You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Geologi berasal dari bahasa yunani geo yang berarti bumi dan logos yang berarti

ilmu. Jadi geologi adalah ilmu yang mempelajari material bumi secara menyeluruh,

termasuk asal mula, struktur, penyusun kerak bumi, proses-proses yang berlangsung

selama dan atau setelah pembentukannya, dan yang sedang berlangsung, hingga

menjadikan keadaan bumi seperti saat ini. Proses proses yang terjadi di dalam dan di

permukaan bumi tersebut menyebabkan berbagai macam bentuk atau roman muka

bumi. Ilmu yang mempelajari mengenai bentuk dan roman muka bumi serta hal-hal

yang menyebabkan pembentukannya disebut geomorfologi.

Geomorfologi disebut juga sebagai ilmu yang mempelajari mengenai bentuk dari

permukaan bumi termasuk mempaajari tentang sungai lahan atau bentang alam yang

kemudin dipetakan . Geomorfologi memiliki peran penting dalam pemetaan geologi ,

meskipun pada dasarnya data-data pada peta geomorfologi diperoleh dalam peta

topografi. Peta geomorfologi sendiri merupakan gambaran dari suatu bentang alam

yang merekam proses-proses geologi yang terjadi di permukaan bumi. Maka dari itu

diadakanlah praktikum ini untuk memberi pemahaman khususnya kepada mahasiswa

mengenai bagaimana cara membuat peta geomorfologi dengan orientasinya di

lapangan terhadap materi perkuliahan yang didapat atau diterima oleh mahasiswa

pada proses perkuliahan.


1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum analisis kemiringan lereng adalah agar peserta dapat

menganalisis kondisi lereng pada peta topografi. Sedangkan tujuan dari praktikum

acara ini adalah :

1. Untuk mengetahui klasifikasi bentang alam daerah penelitian.

2. Peserta mampu mengetahui aspek geomorfologi pada suatu peta sebagai cirri

bentang alam.

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:

1. Peta topografi

2. Kalkir A3

3. ATK

4. Penggaris 30 cm

5. Pensil warna
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Geomorfologi

Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang

roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Kata Geomorfologi

berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: ‘geos’ (earth/bumi),

‘morphos’ (shape/bentuk), ‘logos’ (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan

dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan

tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Worcester (1939) mendefinisikan

geomorfologi sebagai deskripsi dan tafsiran dari bentuk roman muka bumi.

Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan tentang

bentangalam (the science of landforms), sebab termasuk pembahasan tentang

kejadian bumi secara umum, seperti pembentukan cekungan lautan (ocean basin) dan

paparan benua (continental platform), serta bentuk-bentuk struktur yang lebih kecil

dari yang disebut diatas, seperti plain, plateau, mountain dan sebagainya. Lobeck

(1939) dalam bukunya .Geomorfologi: An Introduction to the study of landscapes.

Landscapes yang dimaksudkan disini adalah bentangalam alamiah.

Dalam mendiskripsi dan menafsirkan bentuk-bentuk bentangalam (landform atau

landscapes) ada tiga faktor yang diperhatikan dalam mempelajari geomorfologi,

yaitu: struktur, proses dan stadia. Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan

dalam mempelajari geomorfologi. Para ahli geomorfologi mempelajari bentuk-bentuk


bentangalam yang dilihatnya dan mencari tahu mengapa suatu bentang alam terjadi.

Disamping itu juga untuk mengetahui sejarah dan perkembangan suatu bentangalam,

disamping memprediksi perubahan perubahan yang mungkin terjadi dimasa

mendatang melalui suatu kombinasi antara observasi lapangan, percobaan secara fisik

dan pemodelan numerik. Lalu memiliki aspek-aspek geomorfologi yaitu morfologi,

morfometri dan morfogenesa (Djauhari noor, 2010)

2.2 Peta Geomorfologi

Peta geomorfologi merupakan peta tematik mengenai morfologi, di dalamnya

terkandung gambaran lokasi sebaran, ciri-ciri dan perkembangan proses geomorfik

dari satuan masing-masing satuan geomorfologi. Konsep kajian geomorfologi dewasa

ini menyebutkan peta geomorfologi kategori umum sebagai “peta analisis” yang

dihasilkan dari telaah monodisiplin mendalam, dan peta geomorfologi kategoro

terapan sebagai “peta sintetis” yang dihasilkan dari telaah monodisiplin dengan

mempertimbangkan aspek ekologis (Van Zuidam, 1983). Meski berbeda pendekatan

antara kedua kategoro peta tersebut, kajian geomorfologi sintesis yang bersifat

terapan membutuhkan kemampuan telaah mendalam yang mampu mengupas

berbagai aspek geomorfologi sebagai ilmu monodisipilin.

Terdapat empat aspek penting dalam kajian geomorfologi analisis yaitu:

1. Morfogenesa : yang berarti asal mula dan perkembangan proses pembentukan

bentuk lahan dalam konteks pemetaan geomorfologi. Morfogenesa merupakan

hierarki tertinggi dalam satuan geomorfologi

2. Morfologi : merupakan satuan geomorfologi setingkat di bawah morfogenesa


3. Morfokronologi : penentuan urutan proses pembentukan masing-masing satuan

geomorfologi

4. Morfoarensemen : hubungan spasial dan proses yang terintegrasi antar satuan


geomorfologi yang satu terhadap satuan yang lainnya

2.3 Klasifikasi Bentang Alam

2.3.1 Klasifikasi Bentang Alam Berdasarkan Morfometri

Lereng adalah kenampakan permukan alam disebabkan adanya beda tinggi

apabila beda tinggi dua tempat tesebut di bandingkan dengan jarak lurus mendatar

sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan.

Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan.

Leeng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu

kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar

pengaruhnya terhadap penilaian suatu bahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang

lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia dan biologi, sehingga akan

membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman. Salah satunya dengan

menbuatPeta Kemiringan Lereng.Pembuatan peta lereng dapat dilakukan dengan

metode Wenworth, prinsip metode ini adalah membuat jaring bujursangkar/grid.

Kemudian tarik garis tegak lurus pola umum kontur yang memotong grid bujur

sangkar. Semakin kecil ukuran grid, maka tingkat ketelitiannya menjadi semakin

tinggi, tetapi memerlukan waktu yang lama apabila dikerjakan secara manual. Sudut

lereng dlitentukan dengan rumus:


B = ( N – 1) x IK x 100 %
JH x SP

Mencari Kontur Interval dengan menggunakan rumus

IK =1/2000×SP
Keterangan :

B = sudut lereng

N = jumlah kontur yang terpotong garis sayatan

SP= skala peta

IK = interval kontur (m)

JH= jarak horisontal

Klasifikasi yang digunakan dalam penentuan kemiringan lereng adalah


klasifikasi Van Zuidam (1983).

Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan Warna


kondisi alamiah
0 – 20 Datar hingga hampir
(0-2 %) datar; tidak ada proses
denudasi yang berarti
20 – 40 Agak miring; Gerakan
(2-7 %) tanah kecepatan rendah,
erosi lembar dan erosi
alur (sheet and rill
erosion). rawan erosi
40 – 80 Miring;sama dengan di
(7 – 15 %) atas, tetapi dengan
besaran yang lebih tinggi.
Sangat rawan erosi tanah.
8 – 160 Agak curam; Banyak
(15 -30 %) terjadi gerakan tanah, dan
erosi, terutama longsoran
yang bersifat nendatan.
16 – 350 Curam;Proses
(30 – 70 %) denudasional intensif,
erosi dan gerakan tanah
sering terjadi.
35 – 550 Sangat curam; Batuan
(70 – 140 %) umumnya mulai
tersingkap, proses
denudasional sangat
intensif, sudah mulai
menghasilkan endapan
rombakan (koluvial)
>550 Curam sekali, batuan
(>140 %) tersingkap; proses
denudasional sangat kuat,
rawan jatuhan batu,
tanaman jarang tumbuh
(terbatas).
>550 Curam sekali Batuan
(>140 %) tersingkap; proses
denudasional sangat kuat,
rawan jatuhan batu,
tanaman jarang tumbuh
(terbatas).
Tabel 2.1 Klasifiakasi Van Zuidam (1985)
Sudut
No Satuan relief Beda tinggi
lereng(%)

1 Datar/hampir datar 0–2 <5

2 Landai 3–7 5-50

3 Miring 8 –13 50-75

4 Agak curam 14 – 20 75-200

5 Curam 21 – 55 200-500

6 Sangat curam 56 –140 500-1000

7 Tegak > 140 >1000

Tabel 2.2 Klasifikasi kemiringan lereng dan beda tinggi (Sampurno,1984).


No Klas deskripsi Persen Meter

1 Datar 0-3 5

2 Landai/berombak 5-8 5-100

3 Landai/miring 8-15 10-25

4 Miring/berbukit 15-25 25-100

5 Miring terjal/berbukit terjal 25-45 200-100

6 Terjal/berbukit terjal 45-100 200-500

7 Sangat terjal/bergunung >100 >500


Tabel 2.3 Klasifikasi lereng (Suardi Joyosuharto,1985)

2.3.2 Klasifikasi Bentang Alam Menurut Morfogenesa

1. Bentukan Asal Vulkanik ( Form Of Volcanic Origin)

Bentukan ini bersal drai aktifitas gunung api dan intrusi magma, baik berupa

akumulasi material lepas (piroklastik) seperti lava, abu volkanik serta intrusi magma

lainnya.

2. Bentukan Asal Struktural (Form Of Structural Irigin)

Bentukan ini merupakan bentuk yang dihasilkan pleh struktural geologi, mulai

drai kenampakan yang besar dan dominan sampai kenampakan yang kecil yang

berpengaruh pada masing-masing bentukan.

Ada dua tipe utama struktur geologi yang memberikan kontrol terhadap geomorfologi

yaitu :

1) Struktur aktif, yaitu bentuk yang dihasilkan merupakan bentukan baru.


2) Struktur tidak aktif yaitu bentukan lahan yang dihasilkan dipengaruhi oleh

perbedaan erosi masa lalu.

3. Bentukan Asal Denudasional (Form Of Denudational Origin)

Bentukan ini terjadi karena gradasi yang meliputi prosese agradasi dan

degradasi. Proses ini bila berlangsung dalam waktu lama dapat merubah permukaan

bumi menjadi suatu dataran yang seragam. Dalam perubahan bentul permukaan bumi

proses yang paling dominan adalah proses degradasi yang ditunjukan oelh hilangnya

lapisan demi lapisan dari permukaan bumi akibat terjadinya pekapukan batuan yang

terangkut oleh erosi dan longsoran. Bentukan lain dari proses denudasioanl adalah

agradasi, yaitu berbagai proses sedimentasi dan pembentukan lahan baru sebagai

material endapan dari proses degradasi.

4. Bentukan Asal Karst / Karstik (Form Of Karst / Karstic Origin)

Bentukan ini tersususn dari batuan yang terdiri atas batuan kapur yang bersifat

mudah larut oleh air secara alamiah baik oleh aliran permukaan, aliran vertikal

ataupun aliran di bawah permukaan.

5. Bentukan Asal Glasial (Form Of Glacial Orogin)

Bentang lam glasial dalah bentang alam yang terbentuk oleh aktivitas es atau

gletser. Menurut Flint (1957) gletser adalah massa es dan tubuh es yang terbentuk

karena rekristalisasi dari salju dan lelehan air yang secara keseluruhan atau sebagaian

terletak dalam suatu lahan dan memberikan kenampakan tersendiri, yaitu suatu
bentukan gerakan. Bentukan ini dicirikan oleh akumulasi hamparan es yang terjadi

pada daerah dengan temperatur di bawah -4oC.

6. Bentukan Asal Angin (Form Of Aeolian Origin)

Bentang alam Aeolian merupakan bentang alam yang dibentuk karena adanya

aktivitas bentang alam ini banyak dijumpai pada daerah gurun pasir. Terjadinya

gurun pasir sendiri mengakibatkan karena adanya pengaruh iklim dan merupakan

bukan hasil khusus dari agen geologi tertentu. Akan tetapi didalam gurun pasir ini

banyak berhubungan dengan pengaruh pengerjaan angin.

7. Bentukan Asal Marin (Form Of Coastal Origin)

Bentukan ini sangat dipengaruhi oleh berbagai aktifitas-aktifitas air laut, angin

laut, gelombang, dan pasang surut laut yang berada di wilayah pantaisehingga

termasuk salah satu bentuk yang dapat mengalami perubahan cepat. Wilayah pantai

merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh proses erosi atau abrasi, sedimentasi,

penurunan (submergence) dan pengangkatan (emergence). Sedangkan wilayah pesisir

merupakan suatu wilayah mulai dari garis pantai sampai kedaratan ( darat maupun

air) sampai batas material yang dibawa sungai.

8. Bentukan Asal Fluvial

Bentang alam fluvial adalah bentang alam yang terbentuk sebagai akibat dari

proses fluviatil atauaktivitas sungai. Aktivitas sungai yang mengalir didaratan akan

mengerosi dan merubah bentuk-bentuk bentang alam. Proses-proses tersebut berjalan


terus sepanjang masa dan akan menghasilkan perubahan bentuk bentang alam yang

sebelumnya ada.

Satuan Warna
Struktural Ungu
Vulkanik Merah
Denudasional Cokelat
Marine Hijau
Fluvial Biru tua
Glasial Biru muda
Karst Orange
Eolian Kuning

Tabel 2.5 Klasifikasi ITC, 1986

2.3.3 Klasifikasi Bentang Alam Menurut Morfografi

 Pedataran

Pedataran adalah suatu wilayah yang relatif landai mendekati rata. Wilayah

dataran ini dapat dikelompkkan menjadi tiga kelompok yaitu :

 Dataran pantai, yaitu dataran yang letaknya dekat dengan pantai dengan

ketinggian kurang dari 200 meter dari permukaan air laut, dan masih mengalami

pengaruh laut secara langsung.

 Dataran tinggi, yaitu dataran yang tingginya sekitar 200-300 meter diatas

permukaan laut.

 Dataran tinggi (plato) yaitu wilayah dataran yang terdapat didaerah dengan

ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.


 Perbukitan

Perbukitan adalah wilayah dipermukaan bumi yang berketinggian antara 200-500

meter diatas permukaan laut dan disertai beberapa bagian bumi yang merupakan

lembah.

 Pegunungan

Pegunungan adalah kumpulan atau gugusan beberapa gunung. Gunung yaitu

bentuk permukaan bumi yang menjulang tinggi dan memiliki puncak, lereng serta

kaki gunung.

 Pegunungan rendah memiliki ketinggian antara 500-1500 meter diatas

permukaan laut.

 Pegunungan tinggi memiliki ketinggian lebih dari 1500 meter diatas

permukaan laut.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Satuan Bentangalam Pedataran Struktural

Satuan geomorfologi ini menempati sekitar 53,33% dari keseluruhan daerah

penelitian. Satuan ini memiliki ketinggian terendah sampai tertinggi 31-118 meter

dengan beda tinggi 87 meter sehingga dapat kita interpretasi bahwa daerah ini

merupakan daerah pedataran menurut klasifikasi Van Zuidam (1983). Dalam peta ini

kita juga dapat melihat penciri satuan atau aspek geomorfologi adanya proses

geomorfologi yang dipengaruhi oleh struktur geologi berupa lipatan, kekar, dan

adanya mata air. Lipatan yaitu suatu bentuk gelombang pada permukaan batuan yang

membentuk penekukan. Lipatan biasanya diakibatkan oleh adanya deformasi yang

mengenai batuan. Kekar adalah pemecahan atau pemisahan dalam formasi geologis.

Kekar biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan batuan untuk menahan tekanan

yang terlalu besar. Mata air yaitu keadaan alami dimana air tanah mengalir keluar

dari akuifer menuju permukaan tanah.

Dari peta ini dapat kita interpretasi pola pengaliran sungainya yaitu rektangular,

yaitu pola pengaliran dimana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus

terhadap sungai utamanya.Tipe genetik pola aliran pada satuan geomorfologi ini,

yaitu terdapat sungai konsekuen yang arah aliran sungai searah dengan arah

kemiringan batugamping serta terdapat sungai obsekuen yang arah alirannya tegak

lurus dengan arah kemiringan batugamping.Stadia yang berkembang pada daerah ini,
yaitu stadia muda.Hal ini dapat dilihat dari belum berkembangnya percabangan-

percabangan sungai induk. Litologi yang menyusun satuan bentangalamini adalah

batugamping.

3.2 Satuan Bentangalam Perbukitan Denudasional

Satuan geomorfologi ini menempati sekitar 46,67% dari keseluruhan daerah

penelitian. Satuan ini memiliki ketinggian 108-424 meter dengan beda tinggi 316

meter.

Daerah penelitian ini termasuk daerah denudasional yang dicirikan dengan

adanya proses geomorfologi yang dipengaruhi oleh proses eksogen berupa debris

slide, channel bar, point bar, gully erotion, dan rill erotion. Debris slide merupakan

gerakan massa berupa tanah atau batuan yang meluncur sepanjang bidang perlapisan

batuan yang gerakannya cepat. Channel bar yaitu adaya endapan material di bagian

tengah, sedangkan point bar yaitu adanya endapan material di bagian pinggir sungai.

Gully erotion (erosi saluran) merupakan erosi yang disebabkan oleh hasil kerja air

pada permukaan tanah membentuk saluran-saluran dengan ukuran lebar lembahnya

lebih besar 1 (satu) meter hingga beberapa meter.Rill erotion (erosi alur) adalah

proses pengikisan yang terjadi pada permukaan tanah (terain) yang disebabkan oleh

hasil kerja air berbentuk alur-alur dengan ukuran berkisar antara beberapa milimeter

hingga beberapa centimeter.

Dari interpretasi peta dapat kita ketahui pola pengaliran pada satuan

geomorfologi ini adalah radial, dimana pola alirannya menyebar serta memusat pada
satu titik. Terdapatnya endapan-endapan sungai seperti point bar, yaitu endapan yang

terbentuk pada sisi sungai serta channel bar, yaitu endapan yang terbentuk di tengah-

tengah sungai. Dapat kita ketahui bahwa stadia daerah ini adalah stadia dewasa

karena terdapatnya endapan-endapan seperti channel bar dan point bar yaitu dearah

tempat berkumpulnya material-material yang terbawa arus sungai di daerah ini juga

terdapat erosi brupa, gully erosion yang menandakan bahwa pada daerah tersebut

terjadi erosi secara lateral yang mengerosi lembah sungai. Litologi yang menyusun

pada satuan bentangalam ini adalah batuan beku peridotit.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah :

1. Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh bahwa daerah penelitian terbagi atas dua

satuan geomorfologi, yaitu satuan geomorfologi perbukitan denudasional dan

satuan geomorfologi pedataran struktural. Perbukitan denudasional dicirikan oleh

pola kontur yang relatif renggang dan adanya proses eksogen berupa debris slide,

channel bar, point bar, gully erosion dan rill erosion.Pedataran struktural

dicirikan oleh pola kontur yang sangat renggang dan adanya struktur geologi

berupa lipatan, kekar dan mata air.

2. Aspek-aspek geomorfologi yang terdapat pada peta yaitu debris slide, point bar,

channel bar, gully erosion, rill erosion sebagai penciri bentang alam

denudasional serta kekar,mata air dan lipatan yang merupakan penciri bentang

alam struktural

4.2 Saran

4.2.1 Saran Untuk Asisten

Sebaiknya tetap mendampingi praktikan selama praktikum berlangsung agar

praktikan tidak bingung selama praktikum

4.2.2 Saran Untuk Laboratorium


Agar menjaga kebersihan laboratorium serta menyediakan meja dan kursi

yang cukup praktikan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Lipatan.https://id.wikipedia.org/wiki/Lipatan. Diakses pada Jumat, 6


April 2018 pukul 13.15 WITA.
Noor, Djauhari.2009. Pengantar Geologi. Bogor : PT. Graha Ilmu
Noor, Djauhari.2010. Geomorfologi.Bogor : PT. Graha Ilmu
Sukandarrumidi. 2011. Pemetaan Geologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press

You might also like