You are on page 1of 18

Kelompok 5

MODUL VI

ALIRAN MELALUI AMBANG

(TAJAM DAN LEBAR)

6.1 Pendahuluan

Ambang adalah salah satu bangunan air yang dapat digunakan untuk
menaikkan tinggi muka air serta menentukan debit air. Dalam merancang
bangunan air, kita perlu mengetahui sifat-sifat atau karakteristik aliran air yang
melewatinya. Pengetahuan ini diperlukan untuk membuat bangunan air yang akan
sangat berguna dalam pendistribusian air maupun pengaturan sungai. Aliran yang
ditinjau dalam ambang merupakan aliran berubah tiba-tiba.
Terdapat perbedaan bentuk fisik antara ambang lebar dan ambang tajam
sehingga memengaruhi jatuhnya aliran. Pada ambang lebar, air akan jauh lebih
lunak dari ambang tajam untuk tinggi dan lebar ambang yang sama. Karakteristik
yang melalui ambang dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut.

1. Keadaan loncat
Keadaan loncat adalah tinggi muka air di hulu saluran tidak dipengaruhi
oleh tinggi muka air di hilir saluran.
2. Keadaan peralihan
Keadaan peralihan adalah tinggi muka air di hulu saluran mulai
dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir saluran.
3. Keadaan tenggelam
Keadaan tenggelam adalah tinggi muka air di hulu saluran dipengaruhi
olehh tinggi muka air di hilir saluran.

Dalam kondisi kenyataan di lapangan, ambang ini berguna untuk


meninggikan muka air sungai atau pada saluran irigasi sehingga dapat mengairi
areal persawahan yang luas. Perbedaan antara ambang tajam dan lebar dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

6.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini diantaranya :

1. Mempelajari karakteristik aliran yang melalui ambang lebar dan ambang


tajam.
2. Menentukan pengaruh perubahan keadaan tinggi muka air di hilir
terhadap muka air di hulu saluran.
3. Menentukan hubungan tinggi muka air di atas ambang terhadap debit air
yang melimpah di atas ambang.

6.3 Alat-Alat Percobaan dan Gambar Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini diantaranya :


1. Ambang tajam dan lebar

Gambar 6.3.1 Ambang Tajam

Gambar 6.3.2 Ambang Lebar

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

2. Alat pengukur kedalaman

Gambar 6.3.3 Alat pengukur kedalaman


3. Alat pengukur panjang

Gambar 6.3.4 Alat pengukur panjang


4. Venturimeter dan pipa manometer
5. Sekat pengatur hilir
6. Bak penampung air

7. Pompa air

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

6.4 Dasar Teori


Aliran pada ambang atau pelimpah (spillway) adalah salah satu jenis aliran
pada saluran terbuka. Profil pelimpa akan menentukan bentuk tirai luapan
(flow nappe) yang akan terjadi di atas ambang tersebut. Tirai luapan ini
dianggap mengalami pengudaraan, yaitu keadaan saat permukaan atas dan
bawah tirai luapan tersebut memiliki tekanan udara luar sepenuhnya. Namun,
pengudaraan di bawah tirai luapan kurang sempurna. Hal ini berarti terjadi
pengurangan tekanan di bawah tirai luapan akibat udara yang tergantian oleh
pancaran air. Pengurangan tekanan ini menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
- Perbedaan tekanan meningkat di ambang
- Perubahan bentuk tirai luapan sesuai dengan ambang yang digunakan
- Peningkatan debit, disertai fluktuasi
- Bentuk hidrolik yang tidak stabil

Hal-hal ini menyebabkan timbulnya koefisien pengaliran (C) yang


berbeda-beda pada setiap ambang.

6.4.1 Debit Aliran (Q)


Dengan menerapkan prinsip kekekalan energi, impuls-momentum, dan
kontinuitas (kekekalan massa), serta dengan asumsi terjadi kehilangan energi,

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

dapat diterapkan persamaan Bernoulli untuk menghitung besar debit berdasarkan


tinggi muka air sebelu dan pada kontraksi.
Besarnya debit aliran (Q) yang dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus:
Q = 0,001718085.π.∆ℎ0,5 (m3/det)

Diketahui dimensi dari venturimeter adalah sebagai berikut:


d1 = 3,15 cm
d2 = 2,00 cm
Konstanta yang berpengaruh diantaranya;
g = 9,81 ms-2
ρair = 1 grcm-3
ρHg = 13,6 grcm-3
Rumus untuk mengukur diturunkan dari persamaan Bernouli dan Kontinuitas.
Berikut merupakan penurunan rumusnya.

 Persamaan Bernouli (tanpa kehilangan tinggi tekan)

𝑃1 𝑣1 2 𝑃2 𝑣2 2
+ + 𝑧1 = + + 𝑧2
𝛾𝑎𝑖𝑟 2𝑔 𝛾𝑎𝑖𝑟 2𝑔

Karena (z1=z2), maka:

𝑃1 𝑣1 2 𝑃2 𝑣2 2
+ = +
𝛾𝑎𝑖𝑟 2𝑔 𝛾𝑎𝑖𝑟 2𝑔

𝑃1 − 𝑃2 𝑣2 2 − 𝑣1 2
= ......... (1)
𝛾𝑎𝑖𝑟 2𝑔

Diketahui :

𝛾𝐻𝑔 = 13,6 . 𝛾𝑎𝑖𝑟

𝑃1 − 𝑃2 = (𝛾𝐻𝑔 − 𝛾𝑎𝑖𝑟 )∆ℎ

𝑃1 − 𝑃2 = (13,6𝛾𝑎𝑖𝑟 − 𝛾𝑎𝑖𝑟 )∆ℎ

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

𝑃1 − 𝑃2 = 12,6𝛾𝑤 ∆ℎ … … . . (2)

Persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (1)

12,6𝛾𝑤 ∆ℎ 𝑣2 2 − 𝑣1 2
=
𝛾𝑤 2𝑔

𝑣2 2 − 𝑣1 2 = 12,6 . 2𝑔 . ∆ℎ ....... (3)

 Persamaan Kontinuitas

𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2

1 1
𝜋𝐷1 2 𝑣1 = 𝜋𝐷2 2 𝑣2
4 4

𝐷1 2
𝑣2 = ( ) 𝑣1 .......(4)
𝐷 2

Persamaan (4) disubstitusikan ke persamaan (3)

𝐷1 4
12,6 . 2𝑔 . ∆ℎ = ( ) 𝑣1 2 − 𝑣1 2
𝐷2

𝐷 4
12,6 . 2𝑔 . ∆ℎ = [(𝐷1 ) − 1] 𝑣1 2
2

12,6 .2𝑔 .∆ℎ


𝑣1 = ........... (5)
√ [(𝐷1)4−1]
𝐷2

Diketahui :

Q = 𝐴1 𝑣1

1 12,6 .2𝑔 .∆ℎ


Q = 4 𝜋𝐷1 2
√ [(𝐷1)4−1]
𝐷2

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

Dengan memasukkan harga D1 = 3,15 cm; D2 = 2 cm, dan g = 9,81 m/s2


akan diperoleh :

Q = 171,8085 𝜋∆ℎ0,5

6.4.2 Koefisien Pengaliran (C)


Energi Khas:
𝑣2 2
E=Y+
2𝑔

Untuk saluran persegi panjang dengan lebar konstan, energi khas dapat
ditulis dalam debit per satuan lebar :

𝑄 𝑣𝑦𝑙
q= = = 𝑣𝑦
𝑏 𝐿

Maka,

𝑞2
E=Y+
2𝑔𝑌 2

𝑑𝐸 𝑞2 𝑣2
=1− = 1 −
𝑑𝑌 2𝑔𝑌3 𝑔𝑌

 Bilangan Froude

𝑣2 𝑑𝐸 𝑑𝐸
Fr = √ maka 𝑑𝑌 = 1 − 𝐹𝑟 2 = 1 − 𝐹𝑟 2 ............. (1)
𝑔𝑌 𝑑𝑌

Energi Total:
𝑣2
𝐻 = 𝐸 + 𝑧 = 𝑌 − 𝑔𝑌 + 𝑧 (konstan)

Diferensial terhadap X:
𝑑𝐸 𝑑𝑍 𝑑𝐸 𝑑𝑌 𝑑𝑍
+ 𝑑𝑋 = 0 ↔ 𝑑𝑌 . 𝑑𝑋 + 𝑑𝑋 = 0 ................... (2)
𝑑𝑋

Persamaan (1) disubstitusikan ke persamaan (2):

𝑑𝑌 𝑑𝑍
(1 − 𝐹𝑟 2 ) + 𝑑𝑋 = 0 ...................(3)
𝑑𝑋

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

Dimana:
𝑑𝑍
= kenaikan / penurunan dasar saluran
𝑑𝑋
𝑑𝑌
= kenaikan / penurunan muka air
𝑑𝑋
𝑑𝑍
Karena terjadi kenaikan dasar saluran (ambang) maka 𝑑𝑋 > 0. Jadi
𝑑𝑌 𝑑𝑌
(1 − 𝐹𝑟 2 ) < 0. Bila aliran subkritis 𝐹𝑟 < 1, 𝑑𝑋 < 0 ting gi aliran di atas
𝑑𝑋
ambang berkurang. Setelah itu tinggi dasar saluran akan tetap atau konstan,
𝑑𝑍
yang berarti 𝑑𝑋 = 0, sehingga:
𝑑𝑌
(1 − 𝐹𝑟 2 ) = 0
𝑑𝑋
Oleh karena itu kemungkinan terjadi adalah:
(1 − 𝐹𝑟 2 ) = 0 atau Fr =1
Hal ini berarti di atas ambang akan terjadi aliran kritis. Pada aliran kritis
𝑑𝐸
terjadi E minimum atau = 0. Maka menurut persamaan (1):
𝑑𝑌
𝑑𝐸 𝑣2
= 1− 𝑔𝑌 = 0
𝑑𝑌

𝑣 2 = 𝑔𝑌 → 𝑣 = √𝑔𝑌 atau 𝑣 = √𝑔𝐻𝑒


Besar debit di atas ambang:
𝑄 = 𝐴𝑣
𝑄 = 𝐻𝑒. 𝐿. √𝑔𝐻𝑒

𝑄 = √𝑔. 𝐿. 𝐻𝑒 3/2
Dari eksperimen, harga Q merupakan kelipatan harga di atas, maka:
𝑄 = 𝐶𝑑. √𝑔. 𝐿. 𝐻𝑒 3/2
𝑄
𝐶=
𝐿. 𝐻𝑒 3/2
Q = debit yang melalui ambang
C = koefisien pengaliran
L = lebar saluran
He = tinggi muka air di hulu diukur dari bidang atas ambang saat
loncat

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

6.5 Prosedur Percobaan

6.5.1 Percobaan Aliran di Atas Pelimpah Ambang Tipis

1. Tempatkan pelimpah pada kait pengunci yang ada di dasar saluran dan
pastikan dia terkunci dengan baik di atas dasar saluran.

Gambar 6.5.1.1 menempatkan pelimpah


2. Hidupkan pompa dan buka katub pengatur sehingga air melimpah di
atas ambang.

Gambar 6.5.1.2 menghidupkan pompa


3. Setelah kondisi aliran stabil, ukur dan catat besarnya nilai Q dan H
untuk setiap pertambahan tinggi muka air kira-kira 10 mm, tinggi H
diukur dengan meteran taraf.

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

Gambar 6.5.1.3 mengukur nilai Q dan H


4. Pada setiap percobaan tempatkan pipa aerasi di belakang pelimpah
untuk menjaga kavitasi udara sehingga terjadi limpahan halus (nappe)
dan buat sketsa aliran pada debit maksimum dan minimum.

Gambar 6.5.1.4 menempatkan pipa aerasi


5. Hentikan aliran air dan setelah aliran berhenti melalui mercu, ukurlah
elevasi beberapa titik di sebelah hulu pelimpah dan tentukan bacaan
garis acuan air.

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

Gambar 6.5.1.4 menghentikan aliran air

6.5.2 Percobaan Aliran di Atas Pelimpah Ambang Lebar

1. Tempatkan pelimpah pada kait pengunci yang ada di dasar saluran dan
pastikan dia terkunci dengan baik di atas dasar saluran.

Gambar 6.5.1.1 menempatkan pelimpah

2. Hidupkan pompa dan buka katub pengatur sehingga air melimpah di


atas ambang.

Gambar 6.5.1.2 menghidupkan pompa

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

3. Setelah kondisi aliran stabil, ukur dan catat besarnya nilai Q dan H
untuk setiap pertambahan tinggi muka air kira-kira 10 mm, tinggi H
diukur dengan meteran taraf.

Gambar 6.5.1.3 mengukur nilai Q dan H


4. Untuk setiap langkah pada prosedur 3 catat pula nilai du dan dc, serta
bentuk profil muka air.

Gambar 6.5.1.4 menempatkan pipa aerasi

5. Hentikan aliran air dan setelah aliran berhenti melalui mercu, ukurlah
elevasi beberapa titik di sebelah hulu pelimpah dan tentukan bacaan
garis acuan air.

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

Gambar 6.5.1.4 menghentikan aliran air

6.6 Data Hasil Percobaan

a. Ambang Lebar

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :

Panjang ambang (I) = 10 cm = 0,01 m

Lebar ambang (B) = 5 cm = 0,05 m

Tinggi ambang (h) = 2,5 cm = 0,025 m

Tabel 6.6.1 Data Hasil Percobaan Ambang Lebar

No du (m) dc (m) t1 t2 t3 H (m) H1,5 Q (m3/s)

1 0,038 0,126 15,31 15,79 15,88 0,0119 0,00125 6,3x10-4

2 0,107 0,120 4,78 4,84 4,72 0,0108 0,00071 2,1x10-3

3 0,107 0,115 3 3,24 3,01 0,099 0,0311 6,4x10-3

a. Ambang Tipis

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai


berikut :

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

a. Lebar ambang (B) = 5 cm = 0,05 m

b. Titik dasar acuan = 155 mm

Tabel 6.6.2 Data Hasil Percobaan Ambang Tipis

No dc (m) t1 t2 t3 H (m) H1,5 Q (m3/s) Q2/3

1 2,9x10-5 5,47 5,25 5,28 0,009 8,53x10-4 1,8x10-3 1,4x10-2

2 1,1x10-4 1,66 1,75 1,64 0,0071 5,98x10-4 5,9x10-3 0,151

3 1,3x10-4 1,34 1,31 1,34 0,0074 6,36x10-4 7,5x10-3 3,8x10-2

6.7 Perhitungan

6.8 Analisis

6.8.1 Profil Aliran

Pada grafik di atas, dapat dilihat profil aliran air pada ambang lebar dan
ambang tajam. Pada grafik terlihat aliran air pada keadaan loncat akan mengalami
kenaikan ketinggian setelah jatuh dari ambang. Hal ini karena pada saat jatuh dari
ambang, energi potensial aliran menurun, dan energi potensial yang hilang
tersebut digantikan oleh energi kinetik. Namun setelah 8jatuh dari ambang, aliran
air tersebut mengembalikan energi potensialnya dengan merubah energi kinetik
yang ada, sehingga tinggi muka air bertambah.

6.8.2 He1 vs He2

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai He2, baik pada ambang lebar
maupun ambang tajam, memiliki nilai positif dan nilai negatif, sedangkan He1
memiliki nilai yang selalu positif. Nilai He1 yang selalu positif menunjukkan
bahwa He1, selalu lebih tinggi daripada tinggi ambang. Nilai He2 yang negatif

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

menunjukkan bahwa besarnya He2, tidak melebihi tinggi ambang, atau dengan
kata lain, tinggi muka air di hilir lebih rendah daripada ambang.

Pada keadaan loncat, nilai He2 positif, karena nilai He2 di dapat dari He2 =
tinggi ambang – Y2, dan pada keadaan loncat, Y2 lebih kecil dari tinggi ambang
sehingga nilai He2 positif. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan tinggi muka air di
hulu tidak dipengaruhi oleh tinggi muka air di hilir. Pada keadaan peralihan, nilai
He2 mendekati nol karena ketinggian air di hilir sudah mendekati tinggi ambang.
Pada keaadaan peralihan, nilai He1 mengalami kenaikan karena muka air di hulu
mulai dipengaruhi tinggi muka air di hilir saluran. Pada keadaan tenggelam, nilai
He2, negatif sedangkan He1 konstan. Hal ini disebabkan karena nilai He2 didapat
dari rumus He2 = tinggi ambang – Y2 dan pada keadaan tenggelam, Y2 lebih besar
dari tinggi ambang sehingga He2 bernilai negatif. Pada keadaan ini, ketinggian
muka air di hulu dipengaruhi oleh ketinggian muka air di hilir ambang.

6.8.3 He1 vs Q

Dari grafik di atas dapat dilihat hubungan antara tinggi muka air di atas
ambang (He1), baik pada ambang tajam maupun ambang lebar, dengan debit air
yang mengalir (Q). Hubungan antara He1 dan Q adalah berbanding lurus, dimana
nilai Q akan bertambah ketika nilai He1 bertambah. Hal ini sesuai dengan
persamaan Q = C . L . He3/2 , yaitu dimana semakin besar nilai Q maka semakin
besar juga nilai He1. Hal ini disebabkan karena ketika Q besar, air yang mengalir
di hulu ambang juga akan deras dan menyebabkan volume air di hulu meningkat,
sehingga air di hulu akan cepat naik dan menyebabkan ketinggian air di hulu
menjadi besar juga.

6.8.4 He1 vs C

Dari grafik dapat dilihat hubungan antara tinggi muka air di atas ambang
(He1) dengan koefisien pengaliran (C). Pada ambang lebar, nilai C yang didapat
bervariasi, berkisar 2,2-9,3, sedangkan nilai C yang diperoleh dari ambang tajam
berkisar 6,3-10. Karena C merupakan koefisien pengaliran, seharusnya nilai C

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

konstan, atau mendekati konstan. Tetapi seperti yang terlihat pada grafik He1 vs C
pada ambang lebar, nilai C bervariasi dan tidak konstan. Hal ini dikarenakan niali
C merupakan koefisien pengaliran yang nilainya konstan untuk masing-masing
nilai He, sehingga menyebabkan nilai C akan berbedan untuk nilai He yang
berbeda.

6.8.5 Q vs C

Dari grafik dapat dilihat hubungan antara debit air yang mengalir (Q)
dengan koefisien pengaliran (C). Pada grafik ambang lebar ambang lebar maupun
tajam terlihat nilai C tersebar dengan nilai yang berbeda-beda. Karena C
merupakan koefisien pengaliran, seharusnya C nilainya konstan. Namun, seperti
yang terlihat pada kedua grafik diatas, nilai C bervariasi dan tidak konstan. Hal ini
dikarenakan nilai C merupakan koefisien pengaliran yang nilainya konstan untuk
masing-masing nilai Q, sehingga menyebabkan nilai C akan berbeda untuk nilai Q
yang berbeda.

6.8.6 He/Hd vs C/Cd

Pada grafik di atas menunjukkan hubungan antara perbandingan tinggi


muka air di hulu terhadap tinggi rata-rata muka air (He1/Hd) dan perbandingan
koefisien alir terhadap koefisien alir rata-rata (C/Cd). Idealnya, nilai C/Cd pada
grafik selalu mendekati nilai satu. Hal ini karena nilai C konstan dan Cd
merupakan rata-rata C sehingga nilai Cd akan sama dengan nilai C. Pada grafik
ambang lebar, nilai C/Cd cukup mendekati nilai satu dengan rentang persebaran
nilai C yang tidak terlalu besar. Hal ini dapat disebabkan karena nilai C tidak
ideal, yaitu bervariasi di setiap nilai He. Selain itu, perhitungan nilai C akibat
pengukuran tinggi manometer maupun nilai He1 yang kurang presisi juga dapat
berpengaruh.

6.9 Kesimpulan
a. Dari hasil percobaan dan pertimbangan yang telah dilakukan didapat hasil
sebagai berikut :

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

 Ambang Lebar
1) Tinggi H (m)
H1=0,0119 m
H2=0,0108 m
H3=0,099 m
2) Debit Aliran (Q)
Q1= 6,3x10-4 m3/s
Q2= 2,1x10-3 m3/s
Q3= 6,4x10-3 m3/s
3) Koefisien Debit
Cd1= 3,93
Cd2= 35
Cd3= 2,461
 Ambang Tipis
4) Tinggi H (m)
H1=0,090 m
H2=0,071 m
H3=0,074 m
5) Debit Aliran (Q)
Q1= 1,8x10-3 m3/s
Q2= 5,9x10-3 m3/s
Q3= 7,5x10-3 m3/s
6) Koefisien Debit
Cd1= 2,4x10-5
Cd2= 1,1x10-4
Cd3= 1,3x10-4

b. Dari hubungan Q dan H dapat terlihat bahwa semakin besar nilai Q maka
semakin besar pula nilai H. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar
nilai debit maka semakin besar ketinggiannya.

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika


Kelompok 5

c. Dari grafik hubungan Cd dan H terlihat bahwa semakin besar Cd nilai H


semakin kecil. Padahal seharusnya semakin besar nilai ketinggian air
maka semakin tinggi pula nilai koefisien debitnya mungkin dikarenakan
pada saat praktikum terdapat kesalahan praktikan dalam membaca alat
dan kurang ketelitian dalam perhitungan.
d. Aplikasi percobaan ini yaitu pada bangunan-bangunan air. Yaitu
bendungan, saluran irigasi, dan drainase.

6.10 Saran
a. Sebaiknya pengambilan debit air dilakukan dari debit kecil ke debit
besar agar memudahkan untuk mengatur debit yang akan digunakan,
karena jika dilakukan dari debit besar ke debit kecil, aliran cenderung
tidak stabil.
b. Sebaiknya sebelum melakukan percobaan, keadaan awal alat
diperhatikan dengan lebih seksama, terutama ketika melakukan
kalibrasi alat. Hal ini agar data yang diperoleh dapat lebih presisi.
c. Sebaiknya percobaan ini dilakukan dengan rentang debit yang tidak
terlalu lebar dan acak, agar dapat meminimalisir ketidaktelitian
sehingga data yang diperoleh bisa lebih akurat.

6.11 Daftar Pustaka

Team Laboratorium Hidro-Teknik.2016.Pedoman Pelaksaanaan Praktikum


Mekanika Fluida dan Hidrolika.Bandar Lampung: Unila
Team Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air.2015.Panduan Praktikum
Mekanika Fluida dan Hidrolika SI-2131.Bandung: ITB

Laporan Mekanika Fluida Dan Hidrolika

You might also like