You are on page 1of 5

ACARA XX

DEEP FRYING

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum acara XX Deep Frying ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui konstruksi dasar alatataumesin untukDeep Frying, bagian
utama alat berikut fungsi masing-masing bagian utama.
2. Mengetahui cara-cara pengoperasian alatataumesin berikut cara
pengaturan alat sesuai yang dikehendaki.
3. Mengetahui prinsipkerjamesin.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis
minyak yang umuumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati
seperti minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen, dan
sebagainya. Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam
lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa.
Proses penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak dua kali (pengambilan
lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam lemak tak jenuh
menjadi lebih tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh
menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep
frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara
terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen
dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak
(Khomsan, 2003).

2. Tinjauan Teori
Penggorengan merupakan kombinasi pengeringan (dehidrasi). Ini adalah
proses transfer panas dan massa secara simultan dimana uap
meninggalkan makanan dalam bentuk gelembung uap, sementara minyak
diserap secara simultan. Selama proses penggorengan, bentuk fisik, kimia,
dan karakteristik sensori makanan akan berubah (Fan, 2005).
Terdapat dua cara proses menggoreng, yaitu pan frying dan deep frying.
Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah
banyak sehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam
minyak. Proses menggoreng adalah suatu proses persiapan makanan
dengan cara memanaskan bahan makanan di dalam ketel berisi minyak
(Sartika, 2009).
Proses menggoreng dimulai dengan memasukan minyak goreng segar ke
dalam ketel penggorengan sebanyak +1 liter, kemudian dipanaskan hingga
suhu mencapai yang diinginkan yaitu 200ºC (menggunakan alat
termometer), kemudian bahanmakanan digoreng hingga matang dan
diupayakan sejarang mungkin melakukan pengadukan untuk mengurangi
aliran konveksi dalam minyak dan reaksi oksidasi akibat terjadinya proses
aerasi (Jacobson, 1967).
Terdapat 2 (dua) cara proses menggoreng, yaitu deep frying dan vacuum
frying. Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah
banyaksehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam
minyak. Deep frying dapat digunakan untuk menggoreng semua bahan
makanan, sepertikentang, salak, apel, papaya, wortel, dan lain sebagainya.
Deep frying merupakansistem penggorengan dengan menggunakan titik
asap yang lebih tinggi karenasuhu pemanasan yang lebih tinggi, biasanya
mencapai 200-205ºC dan bahanpangan yang digoreng terendam dalam
minyak (Ketaren, 1986).
Waktu penggorengan tergantung pada proses pindah panas dari
minyakgoreng ke produk. Pindah panas dari minyak ke produk tergantung
pada suhuminyak di sekitar produk. Suhu minyak disekitar produk
dipengaruhi oleh desainpenggoreng yaitu tinggi minyak dalam
penggoreng dan desain elemen pemanas.Penempatan sebagian elemen
pemanas di bagian atas penggoreng akanmempengaruhi pergerakan
minyak dalam penggoreng (Tandilittin, 2008).
Deep-fat frying merupakan proses pemasakan dan pengeringan yang
terjadi dengan melalui kontak dengan minyak panas dan ini meliputi
perpindahan panas dan massa secara stimultan. Minyak mempunyai
fungsi ganda dalam penyiapan makanan, karena minyak berfungsi sebagai
media transfer panas antara makanan dan penggorengan, dan minyak juga
sebagai pemberi kontribusi pada tekstur dan citarasa bahan gorengan.
Kecepatan dan efisiensi proses penggorengan tergantung pada suhu dan
kualitas minyak goreng. Suhu minyak yang biasa dipergunakan adalah
150-190ºC (Moreira, 1999).
Penelitian dengan metode deep-fat frying telah banyak dilakukan, antara
lain pada kentang yang menunjukan laju pengeringan 0,46 kg/m2 jam dan
rasio penyerapan minyak 0,086 (Firdaus dkk, 2001) dan pada tahu yang
menunjukan laju pengeringan 3,6 x 10-5 kg, 3,72 x 10-5, dan 5,93 x 10-5
kg/s berturut-turut pada suhu penggorengan 147, 160, dan 172ºC (Baik
dan Mittal, 2002).
Metode penggorengan yang biasa digunakan adalah deep frying. Metode
deep frying merupakan metode menggoreng bahan pangan dengan
minyak yang banyak sehingga bahan pangan terendam seluruhnya. Selain
itu, metode ini juga menggunakan suhu tinggi dan jangka waktu yang
lama. Pemanasan minyak berulang pada suhu tinggi dapat menyebabkan
kerusakan minyak goreng. Kerusakan disebabkan karena proses oksidasi
dan polimerisasi asam lemak jeuh yang dikandungnya. Oksidasi lemak
akan menghasilkan asam-asam lemak berantai pendek yang dapat
menimbulkan perubahan bau dan rasa serta senyawa peroksida yang dapat
membahayakan kesehatan tubuh (Choe dan Min, 2007).
Selama penggorengan, ubi jalar mengalami peningkatan kadar minyak
awal yang diasumsikan 0 menjadi kadar minyak 8,27%, 8,38% dan
10,41% (bk) berturut-turut untuk suhu penggorengan 160, 170, dan
180ºC. Semakin lama waktu penggorengan dan semakin tinggi suhu
minyak goreng yang digunakan maka semakin banyak minyak yang
terserap. Hal ini disebabkan semakin banyak air yang teruapkan maka
semakin besar rongga/ruang kosong yang dapat terisi oleh minyak sebagai
media penggoreng (Weiss, 1983).
Hubungan antara penyerapan minyak dan penguapan air selama
penggorengan keripik kentang. Demikian juga ubi jalar, kadar air dan
kadar minyak mengikuti kurva polinominal derajat 3 untuk suhu 160C
dan emngikuti kurva linier untuk suhu penggorengan 170 dan 180C. Hal
ini sesuai, bahwa terdapat hubungan linier antara kadar minyak dan kadar
air bahan selama penggorengan menggunakan metode deep-fat frying.
Hubungan ini terjadi disebabkan oleh material produknya, perluasan
transfer massadan perubahan struktur bahan selama penggorengan. Ubi
jalar suhu penggorengan 160C memiliki pola hubungan yang berbeda ari
suhu yang lain. Hal ini disebabkan perubahan struktur bahan selama
penggorengan tidak terjadi secara sempurna, sehingga menyebabkan
penguapan air dan penyerapan minyak tidak simultan, sedang pada suhu
170 dan 180C lebih sempurna sehingga terjadi hubungan linier
(Ngadi, 2006)
DAFTAR PUSTAKA
Baik, O. D dan G. S. Mittal. 2002. Heat Transfer Coefficients during Deep-Fat
Frying of A Tofu Disc. Transactions of The American Society of
Agricultural Engineers. 45: 1493-1499.
Choe, E. dan Min D. B. 2007. Chemistry of Deep Fat Frying Oils. Journal Food
Sci 72 (5): 77-86.
Fan, Liu-Ping., Min Zhang., Gong-nian Xiao., Jin-cai Sun and Qian Tao. 2005.
The Optimization of Vacuum Frying to Dehydrate Carrot Chips.
International Journal of Food Science and Technology. Page: 911-919.
Firdaus, M., Argo, B.D. dan Harijono. 2001. Penyerapan Minyak pada French
Fries Kentang (Solanum tuberosum L). Biosain. Hal 76-85.
Jacobson, G.A. 1967. Quality Control of Commercial Deep Fat Frying, Chemistry
& Technology of Deep Fat Frying, Food Technology Symposium. Hal.
42-48.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Moreira, R. 2004. Deep-fat Frying, Fundamental and Applications. Aspen
Publisher Inc. Gaithersburg. Maryland.
Ngadi, M., Dirani, K. dan Oluka, S. 2006. Mass Transfer Characteristics of
Chicken Nuggets. International Journal of Food Engineering.
Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2009. Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng
(Deep Frying) terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Fakultas
kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok
Tandilittin, Harsman. 2008. Deep Frying. IPB. Bogor.
Weiss, T. J. 1983. Food Oils and Their Uses. The AVI Publishing Co. Inc.
Westport. Connecticut.

You might also like