You are on page 1of 7

Satria Afif Muhammad

1506730754

RESUME HUKUM PERSAINGAN USAHA


“POSISI DOMINAN”

Posisi dominan atau menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan adalah menjadi
salah satu tujuan pelaku usaha. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha berusaha
menjadi yang lebih unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan.
Penguasaan posisi dominan di dalam hukum persaingan usaha tidak dilarang,
sepanjang pelaku usaha tersebut dalam mencapai posisi dominan(nya) atau menjadi
pelaku usaha yang lebih unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan atas
kemampuannya sendiri dengan cara yang fair. Konsep hukum persaingan usaha
adalah menjaga persaingan usaha yang sehat tetap terjadi di pasar yang
bersangkutan dan mendorong pelaku usaha menjadi pelaku usaha yang mempunyai
posisi dominan (menjadi unggul) melalui persaingan usaha yang sehat dan efektif.

Pertanyaannya adalah apa definisi atau pengertian posisi dominan? Dalam


perspektif ekonomi, posisi dominan adalah posisi yang ditempati oleh perusahaan
yang memiliki pangsa pasar terbesar. Dengan pangsa pasar yang besar tersebut
perusahaan memiliki market power. Dengan market power tersebut, perusahaan
dominan dapat melakukan tindakan/strategi tanpa dapat dipengaruhi oleh
perusahaan pesaingnya. Dalam UU No. 5 Tahun 1999, posisi dominan didefinisikan
sebagai suatu keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti
atau suatu pelaku usaha mempunyai posisi lebih tinggi daripada pesaingnya pada
pasar yang bersangkutan dalam kaitan pangsa pasarnya, kemampuan keuangan,
akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu. Ketentuan Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun
1999 tersebut menetapkan syarat atau parameter posisi dominan. Dari ketentuan
Pasal 1 angka 4 tersebut dapat disimpulkan terdapat 4 syarat yang dimiliki oleh
suatu pelaku usaha sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan, yaitu
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti atau pelaku usaha mempunyai
posisi yang lebih tin i dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya di pasar yang
bersangkutan dalam kaitan:

1
Satria Afif Muhammad
1506730754

1. Pangsa pasarnya; 


2. Kemampuan keuangan; 


3. Kemampuan akses pada pasokan atau penjualan; dan 


4. Kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa

tertentu. 


Syarat yang ditetapkan oleh Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999 yang penting
adalah bahwa pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan mempunyai posisi
tertinggi di antara pesaingnya dalam kaitan pangsa pasar, kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, dan kemampuan menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Ketentuan persentase pangsa
pasar suatu pelaku usaha sebagai pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan
diatur di dalam Pasal 25 ayat (2) yang menetapkan bahwa:
“Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50%
(lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa

tertentu; atau 


b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis

barang atau jasa tertentu.” 


Jadi, apabila pelaku usaha tertentu memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan


dalam Pasal 1 angka 4 tersebut dan ketentuan Pasal 25 ayat (2), maka pelaku usaha
tersebut dapat disebut pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan. Pelaku usaha
yang mempunyai posisi dominan adalah pelaku usaha yang mempunyai kendali
atas pasar bersangkutan dan tidak mempunyai pesaing yang signifikan. Dengan
posisi dominan tersebut, pelaku usaha dapat melakukan strategi yang bersifat
independen terhadap perilaku pelaku usaha pesaingnya. Perilaku independen

2
Satria Afif Muhammad
1506730754

pelaku usaha dominan untuk menentukan strategi pemasaran, penetapan syarat-


syarat perdagangan tertentu dan penetapan harga, karena pelaku usaha dominan
mempunyai market power. Market power adalah kemampuan perusahaan
mempengaruhi harga dari barang dan jasa yang dijualnya. Dengan demikian market
power merefleksikan posisi dominan suatu pelaku usaha di pasar yang
bersangkutan.

Salah satu ciri-ciri pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan adalah jika
pelaku usaha tersebut dapat melakukan persaingan usaha tidak sehat pada pasar
yang bersangkutan secara mandiri/individu tanpa memperhitungkan pesaing-
pesaingnya. Kedudukan seperti ini karena kepemilikan pangsa pasarnya, atau
karena kepemilikan pangsa pasar ditambah dengan kemampuan pengetahuan
teknologinya, bahan baku atau modal, sehingga pelaku usaha tersebut mempunyai
kekuasaan untuk menentukan harga atau mengontrol produksi atau pemasaran
terhadap bagian penting dari produk- produk yang diminta. Jadi, keadaan suatu
pasar yang dapat dipengaruhi oleh satu pelaku usaha secara mandiri, karena pelaku
usaha tersebut mempunyai pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya dan
kemampuan keuangan yang lebih kuat dari pada pesaingnya serta mampu
menetapkan harga dan mengatur pasokan barang di pasar yang bersangkutan.

Dengan demikian akibat tindakan pelaku usaha yang mempunyai posisi


dominan tersebut pasar menjadi terdistorsi. Pelaku usaha tersebut secara
independen tanpa mempertimbangkan keadaan pesaingnya dapat mempengaruhi
pasar akibat penyalahgunaan posisi dominannya. Lebih lanjut, Komisi Uni Eropa
dan Pengadilannya membangun konsep posisi dominan sejak ditetapkannya
putusan terhadap United Brands, yaitu
”a position of economic strength enjoyed by an undertaking which enable it to
prevent effective competition being maintained on the relevant market by giving
it power to behave to an appriable extent independently of its competitors,
customers and ultimately of consumers”.

3
Satria Afif Muhammad
1506730754

Posisi dominan dapat dimiliki oleh satu pelaku usaha sebagaimana disebut di
atas, yaitu yang disebut dengan monopoli, jika satu pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing pada pasar yang bersangkutan atau jika pelaku usaha tersebut mempunyai
pangsa pasar yang lebih tinggi daripada pesaingnya. Posisi dominan dapat juga
dikuasai oleh dua atau lebih pelaku usaha yang disebut dengan oligopoly. Oligopoly
adalah keadaan di mana suatu pasar terdapat dua atau lebih pelaku usaha yang
mempunyai kekuatan pasar yang hampir sama atau seimbang. Para oligopolis
tersebut secara bersama-sama dapat menyalahgunakan posisi dominannya sehingga
mengakibatkan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar
yang bersangkutan. Dengan demikian para oligopolis tersebut tidak saling bersaing
pada pasar yang bersangkutan, sebaliknya bahkan mereka menciptakan suatu
kondisi dan menikmatinya, di mana mereka dapat mendominasi atau menjalankan
pasar dalam perilaku yang sama, seperti seorang monopolis. Pertanyaannya adalah
apakah kriteria struktur oligopolis tersebut? Hal ini dapat ditinjau dari dua aspek,
yaitu dari aspek objektif dan subjektif.

Dari aspek objektif, bahwa para oligopolis tersebut perilakunya satu sama lain
saling tergantung. Ketergantungan ini khususnya berdasarkan terbatasnya
(sedikitnya) jumlah pelaku usaha pada pasar yang bersangkutan. Pada struktur pasar
yang oligopolis, jika suatu perubahan perilaku mempengaruhi, khususnya dalam
masalah harga, tidak hanya permintaan terhadap pelaku usaha yang berubah dapat
terpenuhi, tetapi juga terhadap anggota oligopolis. Dari aspek subjektif, tergantung
dari suatu pelaku usaha, apakah pelaku usaha tersebut tergantung kepada pelaku
usaha lain. Dalam hal ini, jika pelaku usaha tersebut mempertimbangkan keputusan
mengenai harga jual, jumlah penawaran, peningkatan kapasitas produksi atau
kegiatan perusahaan, bagaimana pesaing-pesaingnya nantinya memberikan reaksi
terhadap keputusannya.

Oleh karena itu salah satu kriteria, apakah para oligopolis mempunyai posisi
dominan atau tidak, dapat dilihat dari jumlah penguasaan pangsa pasarnya dan
produknya. Pada produk yang homogen para pelaku usaha cenderung melakukan
penyesuaian mengkoordinasikan perilaku, khususnya dalam menetapkan harga

4
Satria Afif Muhammad
1506730754

jualnya kepada konsumen. Perilaku ini dianggap seperti perilaku pasar monopoli
yang menghambat persaingan usaha di pasar yang bersangkutan. Oleh karena itu,
pengertian posisi dominan Pasal 1 angka 4 menetapkan unsur-unsur yang perlu
diteliti apakah pelaku usaha mempunyai posisi dominan atau tidak.

Pelaku usaha mempunyai posisi dominan tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun
1999, asalkan pencapaian posisi dominan tersebut dilakukan melalui persaingan
usaha yang sehat atau fair. Namun yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 adalah
apabila pelaku usaha tersebut menyalahgunakan posisi dominannya. Pertanyaannya
adalah bagaimana pelaku usaha melakukan penyalahgunaan posisi dominannya
sehingga pasar dapat terdistorsi. Bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominan
atau hambatan-hambatan persaingan usaha yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha
yang mempunyai posisi dominan adalah ditetapkan di dalam Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 19. Walaupun ada yang berpendapat bahwa Pasal 19 dapat dilakukan oleh
pelaku usaha yang tidak mempunyai posisi dominan, tetapi ketentuan Pasal 19
mempunyai kesamaan dengan ketentuan Pasal 25 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999.
Pasal 25 ayat (1) menetapkan, bahwa:
“Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa

yang bersaing dari segi harga 
 maupun kualitas; atau 


b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau 


c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk

memasuki pasar yang bersangkutan.” 


Sehingga hambatan persaingan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 19 sebagian


sudah diatur di dalam Pasal 25 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999, seperti ketentuan
Pasal 19 huruf a telah diatur di dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c. Ketentuan Pasal 19
huruf b melarang pelaku usaha menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku

5
Satria Afif Muhammad
1506730754

usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya itu. Hal yang hampir sama juga diatur di dalam Pasal 25 ayat (1) huruf
a yang menetapkan, bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menetapkan syarat-syarat
perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen
memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun
kualitas.

Demikian juga tentang pembatasan pasar diatur di dalam Pasal 19 huruf c, yaitu
pelaku usaha dilarang melakukan suatu kegiatan untuk membatasi peredaran dan
atau penjualan barang dan jasa pada pasar yang bersangkutan, diatur hal yang
hampir sama di dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, yang berbunyi pelaku usaha
dilarang menggunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan
pengembangan teknologi. Sehingga, dari ketentuan Pasal 25 ayat (1) pelaku usaha
yang mempunyai posisi dominan dapat menyalahgunakan posisi dominannya baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan
atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas dengan

menetapkan syarat-syarat perdagangan; atau 


b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; 


c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk

memasuki pasar 
 bersangkutan. 


Kasus
Di dalam Putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005 ditetapkan bahwa Carrefour
mempunyai market power dibandingkan dengan Hypermart, Giant dan Clubstore
karena Carrefour mempunyai gerai yang terbanyak. Dengan market power tersebut
menimbulkan ketergantungan bagi pemasok agar produknya dapat dijual di
Carrefour. Bukti menghalangi pemasok ke Carrefour adalah dengan
memberlakukan minus margin yang mengakibatkan salah satu pemasoknya
menghentikan pasokannya kepada pesaing Carrefour yang menjual dengan harga

6
Satria Afif Muhammad
1506730754

lebih murah dibandingkan dengan harga jual di gerai Carrefour untuk produk yang
sama. Carrefour dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal
19 huruf a UU No. 5 Tahun 1999.

You might also like