- Aprila Dila P. 081411433013 - Irine Puspa Ningrum 081411433014 Pendahuluan • Folikel ovarium sel granulosa merupakan daerah yang rentan terhadap erubahan akibat steroidegenesis. • Lindane → polutan yang tergolong adalam zat pestisida berbahaya • Lindane →mengganggu aktivitas endokrin yng menyebabkan kelahiran prematur dan gnaggua pada kehamilan Pendahuluan • Dalam kultur in vitro, konsentrasi lindane yang berkisar antara 10 – 100 µmdapat mengganggu pembelaha mitosis. • Pada individu jantan maupun betina, di kultur in vitro maupun in vivo lindane disinyalir dapat menyebabkan apoptosis. • Sehingga tujuan penelitin ini adalah untuk mengetahui secara morfologi sel granulosa tikus yang di kultur secara in vitro dengan penambahan lindane dengan brbagai konsentrasi dan kelompok kontrol. Metode Penelitian 1. Hewan Coba dan Desain Eksperimen • Tikus ditempatkan dalam kandang dan diperlakukan pada suhu yang dikendalikan yaitu (21 ± 1° C) dan lampu (12 jam hari) dengan makanan dan air diberikan secara bebas. • Tikus betina prepubertal (21 sampai 23 hari) diber iperlakuan dengan 5IU of PMSG (pregnant mare serum gonadotropin). • Setelah 48 jam, tikus di dislokasi leher. • Percobaan sebanyak 10 perlakuan dengan pengulangan 3 kali. Metode Penelitian 2. Isolasi GC dan Langkah Kerja • Ovarium diambil, dicuci dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) pH 7- 7,4 pada suhu 37 °C dan dipindah di botol kultur yang berisi MEM Hepes. • Ovarium diinjeksi dengan jarum suntik untuk melepaskan GCs. • GCs ditransfer ke botol kultur dari kultur in vitro. • Lindane diberikan dengan beberapa tingkat toksisitas : kontrol, kontrol dalam kendaraan, Lindane 1 μM (L1), Lindane 10 μM (L10), dan Lindane 100 μM (L100). Metode Penelitian 3. Kultur in vitro Tikus GCs • Aliquot GCs yang siap memenuhi (3 ml, ~ 5 × 103 sel) dikultur di DMEM (modifikasi Dulbecco pada media Eagle's, GE Healthcare, Little Chalfont, Buckinghamshire, Inggris) mengandung 5% FBS (Fetal BovineSerum) dilengkapi dengan 2 mM L-glutamin dan antibiotik 100 mMberisi penicillin and 100 μg/ml streptomycin kedalam kultur jaringan 35 mm hingga terjadi adhesi. • Lindane (PESTANAL, 45548) dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO) dan dilakukan pengenceran berseri di media kultur untuk mendapatkan hasil akhir konsentrasi, yang tidak melebihi konsentrasi maksimum dari DMSO yaitu 0,1% DMSO. • GCs kemudian dikulturkan secara in vitro dengan media yang mengandung Lindane dan tidak (Kontrol) pada suhu 37° C dan CO2 5% selama 36 jam. Metode Penelitian 4. Persiapan Penggunaan Mikroskop Cahaya dan TEM • Pada akhir InVitro Culture, GCs diaspirasi, dicuci dengan PBS, disentrifugasi pada 1200 rpm selama 5 menit pada suhu 37°C dan segera ditambah dengan 2.5% glutaraldehida / PBS. • Pelet disimpan pada suhu +4° C selama 2-5 hari sampai persiapan selanjutnya untuk TEM. • Perubahan morfologi pada perlakuan GCs dapat diamati dibawah mikroskop cahaya dan TEM seperti integritas membran sel, jenis dan kualitas organel dan inklusi, karakteristik nukleus, kromatin dan kapsul nukleus, ada tidaknya serta luasnya vakuolisasi Metode Penelitian 5. Persiapan Scanning dengan Mikroskop Elektron • Untuk pengamatan SEM, IVC dilakukan pada 18 mm polylisinated coverslips steril yang ditempatkan di dalam botol kultur. • Di akhir IVC, GC yang menempel dicuci dengan PBS, difiksasi dengan 2,5% glutaraldehida/PBS pada suhu 4°C paling sedikit 48 jam untuk pengamatan spesimen pada SEM. Metode Penelitian 6. Western Blotting • Kontrol dan GC yang terpapar Lindane disuspensikan kembali dalam buffer lisis dan disentrifugasi. Konsentrasi protein ditentukan dengan Bio-Rad Protein Assay. • Glioblastoma cell line manusia U-251 digunakan sebagai kontrol positif. Protein (80 μg / sampel) ditambah dengan 10% SDS-PAGE dalam kondisi reduksi, kemudian gel diberi elektroblotted ke membran nitroselulosa 0,45 μm pada 100 V selama 1 jam. • Membran diinkubasi selama semalam pada suhu 4°C dengan antibodi monoklonal primer tikus tertentu: anti p53 (53 kDa), anti-β-tubulin (55 kDa), dan antiphospho-p53 (53 kDa). • IgG anti-mouse dari kambing terkonjugasi peroksidase digunakan sebagai antibodi sekunder. • Massa molekul protein ditentukan dengan perbandingan terhadap Protein Marker VI (10-245). • Protein dideteksi menggunakan Super Signal West Pico Substrat Chemiluminescent dan membrane nitroselulosa diperiksa oleh Aliansi LS2-77WL melalui image system. • Kuantifikasi densitometrik dilakukan dengan perangkat lunak NIH Image V.1.62 dan standarisasi menggunakan β-tubulin sebagai loading control. • Sinyal phospho-p53 kemudian dinormalkan ke ekspresi total p53 pada Metode Penelitian 7. Analisis Data • Data Western Blotting dari tiga percobaan dinyatakan sebagai data mean ± standard deviation (SD) dan dibandingkan dengan t-test yang tidak berpasangan. Perbedaan nilai dianggap signifikan jika P <0,05. Hasil 3.1. Control • Sel granulose menunjukkan bentuk bulat/ovoid dengan rasio tertinggi inti/sitoplasma. • Pada hasil TEM, pada sitoplasma sel granulose menunjukkan nukleus, mitokondria, Golgi apparatus, lipid droplets (ld), lysosomes dan vesicles (Fig. 1A, B, C). • Mitokondria nampak memanjang atau sperik dan dilingkupi oleh membran yang utuh. Beberapa lamellar atau tubular/vesicular cristae membagi matriks mitokondia (Fig. 1C). • Hasil SEM menunjukkan stratifikasi sel granulose. Lapisan sel yang paling bawah menunjukkan sel yang menempel dengan bentuk pipih, tidak beraturan, dan sel dibagian diluar biasanya berbentuk ovoid. • Mikrofili yang tersusun banyak atau padat menutupi sebagian besar permukaan CGs (Fig. 1E). Hasil 3.2. Control in vehicle • Dengan mikroskop cahaya, sel granulose sebagian besar sama dengan control kecuali pada adanya keberadaan fragmen sel sporadis dan inklusi sitoplasma (lipid droplets) (Fig. 2A, inset). • Hasil TEM menunjukkan hasil yang baik, sel granulose memiliki inti sel berbentuk agak bulat dan agak bertakik, banyak mitokondria, dan lipid droplets (Fig. 2A, B). • Sesekali menunjukkan adanya membrane blebbing dan penurunan jumlah microvilli (Fig. 2C, D). Hasil 3.1. L1 • Dengan menggunakan mikroskop cahaya, bentuk morfologi sel granulose sama dengan morfologi sel kontrol (Fig. 3A, inset). • TEM memperlihatkan bentuk sel yang tidak beraturan dan terdapat inti sel yang besar yang mengandung central or eccentric clusters of chro-matine yang berbatasan dengan membrane inti (Fig. 3 A). • Terdapat banyak mitokondria berbentuk bulat ataupun memanjang dan kaya akan lamella. • Berdasarkan hasil SEM, beberapa sel granulose menunjukkan bentuk yang tidak beraturan dengan retraction of the cell-to-cell cytoplasmic extensions. • Kerapatan mikrofili menurun bila dibandingkan dengan kontrol (Fig. 3 B) dan blebbing pada permukaan membrane meningkat (Fig. 3C). Hasil 3.4. L10 • Dengan mikroskop cahaya menunjukkan bentuk sel granulose tidak beraturan dan vesikel banyak, terdapat lemak dengan ukuran yang berbeda (Fig. 4A, inset). • Analisis ultrastruktur mengungkapkan degenerasi sel seperti marginalisasi kromatin, invaginasi membrane sel, blebbing sitoplasma (Fig. 4 A, B), Fragmentasi selular yang mengandung organel dan debris sel (Fig. 4A). • Mitokondria yang biasanya berasosiasi dengan RE dilingkupi oleh membran yang utuh dan banyak mengandung Krista (Fig. 4 C). • Berdasarkan hasil SEM sel granulose menunjukkan membran yang menyusut, penurunan dari intercellular connections dan kepadatan mikrofili jika dibandingkan dengan kontrol dan L1. • Terdapat cekungan membran yang tersebar dan jumlah kerutan serta blebs yang bertvariasi dan yang terakhir nampak penonjolan dari sitoplasma (Fig. 4 D-E). Hasil 3.5. L100 • Berdasarkan hasil pengamatan mikroskop cahaya sel granulose nampak tidak beraturan dengan membran inti yang sangat terwarnai dan banyak fragmen kecil dari inti. • Di beberapa bagian, lipids droplets meningkat dan debris-debris selular juga melimpah (Fig. 5A, inset). • Pengamatan SEM secara luas menunjukkan degenerasi sel granulose dengan menunjukkan perubahan inti sel dan sitoplasma, dicirikan oleh nukleoplasma yang pucat, nucleolema yang tervesikulasi dan terpecah pecah, vacuolisasi sitoplasma secara luas, fragmentasi selular yang mengandung organel dan debris selular (Fig. 5A, B). • Pengamatan SEM menunjukkan sebagian besar sel mengkerut atau terfragmenetasi dan memperlihatkan blebbing membran secara luas (Fig. 5C, D). Hasil 3.6. Western blot • L1 dan L0 menunjukkan ekspresi dari protein phospho-p53/p53 dengan perbandigan 88% and 92% lebih besar dari control (P < 0.05). Sedangkan ekspresi protein phospho-p53/p53 L100 tidak terdeteksi (Fig. 5E) Diskusi • Lindane merupakan sejenis organochlorines yang masih digunakan di seluruh dunia hingga tahun delapan puluhan namun pada saat ini juga masih digunakan di Negara berkembang. • Kegagalan reproduksi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti yang telah dilaporkan pada dithiocarbamates dan gangguan aktivitas kinerja endokrin yang dapat mengubah siklus estrus sehingga menyebabkan infertile. • Alasan dari penelitian ini menggunakan sistem IVC adalah untuk mengetahui mekanisme dari lindane pada tingkat subcellular atau intercellular di sistem reproduksi betina. • Analisis ultrastruktural menunjukkan bahwa L1 menginduksi tanda awal dari degenerasi GC dengan adanya marginalisasi kromatin dan sedikit fragmentasi ekstensi dari sitoplasma sel ke sel. Efek tersebut meningkat pada dosis L10 termasuk invaginasi membrane nucleus, sitoplasma blebbing, penurunan kerapatan mikrovili dan penurunan hubungan interceluller. L100 menginduksi perubahan-perubahan yang jelas dengan vesikulasi membrane nucleus, vakuolisasi, dan munculnya banyak fragmen seluler yang mengandung organel-organel dan debris seluler. Diskusi • Apoptosis pada GC digambarkan sebagai fragmentasi sel ke bentuk spheroidal yang dikelilingi oleh membrane (badan apoptosis) yang mengandung bagian sitoplasma dan inti. • Diketahui penggunaan lindane akan menginduksi pengurangan jumlah sel cumulus dalam kompleks cumulus oosit yang terdapat dalam babi, penghambatan komunikasi interseluler, fragmentasi atau hilangnya organel-organel dalam sel sertoli, dan kerusakan yang luas pada sel leydig dari tikus. • Pengamatn SEM menunjukkan penurunan mikrovili, adanya sitoplasma blebbing, dan penurunan dari interaksi sel-sel. • Paparan L1 tidak terlalu mempengaruhi GCs karena menunjukkan hasil yang masih sama seperti control. • L10 menginduksi penurunan dari pseudopodia dan sel junction • Paparan L100 menunjukkan tahap lanjut dari degenerasi, yang ditandai dengan penyusutan sel dan perubahan permukaan yang signifikan. Diskusi
• Lindane juga dapat meningkatkan stress oksidatif yang
terkait dengan aktivasi Caspases dan kematian akibat apoptosis sel. • Hubungan anatar dosis dengan indeks apoptosis dikaitkan dengan peningkatan ekpresi protein p53 di L1 dan L10, dan tidak terdeteksi di L100, mungkin karena kematian sel yang ltinggi atau penurunan regulasi dari p53 yang terhubung ke aktivasi dari jalur lain. • Lindane menginduksi kematian sel secara apoptosis juga dapat diamati dalam cumulus-oocyte-complexes pada babi dan bovine oocytes Kesimpulan • Kesimpulan penelitian yang dilakukan pada GCs tikus yang dikultur secara in vitro untuk mengetahui pengaruh pemberian Lindane ditunjukkan dengan hasil ultrastruktur berupa kerusakan sel yang kompatibel dengan apoptosis. Karena perubahan GC dapat dikaitkan dengan penurunan oosit dalam masa perkembangan. Lindane juga dapat menjadi penyebab pemblokir gap junction. TERIMA KASIH