You are on page 1of 17

MAKALAH ANALISIS MAKANAN DAN MINUMAN

NATRIUM BENZOAT

“Identifikasi Karbohidrat Pada Beberapa Jenis Tepung (Tepung Tapioka, Tepung


Maizena dan Tepung Sagu) Dengan Metode Kualitatif dan Kuantitatif”

Oleh :

NASIR PANGULU
15 522 047

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA
PAPUA
2017
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih diberi kesempatan
untuk menyelesaikan makalah yang berjudul Karbohidrat tepat waktu.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menerima bantuan dan
masukan moral. Untuk itu, dengan penuh kerendahan hati dan hormat, penulis
meyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mmembantu yaitu:
1. Ibu Tika Romadhonni, S.Si., M.Sc. Selaku dosen pengampu mata kuliah
Analisis Makanan dan Minuman yang telah banyak membantu dan
membimbing dalam penulisan makalah ini.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan doa selama penulis
melakukan penyusunan makalah ini.
3. Teman-teman Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Sains dan
Teknologi Jayapura angkatan 2015 yang telah mendukung makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan
makalah ini.
Jayapura, 01 April 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
II PEMBAHASAN ...................................................................................... 2
1. Definisi Benzoat ................................................................................. 2
2. Sumber karbohidrat ............................................................................ 2
3. Tepung tapioka ................................................................................... 3
4. Tepung maizena .................................................................................. 4
5. Tepung sagu ........................................................................................ 5
6. Metode analisis ................................................................................... 5
III KESIMPULAN ....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, makanan dan minuman yang dihasilkan oleh industri makanan
diolah sedemikian rupa sehingga makanan dan minuman dapat disukai oleh
konsumen, salah satunya yaitu dengan menambahkan bahan kimia sebagai
bahan tambahan makanan (Wilga, 2001).
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan
untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Penambahan bahan
tambahan dalam makanan harus memiliki dosis tertentu karena bahan
tambahan makanan dapat menyebabkan bahaya kesehatan (Yuliarti, 2007).
Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mencegah atau
menghambat proses fermentasi (pembusukan), pengasaman, atau peruraian
lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme sehingga
makanan tidak mudah rusak atau menjadi busuk. Bahan pengawet tradisional
telah dikembangkan sejak ratusan tahun lalu, seperti garam dapur, gula, cuka,
dan lada. Ikan laut biasa diawetkan dengan cara pengasinan. Buah-buahan
diawetkan dengan cara dijadikan manisan (Vogel, 1985).
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah
satu cirri yang penting. Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk
menentukan kualitas makanan, antara lain warna dapat memberi petunjuk
mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti kecoklatan. Selain itu,
beberapa warna spesifik dari buah juga dikaitkan dengan kematangan. Warna
juga mempengaruhi persepsi akan rasa. Oleh karena itu,warna menimbulkan
banyak pengaruh terhadap konsumen dalam memilih satu produk makanan
atau minuman (Deman, 1997).
Tujuan dari penggunaan zat warna tersebut adalah untuk membuat
penampilan makanan dan minuman menjadi menarik, sehingga memenuhi
keingina konsumen. Dan awalnya makanan diwarnai dengan zat warna alami
yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau mineral, atau memperoleh zat
warna alami makanan adalah mahal. Selain itu, umumnya tidak stabil terhadap
pengaruh cahaya dan panas sehingga sering tidak cocok untuk digunakan
dalam industri makanan. Maka, penggunaan warna sintetik lebih meluas.
Keunggulan-keunggulan zat warna sintetik adalah lebih stabil dan lebih tahan
terhadap berbagai kondisi lingkungan. Daya mewarnainya lebih kuat dan
memiliki rentang warna lebih luas. Selain itu zat warna sintetik lebih murah
dan lebih mudah untuk digunakan (Poedjiadi, 1994).

II. PEMBAHASAN
1. Definisi Kecap Manis
Kecap merupakan salah satu produk yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat baik ditambahkan dengan makanan maupun tidak. Kecap
dijadikan oleh masyarakat Indonesia sebagai menu harian, sehingga dari
tahun ke tahun kebutuhannya semakin meningkat(Astawan, 2004). Asam
benzoat sering digunakan sebagai bahan pengawet pada produk kecap agar
waktu simpan produk lebih lama. Di Cina, Jepang dan Indonesia kecap
merupakan bahan makanan yang sering dikonsumsi sesuai dengan jenis
makanan, dan merupakan sumber utama terdapatnya asam benzoat sebagai
pengawet makanan (Wibbertmann, 2000).
Kebanyakan produksi kecap manis lokal Manado hanya
mencantumkan pengawet natrium benzoat pada kemasannya tanpa adanya
kadar yang tertulis secara jelas dalam kemasan, sehingga belum diketahui
apakah kadar senyawa benzoat yang digunakan melebihi ambang batas
yang ditentukan oleh permenkes No 722/Menkes/per/1X/1988 atau tidak.
Selain itu belum pernah dilakukan penelitian tentang senyawa benzoat
yang terkandung dalam kecap manis produksi lokal kota Manado
(Winarno, 2004).

2. Definisi Benzoat
Asam benzoat adalah zat pengawet yang sering dipergunakan
dalam produk kecap. Asam benzoat disebut juga senyawa antimikroba
karena tujuan penggunaan zat pengawet ini dalam produk kecap adalah
untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri terutama untuk makanan
yang telah dibuka dari kemasannya. Jumlah maksimum asam benzoat yang
boleh digunakan adalah 600 mg per kg bahan sesuai dengan permenkes No
722/Menkes/per/1X/1988. Pembatasan penggunaan asam benzoat
bertujuan agar tidak terjadi keracunan. Konsumsi asam benzoat yang
berlebihan dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat
pengawet yang masuk ke dalam tubuh akan bertambah dengan semakin
banyak dan seringnya mengkonsumsi. Hal tersebut akan diperparah jika
dibarengi dengan konsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam
benzoat (Lutfi, 2009).
Asam Benzoat (benzoic acid) adalah suatu senyawa kimia dengan
rumus C6H5COOH . Produk ini merupakan bahan kimia yang berupa asam
organik padat berbentuk kristal putih, mudah terbakar, larut dalam alkohol,
ether, mudah menguap, dan mudah meledak. Asam benzoat dengan nama
dagang benzenecarboxylic acid atau carboxybenzene merupakan
carboxylic acid aromatik yang paling sederhana. Asam benzoat memiliki
struktur kimia sebagai berikut :
Asam benzoat dapat disintesa dari dari bermacam-macam zat
organik seperti benzyl alkohol, benzaldehyde, toluene, dan asam phtalat
(The Columbia Enyclopedia, 2004).
Menurut Othmer (1978), secara umum ada beberapa cara yang
dapat digunakan untuk membuat asam benzoat diantaranya :
1. Oksidasi Toluene dengan udara dalam fasa cair
Proses ini merupakan cara yang paling awal digunakan, dimana
toluene, katalis, dan udara (atau O2 yang terkandung dalam
udara)diumpankan secara kontinyu ke dalam autoclave sehingga
terbentuk asam benzoat pada suhu 150 – 250 0C dan tekanan 5-50 atm.
Perbandingan udara dan toluene dikendalikan untuk mendapatkan
konversi 10-50%. Panas reaksi dapat dihilangkan dengan refluks
toluene dan penggunaan jacket cooling. Autoclave secara kontinyu
overflow ke stripper kemudian toluene dipisahkan dan direcycle ke
autoclave. Air yang terbentuk dari kondensasi aliran gas harus segera
dipisahkan sebelum toluene yang tidak bereaksi dikembalikan ke
reaktor. Pemisahan dapat dilakukan dengan kristalisasi, distilasi, atau
kombinasi keduanya. Yield yang diperoleh sekitar 80%. Asam benzoat
yang terbentuk kemudian dibentuk menjadi flake atau disublimasi
untuk mendapatkan variasu ukuran untuk dijual.
2. Oksidasi Acetophenone
Campuran acetophenone, asam asetat, dan Mangan asetat
tetrahidrat diaduk dengan cepat kemudian aliran O2 dilewatkan pada
campuran tersebut. Campuran dipanaskan sampai 800C dimana pada
temperatur tesebut berubah warna menjadi coklat tua dan mulai terjadi
adsorpsi O2. Temperatur sistem dijalankan pada 92-970C, setelah
sekitar 3,5 jam, campuran dipanaskan hingga 105-1100C selama
beberapa menit kemudian asam formiat dan asam asetat yang terbentuk
selama reaksi dipisahkan dengan distilasi. Residu dilarutkan dengan
500ml air kemudian dengan distilasi uap acetophenone yang tidak
bereaksi dipisahkan. Residu kemudian didinginkan kembali dan asam
benzoat yang dikristalkan kemudian dikumpulkan pada filter dan
dikeringkan. Yield yang didapat adalah 89%dengan kemurnian 98-
99%.
3. Oksidasi Benzyl Bromida
Benzyl bromide dan asam asetat glasial dimasukkan dalam
pipa kaca tertutup didalam shaker bomb, O2 60% dimasukkan sampai
tekanan mencapai 300 psig, kemudian dipanaskan sampai 1900C
dengan dikocok.Temperatur ini dijaga sampai 3 jam. Bahan-bahan di
dalam pipa kemudian didinginkan, ditambahkan air, dan kristal asam
benzoat yang terbentuk disaring dari larutan.
4. Klorinasi Toluene
light
C6H5CH3 + 3 Cl2 ===> C6H5CCl3 + 3 HCl
heat
ZnCl2
===>C6H5CCl3 + 2 H2O C6H5COOH + 3 HCl

(75 – 80%)
Toluene diklorinasi pada 100-150 0C, hingga Specifik grafity
mencapai 1,375-1,385 pada 20 0C Sedikit alkali dapat ditambahkan
untuk netralisasi residu hydrogen klorida. Benzotriklorid dapat
didistilasi kemudian diumpankan dalam bejana yang dilengkapi
dengan agitator. Setelah dipanaskan sampai 100 0C, sekitar 0,7 % berat
(berdasarkan umpan) Zinc Chloridesebagai katalis. Kemudian air
ditambahkan perlahan-lahan di bawah permukaan cairan. Hidrogen
klorid yang terlibat dalam reaksi diserap oleh air
membentuk hidroclorid acid. Temperatur akan naik secara perlahan
sampai 110-115 0C. Pada saat reaksi sempurna dimana ditandai dengan
tidak adanya hydrogen klorid, air ditambahkan, dan produk reaksi
dibiarkan sampai 0,5 jam dengan pengadukan. Temperatur diturunkan
sampai 90-100 0C, air panas ditambahkan untuk melarutkan Zinc
Klorid dan hidroclorid acid sisa. Lapisan asam dipisahkan dan
dibiarkan mengeras, lapisan air didinginkan, hal ini mempercepat
terlarutnya asam benzoat, yang dipisahkan dengan filtrasi, dicuci
dengan air dingin, dan ditambahkan pada padatan asam benzoat.
Komposisi padatan terdiri dari asam benzoat crude dan jumlah yang
bervariasi dari air, pumice, dan impuritas yang lain. Ini dapat diubah
menjadi Sodium benzoat kualitas tinggi dengan melarutkan dalam
Sodium hidroksid, penyaringan, dan pemurnian larutan benzoat. Asam
benzoat crude dapat dimurnikan dengan memberi USP asam benzoat
dengan beberapa cara seperti sublimasi atau kristalisasi. Yield 90%
dapat tercapai berdasarkan benzotriklorid yang diumpankan.
5. Dekarboksilasi Pthalyc Anhydrid
Dalam proses ini phtalyc anhydrid direaksikan dengan steam,
dan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C6H4 (CO)2O + H2O ===> C6H5COOH + CO2
(85% yield)
Proses pembentukan asam benzoat dari pthalyc anhydrid dapat
dilakukan dalam fase cair maupun fase gas.
a. Proses fase cair
Pthaltc anhydrid cair diumpankan crude dalam ketel
tertutup yang dilengkapi agitator efisien. Ditambahkan 2-6% katalis
yang terdiri dari kromium dan sodium pthalat dalam jumlah hampir
sama. Katalis dapat diumpankan secara terpisah atau dapat juga
dengan penambahan secara langsung Kromium hidroksid dan
kaustik soda ke dalam reaktor dalam jumlah yang hampir sama.
Umpan tersebut kemudian dipanaskan sampai kurang lebih 200 0C
dan kemudian 2-20 bagian steam/jam (dari 100 bagian pthalyc
anhydrid) dimasukkan dibawah permukaan campuran. Dalam
proses juga terbentuk pthalyc acid. Reflux kondensor
mengembalikan air, asam benzoat, dan pthalyc acid ke dalam
reaktor. Sementara itu CO2 dibuang ke atmosfer. Reaksi dibiarkan
berlangsung sampai campuran mengandung kurang dari 5% pthalyc
acid. Asam benzoat kemudian dpisahkan dengan distilasi dengan
atau tanpa bantuan steam. Pemisahan asam benzoat yang lebih
sempurna dilakukan dengan menambahkan kaustik soda sebelum
distilasi.
b. Proses fase gas
Asam benzoat dapat diproduksi dengan dekarboksilasi fase
uap dari pthalyc anhydrid. Dalam proses ini, uap pthalyc anhydrid
dicampur dengan steam seberat 10-50 kali berat pthalyc anhydrid
pada suhu 2000C. Kemudian dilewatkan pada katalis yang diam
pada temperatur sekitar 4500C. Campuran katalis terdiri dari seng
oksida pada batu apung carier atau tembaga karbonat dan kalsium
hidroksida pada butiran batu apung. Karbon dioksida yang
dihasilkan dari reaksi dipisahkan dari asam benzoat dengan
separator untuk mengambil asam benzoat yang terbawa. Asam
benzoat kemudian dipisahkan setelah kondensasi dengan destilasi
untuk memisahkan sisa reaktan (pthalyc anhydrid dan H2O). Pthalyc
anhydrid yang tidak bereaksi direcycle untuk direaksikan kembali
dengan steam. Sementara asam benzoat diambil sebagai produk.
6. Oksidasi Toluene dengan Sulfur dan Air
Proses tipe ini dapat dapat menghasilkan asam benzoat dari
toluene atau asam lain dari bahan baku yang lain. Paten
mendiskripsikan bahwa prosesnya adalah sebagai berikut : autoclave
dari stainless-steel A4.5-1 diisi dengan 92 g toluene dan19 ml air.
Tube glass berukuran besar yang berisi 100 g sulfur diletakkan dalam
autoclave sedemikian rupa sehingga saat pertama kali autoclave
digoncangkan, isi dalam autoclave bisa bercampur dengan yang ada
dalam tube. Autoclave diisolasi dan dipanaskan 625 oC sebelum
digoncangkan. Penggoncangan pada temperatur tersebut dilanjutkan
selama 90 menit, tekanan meningkat sampai 2250 psig. Autoclave
didinginkan dan 70 g hydrogen sulfide dialirkan ke dalam scrubber
kaustik. Produk difilter dan dikeringkan, dan cake padat yang
merupakan campuran asam benzoate,sulfur, dan by-product didistilasi.
Sebagai potongan bagian atas, 79,9 g asam benzoate dan ekivalen
netral 124,4 didapatkan. Selanjutnya 5 g didapatkan tertahan dalam
kolom, dan dalam aqueous filtrate, 6,8 g ditemukan dalam dasar kolom
distilasi, 20,6 terkandung sulfur, dan by-product berwarna gelap
lainnya.
Tahap selanjutnya menggunakan oksidan tipe sulfur
menunjukkan bahwa hasil yang lebih banyak bisa didapatkan dengan
kondisi berbeda. Dengan sulfur dioksid sebagai oksidan (dengan
sedikit hydrogen sulfide sebagai inisiator), 82% yield didapatkan, an
dengan sedikit penambahan NaOH ke sistem akan didapatkan 83,6%
yield. Beberapa proses lain di masa lampau belum pernah dicoba pada
skala pabrik.
7. Oksidasi Toluene dengan Asam Nitrat
Prosesnya adalah sebagai berikut : tangki reaksi harus dalam
kondisi asam dan harus mampu beroperasi pada tekanan 75 psi. Tangki
diisi 85 lb asam nitrat 67%, 800 lb air, 500 lb toluene, dan 5 lb mangan
dioksid. Selama kurang lebih 2 jam, temperature dibawa ke 80-90 oC,
tekanan meningkat manjadi 35-40 lb. kondisi ini dipertahankan 6 atau
7 jam. Akhirnya selama 24 jam proses, temperature meningkat menjadi
110oC, dan tekanan meningkat sampai 75 lb. Secara periodic selama
proses pemanasan, oksigen (atau gas yang kaya oksigen) dimasukkan
dalam kettle di atas pengeluaran. Gas inert dikeluarkan kadang-
kadang. Yield dalam proses ini 70-80 % dalam jumlah teoritis.

8. Oksidasi Toluene dengan Sodium Dikromat


Toluen dan larutan sodium dikromat dalam air dipanaskan pada
250-300 oC, dengan pengadukan yang kasar, dalam autoclave selama
2-3 jam sehingga terbentuk sodium benzoate, sodium hidroksid, dan
chromic oxide (Cr2O3). Autoclave didinginkan sampai sekitar 100 oC
dan toluene yang tidak bereaksi didistilasi. Asam benzoate
ditambahkan untuk menetralkan natrium hidroksid yang terbentuk.
Chromic oxide kemudian diambil dari campuran dengan difilter,
dicuci, dan dimasukkan kembali ke autoclave bersama-sama dengan
air dan cukup natrium hidroksida untuk membentuk sodium khromat.
Isi autoclave dikondisikan pada tekanan udara 1400 psi dan dipanaskan
menjadi 280-300 oC selama 4-8 jam, sementara itu udara yang
kehabisan oksigen sebagian dikeluarkan. Larutan sodium dikromat
yang terbentuk digunakan dalam oksidasi pemasukan toluene.

3. Komposisi dan Nutrisi Susu Kedelai


Susu kedelai yang mengandung protein nabati tidak kalah gizinya
dengan susu yang berasal dari hewan (susu sapi). Komposisi gizi di dalam
susu kedelai dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Dapat dilihat bahwa
kandungan protein dalam susu kedelai hampir sama dengan kandungan
protein dalam susu sapi.

Tabel 2 Komposisi Gizi Susu Kedelai Cair dan Susu Sapi


(dalam 100 gram)
Komponen Susu Kedelai Susu Sapi
Kalori (Kkal) 41,00 61,00
Protein (gram) 3,50 3,20
Lemak (gram) 2,50 3,50
Karbohidrat (gram) 5,00 4,30
Kalsium (mg) 50,00 143,00
Fosfor (gram) 45,00 60,00
Besi (gram) 0,70 1,70
Vitamin A (SI) 200,00 130,00
Vitamin B1 (tiamin) 0,08 0,03
(mgram)
Vitamin C (mgram) 2,00 1,00
Sumber : Aman dan Hardjo (1973)
Mutu protein dalam susu kedelai hampir sama dengan mutu protein
susu sapi. Protein efisiensi rasio (PER) susu kedelai adalah 2,3 sedangkan
PER susu sapi 2,5. PER 2,3 artinya, setiap gram protein yang dimakan
akan menghasilkan pertambahan berat badan pada hewan percobaan (tikus
putih) sebanyak 2,3 g pada kondisi percobaan baku (Cahyadi, 2007). Susu
kedelai tidak mengandung vitamin B12 dan kandungan mineralnya
terutama kalsium lebih sedikit daripada susu sapi. Oleh karena itu
dianjurkan penambahan atau fortifikasi mineral dan vitamin pada susu
kedelai yang diproduksi oleh industri besar (Anonim, 2008).
Kedelai mengandung sekitar 18-20% lemak dan 85% dari jumlah
tersebut terdiri dari asam lemak tidak jenuh yang bebas kolestrol.
Disamping itu, di dalam lemak kedelai terkandung beberapa posfolipida
penting yaitu lesitin, sepalin dan lipositol (Koswara, 1992). Kedelai
mengandung karbohidrat sekitar 35%. Dari kandungan tersebut, berarti
hanya 12-14% saja yang dapat yang digunakan tubuh secara biologis.
Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan
polisarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa dan
raffinosa yang larut dalam air. Sedangkan golongan polisakarida terdiri
dari arabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air
dan alkohol (Koswara, 1992).
Secara umum kedelai merupakan sumber vitamin B, karena
kandungan vitamin B1, B2, nisin, piridoksin dan golongan vitamin B
lainnya banyak terdapat di dalamnya. Vitamin lain yang terkandung dalam
jumlah yang cukup banyak ialah vitamin E dan K. Sedangkan vitamin A
dan D terkandung dalam jumlah yang sedikit. Dalam kedelai muda
terdapat vitamin C dengan kadar yang sangat rendah (Koswara, 1992).
Susu kedelai baik dikonsumsi oleh orang-orang yang alergi susu
sapi, yaitu orang-orang yang tidak punya atau kekurangan enzim laktase
(galaktosidase) dalam saluran pencernaannya, sehingga tidak mampu
mencerna laktosa yang terkandung dalam susu sapi (Sutrisno Koswara,
1997:5). Ketahanan tubuh masing-masing orang terhadap susu hewani
yang mengandung laktosa berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
kandungan enzim laktase dalam mukosa usus. Enzim laktase ini berguna
untuk menghidrolisis laktosa menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan
galaktosa agar dapat digunakan untuk metabolisme dalam tubuh manusia.
Bila kekurangan enzim laktase maka laktosa tidak dapat dicerna dengan
baik, sebagai akibatnya laktosa akan tertimbun dalam jaringan tubuh
manusia sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh. Lebih dari
70% orang-orang dewasa di Afrika, Asia, dan Indian Amerika
menunjukkan adanya kekurangan enzim laktase (Buckle, 1987).
Daya asmosis laktosa sangat tinggi dan dapat menarik air dari
cairan tubuh masuk usus kecil, dan dapat merangsang gerakan peristaltik
dinding usus lebih cepat sehingga laktosa yang masuk tidak berhasil
dipecah oleh enzim pencernaan. Ini dapat mendorong isi usus kecil secara
cepat menuju usus besar. Di usus besar bakteri akan memfermentasi
laktosa menjadi berbagai asam organik dan gas, kemudian timbullah
gejala-gejala sakit perut, mulas, kejang perut dan diare. Oleh sebab itu
peru dikembangkan suatu produk yang mempunyai nilai gizi mirip susu
hewani tetapi tidak mengandung laktosa yaitu susu kedelai (Sudarmadji,
1996).
4. Pewarna Eritrosin
Pewarna makanan merupakan benda bewarna yang memiliki
afinitas kimia terhadap makanan yang diwarnainya. Tujuam pemberian
warna dimaksudkan agar makanan terlihat lebih berwarna sehingga,
menarik perhatian konsumen. Bahan pewarna makanan biasanya berwujud
cair dan bubuk yang larut di air. Eritrosin adalah contoh pewarna makanan
merah sintetik yang sering digunakan (Winarno, 1995).

5. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam identifikasi karbohidrat
pada beberapa jenis tepung (tepung tapioka, tepung maizena dan tepung
sagu) yaitu dengan menggunakan 2 metode analisis yaitu, metode
kualitatif dan metode kuantitatif :
b. Analisa Kuantitatif
1. Metode Luff Schoorl
a. Definis Metode Luff Schoorl
Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam
SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan
menggunakan metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936,
International Commission for Uniform Methods of Sugar
Analysis mempertimbangkan metode Luff Schoorl sebagai
salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan
analisis gula pereduksi karena metode Luff Schoorl saat itu
menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa. Seluruh
senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula
sederhana (monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl,
dan panas (SNI 01-2891-1992).
Monosakarida yang terbentuk kemudian dianalisis
dengan metode Luff Schoorl. Prinsip analisis dengan metode
Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu1+ oleh
monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan
basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau bentuk
bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian
dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).
Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl
adalah CHCOOH3%, Luff Schoorl, KI 20%, Na2S2O 3 0,1 N,
NaOH 30%, H2SO 25%, dan HCl 3%. HCl digunakan untuk
menghidrolisis pati menjadi monosakarida, yang akan bereaksi
dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu2+
menjadi ion Cu+4. Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan,
maka akan ditambahkan NaOH, yang berfungsi untuk
menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl. Asam asetat
digunakan setelah proses penetralan dengan NaOH dengan
maksud untuk menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam
metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat.
Suasana yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated
pada tahap titrasi sebab akan terjadi reaksi oksidasi ion iodide
menjadi I (SNI 01-2891-1992).
b. Prinsip
Prinsip analisis dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi
Cu2+ menjadi Cu1+ oleh monosakarida. Monosakarida bebas
akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk
oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak
tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri
(SNI 01-2891-1992). Reaksi yang terjadi ialah :
Karbohidrat kompleks gula sederhana (gula pereduksi)

Gula pereduksi + 2 Cu2+ Cu2O(s)

2 Cu2+ (kelebihan) + 4 I- 2 CuI2 → CuI- + I2

I2 + 2S2O32- 2 I- + S4O62-

III. KESIMPULAN
Metode analisis yang digunakan dalam identifikasi karbohidrat pada
beberapa jenis tepung (tepung tapioka, tepung maizena dan tepung sagu) yaitu
dengan menggunakan 2 metode analisis yaitu, metode kualitatif (uji fehling,
uji benedict, uji molisch dan uji iodin) dan metode kuantitatif (metode Luff
Schoorl).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Jenis-Jenis Tepung Yang Mengandung Karbohidrat. (Online)


http://www.scribd.com, diakses tanggal 30 Maret 2017.

Papilaya, Eddy C. 2009. Sagu Untuk Pendidikan Anak Negeri. IPB Press.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI : Jakarta.
SNI. 01-2891. 1992. Metode Kualitatif Uji Karbohidrat. Badan Standarisasi
Nasional : Jakarta.

Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty :


Yogyakarta.

Vogel. 1957. Analisi Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro Jilid II. PT.
Kalman Media Pusaka : Jakarta.

Winarno, F. O. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

You might also like