Professional Documents
Culture Documents
1506730754
Posisi dominan atau menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan adalah menjadi
salah satu tujuan pelaku usaha. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha berusaha
menjadi yang lebih unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan.
Penguasaan posisi dominan di dalam hukum persaingan usaha tidak dilarang,
sepanjang pelaku usaha tersebut dalam mencapai posisi dominan(nya) atau menjadi
pelaku usaha yang lebih unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan atas
kemampuannya sendiri dengan cara yang fair. Konsep hukum persaingan usaha
adalah menjaga persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang
bersangkutan dan mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai
posisi dominan (menjadi unggul) melalui persaingan usaha yang sehat dan efektif.
1
Satria Afif Muhammad
1506730754
1. Pangsa pasarnya;
2. Kemampuan keuangan;
tertentu.
Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 yang penting
adalah bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya dalam kaitan pangsa pasar, kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, dan kemampuan menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Ketentuan persentase pangsa
pasar suatu pelaku usaha sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
diatur di dalam Pasal 25 ayat (2) yang menetapkan bahwa:
“Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis
2
Satria Afif Muhammad
1506730754
Salah satu ciri-ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah jika
pelaku usaha tersebut dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat pada pasar
yang bersangkutan secara mandiri/individu tanpa memperhitungkan pesaing-
pesaingnya. Kedudukan seperti ini karena kepemilikan pangsa pasarnya, atau
karena kepemilikan pangsa pasar ditambah dengan kemampuan pengetahuan
teknologinya, bahan baku atau modal, sehingga pelaku usaha tersebut mempunyai
kekuasaan untuk menentukan harga atau mengontrol produksi atau pemasaran
terhadap bagian penting dari produk- produk yang diminta. Jadi, keadaan suatu
pasar yang dapat dipengaruhi oleh satu pelaku usaha secara mandiri, karena pelaku
usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya dan
kemampuan keuangan yang lebih kuat dari pada pesaingnya serta mampu
menetapkan harga dan mengatur pasokan barang di pasar yang bersangkutan.
3
Satria Afif Muhammad
1506730754
Posisi dominan dapat dimiliki oleh satu pelaku usaha sebagaimana disebut di
atas, yaitu yang disebut dengan monopoli, jika satu pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing pada pasar yang bersangkutan atau jika pelaku usaha tersebut mempunyai
pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya. Posisi dominan dapat juga
dikuasai oleh dua atau lebih pelaku usaha yang disebut dengan oligopoly. Oligopoly
adalah keadaan di mana suatu pasar terdapat dua atau lebih pelaku usaha yang
mempunyai kekuatan pasar yang hampir sama atau seimbang. Para oligopolis
tersebut secara bersama-sama dapat menyalahgunakan posisi dominannya sehingga
mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar
yang bersangkutan. Dengan demikian para oligopolis tersebut tidak saling bersaing
pada pasar yang bersangkutan, sebaliknya bahkan mereka menciptakan suatu
kondisi dan menikmatinya, di mana mereka dapat mendominasi atau menjalankan
pasar dalam perilaku yang sama, seperti seorang monopolis. Pertanyaannya adalah
apakah kriteria struktur oligopolis tersebut? Hal ini dapat ditinjau dari dua aspek,
yaitu dari aspek objektif dan subjektif.
Dari aspek objektif, bahwa para oligopolis tersebut perilakunya satu sama lain
saling tergantung. Ketergantungan ini khususnya berdasarkan terbatasnya
(sedikitnya) jumlah pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan. Pada struktur pasar
yang oligopolis, jika suatu perubahan perilaku mempengaruhi, khususnya dalam
masalah harga, tidak hanya permintaan terhadap pelaku usaha yang berubah dapat
terpenuhi, tetapi juga terhadap anggota oligopolis. Dari aspek subjektif, tergantung
dari suatu pelaku usaha, apakah pelaku usaha tersebut tergantung kepada pelaku
usaha lain. Dalam hal ini, jika pelaku usaha tersebut mempertimbangkan keputusan
mengenai harga jual, jumlah penawaran, peningkatan kapasitas produksi atau
kegiatan perusahaan, bagaimana pesaing-pesaingnya nantinya memberikan reaksi
terhadap keputusannya.
Oleh karena itu salah satu kriteria, apakah para oligopolis mempunyai posisi
dominan atau tidak, dapat dilihat dari jumlah penguasaan pangsa pasarnya dan
produknya. Pada produk yang homogen para pelaku usaha cenderung melakukan
penyesuaian mengkoordinasikan perilaku, khususnya dalam menetapkan harga
4
Satria Afif Muhammad
1506730754
jualnya kepada konsumen. Perilaku ini dianggap seperti perilaku pasar monopoli
yang menghambat persaingan usaha di pasar yang bersangkutan. Oleh karena itu,
pengertian posisi dominan Pasal 1 angka 4 menetapkan unsur-unsur yang perlu
diteliti apakah pelaku usaha mempunyai posisi dominan atau tidak.
Pelaku usaha mempunyai posisi dominan tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun
1999, asalkan pencapaian posisi dominan tersebut dilakukan melalui persaingan
usaha yang sehat atau fair. Namun yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 adalah
apabila pelaku usaha tersebut menyalahgunakan posisi dominannya. Pertanyaannya
adalah bagaimana pelaku usaha melakukan penyalahgunaan posisi dominannya
sehingga pasar dapat terdistorsi. Bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominan
atau hambatan-hambatan persaingan usaha yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha
yang mempunyai posisi dominan adalah ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 19. Walaupun ada yang berpendapat bahwa Pasal 19 dapat dilakukan oleh
pelaku usaha yang tidak mempunyai posisi dominan, tetapi ketentuan Pasal 19
mempunyai kesamaan dengan ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999.
Pasal 25 ayat (1) menetapkan, bahwa:
“Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa
5
Satria Afif Muhammad
1506730754
usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya itu. Hal yang hampir sama juga diatur di dalam Pasal 25 ayat (1) huruf
a yang menetapkan, bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menetapkan syarat-syarat
perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen
memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun
kualitas.
Demikian juga tentang pembatasan pasar diatur di dalam Pasal 19 huruf c, yaitu
pelaku usaha dilarang melakukan suatu kegiatan untuk membatasi peredaran dan
atau penjualan barang dan jasa pada pasar yang bersangkutan, diatur hal yang
hampir sama di dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, yang berbunyi pelaku usaha
dilarang menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan
pengembangan teknologi. Sehingga, dari ketentuan Pasal 25 ayat (1) pelaku usaha
yang mempunyai posisi dominan dapat menyalahgunakan posisi dominannya baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan
atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan
Kasus
Di dalam Putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005 ditetapkan bahwa Carrefour
mempunyai market power dibandingkan dengan Hypermart, Giant dan Clubstore
karena Carrefour mempunyai gerai yang terbanyak. Dengan market power tersebut
menimbulkan ketergantungan bagi pemasok agar produknya dapat dijual di
Carrefour. Bukti menghalangi pemasok ke Carrefour adalah dengan
memberlakukan minus margin yang mengakibatkan salah satu pemasoknya
menghentikan pasokannya kepada pesaing Carrefour yang menjual dengan harga
6
Satria Afif Muhammad
1506730754
lebih murah dibandingkan dengan harga jual di gerai Carrefour untuk produk yang
sama. Carrefour dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal
19 huruf a UU No. 5 Tahun 1999.