َ ُ‫ف تَأ ْ ِو ْي ِل َها ) َياأ َ ُّي َها الَّذِينَ َءا َمنُوا َعلَ ْي ُك ْم أ َ ْنف‬
ِ َ‫لى ِخًل‬ ُ َّ‫َيآ أَ ُّي َها الن‬
َ ‫ ِإنَّ ُك ْم تَ ْق َر ُء ْونَ ه ِذ ِه اآل َيةَ َوت ُ َؤ ِولُ ْونَ َها َع‬, ‫اس‬
َ َ َ ْ َ
‫ أ ْوشَكَ أ ْن يَعُ َّم ُه ُم للاُ بِ ِعقَابِ ِه‬, ُ‫اس إِذا َرأ ْوا ال ُمنك ََر َل يُغَيِ ُر ْونَه‬ َ ُ
َ َّ‫ " إِ َّن الن‬: ‫س ْو َل للاِ يَق ْو ُل‬ ُ ‫س ِم ْعنَا َر‬ َ ُ َ
َ ‫" إِذا ا ْهتَدَ ْيت ْم ( َوأنَّا‬.
Artinya : ” Wahai manusia ! Sesungguhnya engkau sekalian membaca ayat ini dan engkau
menta’wilkannya bertentangan dengan ta’wil sebenarnya : ( ”Hai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu
telah mendapat petunjuk” ). Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
”Sesungguhnya manusia jika mereka melihat orang yang berbuat zhalim dan tidak mencegahnya,
maka sudah dekat Allah meratakan mereka semua dengan siksa dari-Nya ”.

Dalam hadits ini, bukan saja Abu Bakar ra mengingatkan akan kewajiban berjuang menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar, tetapi juga mengingatkan bahwa resiko apa pun dalam perjuangan
tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk melarikan diri dari kewajiban. Sekaligus peringatan
agar tidak bersikap ”cuek” terhadap kesesatan dengan anggapan bahwa kesesatan orang lain
tidak akan mendatangkan bencana baginya selama ia berbuat baik. Padahal, kesesatan tersebut
akan berdampak membahayakan bila dibiarkan.

Sementara sebuah hadits yang muttafaqun ‘alaih, bersumber dari Ummul Mu’minîn, Zainab binti
Jahsy ra, menceritakan :
" ِ‫ فُ ِت َح ال َي ْو َم ِم ْن َردْح‬, ‫ب‬َ ‫شر قَ ِد ا ْقت ََر‬
َ ‫ب ِم ْن‬ ِ ‫ َو ْي ٌل ِل ْل َع َر‬, ُ‫ " َلَ ِإلهَ ِإَلَّ للا‬: ‫سلَّم دَ َخ َل َعلَ ْي َها فَ ْزعًا َيقُ ْو ُل‬
َ ‫صلَّى للاُ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬ َّ ‫أن النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ َّ
‫ " نَعَ ْم‬: ‫صا ِل ُح ْو ْن َ؟ " قَا َل‬ َ
َّ ‫سو َل للاِ أنَ ْه ِلكُ َوفِ ْينَا ال‬
ُ ‫ار‬ ْ ُ َّ
َ َ‫ "ي‬: ُ‫اْل ْب َه ِام َوالتِي ت َ ِل ْي َها فَقلت‬
ِ ‫صبُعَ ْي ِه‬ َ َّ ْ
ْ ‫ َو َحلقَ بِأ‬." ‫يَأ ُجو َج ومأجو َج ِمث َل َه ِذ ِه‬
‫ث‬ ُ ‫َثر َال َخ َب‬
ُ ‫ك‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬
ِ "
Artinya : ” Suatu hari Nabi SAW masuk ke rumahnya dalam keadaan ketakutan sambil berkata :
” Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah. Celakalah bangsa Arab dari bahaya yang
hampir tiba ! Kini telah terbuka tirai bendungan Ya’juj dan Ma’juj sebesar lobang ini ” . Nabi
pun melingkarkan jari telunjuk ke ibu jarinya. Saya bertanya : ”Wahai Rasulullah, mungkinkah
kami binasa padahal di tengah-tengah kami masih ada orang-orang yang sholeh ?!” Beliau pun
menjawab : ”Ya, apabila kebejatan sudah merajalela” .
Merinding bulu roma saat membaca / mendengar hadits ini. Bagaimana tidak ? Ternyata sekali
pun di sekitar kita banyak ulama dan orang shaleh, namun tak dapat mencegah malapetaka,
manakala keberadaan mereka tidak mampu mencegah kemunkaran.

Hadits tersebut dinukilkan oleh Al-Imâm Abu Zakariyâ’ Yahyâ ibnu Syarf An-Nawawi rhm
dalam kitab Riyâdhush Shâlihîn, Bab amar ma’ruf nahi munkar, Hadits ke 189.

Dan jika kita mengkaji ulang sejarah umat manusia terdahulu, maka kita bisa mendapatkan
begitu banyak bukti autentik tentang bahaya meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Di
antaranya apa yang diriwayatkan oleh Al-Imâm Abi Daud rhm dalam Sunan-nya, Kitâb Al-
Malâhim, Bab Amar ma’ruf nahi munkar, Hadits ke - 4.314, bersumber dari ‘Abdullâh ibnu
Mas’ûd ra, Nabi SAW bersabda :
" " َ‫صنَ ُع فَإِنَّهُ َلَ يَ ِح ُّل لَك‬ ِ َّ ‫ " يَا َهذَا ! ات‬: ‫الر ُج َل فَيَقُ ْو ُل‬
ْ َ‫ق للاَ َودَ ْع َما ت‬ َّ ‫الر ُج ُل يَ ْلقَى‬َّ َ‫ص َعلَى بَنِى إِس َْرآئِ ْي َل َكان‬ ُ ‫إِ َّن أ َ َّو َل َما دَ َخ َل النَّ ْق‬
‫ض ِه ْم ِببَ ْعض‬ ُ
َ ‫ب للا قُل ْو‬
ِ ‫ب بَ ْع‬ َ ‫ض َر‬َ َ‫ فَلَ َّما فَ َعل ْوا ذَلِك‬, ُ‫ ذَلِكَ أ ْن يَ ُكونَ أ ِك ْيلَهُ َو ش َِر ْيبَهُ َو قَ ِع ْيدَه‬, ُ‫" ث ُ َّم يَ ْلقَاهُ ِمنَ الغَد فًَلَ يَ ْم َنعُه‬.
ُ َ َ
Artinya : ” Sesungguhnya awal mula masuknya kekurangan ( terjadinya kesalahan ) dalam Bani
Isrâil adalah dahulu seseorang ( yang baik ) bertemu dengan orang lain ( yang berbuat buruk )
seraya berkata : ” Hei orang ini ! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkan apa yang kau lakukan,
sesungguhnya itu tidak halal bagimu ”. Kemudian esoknya ia bertemu lagi dengan orang itu
namun tidak lagi ia melarangnya, bahkan ia justru menjadi teman makan, minum dan duduknya.
Maka tatkala mereka lakukan itu Allah pun menghitamkan hati sebagian mereka ( yang baik )
dengan sebab sebagian mereka ( yang buruk ) ”.

Selanjutnya Rasulullah SAW membaca Q.S. 5. Al-Mâ-idah ayat 78 -81 :


" َ‫ص ْوا َوكَانُ ْوا يَ ْعتَد ُْون‬ َ ‫ ذَلِكَ بِ َما َع‬, ‫سى اب ِْن َم ْريَ َم‬ َ ‫ان دَ ُاودَ َو ِعي‬ ِ ‫س‬ َ ‫ لُعِنَ الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا ِم ْن بَنِي إِس َْرآ ِئ ْي َل َعلَى ِل‬c ‫كَانُ ْوا َلَ يَتَنَاه َْونَ َع ْن‬
ُ
َ‫س َما كَانُ ْوا يَ ْفعَل ْون‬ ُ
َ ْ‫ َلبِئ‬, ُ‫ ُم ْنكَر فَعَل ْوه‬c ُ‫َّللا‬
َّ ‫ط‬ َ ‫س ِخ‬ َ
َ ‫س ُه ْم أ ْن‬ َ
ُ ُ‫ت لَ ُه ْم أ ْنف‬ْ ‫س َما قَدَّ َم‬ َ ْ‫ لَبِئ‬, ‫يرا ِم ْن ُه ْم َيت ََولَّ ْونَ الَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا‬ً ِ‫ت ََرى َكث‬
‫ُو‬ ‫د‬ ‫ل‬ ‫َا‬
‫خ‬
َ‫َ ِ ْ ِ ْ ن‬ ‫م‬ ُ
‫ه‬ ‫ب‬ ‫ا‬ َ ‫ذ‬ ‫ع‬ ْ
‫ال‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِ َ ِْ َ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ c ‫و‬ُ ‫ق‬‫س‬‫ا‬ َ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ه‬‫ن‬ْ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ير‬‫ث‬
َ‫ْ ْ ْ ِ َ َ َ ِ ِ ً ِ ُ ْ ِ ْ ن‬َ
‫ك‬ ‫ن‬َّ ‫ك‬َ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ء‬ ‫آ‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫و‬ َ ‫أ‬ ‫م‬ ُ
‫ه‬ ‫و‬ ُ ‫ذ‬ َ
‫خ‬ َّ ‫ت‬‫ا‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ ‫ل‬ ‫إ‬ ‫ل‬ ‫ز‬ ْ
‫ن‬ ُ
َ ِ ِ َ ِ َ َ ِ ِ َ ِ ِ َ‫ َولَ ْو كَانُ ْوا يُؤْ ِم ْ ن‬c"
َ ‫أ‬ ‫آ‬ ‫م‬‫و‬ ‫ي‬ ‫ب‬َّ ‫ن‬‫ال‬ ‫و‬ َّ
‫اّلِل‬ ‫ب‬ ‫و‬ُ ‫ن‬
Artinya : ” Telah dila’nati orang-orang kafir dari Banî Isrâil dengan lisan Daud dan ‘îsâ putera
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

Mereka satu sama lain selalu tidak saling melarang dari tindakan kemunkaran yang mereka
perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.

CONTOH

Amar Ma’ruf adalah perbuatan-perbuatan baik yang harus kita lakukan semasa hidup di dunia
dan menjauhi perbuatan perbuatan mungkar (perbuatan dosa). Salah satu contoh dari Amar
Ma’ruf adalah menjalankan sholat lima waktu. Sholat lima waktu adalah kewajiban umat
manusia yang harus selalu dijalankan setiap hari. Dengan menjalankan sholat lima waktu kita
dapat menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan
disetiap waktu. Diharapkan dengan rajin sholat lima waktu dapat lebih mengingatkan kita agar
tidak berbuat dosa. Mungkin manusia tidak akan pernah terhindar dari dosa tapi dengan rajin
sholat dapat mengingatkan dan dapat menghindarkan kita dari segala dosa yang menjerumuskan
kita dalam dosa,
Nahi Mungkar adalah perbuatan-perbuatan dosa yang harus selalu kita hindari. Contoh dari Nahi
Mungkar adalah minum –minuman keras. hukuman dari orang yang minum-minuman keras
adalah apabila orang itu sholat tidak akan diterima selama 40 hari. Karena minum-minuman
keras dapat menghilangkan kesadaran dan membawa orang yang telah minum-minuman keras
kedalam alam bawah sadar yang dapat memicu orang itu berbuat dosa yang lebih besar.
Misalnya orang yang mabuk bisa mencuri, memperkosa, membunuh, dll.

You might also like